• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengembangan Produk Bubur Instan Berbasis Pati Singkong Manihot Esculenta Crantz) Termodifikasi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pengembangan Produk Bubur Instan Berbasis Pati Singkong Manihot Esculenta Crantz) Termodifikasi"

Copied!
205
0
0

Teks penuh

(1)

PENGEMBANGAN PRODUK BUBUR INSTAN BERBASIS PATI

SINGKONG (

Manihot esculenta

Crantz) TERMODIFIKASI

CAESAR LAINE ANGGI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(2)

ABSTRACT

CAESAR LAINE ANGGI. Development of Instant Porridge Product Based on Modified Starch of Cassava (Manihot esculenta Crantz). Under direction of

RIMBAWAN.

In Indonesia, cassava is the two largest foodstuff produced after rice. However, utilization of cassava for food with specific beneficial to health is still limited. Cassava starch can be technically modified to produce resistant starch. Resistant starch is a product of starch degradation that is not absorbed in the small intestine. Resistant starch has beneficial physiological effects to health. Resistant starch can be processed form carbohydrates of a food source such as cassava. Considering an enormous potential of cassava resistant starch, a research of making instant porridge form cassava resistant starch has been conducted. The objective of this research was to study the process of making instant porridge made from cassava starch modification by autoclaving-cooling cycle process. The instant porridge made consisted of five treatments, namely a control of porridge prepared from pure cassava starch, cassava modification starch prepared using one autoclaving-cooling cycle (one cycle) porridge, cassava modification starch prepared using three autoclaving-cooling cycle (three cycle) porridge, and cassava modification starch porridge formulated with added emulsion flour containing protein and fat from soy protein isolate, vegetable oil and eggwhite (formula porridge). Formula porridge is developed by addition 15 grams, 30 grams, and 50 grams emulsion flour in one portion of porridge. Using organoleptic test, this study showed that the best formulation was obtained by adding 15 grams emulsion flour. In one serving size, this product belongs to the class of high fiber foods and high energy foods.

(3)

RINGKASAN

CAESAR LAINE ANGGI. Pengembangan Produk Bubur Instan Berbasis Pati Singkong (Manihot esculenta Crantz) Termodifikasi. Dibimbing oleh Dr. RIMBAWAN.

Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mempelajari proses pembuatan bubur instan dari bahan pati singkong termodifikasi. Tujuan khususnya adalah 1) Mempelajari modifikasi pati singkong dengan perlakuan autoclaving-cooling cycling; 2) Menyusun formula bubur instan berbasis pati singkong termodifikasi; 3) Menganalisis karakteristik fisikokimia pati singkong termodifikasi dan tepung bubur instan;4) Menganalisis pengaruh modifikasi terhadap karakteristik kimiawi pati singkong termodifikasi dan tepung bubur instan; 5) Menganalisis kandungan gizi pati dan serat pangan pati termodifikasi serta bubur instan; 6) Menganalisis kandungan energi dan harga energi serta serat pangan bubur instan sebagai pangan fungsional.Penelitian ini diharapkan dapat member manfaat bagi masayarakat dan industri pangan, khususnya pmberian alternative produk pangan berbasis pati singkong resisten.

Tahapan penelitian ini terdiri dari beberapa tahapan. Tahapan tersebut terdiri dari 1) Pembuatan pati singkong termodifikasi; 2) Formulasi bubur instan; 3) Uji organoleptik bubur instan; 4) Analisis karateristik fisikokimia, kimiawi, dan kandungan gizi; 5) Analisis biaya pembuatan produk dan harga energi serta serat pangan pada bubur instan. Pembuatan pati singkong termodifikasi terdiri dari pati singkong tergelatinisasi dan pati singkong resisten dilakukan dengan metode autoclaving-cooling yang dimodifikasi. Proses modifikasi dilakukan dengan pengulangan siklus 1 kali dan 3 kali dengan waktu gelatinisasi masing-masing 30 menit dan 15 menit. Pati singkong termodifikasi digunakan untuk formulasi bubur instan. Formula bubur instan yang paling disukai dari uji organoleptik adalah formula bubur instan dengan penambahan tepung emulsi 15 gram.

Hasil analisis karakteristik fisikokimia pati dan bubur instan menunjukkan bahwa pola gelatinisasi pati singkong dan pati singkong resisten menunjukkan pola yang berbeda dikarenakan proses pengolahan autoclaving-cooling meningkatkan kekentalan atau viskositas pati singkong dan menurunkan suhu gelatinisasi pati. Pengamatan granula pati pada pati singkong termodifikasi menunjukkan bahwa sifat birefringence semakin tidak terlihat jelas akibat degradasi amilosa yang menyebabkan pembengkakan granula saat autoclaving-cooling cycling. Derajat putih paling tinggi adalah pati singkong, sedangkan produknya adalah bubur pati singkong resisten 1 siklus. Densitas kamba yang tinggi pada pati singkong resisten 3 siklus (RS 3) dan tepung bubur instan pati singkong resisten 3 siklus (BRS 3) menyebabkan rasa kenyang yang lebih tahan lama daripada kedua jenis pati dan tepung bubur instan lainnya. Derajat putih tertinggi adalah pati singkong.

(4)

yaitu 26.14% (bk). Produk bubur instannya sama dengan pati yang menjadi bahan bakunya.

Hasil analisis kandungan gizi pati berupa kadar air, kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat menunjukkan bahwa kadar air dan karbohidrat tertinggi adalah pati singkong (PS) 15.05% (bk) dan 98.63% (bk), sedangkan abu, kadar lemak, protein, pati singkong resisten 3 siklus (RS 3) masing-masing sebesar 0.78% (bk), 2.15% (bk), dan 0.39% (bk). Kandungan gizi tepung bubur instan yang paling tinggi adalah karbohidrat mencapai 97.25% (bk) untuk tepung bubur pati singkong (BPS). Kadar lemak dan kadar protein yang paling tinggi adalah tepung bubur instan formula terpilih (F3) sebesar 2.34% (bk) dan 17.45% (bk). Serat pangan pati singkong termodifikasi tertinggi adalah pati singkong resisten 3 siklus sebesar tepung bubur instan pati singkong resisten 3 siklus (RS 3) sebesar 9.1% (bk), sedangkan serat pangan tepung bubur instan pati singkong termodifikasinya adalah tepung bubur instan pati singkong resisten 3 siklus (BRS 3) sebesar 7.5% (bk). Serat pangan tidak larut (insoluble dietary fiber) lebih banyak terdapat pati singkong termodifikasi dan tepung bubur instan. Tingginya kadar serat pangan pati singkong resisten 3 siklus (RS 3) dan bubur pati singkong resisten 3 siklus (BRS 3) menyebabkan kedua bahan pangan tersebut digolongkan sebagai pangan tinggi serat karena memenuhi 30% acuan label gizi serat pangan.

Kandungan energi bubur instan berbasis pati singkong resisten berkisar antara 398 Kalori hingga 407 Kalori per 400 gram bubur. Bubur instan berbasis pati singkong resisten memenuhi 20% AKG sarapan dari kebutuhan AKG sehari sehingga cocok dikonsumsi sebagai sarapan sebagai pangan tinggi energi. Harga serat pangan dan energi yang lebih murah pada BRS 3 daripada pangan instan komersial lainnya menunjukkan bahwa bubur instan kontrol (BRS 3) layak dipasarkan sebagai pangan fungsional.

(5)

PENGEMBANGAN PRODUK BUBUR INSTAN BERBASIS PATI

SINGKONG (

Manihot esculenta

Crantz) TERMODIFIKASI

CAESAR LAINE ANGGI

Skripsi

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Fakultas Ekologi Manusia

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT

FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA

(6)

Judul Skripsi : Pengembangan Produk Bubur Instan Berbasis Pati Singkong Manihot Esculenta Crantz) Termodifikasi

Nama : Caesar Laine Anggi

NIM : I14070037

Disetujui, Dosen Pembimbing

Dr. Rimbawan

NIP 19620406 198603 1 002

Diketahui,

Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP 19621218 198703 1 001

(7)

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Alloh SWT yang telah melimpahkan segenap rahmat, karunia, dan segala keindahan hidup sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “ Pengembangan Produk Bubur Instan Berbasis Pati Singkong (Manihot esculenta Crantz) Termodifikasi”. Shalawat serta salam senantiasa tercurah pada Rasul Alloh, Muhammad SAW yang telah memberikan suri tauladan hidup kepada umatnya hingga akhir jaman.

Terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan kepada:

1. Papah Ato Sunarto dan mamah Elvi Sulistiani atas semua kasih sayang, didikan dan semangat yang tiada hentinya yang mungkin sampai kapanpun takkan terbalas serta kesabaran dan pengertiannya selama ini. Adik Aprilla Alvie Herwanda atas semangat dan doa yang diberikan. 2. Bapak Dr. Rimbawan sebagai pembimbing yang telah memberikan

arahan, masukan, saran, semangat, motivasi, dan nasihat serta pembelajaran hidup sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

3. Ibu Dr. Ir. Lilik Kustiyah, M.Si selaku dosen pemandu dan dosen penguji atas masukan, saran, dan perbaikan dalam penulisan karya tulis ini, 4. Ibu Dr.Ir. Yayuk Farida Baliwati, MS selaku dosen pembimbing akademik

yang telah memberikan bimbingan selama perkuliahan.

5. Kementrian Pendidikan Nasional (DIKTI) atas dana hibah penelitian PKM 6. Bapak Mashudi, Bapak Nurwanto, Bapak Wahid, Bapak Iyas, Ibu

Rubiyah, Ibu Ari, Ibu Titi, Ibu Nina, Ibu Rizki, Firdaus dan Yoghatama Cindya Zancer atas bantuan tekhnis dan kerjasama dalam penyelesaian tugas akhir.

7. Saudari Ima Karimah, teman terbaik selama perkuliahan dan penelitian atas kerjasamanya, doa, dukungan, saran, kritikan, dan kesabarannya. 8. Ryan Maydianza atas cintanya, semangat, doa, dukungan, masukan

selama ini. Semoga kebersamaan kita berakhir indah.

(8)

Saloso yang selalu memberikan doa, dukungan, semangat, dan masukan serta pembelajaran hidup.

10. Rekan-rekan sejawat penelitian laboratorium Adiarti Nursasanti, Panji Azahari, Mahmud Aditya Rifki, Lina Agestika, Mia Srimiati dan Rahmi Khalida atas dukungan dan kerjasamanya.

11. Rekan-rekan satu bimbingan atas semangatnya Titien Dwi Arianti, Waldemar Sebastian, Fatma Silviana.

12. Dosen dan Staf GM yang telah memberikan didikan, ajaran, dukungan, dan bantuan selama 4 tahun masa studi.

13. Teman-teman “Harmony 2” Kak Santi, Riska, Via, Ayu 1, Ayu 2, Ola, Arin, Rinrin.

14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu,

Semoga karya tulis ini bermanfaat.

(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara, puteri pasangan Bapak Ato Sunarto dan Ibu Elvi Sulistiani. Penulis dilahirkan di Cilacap, 13 Oktober 1989. Pendidikan sekolah dasar penulis ditempuh pada tahun 1995 sampai 2001 di SDN Sidanegara 06 Cilacap, 2001 sampai 2004 di SMPN 1 Cilacap, dan pada tahun 2004 sampai 2007 penulis melanjutkan pendidikan di SMAN 1 Cilacap.

Tahun 2007 penulis melanjutkan pendidikan sarjana di Ilmu Gizi,Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis aktif dalam kegiatan akademik dan non akademik. Penulis pernah menjadi asisten praktikum Ektensi pada mata kuliah Metabolisme Zat Gizi. Tahun 2010 penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Batulayang, Puncak Bogor, Jawa Barat dan pada Juni 2011 penulis telah melaksanankan Internship Dietetic di Rumah Sakit Umum Daerah Cibinong, Bogor.

Penulis aktif dalam organisasi kemahasiswaan, seperti IAAS (International Association of Students in Agriculture and Related Sciences) sebagai bendahara umum periode 2009/2010, HIMAGIZI (Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi) sebagai staf Keprofesian Gizi 2009/2010, Emulsi (majalah pangan dan gizi) sebagai advertisements periode 2008/2009. Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan, baik yang diselenggarakan HIMAGIZI maupun FEMA. Penulis aktif sebagai Private Tutor dari Express IAAS pada tahun 2009. Penulis aktif mengikuti perlombaan Kompetisi Karya Tulis Mahasiswa (KKTM) dan Program Kreatifitas Mahasiswa (PKM).

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL………... xii

DAFTAR GAMBAR………...…………. xiii

DAFTAR LAMPIRAN……….. xv

PENDAHULUAN……….. 1

Latar Belakang…..………..……….... 1

Tujuan………...……….…... 2

Kegunaan…………...……….………...….. 3

TINJAUAN PUSTAKA………. 4

Singkong……….….. 4

Pati Singkong………... 5

Amilosa Pati……….. 6

Amilopektin Pati……… 7

Gelatinisasi Pati……… 7

Retrogradasi Pati……….. 8

Pati Resisten………. 8

Serat Pangan……… 9

Daya Cerna Pati………..……. 10

Modifikasi Pati Secara Fisik……… 11

Bubur Instan……….. 12

Pengeringan………..… 12

Drum dryer………..….. 13

Sukralosa………...………..…. 14

Emulsi………. 14

Telur……….……… 15

Isolat Protein Kedelai………...………. 15

Minyak Kelapa Sawit………. 16

Uji Organoleptik……… 16

METODE……...………. 18

Waktu dan Tempat………..……….… 18

Bahan dan Alat………. 18

Tahapan…………...………. 19

Pembuatan Pati Singkong Termodifikasi………. 20

Pembuatan Pati Singkong Tergelatinisasi……….. 20

Pembuatan Pati Resisten 1 Siklus……….. 21

Pembuatan Pati Resisten 3 Siklus……….. 21

Formulasi Bubur Instan……… 22

Uji Organoleptik Bubur Instan………. 26

Analisis Karakteristik Fisikokimia, Kimiawi, dan Kandungan Gizi, ……….. 27

Pengolahan dan Analisis Data…..……… 27

HASIL DAN PEMBAHASAN……….. 29

Modifikasi Pati Singkong……….……… 29

Formulasi Bubur Instan……… 31

Karakteristik Organoleptik Bubur Instan……….. 32

(11)

Pengaruh Pengolahan terhadap Karakteristik Kimiawi Pati dan

Tepung Bubur Instan……….……….. 51

Kandungan Gizi Pati………..………..……… 59

Kandungan Gizi Tepung Bubur Instan……….. 62

Kadar Serat Pangan………. 65

Kandungan Zat Gizi dan Energi Bubur Instan.………..……….. 69

Perbandingan Harga Energi dan Serat Pangan Tepung Bubur Instan………..……… 70

KESIMPULAN DAN SARAN……….. 72

Kesimpulan……… 72

Saran……….. 73

DAFTAR PUSTAKA……… 74

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman 1 Kandungan gizi singkong……… 5 2 Formulasi produk bubur instan dari pati singkong termodifikasi…… 25 3 Formulasi tepung emulsi bubur instan………..………. 26 4 Presentase hedonik panelis terhadap bubur instan formula……….. 42 5 Presentase mutu hedonik panelis terhadap bubur instan

formula……….. 43

6 Sifat amilografi pati…………..……….………. 44 7 Perbandingan kadar total pati, amilosa, dan amilopektin…….…….. 53 8 Kandungan gizi pati singkong, pati singkong resisten 1 siklus dan 3

siklus……….. 59

9 Kandungan gizi tepung bubur instan………..……….. 62 10 Kandungan zat gizi dan energi bubur instan…... 69 11 Harga per kalori energi per gram dan harga per gram serat

(13)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1 Ubi Kayu………..……… 4

2 Granula pati singkong………..………... 6

3 Diagram alir keseluruhan penelitian………... 19

4 Bagan proses pembuatan pati singkong tergelatinisasi…………... 20

5 Bagan proses pembuatan pati singkong resisten 1 siklus (Lehnmann 2003 yang dimodifikasi)……… 21

6 Bagan proses pembuatan pati singkong resisten 3 siklus (Lehnmann 2003 yang dimodifikasi)……… 22

7 Bagan proses formulasi bubur instan kontrol (Hendy 2007 yang dimodifikasi)………. 23

8 Bagan proses formulasi bubur instanformula (Hendy 2007 yang dimodifikasi)………. 24

9 Bubur pati singkong (BPS) (a); Bubur Pati Resisten 1 siklus (BRS 1) (b); Bubur Pati Resisten F1, F2, F3 (c), (d), (e)…………. 33

10 Grafik mutu hedonik bubur instan……….……….. 34

11 Grafik hedonik warna bubur instan………. ……… 35

12 Grafik mutu hedonik aroma bubur instan……….. 36

13 Grafik hedonik aroma bubur instan………... 37

14 Grafik mutu hedonik rasa bubur instan……….. 38

15 Grafik hedonik rasa bubur instan………. 39

16 Grafik mutu hedonik tekstur bubur instan………... 40

17 Grafik hedonik tekstur bubur instan………. 41

18 Grafik hedonik keseluruhan bubur instan……….. 42

19 Granula pati singkong sebelum pemanasan 400 X……….. 46

20 Granula pati singkong resisten 1 siklus (RS 1) 400 X (a); Granula pati resisten singkong 3 siklus (RS 3) 200 X (b)……… 47

21 Grafik presentase derajat putih tepung bubur instan……… 49

22 Grafik presentase densitas kamba pati……….. 50

23 Grafik presentase densitas kamba tepung bubur instan….………. 51

24 Grafik presentase amilosa pati dan tepung bubur instan…... 52

(14)

27 Grafik presentase daya cerna pati pada pati dan tepung bubur

instan……….……... 58

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Prosedur analisis karakteristik fisikokimia………. 80 2 Prosedur analisis karakteristik kimiawi……….…… 80 3 Prosedur analisis kandungan gizi………..……… 83 4 Prosedur analisis kadar serat pangan metode enzimatis (AOAC

1995)……….. 85

5 Lembar uji organoleptik……….……….. 86 6 Hasil analisis karakteristik fisikokimia pati dan tepung bubur instan.... 88 7 Hasil analisis karakteristik kimiawi pati dan tepung bubur instan……. 88 8 Hasil analisis kandungan gizi pati dan tepung bubur instan………….. 89 9 Hasil analisis kadar serat pangan pati dan tepung bubur instan…….. 89 10 Hasil sidik ragam karakteristik organoleptik bubur instan……….. 89 11 Perhitungan harga produk………... 92 12 Perbandingan harga energi dan serat pangan pada pangan

(16)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Salah satu pangan lokal yang potensinya cukup besar yaitu singkong. Singkong merupakan pangan sumber karbohidrat yang mudah ditanam sehingga mudah diperoleh. Di Indonesia, singkong merupakan produksi hasil pertanian pangan ke dua terbesar setelah padi sehingga singkong mempunyai potensi sebagai bahan baku yang penting bagi berbagai produk pangan dan industri. Produksi singkong di Indonesia pada tahun 2009 mencapai 22 juta ton. Produksi singkong terus meningkat dari tahun ke tahun sehingga tingkat produktifitas singkong terus meningkat. Berdasarkan data Kementerian Pertanian, tahun 2008 produksi singkong nasional mencapai 21,75 juta ton dan meningkat menjadi 22,04 juta ton pada tahun 2009. Tingkat produktifitasnya juga terus meningkat dari 180,57 kuintal per hektare di tahun 2008 menjadi sekitar 189,86 kuintal per hektare tahun 2009 (BPS 2009).

Pemanfaatan singkong banyak digunakan sebagai bahan baku makanan, terutama dalam bentuk snack seperti tiwul, getuk, keripik, singkong goreng, dan singkong rebus. Beberapa tahun terakhir ini pemanfaatan singkong oleh industri juga berkembang cepat, terdapat beberapa snack ringan berbahan dasar singkong beredar di masyarakat. Produk olahan singkong yang dikembangkan oleh industri lebih banyak digemari masyarakat. Melihat kenyataan tersebut maka sentuhan teknologi dalam pengolahan singkong yang dikembangkan oleh industri membuat nilai ekonomi singkong menjadi meningkat dibandingkan jika singkong hanya diolah sebagai makanan tradisional.

Pemanfaatan singkong sebagai bahan baku makanan yang bermanfaat bagi kesehatan masih terbatas. Padahal, saat ini perhatian masyarakat terhadap kesehatan cukup besar, termasuk dalam hal pemilihan pangan. Pangan diharapkan dapat memberikan sifat fungsional, seperti menjaga kesehatan dan kebugaran tubuh, memperbaiki fungsi fisiologis, atau membantu penyembuhan penyakit. Kajian mengenai sifat fungsional pangan yang berkhasiat untuk kesehatan dan kebugaran semakin meningkat sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat.

(17)

kanker kolon, mempunyai efek hipoglikemik (menurunkan kadar gula darah setelah makan), berperan sebagai prebiotik, mengurangi risiko pembentukan batu empedu, mempunyai efek hipokolesterolemik, menghambat akumulasi lemak, dan meningkatkan absorpsi mineral (Sajilata et al. 2006). Hasil penelitian bahan pangan yang mengandung 16.8% pati resisten dan pati yang dapat dicerna menunjukkan kemampuan absorbsi kalsium dan besi di intestinal lebih meningkat daripada pati yang dapat dicerna.

Produk makanan instan sangat digemari oleh masyarakat modern pada masa kini. Semakin meningkatnya aktivitas menyebabkan seseorang lebih memilih makanan dengan proses penyajian cepat. Potensi yang besar dari pati singkong resisten maka penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai proses pembuatan bubur instan dari pati singkong resisten.

Tujuan Tujuan Umum:

Tujuan umum penelitian iniadalah mempelajari proses pembuatan bubur instan berbasis pati singkong termodifikasi.

Tujuan Khusus:

Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah:

1. Mempelajari modifikasi pati singkong dengan perlakuan autoclaving-cooling cycling.

2. Menyusun formula bubur instan berbasis pati singkong termodifikasi. 3. Menganalisis karakteristik fisikokimia pati singkong termodifikasi dan

tepung bubur instan.

4. Menganalisis pengaruh modifikasi terhadap karakteristik kimiawi pati singkong termodifikasi dan tepung bubur instan.

5. Menganalisis kandungan gizi pati dan serat pangan pati termodifikasi serta bubur instan.

(18)

Kegunaan

(19)

TINJAUAN PUSTAKA

Singkong

Tanaman singkong termasuk tanaman tropis yang berasal dari Brazil (Amerika Selatan). Singkong memiliki peranan penting sebagai makanan pokok ke-3 setelah padi dan jagung di Indonesia. Peranan singkong menjadi semakin besar berkaitan dengan daya gunanya di bidang industri, baik industri kecil, menengah, maupun industri besar, tidak terbatas pada industri dalam negeri, tetapi juga di negara lain sebagai komoditas ekspor andalan. Singkong merupakan tanaman multiguna yang dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, makanan ternak, dan sebagai bahan baku berbagai macam industri (Suprapti 2005).

Berikut ini sistematika (taksonomi) tumbuhan tanaman singkong: kingdom : Plantae

divisio : Spermathopyta subdisivio : Angiospermae kelas : Dicotyledone ordo : Euphorbiales famili : Euphorbiaceae genus : Manihot

species : Manihot esculenta Crantz sin dan Manihot utilisima

Gambar 1 Ubi Kayu Sumber: www.bps.co.id

(20)

berwarna putih atau kuning (tergantung varietasnya) yang mengandung sianida dengan kadar yang berbeda-beda. Tanaman yang dikembangkan di Indonesia terdiri dari berbagai jenis atau varietas, dengan keunggulan masing-masing. Ada 7 jenis varietas unggul singkong yang digunakan untuk membuat tepung yaitu Adira I, Adira II, Malang I, Malang II, Basiorao, Bogor, dan Mangi (Suprapti 2005). Berikut ini Tabel 1 mengenai kandungan gizi pada umbi singkong:

Tabel 1 Kandungan gizi Singkong

No

Komponen Gizi Kadar per 100 g

1.

Energi 146 Kal

2.

Karbohidrat 34.7 g

3.

Protein 1.2 g

4.

Lemak 0.3 g

5.

Mineral 1.3 g

6.

Zat Besi 0.0007 mg

7.

Kalsium 0.003 mg

8.

Fosfor 0.004 mg

9.

Vitamin C 0.003 mg

10.

Vitamin B 0.006 mg

11.

Air 62.5 g

Sumber: Suprapti (2005)

Pati Singkong

Kandungan pati dalam singkong (% bk) adalah 90 (Cui 2005). Menurut Wahyu (2008), singkong merupakan salah satu sumber kalori bagi penduduk kawasan tropis di dunia. Umbi singkong kaya akan karbohidrat yaitu sekitar 80-90% (bb) dengan pati sebagai komponen utamanya.

Pati merupakan homopolimer glukosa dengan ikatan α-glikosidik. Berbagai macam pati tidak sama sifatnya, tergantung dari banyaknya atom C dan percabangan rantai molekulnya. Pati terdiri dari dua fraksi yang dapat dipisahkan dengan air panas. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak larut disebut amilopektin (Winarno 2004). Pati dapat diekstrak dengan berbagai cara, berdasarkan bahan baku dan penggunaan dari pati itu sendiri. Proses utama pembuatan pati dari ubi-ubian melalui ekstraksi terdiri dari perendaman, disintegrasi, dan sentrifugasi. Perendaman dilakukan dalam larutan natrium bisulfit pada pH yang diatur untuk menghambat reaksi biokimia seperti perubahan warna ubi. Disintergrasi dan sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan pati dari komponen lainnya (Cui 2005).

(21)

(Friedman 1950, Gliksman 1969 dikutip Odigboh 1983 dalam Chan 1983). Pati singkong memiliki granula berwarna putih dengan ukuran diameter yang bervariasi dari 4-35 µm dan rata-rata 20 µm. Gambar 2 menunjukkan granula pati singkong.

Gambar 2 Granula pati singkong Sumber: Hui 2006 dalam Wahyu 2008

Pati dicerna dalam tubuh manusia dengan bantuan enzim amilase. Enzim ini biasanya terdapat pada saliva (air liur) dan pankreas. Amilase akan menghidrolisis pati menjadi maltosa. Proses pencernaan pati oleh enzim amilase dipengaruhi oleh ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel, luas permukaan semakin besar sehingga pati lebih cepat dicerna daripada pati yang ukuran granulanya lebih besar (Tharanathan & Madandevama 2003).

Amilosa Pati

Pati merupakan polimer dari karbohidrat yaitu kompleks anhidroglukosa yang dihubungkan dengan rantai 1,4 α-gikosidik. Amilosa yang dihidrolisis dengan asam akan menghasilkan D-glukosa. Amilosa pati mengandung 200-2000 unit anhidroglukosa. Setiap monomer memiliki 1 atau 2 grup hidroksil kecuali ujung amilosa pati. Molekul anhidroglukosa terakhir mengandung 1 atau 3 gugus hidroksil yang disebut sebagai bukan pereduksi. Ujung lain dari anhidroglukosa mengandung 1 atau 2 gugus hidroksil (gugus aldehid) yang merupakan grup pereduksi dalam bentuk hemiasetal dalam (Furia 1990).

(22)

molekul amilosa tersebut disebut retrogradasi. Molekul amilosa yang tidak bercabang memiliki sifat kuat dan fleksibel (Furia 1990).

Amilosa juga memiliki afinitas terhadap iodine yang memiliki karakteristik warna biru. Hal ini dapat memberikan estimasi secara kuantitatif kandungan amilosa pada pati. Amilosa memiliki sifat hidrofilik dan hidrophobik pada ujung yang lain. Sifat hidrofobik inilah yang menyebabkan pati tidak larut dalam air dingin, namun apabila dipanaskan pati akan larut dan tergelatinisasi (Furia 1990).

Amilopektin Pati

Amilopektin merupakan polimer pati selain amilosa yang memiliki struktur bercabang. Setiap cabang mengandung 15-25 anhidroglukosa yang saling terhubung dengan ikatan 1,4 dan 1,6 α-glikosidik. Bagian cabang amilopektin pati dihubungkan dengan rantai karbon 1 dan berakhir di rantai karbon 6. Amilopektin merupakan polimer terbesar dari pati. Ukuran dan cabang amilopektin pati mempengaruhi mobilitas molekul dan cenderung menjadi kuat dengan adanya ikatan hidrogen yang dapat teretrogradasi sehingga amilopektin dalam cairan menjadi jelas dan stabil dengan gel resisten (Furia 1990).

Molekul amilopektin yang bercabang menyebabkan molekul ini tidak sekuat dan sefleksibel amilosa pati. Amilopektin juga tidak menunjukkan warna biru bila ditetesi iodine. Stabilitas sol amilopektin merupakan faktor utama dalam penggunaan amilopektin termodifikasi (Furia 1990).

Gelatinisasi Pati

(23)

Retrogradasi Pati

Amilosa yang dapat terdispersi oleh air panas akan memyebabkan peningkatan granula yang membengkak. Pasta pati yang telah mengalami gelatinisasi terdiri dari granula yang membengkak tersuspensi dalam air panas, dan molekul-molekul amilosa yang terdispersi dalam air. Molekul-molekul amilosa akan terus terdispersi selama pasta pati tetap dalam keadaan panas (Winarno 2004).

Apabila pasta pati didinginkan, energi kinetik tidak lagi cukup untuk menyatukan kembali molekul-molekul amilosa sehingga molekul-molekul amilosa akan berikatan dengan cabang amilopektin di pinggir luar granula. Hal tersebut menyebabkan terbentuknya mikrokristal dan mengendap. Proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi disebut retrogradasi. Sebagian besar pati yang telah menjadi gel bila disimpan atau didinginkan untuk beberapa hari atau beberapa minggu akan membentuk endapan kristal di dasar wadahnya (Winarno 2004).

Sebagian air pada pasta pati terbentuk dari butir pati dan endapan amilosa. Apabila gel dipotong dengan pisau atau disimpan beberapa hari air tersebut akan keluar dari bahan. Proses keluarnya air dari gel pati disebut sineresis.

Pati Resisten

Pati resisten adalah pati yang tidak dapat dipecah oleh enzim manusia di usus halus. Pati resisten (Resistant starch atau RS) pati juga mengalami fermentasi oleh mikroflora pada dinding kolon, sehingga mikroflora menghasilkan asam lemak rantai pendek (short chain fatty acid atau SCFA) (Englyst et al. 1992; Champ et al. 1999). Profil SCFA yang diperoleh dari RS lebih banyak mengandung butirat dan lebih sedikit mengandung asetat dibandingkan serat pangan konvensional. Asam butirat lebih banyak dimetabolisme oleh sel-sel kolon sebagai substrat sumber energi sel (Elmsthal 2002). Dengan sifat-sifat yang dimilikinya, RS dapat berfungsi sebagai prebiotik.

(24)

mengindikasikan peningkatan oksidasi lipida setelah makan sehingga dapat menurunkan akumulasi lemak dalam jangka panjang (Higgins 2004).

Pati resisten terdiri dari empat tipe. Tipe pertama (RS I) terdiri atas pati yang secara fisik terperangkap dalam sel-sel tanaman dan matriks bahan pangan, misalnya pada sereal, biji, kacang-kacangan, dan pasta. Pati resisten tipe kedua (RS II) terdiri atas granula pati yang secara alami sangat resisten terhadap pencernaan oleh enzim α-amilase, misalnya pati pada pisang dan kentang mentah. Pati resisten tipe ketiga (RS III) terdiri atas pati teretrogradasi yang terbentuk saat bahan pangan yang mengandung pati dimasak dan didinginkan. Pati resisten tipe keempat (RS IV) terdiri atas pati yang dimodifikasi secara kimia, dimana modifikasi tersebut mempengaruhi aktivitas amilolitik dari enzim-enzim pencernaan (Leu et al. 2003 dalam Satriawan 2010).

Serat Pangan

Menurut Winarno (2004) serat pangan atau dietary fiber merupakan bagian dari jaringan tanaman yang tahan terhadap proses hidrolisis oleh enzim dalam lambung dan usus kecil. Sejumlah polisakarida bukan pati pada bahan pangan nabati disebut polisakarida non pati (non starch polysaccharides atau NSP) yang merupakan komponen utama serat pangan (Bender 2003). Beberapa contoh NSP antara lain selulosa, hemiselulosa dan inulin yang termasuk IDF. Pektin, gum, dan musil tanaman termasuk SDF.

(25)

terendapkan oleh air yang tercampur dengan empat bagian etanol. Insoluble Dietary Fiber diartikan sebagai serat pangan tidak larut dalam air panas dan air dingin. Gabungan dari serat pangan tidak larut dan serat pangan tidak larut air disebut serat pangan total (total dietary fiber atauTDF). Pengertian serat kasar berbeda dengan serat pangan. Menurut Winarno (2004) serat kasar adalah bagian makan yang tidak dapat terhidrolisis oleh bahan-bahan kimia yang digunakan untuk menentukan serat kasar yaitu asam sulfat 1.25% dan natrium hidroksida 1.25%.

Efek fisiologis dari serat pangan bagi tubuh terutama dalam saluran pencernaan berbeda-beda pada setiap komponennya. Serat menstimulasi aliran saliva dan meningkatkan volume makanan di dalam mulut. Saat melewati lambung serat larut air dan komponen kental serat menunda pengosongan isi lambung. Dalam usus halus, serat membentuk larutan yang kental sehingga menghambat daya cerna dan absorbsi karbohidrat dan lemak serta cenderung menghambat absorpsi glukosa dan memperkecil kadar kolesterol plasma darah. Fungsi serat larut berlawanan dengan serat tidak larut, komponen serat larut didegradasi oleh bakteri dalam kolon sehingga tidak mempengaruhi bobot feses dan tidak menimbulkan efek laksatif (Sardesai 2003). Serat pangan tidak larut dapat memperbesar volume feses dan mempercepat pengeliminasian sehingga mengurangi transit time dan mengurangi resiko pembentukan kanker colorectal.

Respon fisiologis dari konsumsi serat pangan menjadi dasar para pakar menghubungkan diet kaya serat dengan penurunan resiko terhadap penyakit kronis noninfeksi pada saluran pencernaan seperti konstipasi, penyakit divertikular dan kanker kolon, gangguan sistem sirkulasi tubuh seperti aterosklerosis dan penyakit jantung koroner (PJK), serta gangguan metabolisme seperti obesitas dan diabetes (Sardesai 2003). American Dietetic Association (ADA) merekomendasikan konsumsi serat konsumsi pangan bagi orang dewasa sekitar 20-35 gram per hari. Sebuah studi menunjukkan bahwa serat lebih dari 25 gram per hari dapat menurunkan resiko terkena penyakit jantung 36% dan konsumsi 29 gram serat per hari dapat menurunkan resiko serangan jantung sebesar 41% (Wardlaw 1999).

Daya Cerna Pati

(26)

kecil. Daya cerna pati membuat bahan baku sumber karbohidrat mempunyai daya cerna karbohidrat dan protein yang berbeda-beda. Hal ini sangat dipengaruhi oleh komposisi kimia bahan pangannya dan bukan hanya oleh rasio amilosa-amilopektin yang menyusun pati bahan dasarnya. Beberapa faktor yang dapat menurunkan daya cerna pati adalah penggunaan suhu yang terlalu tinggi pada waktu pengolahan, interaksi antara pati dengan komponen non pati, dan jumlah resistant starch yang terdapat dalam pati. Resistant starch merupakan fraksi pati yang tidak dapat dihidrolisis pada usus halus tetapi kemudian difermentasi oleh mikroflora usus (Prangdimurti, Palupi,& Zakaria 2007).

Pati atau sumber karbohidrat dihidrolisis oleh enzim α-amilase pada suhu 37˚C dan pH 7.0 selama 30 menit menyerupai kondisi dalam tubuh. Maltosa hasil hidrolisis pati kemudian diukur jumlahnya menggunakan spektrofotometer setelah direaksikan dengan asam dinitrosalisilat sehingga dapat diukur pada 520 nm. Kadar maltosa diukur dengan menggunakan kurva standar maltosa murni. Semakin banyak maltosa yang dihasilkan menunjukkan semakin banyak pati yang dapat dihidrolisis mengindikasikan daya cernanya tinggi. Daya cerna pati atau sumber karbohidrat dihitung sebagai persentase relatif terhadap pati murni (Prangdimurti, Palupi, & Zakaria 2007).

Modifikasi Pati Secara Fisik

Perlakuan modifikasi pati secara fisik melibatkan beberapa faktor yaitu suhu, tekanan, pemotongan, dan kadar air pada pati. Granula pati dapat diubah secara parsial maupun total. Prinsip modifikasi fisik secara umum adalah dengan pemanasan. Apabila dibandingkan dengan modifikasi kimia, modifikasi fisik cenderung lebih aman karena tidak menggunakan berbagai pereaksi kimia. Perlakuan modifikasi secara fisik antara lain: ekstruksi, parboiling,

steam-cooking, iradiasi microwave, pemanggangan, hydrothermal treatment dan

autoclaving (Sajilata et al. 2006; Kaur et al. 2011).

(27)

Perlakuan fisik lainnya adalah metode autoclaving. Menurut Sajilata et al. (2006), perlakuan pemanasan dengan menggunakan metode autoclaving dapat meningkatkan produksi pati resisten hingga 9%. Metode autoclaving dilakukan dengan mensuspensikan pati dengan rasio penambahan air 1:3.5 atau 1:5, kemudian dipanaskan dengan pemanasan autoklaf pada suhu tinggi. Setelah diautoklaf, suspensi pati disimpan pada suhu rendah agar terjadi retrogradasi. Selama retrogradasi, molekul pati kembali membentuk struktur kompak yang distabilkan dengan adanya ikatan hidrogen. Peningkatan kadar pati resisten dapat dilakukan dengan menggunakan pengulangan siklus. Perlakuan modifikasi ini disebut autoclaving-colling cycling treatment (Shin et al. 2002; Zabar et al. 2008).

Bubur Instan

Bubur instan yang lebih dikenal dengan sebutan pure (asal kata dari bahasa Inggris yakni puree). Pengertian pure berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) dalam Hendy (2007) adalah pangan atau bahan pangan yang dilembutkan. Bubur memiliki tekstur yang lunak sehingga mudah dicerna. Bubur tidak hanya terbuat dari beras saja namun dapat pula dibuat dari kacang hijau dan beras merah. Bubur diolah dengan memasak bahan penyusun dengan air seperti bubur nasi, mencampurkan santan (bubur kacang hijau), maupun dengan mencapurkan susu (bubur susu).

Bubur instan memiliki komponen penyusun seperti halnya bubur. Bubur yang telah jadi (masak) mengalami proses instanisasi. Instanisasi dilakukan dengan cara memasak komponen-komponen penyusun bubur yang telah berbentuk tepung sampai menjadi adonan kental. Bahan tepung yang diperoleh telah bersifat instan dan dikemas menjadi bubur instan (Perdana 2003).

Pengeringan

(28)

batas perkembangan mikroorganisme dan kegiatan enzim yang dapat menyebakan kebusukan terhambat dan terhenti agar bahan memiliki masa simpan yang lama (Taib et al.1998 dalam Hendy 2007).

Handerson et al (1976) diacu dalam Hendy (2007) mengungkapkan bahwa proses pengeringan memberikan keuntungan antara lain masa simpan produk kering lebih lama, viabilitas biji lebih terjamin, dan memperkecil serta meringankan volume produk sehingga memudahkan penanganan, penyimpanan dan transportasi. Pengeringan juga memiliki beberapa kerugian antara lain rusak atau berkurangnya vitamin-vitamin dan zat warna, hilangnya flavour yang mudah menguap dan menimbulkan bau gosong jika kondisi pengeringan tidak terkendali (Desroiser 1988 dalam Fernando 2008)

Drum Dryer

Pengering drum (drum dryer) digunakan untuk mengeringkan bahan dalam bentuk bubur atau larutan. Drum berputar pada sumbu horizontal dan dipanaskan secara internal dengan uap air atau medium pemanas lain (Brennan 1974). Bahan yang dikeringkan disebar dalam bentuk lapisan tipis pada permukaan drum. Pengeringan berlangsung pada saat drum berputar. Proses pengeringan dapat dilakukan dalam udara terbuka (tekanan 1 atm) atau dalam keadaan hampa udara. Produk yang kering dilepaskan dengan menggunakan pisau pengikis pada saat perputaran drum telah mencapai 2/3-3/4 dari bahan pertama kali dimasukkan ke dalam permukaan drum. Produk kering tersebut kemudian digling menjadi bubuk yang halus (Desroiser 1988 dalam Fatmawati 2004).

Secara umum alat pengering drum memiliki dua tipe yaitu drum tunggal

dan drum ganda. Drum tunggal dilakukan dengan mencelupkan drum pada

bubur atau larutan, sedangkan pada drum ganda didesain dengan dua drum yang puncaknya parallel dan bahan yang akan dikeringkan dimasukkan dari bagian atas pada arah antar dua drum (APV Crepaco 1992 diacu dalam Fatmawati 2004). Alat pengering drum ganda digunakan untuk mengeringkan bahan pangan, kimia, dan farmasi dengan berbagai variasi bobot jenis dan viskositas. Karakteristik bahan yang dapat dikeringkan dengan alat pengeringan drum ganda adalah berbentuk cairan atau pasta, tahan terhadap panas dan dipasarkan dalam bentuk bubuk yang mudah direhidrasi.

(29)

ini adalah hanya dapat digunakan pada bahan yang berbentuk bubur atau pasta dan bahan yang tahan terhadap suhu tinggi dalam waktu singkat (Brennan 1974).

Sukralosa

Sukralosa merupakan jenis pemanis rendah kalori baru yang beredar di pasaran. Sukralosa menghasilkan 600 kali kemanisan daripada gula biasa (sukrosa) tanpa mengakibatkan dampak peningkatan kalori. Menurut FDA penggunaan sukralosa aman bagi manusia baik pada anak-anak maupun ibu hamil (American Diabetes Association 2008 dalam Kusumah 2008). Baru-baru ini Joint FAO/WHO Expert Committee on Food Additives (JECFA) telah menaikkan batas toleransi sukralosa dari 0-3.5 mg/kg berat badan menjadi 0-15 mg/kg berat badan. Penggunaan sukralosa secara luas telah diijinkan mulai tahun 1988. Hal ini dikarenakan sukralosa tidak dapat diserap dengan baik oleh tubuh dan dikeluarkan bersama urin (Washuttl et al.1973). Berdasarkan penelitian terhadap 100 orang, maka FDA (Food and Drud Administration) menyimpulkan bahwa penggunaan sukralosa tidak menyebabkan risiko neurologik, gangguan reproduksi, maupun efek karsinogenik. Adapun keunggulan dari sukralosa adalah relatif stabil terhadap panas, sehingga tingkat kemanisan tidak banyak berubah (Brannen et al.1990).

Emulsi

Emulsi merupakan sistem heterogen yang terdiri atas dua fase cairan yang tidak tercampur tetapi cairan yang satu terdispersi dengan baik dalam cairan yang lain dalam bentuk butiran (droplet/globula) dengan diameter biasanya lebih dari 0.01-50 µm. Fase yang berbentuk butiran disebut fase terdispersi atau fase internal atau disebut juga fase diskontinyu, sedangkan fase cairan tempat butiran terdispersi disebut fase pendispersi atau fase eksternal atau fase kontinyu (Andarwulan & Adawiyah 1992).

(30)

pengemulsi bertujuan menurunkan tegangan permukaan antara kedua fase (tegangan interfasial) sehingga mempermudah terbentuknya emulsi, sedangkan penambahan bahan penstabil bertujuan meningkatkan viskositas fase kontinyu agar emulsi yang terbentuk menjadi stabil (Muchtadi 1999).

Telur

Menurut Gaman dan Sherrington (1992), selain meningkatkan nilai gizi masakan, telur juga mempunyai beberapa sifat fungsional yang bermanfaat, yakni: protein telur yang terkoagulasi bila dipanaskan dapat berperan sebagai agen pengental dan pengikat; kuning telur mengandung lesitin yang dapat digunakan sebagai pengemulsi, serta sebagai pembusa, yakni apabila putih telur dikocok sehingga udara akan terjebak dan protein terkoagulasi sebagian.

Telur dalam pembuatan cookies berfungsi sebagai pelembut dan pengikat. Fungsi lainnya adalah untuk aerasi yaitu kemampuan menangkap udara. Telur melembutkan tekstur cookies dengan daya emulsi dari lesitin yang terdapat dalam kuning telur. Pembentukan adonan yang kompak terjadi karena daya ikat putih telur. Dalam pembuatan cookies, penggunaan kuning telur tanpa putih telur akan menghasilkan cookies yang lembut dengan kualitas cita rasa yang sempurna (Matz & Matz 1978).

Isolat Protein Kedelai

Kedelai merupakan salah satu sumber protein nabati yang sering diekstrak atau diisolasi proteinnya. Isolat protein merupakan hasil ekstraksi protein kedelai yang paling murni karena kadar protein minimumnya sebesar 95% berdasarkan presentase bobot kering. Isolat protein kedelai hampir bebas dari karbohidrat, serat, dan lemak sehingga sifat fungsionalnya jauh lebih baik dibandingkan dengan konsentrat protein maupun tepung bubuk kedelai (Koswara 1995).

(31)

protein kedelai adalah pengendapan seluruh protein pada titik isoelektrik yaitu pH dimana seluruh protein menggumpal. Kemampuan ekstraksi protein kedelai dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain ukuran partikel tepung, umur tepung, perlakuan panas sebelumnya, rasio pelarutan pH dan kekuatan ion dari medium pengekstrak (Koswara 1995).

Berdasarkan segi zat gizi, isolat protein kedelai memiliki kekurangan asam amino bersulfur seperti metionin, sistein, dan treonin, tetapi kelebihan asam amino lisin yang merupakan asam amino pembatas dari protein pada serealia. Secara umum protein kedelai mengandung seluruh asam amino yang dibutuhkan manusia, namun hanya menjadi asam amino pembatas adalah metionin dan triptofan. Oleh karena itu, kedelai sangat cocok dikombinasikan dengan protein yang bersumber dari serealia.

Isolat protein kedelai banyak digunakan sebagai emulsifier pada produk sosis, produk bakeri dan sup (Koswara 1995). Selain itu, isolat protein kedelai juga dapat berfungsi sebagai zat aditif untuk memperbaiki penampakan produk, tekstur, dan flavour produk. Penggunaan isolat protein kedelai sangatlah luas, diantaranya dapat dipakai dalam pembuatan keju, susu, es krim, daging sintetik, roti dan biskuit (Koswara 1995).

Minyak Kelapa Sawit

Minyak kelapa sawit diperoleh dari pengolahan buah kelapa sawit (Elaeis guinensis JACQ). Minyak kelapa sawit merupakan minyak nabati yang berupa senyawa tidak larut air, sedangkan komponen penyusunnya yang utama adalah trigliserida dan nontrigliserida. Trigliserida berupa ester dari trigliserol dan tiga molekul asam lemak. Senyawa non trigliserida dalam minyak kelapa sawit terdapat dalam jumlah kecil yaitu motilgliserida, digliserida, fosfatida, karbohidrat, turunan karbohidrat, protein dan getah (gum) serta zat warna. Pemakaian minyak nabati memberikan keuntungan bagi tubuh karena tidak mengandung kolesterol (Ketaren 1986).

Uji Organoleptik

(32)

Penentuan penerimaan terhadap produk makanan dapat dilakukan melalui uji hedonik atau kesukaan (Setyaningsih et al. 2010).

(33)

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan selama lima bulan, yaitu mulai Februari 2011 sampai dengan Juli 2011 di Kampus IPB Darmaga Bogor. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia Gizi, Laboratorium Percobaan Makanan, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, dan Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Laboratorium Seafast Center, IPB.

Bahan dan Alat Bahan

Bahan utama yang digunakan adalah singkong yang akan dibuat menjadi pati singkong komersial merk “TUGU TANI”. Bahan pelengkapnya adalah sukralosa, isolat protein kedelai, minyak nabati, putih telur, flavour essence melon”, dan garam. Bahan untuk analisis karakteristik fisikokimia, kimiawi dan kandungan gizi adalah larutan buffer natrium phosphate 0,08 mM (pH 6 dan pH 7), larutan iod, akuades, enzim termamyl, larutan iod (0.2 g iod dan 2 g KI dalam 100 ml), amilosa murni, enzim protease, enzim amiloglukosidase, termamyl, etanol 95%, etanol 78%, HCl, aseton, enzim α-amilase, larutan DNS (asam dinitrosalisilat), HCl standar, NaOH, etanol, heksana, selenium mix, H2SO4,, asam borat, indikator iodin dan indikator metil merah biru dan maltose standar.

Alat

Alat yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari alat untuk modifikasi pati singkong, analisis karakteristik fisikokimia, analisis karakteristik kimiawi dan kandungan gizi, serta alat untuk membuat bubur instan. Alat yang digunakan untuk modifikasi pati singkong adalah autoklaf, penangas, drum dryer, freezer. Alat-alat yang digunakan untuk analisis karakteristik fisikokimia adalah

Brabender Viscoamylograph OHG Duisburg Type 800121, mikroskop

(34)

Tahapan

[image:34.595.96.502.105.707.2]

Kegiatan penelitian ini dilakukan melalui beberapa tahapan. Tahapan penelitian keseluruhan disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Diagram alir kegiatan keseluruhan penelitian Pati Singkong

Pembuatan pati singkong termodfikasi Formulasi produk bubur instan Penentuan proporsi bahan Penentuan proporsi bahan

Bubur instan pati singkong tergelatinisasi

Analisis karakteristik fisikokimia, kimiawi, dan

kandungan gizi,serta perhitungan biaya Pati singkong

tergelatinisasi

Pati singkong

resisten 1 siklus resisten 3 siklus Pati singkong

Formulasi produk bubur instan Formulasi produk

bubur instan

Penentuan proporsi bahan dan tepung

emulsi

Bubur instan pati singkong resisten 1

siklus dan bubur instan 3 formula

Bubur instan pati singkong resisten 3

siklus

Uji organoleptik

Uji organoleptik

Bubur instan formula terpilih dan bubur instan pati singkong

resisten 1 siklus Analisis karakteristik

fisikokimia, kimiawi, dan kandungan gizi

Analisis karakteristik fisikokimia, kimiawi, dan

(35)

Pembuatan Pati Singkong Termodifikasi

Pembuatan pati singkong termodifikasi terdiri dari pembuatan pati singkong tergelatinisasi dan pembuatan pati singkong resisten autoclaving-cooling cycling dilakukan dengan 2 perlakuan berbeda. Pembuatan pati singkong tergelatinisasi berdasarkan proses instanisasi pati dari Winarno (2004) yang dimodifikasi. Proses modifikasinya adalah pati singkong yang tidak hanya digelatinisasi dan dikeringkan, tetapi digiling dan diayak.

Proses modifikasi pati singkong resisten dalam penelitian ini adalah suhu cooling atau pendinginan dan waktu cooling yang dilakukan berbeda dari metode Lehnmann (2003). Suhu cooling dalam penelitian ini berkisar antara 4ºC hingga dan waktu cooling mencapai 72 jam, sedangkan pada metode Lehnmann (2003) suhu cooling mencapai 4ºC dalam waktu 24 jam. Modifikasi berupa pati singkong resisten 1 siklus dengan waktu gelatinisasi 30 menit dan pati singkong resisten 3 siklus dengan waktu gelatinisasi tiap siklusnya 15 menit.

Pembuatan Pati Singkong Tergelatinisasi

[image:35.595.91.512.54.777.2]

Pati singkong tergelatinisasi merupakan pati singkong yang telah melaui proses pematangan untuk instanisasi. Pati singkong telah melewati fase gelatinisasi melalui pemanasan suhu 80ºC. Hal ini dilakukan untuk membuat Sampel pati disuspensikan dalam air (20% b/v) dan dipanaskan sampai homogen dan mengental pada suhu 80ºC. Pati dikeringkan dengan drum dryer T=80ºC, 6 rpm, kemudian digiling dan diayak 60 mesh. Berikut ini Gambar 4 menunjukkan diagram alir proses pembuatan pati singkong tergelatinisasi:

Gambar 4 Bagan proses pembuatan pati singkong tergelatinisasi Pati singkong

Disuspensikan dalam air (20% b/v)

Dipanaskan 80ºC hingga homogen dan mengental

Dikeringkan dengan drum dryer T=80ºC

Digiling

Diayak 60 mesh

(36)

Pembuatan Pati Resisten 1 Siklus

[image:36.595.94.484.72.797.2]

Pati singkong resisten merupakan bentuk pati yang telah termodifikasi. Pembuatan pati termodifikasi menggunakan metode autoclaving-cooling. Sampel pati disuspensikan dalam air (20% b/v) dan dipanaskan sampai homogen dan mengental pada suhu 80ºC. Selanjutnya, proses autoklaf selama 15 atau 30 menit dengan suhu 121ºC, didinginkan pada suhu ruang selama 1 jam. Penyimpanan pada suhu 8ºC selama 24 jam dan dikeringkan dengan drum dryer T=80ºC, 6 rpm, kemudian digiling dan diayak 60 mesh. Berikut ini Gambar 5 menunjukkan diagram alir proses pembuatan pati singkong termodifikasi 1 siklus:

Gambar 5 Bagan proses pembuatan pati singkong resisten 1 siklus (Lehnmann 2003 yang dimodifikasi)

Pembuatan Pati Resisten 3 Siklus

Pati singkong yang disuspensikan dalam air 20% (b/v) kemudian dipanaskan pada suhu 80 ºC dan diaduk hingga homogen. Proses selanjutnya

Pati singkong

Disuspensikan dalam air (20% b/v)

Dipanaskan 80ºC hingga homogen dan mengental

Diautoklaf 30 menit, suhu 121ºC

Didinginkan hingga suhu ruang

Disimpan pada suhu 8ºC, 72 jam

Dikeringkan dengan drum dryer T=80ºC

Digiling

Diayak 60 mesh

(37)
[image:37.595.108.449.103.781.2]

adalah autoclaving selama 15 menit pada suhu 121ºC, kemudian didinginkan hingga mencapai suhu ruang, lalu diretrogradasi melalui pendinginan selama 24 jam pada suhu 4ºC. Proses pemanasan dengan autoklaf hingga pendinginan pada 4ºC diulangi sebanyak 2 kali. Setelah itu dikeringkan, digiling, dan diayak 60 mesh. Berikut ini Gambar 6 mengenai diagram alir proses pembuatan pati singkong termodifikasi 3 siklus:

Gambar 6 Bagan proses pembuatan pati singkong resisten 3 siklus (Lehnmann 2003 yang dimodifikasi)

Formulasi Bubur Instan

Pembuatan bubur instan berbasis pati singkong termodifikasi didapatkan dari hasil modifikasi penelitian Hendy (2007) pada skripsi yang berjudul “Formulasi Bubur Instan Berbasis Singkong (Manihot esculenta Crantz) sebagai Pangan Pokok Alternatif”. Proses modifikasi dalam pembuatan bubur instannya adalah bahan baku dan formulasinya. Bubur instan yang dibuat dalam penelitian

Pati singkong

Disuspensikan dalam air (20% b/v)

Dipanaskan 80ºC hingga homogen dan mengental

Diautoklaf 30 menit, suhu 121ºC sebanyak 3 kali

Didinginkan hingga suhu ruang

Disimpan pada suhu 4ºC, 24 jam

Dikeringkan dengan drum dryer T=80ºC

Digiling

Diayak 60 mesh

(38)

Hendy (2007) berasal dari singkong, sedangkan dalam penelitian ini adalah pati singkong termodifikasi. Proses penambahan bahan-bahan dalam formulasi Hendy (2007) juga berbeda dari penelitian ini. Proses pembuatan bubur instan kontrol negatif dab bubur instan kontrol poitif dapat dilihat pada Gambar 7.

Gambar 7 Bagan proses formulasi bubur instan kontrol (Hendy 2007 yang dimodifikasi).

Proses pembuatan bubur instan formula agak sedikit berbeda dari pembuatan bubur instan kontrol. Bubur instan formula ditambahkan tepung emulsi dengan taraf yang berbeda. Bahan baku dari bubur instan formula sama dengan bubur instan kontrol positif yaitu pati singkong resisten 1 siklus. Berikut Gambar 8 tentang proses pembuatan bubur instan formula.

Pati singkong

Digelatinisasi pada suhu 80ºC

Dikeringkan dengan drum dyer

Pati singkong tergelatinisasi

Diautoklaf sebanyak 1 kali dan didinginkan

Pati resisten singkong 1 siklus

Ditambahkan sukralosa, garam, flavour essence Dicampur dengan dry mixing

Tepung Bubur Pati

Singkong (BPS) K- Tepung Bubur Pati resisten singkong (BRS) K+

Ditambahkan air hangat dan dingin (2:1) dari total

tepungnya Ditambahkan air hangat dan

dingin (2:1)dari total tepungnya

Bubur Pati Singkong

(BPS) K- Bubur Pati resisten singkong (BRS) K+

Pati singkong

Digelatinisasi pada suhu 80ºC

Dikeringkan dengan drum dyer

[image:38.595.85.497.110.785.2]
(39)

Gambar 8 Bagan proses pembuatan bubur instan formula (Hendy 2007 yang dimodifikasi)

Pati singkong dan pati singkong resisten telah mengalami gelatinisasi dan proses pengeringan. Pati yang telah kering tersebut mampu menyerap air kembali dalam jumlah besar (Winarno 2002). Sifat inilah yang disebut sebagai instantstarch. Flavour powder yang digunakan adalah essence “melon” dengan pertimbangan citra produk beraksen manis. Produk bubur instan beraksen manis dipilih karena umunya bubur instan yang biasa dikonsumsi masyarakat adalah beraksen manis. Namun, bubur instan beraksen asin juga banyak ditemukan sebagai pangan sumber energi untuk sarapan disertai dengan penambahan toping seperti bawang, ayam, dan kerupuk. Apabila bubur instan berbasis pati singkong termodifikasi beraksen asin dengan penambahan toping tersebut justru akan mengurangi efek fisiologis dari pati singkong termodifikasi atau pati singkong resisten.

Tepung emulsi ditambahkan untuk meningkatkan kandungan gizi (protein dan lemak) pada bubur instan. Penentuan jenis dan proporsi bahan dan tepung emulsi yang digunakan dilakukan dengan cara trial and error, sedangkan tingkat kemanisan sukralosa berdasarkan konversi kemanisan glukosa murni yang terdapat pada penelitian Kusumah (2007). Formulasi bahan dalam pembuatan bubur instan yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 2.

Ditambahkan Tepung emulsi

50 gram

Ditambahkan Tepung emulsi

30 gram

Ditambahkan Tepung emulsi

15 gram

Formula 1 Formula 2 Formula 3 Bubur Pati resisten

singkong (BRS) K+

Ditambahkan air hangat dan dingin (1:2) dari total tepungnya Ditambahkan air

hangat dan dingin (1:2) dari total

tepungnya

(40)
[image:40.595.75.507.67.816.2]

Tabel 2 Formulasi produk bubur instan dari pati singkong termodifikasi

Bahan Perlakuan

BPS (K-)

BRS 1

(K+) BRS 3 F1(3%) F2(4%) F3(5%) Pati Singkong tergelatinisasi (g) 50 0 0 0 0 0 Pati modifikasi singkong (g) 0 50 50 50 50 50 Sukralosa (g) 0.09 0.09 0.09 0.09 0.09 0.09 Garam (g) 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4

Flavour essence melon (g) 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4 0.4

Tepung emulsi (gr) 0 0 0 50 30 15 Air Hangat 101.8 101.8 101.8 201.8 161.8 131.8 Air Dingin (suhu ruang) 50.9 50.9 50.9 100.9 80.9 65.9 Total 203.6 203.6 203.6 403.6 323.6 263.6

Penamaan dari setiap bubur perlakuan (kontrol dan formula) didasarkan pada karakteristik bahan baku penyusunnya, yaitu pati singkong termodifikasi yang terdiri dari pati singkong tergelatinisasi dan pati singkong resisten. Bubur pati singkong tergelatinisasi (BPS) merupakan kontrol negatif dan bubur pati singkong resisten 1 siklus (BRS 1) merupakan kontrol positif. Bubur pati singkong resisten 1 siklus (BRS 1) dan bubur pati singkong tergelatinisasi (BPS) tidak ditambahkan tepung emulsi dalam proses pembuatannya. Bubur kontrol positif merupakan bubur instan dengan pati resisten singkong yang diharapkan dalam penelitian ini akan dibandingkan dengan bubur kontrol negatif yang tersusun dari pati singkong yang telah melalui proses instanisasi. Kedua jenis bubur tersusun dari 98% pati sebagai bahan penyusunnya. Kontrol positif dan kontrol negatif diberikan karena kedua bubur tersebut terdiri atas pati yang memiliki sifat atau karakteristik kimiawi yang berbeda.

Formulasi bubur instan pati singkong resisten 3 siklus (BRS 3) merupakan penelitian tambahan yang dilakukan untuk meningkatkan karakteristik fisikokimia, kimia, dan kandungan gizi bubur instan. Proses pembuatan tepung bubur instan pati singkong resisten 3 siklus dilakukan setelah uji organoleptik dan beberapa analisis fisikokimia, kimia, dan kandungan gizi pati dan tepung bubur instan pati singkong termodifikasi. Komposisi bahan penyusunnya sama dengan bubur instan kontrol positif atau bubur instan pati singkong resisten 1 siklus.

(41)
[image:41.595.85.511.23.842.2]

bb) dan pati singkong resisten 1 siklus (6.73% bb). Pendugaan kadar pati resisten 3%,4%, dan 5% dari setiap formula dengan penambahan jumlah tepung emulsi yang berbeda ke setiap formula menggunakan analisis software Microsoft Excell 2007. Penentuan jumlah tepung emulsi untuk setiap formula (F1, F2, dan F3) masing-masing adalah 50 gram, 30 gram, dan 15 gram. Tabel 3 merupakan proporsi bahan penyusun tepung emulsi untuk tiap formula.

Tabel 3 Formulasi tepung emulsi bubur instan

Bahan % Perlakuan

F1 F2 F3 Isolat Protein Kedelai 31.3 15.6 9.4 4.7 Minyak Nabati 6.2 3.1 1.9 0.9 Putih Telur 62.5 31.3 18.7 9.4

TOTAL 100 50 30 15

Bahan-bahan penyusun tepung emulsi mempunyai peranannya masing-masing. Isolat protein kedelai digunakan untuk meningkatkan kadar protein bubur instan dan sebagai emulsifier, minyak nabati untuk meningkatkan kadar lemak bubur instan, serta putih telur mempunyai sifat stabilizier pada tepung emulsi. Presentase setiap bahan penyusun tepung emulsi ditentukan dengan cara penghitungan Microsoft Excell 2007 yaitu berdasarkan kandungan gizi USDA (2010) ketiga bahan tersebut dan berat pati singkong resisten 1 siklus yang terdapat dalam bubur instan formula.

Uji Organoleptik Bubur Instan

Uji organoleptik yang dilakukan pada pembuatan bubur instan berbasis pati singkong resisten adalah uji hedonik dan mutu hedonik. Uji hedonik panelis mengenai kesukaan dan ketidaksukaan terhadap suatu produk, sedangkan untuk uji mutu hedonik mengenai kesan baik atau buruk. Menurut Rahayu (1998) biasanya uji hedonik bertujuan untuk mengetahui respon panelis terhadap sifat mutu yang umum misalnya warna, aroma, tekstur, dan rasa.

Uji organoleptik dilakukan pada panel agak terlatih. Hal ini dikarenakan lebih mudah mendapatkan panel agak terlatih di Departemen Gizi Masyarakat. Panel agak terlatih dalam uji organoleptik penelitian ini adalah mahasiswa gizi masyarakat sebanyak 30 orang. Uji organoleptik dengan panel agak terlatih membutuhkan 15-25 orang (Setyaningsih et al. 2010).

(42)

1-7, yaitu (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak tidak suka, (4) biasa, (5) agak suka, (6) suka, dan (7) sangat suka. Dalam uji mutu hedonik, panelis diminta untuk memberikan penilaian terhadap sifat mutu produk meliputi warna dengan nilai (1) cokelat, (2) cokelat muda, (3) cokelat kekuningan, (4) kuning kecoklatan, (5) putih kekuningan, (6) putih gading, (7) putih susu. Aroma dengan nilai (1) sangat berbau langu, (2) berbau langu, (3) agak berbau langu, (4) tidak berbau, (5) agak harum, (6) harum, dan (7) sangat harum. Rasa dengan nilai (1) manis pahit sekali, (2) manis pahit, (3) agak manis pahit, (4) hambar, (5) agak manis, (6) manis, (7) manis sekali. Tekstur dengan nilai (1) sangat encer sekali, (2) encer sekali, (3) agak encer, (4) biasa, (5) agak kental, (6) kental sekali, dan (7) sangat kental sekali.

Analisis Karakteristik Fisikokimia, Kimiawi dan Kandungan Gizi

Tepung bubur instan formula terpilih dari hasil uji organoleptik dianalisis bersama tepung bubur instan kontrol negatif, kontrol positif, dan tepung bubur instan pati singkong resisten 3 siklus. Tepung bubur instan dianalisis sifat fisikokimia, kandungan gizi serta dianalis pengaruh modifikasi pati terhadap karakteristik kimiawi (total pati, amilosa, amilopektin, kadar pati resisten, dan daya cerna pati in vitro). Analisis karakteristik fisikokimia pati dan tepung bubur instan adalah rendemen, pola gelatinisasi pati dengan menggunakan Brabender

Viscoamylograph, pengamatan granula pati dengan menggunakan mikroskop

terpolarisasi cahaya, derajat putih dengan menggunakan Whiteness meter Model C100, dan densitas kamba. Analisis kimiawi berupa kadar serat pangan (AOAC 1995), total pati (AOAC 1995), amilosa (Apriyantono et al. 1989), kadar pati resisten (Kim et al. 2003) dan daya cerna pati in vitro (Muchtadi et al. 1992). Analisis kandungan gizi meliputi kadar air (AOAC 1995), kadar abu (AOAC 2006), kadar protein (AOAC 1995), kadar lemak (AOAC 1995), karbohidrat by difference (Winarno 2004).

Pengolahan dan Analisis Data

(43)
(44)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Modifikasi Pati Singkong

Tahap pertama dalam penelitian ini adalah pembuatan pati singkong termodifikasi yaitu pembuatan pati singkong tergelatinisasi dan pembuatan pati singkong resisten 1 siklus dan 3 siklus melalui proses autoclaving-cooling cycling. Pati singkong termodifikasi dibentuk dari pati singkong komersial merk “TUGU TANI”. Hal ini dikarenakan pati singkong komersial merk “TUGU TANI” memiliki kualitas tapioka yang baik dibandingkan tapioka merk lainnya.

Pati singkong tergelatinisasi merupakan pati singkong yang dbuat melalui proses gelatinisasi dan pengeringan. Hal ini dilakukan untuk proses pematangan pati singkong dan pengeringan bertujuan untuk instanisasi pati singkong. Pati singkong tergelatinisasi yang telah dikeringkan akan tergelatinisasi kembali apabila pati tersebut digelatinisasi kembali (Winarno 2004). Pati singkong tergelatinisasi dibuat sebagai bahan baku bubur pati singkong tergelatinisasi (BPS).

Pati singkong termodifikasi lainnya yang dibuat dalam penelitian ini adalah yaitu pati singkong resisten 1 siklus dan pati singkong resisten 3 siklus. Tahapan modifikasi pati sebagai dimulai dari pati singkong disuspensi dengan akuades (20% b/v) kemudian dilakukan pemanasan pada suhu 80ºC dengan pengadukan konstan hingga homogen dan mengental. Waktu yang diperlukan untuk mencapai suspensi homogen adalah 9 menit. Menurut SNI (1992) dalam Widowati (2000) menyebutkan bahwa suhu gelatinisasi pati singkong adalah 84˚C dalam waktu sekitar 23 menit. Berdasarkan pernyataan diatas waktu pemanasan pati singkong mencapai tahap gelatinisasi lebih rendah daripada SNI. Hal ini diduga disebabkan perbedaan botani singkong dan pengolahan saat proses gelatinisasi pati.

(45)

Pati yang telah mencapai suhu ruang selanjutnya didinginkan atau cooling pada suhu 4ºC selama 24 jam sehingga terjadi retrogradasi. Proses kristalisasi kembali pati yang telah mengalami gelatinisasi disebut retrogradasi. Sebagian besar pati yang telah menjadi gel bila disimpan atau didinginkan untuk beberapa hari atau beberapa minggu akan membentuk endapan kristal di dasar wadahnya (Winarno 2004). Namun, alat yang tersedia terbatas sehingga proses cooling hanya mencapai suhu 8ºC dan membutuhkan waktu yang lebih lama yaitu 72 jam agar proses retrogradasi sempurna. Pati singkong resisten yang dihasilkan dalam penelitian ini merupakan pati resisten tipe III. Pati resisten tipe III merupakan fraksi pati yang paling resisten karena amilosa teretrogradasi yang terbentuk selama pendinginan pati tergelatinisasi (Sajilata etal. 2006).

Selama retrogradasi, molekul pati kembali membentuk struktur kompak yang distabilkan dengan adanya ikatan hidrogen (Sajilata et al. 2006). Selama proses cooling setelah autoclaving, sebagian fragmen yang terlarut akan membentuk lapisan kaku dan kuat pada permukaan granula. Perubahan struktur yang terjadi pada saat pendinginan disebabkan terbentuknya ikatan hidrogen antara amilosa-amilosa, amilosa-amilopektin, amilopektin-amilopektin dan pembentukan gel yang keras menyebabkan granula pati tahan terhadap panas sehingga resisten terhadap enzim pencernaan (Raja & Shindu 2000). Pati singkong yang digelatinisasi akan meningkat daya cernanya. Namun, pati singkong tergelatinisasi tersebut diretrogradasi maka daya cernanya akan menurun dan resisten terhadap enzim pencernaan. Retrogradasi pati membuat struktur amilopektin menjadi linear.

(46)

Proses cooling mencapai suhu pendinginan sebesar 4ºC pada permukaan pati sehingga pati teretrogradasi sempurna, sedangkan pada bagian bawah suhu pati hanya mencapai 7.8ºC. Proses pengeringan pati hasil autoclaving-cooling menggunakan drum dryer. Suhu drum dryer yang tinggi dapat menstimulir pati tergelatinisasi kembali.

Rendemen merupakan persentase produk terhadap bahan baku. Pati singkong resisten 1 siklus dibuat dengan menggunakan pati singkong merk “TUGU TANI” menghasilkan rendemen sebesar 78%, sedangkan pati singkong resisten 3 siklus hanya menghasilkan rendemen 66%.

Formulasi Bubur Instan

Produk bubur yang dibuat adalah jenis pangan instan sehingga prinsip kematangan produk menjadi hal yang penting. Formula produk terdiri atas pati singkong tergelatinisasi, pati singkong resisten 1 siklus, sukralosa, garam, flavour essence “melon”, dan tepung emulsi. Pati singkong tergelatinisasi merupakan tapioka yang telah melewati fase gelatinisasi sehingga pati singkong tersebut telah matang dan dapat membentuk struktur bubur.

Pati resisten merupakan pati modifikasi yang telah terlewati masa gelatinisasinya dan teretrogradasi sehingga memiliki struktur yang berbeda dari pati pada umumnya. Pati resisten tipe III yang dihasilkan dalam penelitian ini dapat mempertahankan karakteristik organoleptik suatu makanan ketika makanan tersebut ditambahkan pati resisten tipe III (Lehnmann et al. 2002). Pati resisten tipe III relatif tahan panas dibandingkan pati resisten tipe lainnya.

Penambahan tepung emulsi digunakan untuk meningkatkan kandungan gizi dan kekentalan bubur instan pati singkong termodifikasi. Isolat protein kedelai berfungsi sebagai emulsifier. Protein kedelai membantu pembentukan emulsi minyak dalam air. Emulsi yang terbentuk akan distabilkan oleh protein kedelai. Isolat protein kedelai juga dapat berfungsi sebagai zat aditif untuk memperbaiki penampakan produk, tekstur, dan flavour produk (Koswara 1995). Minyak nabati ditambahkan untuk meningkatkan kadar lemak bubur instan. Minyak nabati dipilih karena tidak mengandung kolesterol (Ketaren 1986).

(47)

dibandingkan putih telur, kuning telur akan memberikan penampakan yang buruk pada bubur instan. Kuning telur mengandung kolesterol yang tidak diharapkan pada bubur instan dalam penelitian ini.

Penambahan bahan-bahan tersebut dimaksudkan agar bubur instan memiliki rasa dan penampakan yang menarik. Sukralosa dipilih sebagai pemanis karena sukralosa menghasilkan 600 kali kemanisan daripada gula biasa (sukrosa) tanpa mengakibatkan peningkatan kalori. Sukralosa tidak menyebabkan risiko neurologik, gangguan reproduksi, maupun efek karsinogenik. Keunggulan lainnya adalah relatif stabil terhadap panas, sehingga tingkat kemanisan tidak banyak berubah (Branen et al. 1990). Flavour essence melon” menyebabkan aroma pati singkong yang langu sedikit berkurang dan flavour buah dipilih karena bubur instan yang berbasis manis.

Tepung emulsi merupakan campuran dari putih telur, minyak nabati, dan isolat protein kedelai yang dibuat menggunakan homogenizer dan spray dryer. Putih telur dan minyak nabati sebagai bahan pembentuk tepung emulsi dilarutkan dan diratakan dengan menggunakan homogenizer. Selanjutnya kedua bahan y

Gambar

Gambar 3 Diagram alir kegiatan keseluruhan penelitian
Gambar 4 Bagan proses pembuatan pati singkong tergelatinisasi
Gambar 5 Bagan proses pembuatan pati singkong resisten 1 siklus
Gambar 6 Bagan proses pembuatan pati singkong resisten 3 siklus (Lehnmann
+7

Referensi

Dokumen terkait

Pembuatan pati resisten tipe III yang berasal dari singkong dengan metode autoclaving-cooling dan debranching oleh enzim pululanase belum dilakukan oleh karena itu penelitian

Tinginya nilai eneri yang dimiliki kdua formulasi prduk jiea dibandingkan denan n okok lainya menunjukkan bahwa prduk singkong instan daat digunakan sebagai ahan

Bahan yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari bahan untuk membuat pati resisten, bubur instan, bahan untuk analisis komposisi zat gizi, serat pangan,

Preferensi dan tingkat penerimaan produk bubur instan oleh seorang calon konsumen dipengaruhi oleh banyak faktor maka pada penelitian ini faktor yang dianalisis adalah karakteristik

Tepung bubur instan pati singkong resisten formula terpilih (F3) memiliki kandungan pati resisten yang sedikit lebih tinggi daripada tepung bubur instan pati

Tidak terdapat perbedaan signifikan pemberian diet pati singkong alami dan pati resisten singkong terhadap indeks HOMA-IR dan HOMA-B pada tikus model

Berdasarkan kandungan potensi singkong kuning dan modifikasi pati singkong dengan penambahan metode autoclaving-cooling sehingga terbentuk RS tipe 3, penulis ingin

Preferensi dan tingkat penerimaan produk bubur instan oleh seorang calon konsumen dipengaruhi oleh banyak faktor maka pada penelitian ini faktor yang dianalisis adalah karakteristik