• Tidak ada hasil yang ditemukan

Formulasi Bubur Instan Berbasis Singkong (Manihot Esculenta Crantz) Sebagai Pangan Pokok Alternatif

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Formulasi Bubur Instan Berbasis Singkong (Manihot Esculenta Crantz) Sebagai Pangan Pokok Alternatif"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

FORMULASI BUBUR INSTAN BERBASIS SINGKONG

(Manihot esculenta Crantz) SEBAGAI PANGAN POKOK ALTERNATIF

Oleh HENDY F24103098

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

FORMULASI BUBUR INSTAN BERBASIS SINGKONG

(Manihot esculenta Crantz) SEBAGAI PANGAN POKOK ALTERNATIF

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh HENDY F24103098

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(3)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

FORMULASI BUBUR INSTAN BERBASIS SINGKONG

(Manihot esculenta Crantz) SEBAGAI PANGAN POKOK ALTERNATIF

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh : HENDY F24103098

Dilahirkan pada tanggal 27 Oktober 1984 di Jakarta Tanggal Lulus : Bogor, 12 September 2007

Menyetujui,

Ir. C.C. Nurwitri, DAA Dosen Pembimbing Akademik

Mengetahui,

(4)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 Oktober 1984. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Johan Chandra dan Ibu Maryati. Penulis mengawali jenjang pendidikannya di TK DARMA SATRIA (1989-1992), dan melanjutkan ke pendidikan dasar di SD DARMA SATRIA (1991-1997), lalu meneruskan ke jenjang sekolah lanjutan di SLTP KRISTEN YUSUF (1997-2000), dan SMU KRISTEN YUSUF (2000-2003).

Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi setelah lulus seleksi masuk IPB pada tahun 2003 melalui jalur SPMB dan terdaftar di Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi (yang saat ini telah menjadi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan), Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA).

Selama masa perkuliahannya, penulis aktif dalam kegiatan akademik dan non-akademik. Dalam kegiatan akademik, penulis turut aktif menjadi asisten dosen Mata Kuliah Matematika Dasar, Kalkulus, dan asisten praktikum Mikrobiologi Dasar, Mikrobiologi Pangan, Analisis Pangan, dan menjadi staf pelatihan Yoghurt. Dalam kegiatan non-akademik, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan seperti Masa Perkenalan Departemen 2005 (BAUR), Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XIII (LCTIP), dan berbagai kegiatan seminar di wilayah kampus serta aktif dalam kepengurusan Komisi Pelayanan Anak Perhimpunan Mahasiswa Kristen IPB. Selama perkuliahannya, penulis juga merangkap sebagai pekerja paruh waktu menjadi tenaga pengajar mata kuliah Matematika dan Kalkulus serta Kimia.

(5)

iv KATA PENGANTAR

Puji syukur selayaknya ditujukan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala karunia-Nya yang telah dilimpahkan dan atas segala kemurahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tugas akhir dan penulisan skripsi yang berjudul “Formulasi Bubur Instan Berbasis Singkong (Manihot esculenta Crantz) Sebagai Pangan Pokok Alternatif”.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bantuan, dorongan, semangat, dukungan, serta kritik dan saran dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Selanjutnya penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Mama, Papa, Cici, Yuni, dan Diana tercinta atas segala kasih sayang, doa, nasehat, perhatian, jerih payah, dan bantuan secara moril dan materil yang telah diberikan selama ini.

2. Ir. C.C. Nurwitri, DAA selaku dosen pembimbing akademik atas arahan, bimbingan, masukan, dan dukungan serta perhatiannya selama kuliah sampai dengan penyelesaian tugas akhir ini.

3. Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr selaku dosen penguji yang telah bersedia menyediakan waktunya untuk menguji, memberikan masukan dan saran yang sangat berarti.

4. Ir. Elvira Syamsir, MSi selaku dosen penguji yang telah bersedia menyediakan waktunya untuk menguji, memberikan masukan dan saran yang sangat berarti. 5. Ir. Budi Nurtama, M.Agr yang telah bersedia menyediakan waktunya untuk

memberikan bantuan, bimbingan, arahan, penjelasan, masukan dalam penyelesaian tugas akhir ini.

6. Teresia Tandean tersayang atas segala perhatian, dukungan, dorongan, bantuan, dan keceriaan yang telah diberikan selama ini yang sangatlah berarti bagi penulis dalam mengisi waktu-waktu di kos.

(6)

8. Vera dan Hans yang telah berbagi suka saat belajar bersama, untuk keceriaan dan tawa yang telah diberikan dalam mengisi waktu saat melewati masa-masa ceria di kos Perwira 45 tercinta.

9. Sahabat-sahabat terbaik saya : Aw, Mario, dan Lisa yang telah memberikan canda tawa dan keceriaan, berbagi cerita, melewati masa-masa suka selama ini. 10. Teman-teman ITP’40 terutama Bebe, Agus, Eko, Andreas yang telah

memberikan kenangan indah selama perkuliahan di TPG, juga Mona, Pa De, Rucitz, Lasty, Tilo yang telah memberikan bantuan, canda dan tawa saat di laboratorium mengisi waktu-waktu selama penelitian berlangsung.

11. Laboran dan Teknisi Laboratorium ITP : Bu Antin, Pak Wachid, Pak Rozak, Pak Koko, Pak Sidik, Pak Gatot, Mas Yahya, Mas Eddy, Teh Ida, Bu Rub, Pak Sob, dan Laboran Pilot Plant SEAFAST Center : Pak Nur, Pak Iyas, dan Mba Sri yang telah memberikan bantuan selama penelitian ini berlangsung.

12. Teman-teman dan keluarga besar Perwira 45 yang telah memberikan keceriaan, kehangatan, bantuannya selama ini, terutama Cecep dan Aji yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

13. Teman-teman panelis yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga untuk melakukan uji organoleptik terhadap produk pure singkong ini.

14. Pihak-pihak terkait lainnya yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini.

Penulis menyadari adanya banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini serta bersedia menerima masukan, kritik, dan saran yang dapat memperbaiki dan menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkannya dan terhadap pengembangan ilmu dan penerapan teknologi serta khususnya bagi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Darmaga, September 2007

(7)

Hendy. F24103098. Formulasi Bubur Instan Berbasis Singkong (Manihot esculenta Crantz) Sebagai Pangan Pokok Alternatif. Di bawah bimbingan C.C. Nurwitri.

RINGKASAN

Singkong merupakan satu dari sekian banyak bahan pangan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat. Singkong, biasa disebut juga ubi kayu, tergolong dalam famili Euphorbiaceae, genus Manihot dengan spesies esculenta Crantz dengan berbagai varietas. Bagian tanaman yang biasanya dimanfaatkan adalah umbi (akar), batang, dan daunnya.

Tingginya tingkat mobilitas dan kesibukan konsumen, terutama masyarakat perkotaan, menyebabkan adanya suatu tuntutan untuk mengkonsumsi makanan yang siap saji atau cepat saji. Bubur (pure) singkong instan merupakan makanan siap saji berbasis singkong yang diperoleh melalui tahap pengupasan, pencucian, pengukusan, penghancuran, penanakan, dan pengeringan dengan drum dryer. Bubur singkong instan dapat langsung dikonsumsi dengan penambahan air hangat atau cukup dengan air biasa.

Penelitian dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui perbandingan air dan singkong yang tepat, pengaruh perendaman terhadap warna pure, waktu (lama) penanakan, dan uji coba bahan pengisi. Penelitian utama meneruskan hasil terbaik yang diperoleh dari tahap pendahuluan. Hasil terbaik dipilih berdasarkan uji fisik (rendemen, daya rehidrasi, dan densitas kamba) dan organoleptik (kelengketan). Penelitian utama meliputi produksi produk pure dengan formula yang terbaik, analisis mutu produk (proksimat dan mikrobiologi), dan analisis organoleptik (hedonik).

Perbandingan antara air dengan singkong adalah 1:3. Konsentrasi bahan pengisi yang ditambahkan sebanyak 0-1% bobot singkong untuk CMC dan sebanyak 0-15% bobot singkong untuk dekstrin. Proses penanakan dilakukan dengan skala api sedang sambil diaduk hingga bubur singkong mengental. Pengeringan dilakukan dengan mesin drum dryer dengan kecepatan 5-6 rpm dengan tekanan 3-5 bar (40-60 lbf/in2). Formula terbaik yang terpilih adalah formula dengan komposisi singkong 25%, air 72.25%, CMC 0%, dan dekstrin 2.75% dengan nilai desirability sebesar 0.645.

(8)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

C. MANFAAT ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. PENGANEKARAGAMAN PANGAN ... 4

B. SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) ... 5

C. BAHAN TAMBAHAN ... 7

1. CMC (Carboxy Methyl Cellulose) ... 7

2. Dekstrin ... 8

D. PENGERINGAN ... 8

1. Alat Pengering Silinder (Drum Dryer) ... 9

E. PANGAN INSTAN ... 10

1. Definisi Pangan Instan ... 11

2. Sifat-sifat Pangan Instan ... 11

3. Bubur Instan ... 11

F. DESIGN EXPERT 7 ... 12

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 14

A. BAHAN DAN ALAT ... 14

B. METODE PENELITIAN ... 14

1. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 14

2. PENELITIAN UTAMA ... 15

(9)

vii

a. Rendemen ... 16

b. Densitas Kamba ... 16

c. Daya Rehidrasi ... 17

2. Analisa Organoleptik ... 17

3. Analisa Kimia ... 17

a. Kadar Air ... 17

b. Kadar Abu ... 18

c. Kadar Lemak ... 18

d. Kadar Protein ... 19

e. Kadar Karbohidrat ... 20

4. Analisa Mikrobiologi ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

A. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 22

B. PENELITIAN UTAMA ... 28

1. Tahap Formulasi Pure Singkong Instan ... 28

2. Tahap Optimasi Formula ... 33

3. Tahap Analisis Formula Optimum ... 37

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

A. KESIMPULAN ... 40

B. SARAN ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(10)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun 2001-2004 ... 1

Tabel 2. Data produksi singkong Indonesia tahun 2002-2005 ... 2

Tabel 3. Komposisi kimia singkong ... 5

Tabel 4. Faktor konversi kadar protein berbagai macam bahan pangan ... 20

Tabel 5. Hasil percobaan perbandingan singkong dan air ... 25

Tabel 6. Hasil pengamatan warna pure singkong hasil perlakuan perendaman ... 27

Tabel 7. Hasil pengukuran respon pada percobaan penambahan CMC dan Dekstrin ... 28

Tabel 8. Model ordo terpilih dan persamaan polinomial tiap respon ... 30

Tabel 9. Analisis ragam (ANOVA) model tiap respon ... 30

Tabel 10. Hasil ANOVA untuk respon kelengketan ... 32

Tabel 11. Komposisi kimia pure singkong instan formula optimum ... 37

(11)

SKRIPSI

FORMULASI BUBUR INSTAN BERBASIS SINGKONG

(Manihot esculenta Crantz) SEBAGAI PANGAN POKOK ALTERNATIF

Oleh HENDY F24103098

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(12)

FORMULASI BUBUR INSTAN BERBASIS SINGKONG

(Manihot esculenta Crantz) SEBAGAI PANGAN POKOK ALTERNATIF

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh HENDY F24103098

2007

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(13)

INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

FORMULASI BUBUR INSTAN BERBASIS SINGKONG

(Manihot esculenta Crantz) SEBAGAI PANGAN POKOK ALTERNATIF

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk meraih gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor

Oleh : HENDY F24103098

Dilahirkan pada tanggal 27 Oktober 1984 di Jakarta Tanggal Lulus : Bogor, 12 September 2007

Menyetujui,

Ir. C.C. Nurwitri, DAA Dosen Pembimbing Akademik

Mengetahui,

(14)

RIWAYAT HIDUP PENULIS

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 27 Oktober 1984. Penulis merupakan anak kedua dari empat bersaudara dari keluarga Bapak Johan Chandra dan Ibu Maryati. Penulis mengawali jenjang pendidikannya di TK DARMA SATRIA (1989-1992), dan melanjutkan ke pendidikan dasar di SD DARMA SATRIA (1991-1997), lalu meneruskan ke jenjang sekolah lanjutan di SLTP KRISTEN YUSUF (1997-2000), dan SMU KRISTEN YUSUF (2000-2003).

Penulis melanjutkan pendidikan ke jenjang Perguruan Tinggi setelah lulus seleksi masuk IPB pada tahun 2003 melalui jalur SPMB dan terdaftar di Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi (yang saat ini telah menjadi Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan), Fakultas Teknologi Pertanian (FATETA).

Selama masa perkuliahannya, penulis aktif dalam kegiatan akademik dan non-akademik. Dalam kegiatan akademik, penulis turut aktif menjadi asisten dosen Mata Kuliah Matematika Dasar, Kalkulus, dan asisten praktikum Mikrobiologi Dasar, Mikrobiologi Pangan, Analisis Pangan, dan menjadi staf pelatihan Yoghurt. Dalam kegiatan non-akademik, penulis aktif dalam berbagai kegiatan kepanitiaan seperti Masa Perkenalan Departemen 2005 (BAUR), Lomba Cepat Tepat Ilmu Pangan XIII (LCTIP), dan berbagai kegiatan seminar di wilayah kampus serta aktif dalam kepengurusan Komisi Pelayanan Anak Perhimpunan Mahasiswa Kristen IPB. Selama perkuliahannya, penulis juga merangkap sebagai pekerja paruh waktu menjadi tenaga pengajar mata kuliah Matematika dan Kalkulus serta Kimia.

(15)

iv KATA PENGANTAR

Puji syukur selayaknya ditujukan kepada Tuhan Yesus Kristus atas segala karunia-Nya yang telah dilimpahkan dan atas segala kemurahan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian tugas akhir dan penulisan skripsi yang berjudul “Formulasi Bubur Instan Berbasis Singkong (Manihot esculenta Crantz) Sebagai Pangan Pokok Alternatif”.

Dalam penyusunan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari bantuan, dorongan, semangat, dukungan, serta kritik dan saran dari berbagai pihak baik secara langsung maupun tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Selanjutnya penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :

1. Mama, Papa, Cici, Yuni, dan Diana tercinta atas segala kasih sayang, doa, nasehat, perhatian, jerih payah, dan bantuan secara moril dan materil yang telah diberikan selama ini.

2. Ir. C.C. Nurwitri, DAA selaku dosen pembimbing akademik atas arahan, bimbingan, masukan, dan dukungan serta perhatiannya selama kuliah sampai dengan penyelesaian tugas akhir ini.

3. Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr selaku dosen penguji yang telah bersedia menyediakan waktunya untuk menguji, memberikan masukan dan saran yang sangat berarti.

4. Ir. Elvira Syamsir, MSi selaku dosen penguji yang telah bersedia menyediakan waktunya untuk menguji, memberikan masukan dan saran yang sangat berarti. 5. Ir. Budi Nurtama, M.Agr yang telah bersedia menyediakan waktunya untuk

memberikan bantuan, bimbingan, arahan, penjelasan, masukan dalam penyelesaian tugas akhir ini.

6. Teresia Tandean tersayang atas segala perhatian, dukungan, dorongan, bantuan, dan keceriaan yang telah diberikan selama ini yang sangatlah berarti bagi penulis dalam mengisi waktu-waktu di kos.

(16)

8. Vera dan Hans yang telah berbagi suka saat belajar bersama, untuk keceriaan dan tawa yang telah diberikan dalam mengisi waktu saat melewati masa-masa ceria di kos Perwira 45 tercinta.

9. Sahabat-sahabat terbaik saya : Aw, Mario, dan Lisa yang telah memberikan canda tawa dan keceriaan, berbagi cerita, melewati masa-masa suka selama ini. 10. Teman-teman ITP’40 terutama Bebe, Agus, Eko, Andreas yang telah

memberikan kenangan indah selama perkuliahan di TPG, juga Mona, Pa De, Rucitz, Lasty, Tilo yang telah memberikan bantuan, canda dan tawa saat di laboratorium mengisi waktu-waktu selama penelitian berlangsung.

11. Laboran dan Teknisi Laboratorium ITP : Bu Antin, Pak Wachid, Pak Rozak, Pak Koko, Pak Sidik, Pak Gatot, Mas Yahya, Mas Eddy, Teh Ida, Bu Rub, Pak Sob, dan Laboran Pilot Plant SEAFAST Center : Pak Nur, Pak Iyas, dan Mba Sri yang telah memberikan bantuan selama penelitian ini berlangsung.

12. Teman-teman dan keluarga besar Perwira 45 yang telah memberikan keceriaan, kehangatan, bantuannya selama ini, terutama Cecep dan Aji yang telah memberikan bantuan dalam penyelesaian skripsi ini.

13. Teman-teman panelis yang telah bersedia meluangkan waktu dan tenaga untuk melakukan uji organoleptik terhadap produk pure singkong ini.

14. Pihak-pihak terkait lainnya yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini.

Penulis menyadari adanya banyak kekurangan yang terdapat dalam skripsi ini serta bersedia menerima masukan, kritik, dan saran yang dapat memperbaiki dan menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata Penulis berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi seluruh pihak yang membutuhkannya dan terhadap pengembangan ilmu dan penerapan teknologi serta khususnya bagi Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Darmaga, September 2007

(17)

Hendy. F24103098. Formulasi Bubur Instan Berbasis Singkong (Manihot esculenta Crantz) Sebagai Pangan Pokok Alternatif. Di bawah bimbingan C.C. Nurwitri.

RINGKASAN

Singkong merupakan satu dari sekian banyak bahan pangan yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber karbohidrat. Singkong, biasa disebut juga ubi kayu, tergolong dalam famili Euphorbiaceae, genus Manihot dengan spesies esculenta Crantz dengan berbagai varietas. Bagian tanaman yang biasanya dimanfaatkan adalah umbi (akar), batang, dan daunnya.

Tingginya tingkat mobilitas dan kesibukan konsumen, terutama masyarakat perkotaan, menyebabkan adanya suatu tuntutan untuk mengkonsumsi makanan yang siap saji atau cepat saji. Bubur (pure) singkong instan merupakan makanan siap saji berbasis singkong yang diperoleh melalui tahap pengupasan, pencucian, pengukusan, penghancuran, penanakan, dan pengeringan dengan drum dryer. Bubur singkong instan dapat langsung dikonsumsi dengan penambahan air hangat atau cukup dengan air biasa.

Penelitian dibagi menjadi dua tahap yaitu tahap pendahuluan dan tahap utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui perbandingan air dan singkong yang tepat, pengaruh perendaman terhadap warna pure, waktu (lama) penanakan, dan uji coba bahan pengisi. Penelitian utama meneruskan hasil terbaik yang diperoleh dari tahap pendahuluan. Hasil terbaik dipilih berdasarkan uji fisik (rendemen, daya rehidrasi, dan densitas kamba) dan organoleptik (kelengketan). Penelitian utama meliputi produksi produk pure dengan formula yang terbaik, analisis mutu produk (proksimat dan mikrobiologi), dan analisis organoleptik (hedonik).

Perbandingan antara air dengan singkong adalah 1:3. Konsentrasi bahan pengisi yang ditambahkan sebanyak 0-1% bobot singkong untuk CMC dan sebanyak 0-15% bobot singkong untuk dekstrin. Proses penanakan dilakukan dengan skala api sedang sambil diaduk hingga bubur singkong mengental. Pengeringan dilakukan dengan mesin drum dryer dengan kecepatan 5-6 rpm dengan tekanan 3-5 bar (40-60 lbf/in2). Formula terbaik yang terpilih adalah formula dengan komposisi singkong 25%, air 72.25%, CMC 0%, dan dekstrin 2.75% dengan nilai desirability sebesar 0.645.

(18)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 3

C. MANFAAT ... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 4

A. PENGANEKARAGAMAN PANGAN ... 4

B. SINGKONG (Manihot esculenta Crantz) ... 5

C. BAHAN TAMBAHAN ... 7

1. CMC (Carboxy Methyl Cellulose) ... 7

2. Dekstrin ... 8

D. PENGERINGAN ... 8

1. Alat Pengering Silinder (Drum Dryer) ... 9

E. PANGAN INSTAN ... 10

1. Definisi Pangan Instan ... 11

2. Sifat-sifat Pangan Instan ... 11

3. Bubur Instan ... 11

F. DESIGN EXPERT 7 ... 12

III. METODOLOGI PENELITIAN ... 14

A. BAHAN DAN ALAT ... 14

B. METODE PENELITIAN ... 14

1. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 14

2. PENELITIAN UTAMA ... 15

(19)

vii

a. Rendemen ... 16

b. Densitas Kamba ... 16

c. Daya Rehidrasi ... 17

2. Analisa Organoleptik ... 17

3. Analisa Kimia ... 17

a. Kadar Air ... 17

b. Kadar Abu ... 18

c. Kadar Lemak ... 18

d. Kadar Protein ... 19

e. Kadar Karbohidrat ... 20

4. Analisa Mikrobiologi ... 21

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 22

A. PENELITIAN PENDAHULUAN ... 22

B. PENELITIAN UTAMA ... 28

1. Tahap Formulasi Pure Singkong Instan ... 28

2. Tahap Optimasi Formula ... 33

3. Tahap Analisis Formula Optimum ... 37

V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 40

A. KESIMPULAN ... 40

B. SARAN ... 40

DAFTAR PUSTAKA ... 41

(20)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Data produksi dan konsumsi beras tahun 2001-2004 ... 1

Tabel 2. Data produksi singkong Indonesia tahun 2002-2005 ... 2

Tabel 3. Komposisi kimia singkong ... 5

Tabel 4. Faktor konversi kadar protein berbagai macam bahan pangan ... 20

Tabel 5. Hasil percobaan perbandingan singkong dan air ... 25

Tabel 6. Hasil pengamatan warna pure singkong hasil perlakuan perendaman ... 27

Tabel 7. Hasil pengukuran respon pada percobaan penambahan CMC dan Dekstrin ... 28

Tabel 8. Model ordo terpilih dan persamaan polinomial tiap respon ... 30

Tabel 9. Analisis ragam (ANOVA) model tiap respon ... 30

Tabel 10. Hasil ANOVA untuk respon kelengketan ... 32

Tabel 11. Komposisi kimia pure singkong instan formula optimum ... 37

(21)

ix DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Proses pembuatan bubur singkong instan ... 15

Gambar 2. Singkong putih ... 22

Gambar 3. Skala api kompor yang digunakan saat penanakan ... 23

Gambar 4. Drum dryer ... 24

Gambar 5. Pure singkong hasil percobaan perbandingan air dan singkong .... 26

Gambar 6. Pengaruh perendaman terhadap warna pure singkong ... 27

(22)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1. Formulasi Komposisi Bahan Baku Pure Singkong Instan

Dengan Piranti Lunak Design Ezpert 7 ... 44 Lampiran 2. Form Kuesioner Uji Rating terhadap Tingkat Kelengketan

Pure Singkong Setelah Direhidrasi ... 45 Lampiran 3a. Rekapitulasi Hasil Uji Rating terhadap Tingkat Kelengketan

Pure Singkong Formula 1-6 ... 46 Lampiran 3b. Rekapitulasi Hasil Uji Rating terhadap Tingkat Kelengketan

Pure Singkong Formula 7-12 ... 47 Lampiran 3c. Rekapitulasi Hasil Uji Rating terhadap Tingkat Kelengketan

Pure Singkong Formula 13-18 ... 48 Lampiran 4. Hasil Pengukuran Respon dari Tiap Formula Pure Singkong

Instan Berdasarkan Design Expert 7 ... 49 Lampiran 5. Ringkasan Hasil Formulasi Pure Singkong Instan ... 50 Lampiran 6a. Penentuan Model Garis untuk Respon Rendemen ... 51 Lampiran 6b. Hasil ANOVA untuk Respon Rendemen ... 52 Lampiran 6c. Persamaan Garis untuk Respon Rendemen ... 54 Lampiran 7a. Penentuan Model Garis untuk Respon Daya Rehidrasi ... 55 Lampiran 7b. Hasil ANOVA untuk Respon Daya Rehidrasi ... 56 Lampiran 7c. Persamaan Garis untuk Respon Daya Rehidrasi ... 58 Lampiran 8a. Penentuan Model Garis untuk Respon Densitas Kamba ... 59 Lampiran 8b. Hasil ANOVA untuk Respon Densitas Kamba ... 60 Lampiran 8c. Persamaan Garis untuk Respon Densitas Kamba ... 62 Lampiran 9a. Penentuan Model Garis untuk Respon Kelengketan ... 63 Lampiran 9b. Hasil ANOVA untuk Respon Kelengketan ... 64 Lampiran 9c. Persamaan Garis untuk Respon Kelengketan ... 65 Lampiran 10a. Kriteria Pemilihan Formula Terbaik dan Formula yang

Terpilih ... 66 Lampiran 10b. Batasan Nilai Perkiraan Respon dari Formula Terpilih ... 67 Lampiran 11. Grafik Formula Terbaik yang Terpilih Sesuai Kriteria

yang Ditetapkan ... 68 Lampiran 12. Form Kuesioner Uji Hedonik Terhadap Atribut Rasa,

(23)

xi Lampiran 13. Rekapitulasi Nilai Hedonik terhadap Atribut Rasa, Aroma,

Warna, dan Tekstur dari Pure Singkong Instan Setelah

Direhidrasi ... 70 Lampiran 14. Rekapitulasi Nilai Hedonik terhadap Atribut Rasa, Aroma,

(24)

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Tingkat ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap konsumsi beras sebagai makanan pokok telah mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Beras telah menjadi pemasok utama karbohidrat bagi mayoritas bahkan hampir seluruh masyarakat Indonesia. Ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap beras telah menjadi sebuah masalah pangan yang berkelanjutan. Persepsi masyarakat bahwa jika belum mengkonsumsi beras (nasi) maka dikatakan belum makan meskipun perut telah diisi dengan makanan. Persepsi yang telah mendarah daging ini menjadi suatu konsep pemikiran yang menyimpang.

Pemerintah bersama para ilmuwan kini berupaya keras mencari sumber-sumber bahan pangan baru mengingat besarnya ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap satu macam sumber karbohidrat saja. Pertumbuhan penduduk Indonesia yang sangat cepat menyebabkan tingkat konsumsi beras penduduk Indonesia secara signifikan terus meningkat tiap tahunnya. Masalah yang terjadi adalah peningkatan konsumsi beras ini tidak diimbangi dengan peningkatan jumlah beras yang diproduksi negara Indonesia. Pada saat yang bersamaan keberadaan berbagai pangan lokal sumber karbohidrat sudah terlupakan. Hal ini menjadi penyebab utama terjadinya impor beras oleh Indonesia setiap tahunnya untuk mencukupi kebutuhan akan beras dalam negeri.

Tabel 1. Data Produksi dan Konsumsi Beras Tahun 2001-2004 (dalam ton) Tahun Kebutuhan Produksi Tersedia Defisit (Impor)

2001 32.771.264 30.283.326 2.487.920 2002 33.073.152 30.586.159 2.486.993 2003 33.372.463 30.892.021 2.480.442 2004 33.669.384 31.200.941 2.468.443 Sumber : Departemen Pertanian, 2005

(25)

2 memungkinkan upaya diversifikasi pangan dapat diwujudkan. Komoditi-komoditi pertanian yang masih dapat dikembangkan dan dimanfaatkan lebih luas antara lain serealia (jagung), umbi-umbian (ubi jalar, singkong, kentang, talas, garut) serta tanaman pohon (sagu, pisang).

Singkong adalah bahan pangan ke-4 terpenting, setelah beras, jagung, dan kacang kedelai, di Indonesia. Singkong merupakan makanan pokok ke-3 setelah padi dan jagung (Dewanti-Hariyadi et al., 2002). Singkong termasuk bahan pangan yang kaya akan karbohidrat. Tanaman ini banyak terdapat di daerah tropis, khususnya negara Indonesia, khususnya di daerah Jawa, Sumatra Selatan, dan Kalimantan (Hillocks, et al., 2002). Hingga saat ini, produksi tanaman singkong di Indonesia cukup besar namun belum dioptimalkan pemanfaatannya sebagai makanan sumber karbohidrat. Padahal jika singkong diolah dengan baik, hasilnya tidak kalah dengan bahan pangan lainnya.

Tabel 2. Data Produksi Singkong Indonesia Tahun 2002-2005 (dalam ton)

Tahun Singkong

2002 16.913.104 2003 18.523.810 2004 19.424.707 2005 19.321.183 2006*) 19.907.304 Sumber : Biro Pusat Statistik, 2006

*) Ramalan ke 3

Singkong masih dinilai kurang ekonomis oleh sebagian besar orang sehingga belum banyak yang dikembangkan dalam skala yang besar. Singkong biasa dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia sebagai makanan ringan, bukan sebagai makanan pokok. Singkong biasanya diolah dengan cara direbus, digoreng, atau dikukus. Perlunya dikembangkan suatu produk pangan baru berbasis singkong untuk meningkatkan nilai ekonomis dari singkong sendiri mengingat potensi singkong sebagai salah satu alternatif pengganti beras.

(26)

produk baru berupa bubur (puree) instan dengan bahan dasar singkong dilakukan sebagai salah satu bentuk alternatif pengolahan singkong menjadi makanan cepat saji.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan :

1. Mengembangkan produk pangan baru berbasis singkong yakni bubur (puree) instan sebagai alternatif pangan pokok.

2. Mengetahui formulasi bubur (pure) singkong instan yang optimum. 3. Mengetahui penerimaan konsumen terhadap bubur (pure) singkong instan.

C. MANFAAT

Hasil penelitian bermanfaat untuk :

1. Mengedepankan singkong sebagai bahan pangan yang berpotensi menggantikan beras.

2. Memberikan alternatif pengolahan singkong dalam bentuk yang lebih mudah dikonsumsi masyarakat sehingga dapat meningkatkan nilai ekonomis singkong.

(27)

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. PENGANEKARAGAMAN PANGAN

Diversifikasi pangan diartikan sebagai upaya untuk menganekaragamkan pola konsumsi pangan masyarakat dalam rangka meningkatkan mutu gizi makanan yang dikonsumsi yang pada akhirnya akan meningkatkan status gizi penduduk (Almatsier, 2001). Penganekaragaman pangan sangat penting untuk menghindari ketergantungan pada satu jenis makanan, misalnya beras. Pemanfaatkan sumber daya alam yang beraneka ragam jenisnya turut meningkatkan kesejahteraan masyarakat.

Adanya diversifikasi pangan mendorong munculnya pemikiran untuk mengganti makanan pokok nasi dengan bahan pangan lainnya yang juga dapat berfungsi sebagai sumber karbohidrat. Beberapa produk makanan yang mungkin dapat menggantikan beras adalah singkong, ubi, talas, dan umbi-umbian lainnya. Bahan-bahan pangan ini masih belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk dikonsumsi masyarakat. Adapun kendala yang dihadapi adalah bahan pangan tersebut tidak tahan lama sehingga harus diolah lebih lanjut dengan tujuan memperpanjang umur simpannya. Selain itu, adanya persepsi masyarakat yang menyebutkan jika mengkonsumsi bahan pangan lain selain beras dianggap kurang bergengsi bahkan menyedihkan dibandingkan jika mengkonsumsi nasi.

Soenardi (2002) menyebutkan bahwa mengubah kebiasaan mengkonsumsi nasi dengan makanan lain tidaklah mudah. Terlebih lagi jika hanya nasi diganti dengan bahan lain sementara lauk-pauknya tetap seperti untuk menemani nasi. Hal tersebut tentulah akan ditolak masyarakat karena berdasarkan kebiasaan lauk-pauk tersebut lebih enak rasanya jika dikonsumsi bersama dengan nasi. Namun bila bahan pangan tersebut diolah dalam bentuk lain meskipun campuran lauknya menggunakan selera tradisional atau yang telah mengena di lidah tentulah akan lebih mudah diterima karena merupakan resep baru dengan selera baru.

(28)

wawancara ataupun dengan kuisioner. Pengumpulan hasil survei terhadap kebiasaan konsumsi masyarakat melalui kuisioner lebih efektif karena bisa menjangkau banyak responden dalam waktu yang relatif singkat dibandingkan dengan cara wawancara satu per satu.

B. SINGKONG (Manihot esculenta Crantz)

Ubi kayu biasa disebut juga ketela pohon atau singkong. Singkong memiliki nama botani Manihot esculenta Crantz tapi lebih dikenal dengan nama lain Manihot utilissima. Ubi kayu termasuk ke dalam kingdom Plantae, divisi Spermatophyta, subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, famili Euphorbiaceae, genus Manihot dengan spesies esculenta Crantz dengan berbagai varietas (Rukmana, 1997). Komposisi kimia singkong disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Kimia Singkong (per 100 gram bahan)

No. Komponen Singkong Singkong kuning

1. Kalori (kkal) 146.00 157.00

2. Protein (gram) 0.80 0.80

3. Lemak (gram) 0.30 0.30

4. Karbohidrat (gram) 34.70 37.90

5. Air (gram) 62.50 60.00

6. Kalsium (mg) 33.00 33.00

7. Fosfor (mg) 40.00 40.00

8. Zat besi (mg) 0.70 0.70

9. Asam askorbat (mg) 30.00 30.00

10. Thiamin (mg) 0.06 0.06

11. Vitamin A (IU) 0.00 385

12. Bagian yang dapat dimakan (%) 75.00 75.00 Sumber : Departemen Kesehatan (1992)

(29)

6 kemudian menyebar ke benua Afrika, Madagaskar, India, dan akhirnya ke Indonesia. Umbi tanaman singkong yang terbentuk merupakan akar yang berubah bentuk dan fungsinya sebagai tempat penyimpanan cadangan makanan (Hillocks et al., 2002). Umbi singkong memiliki bentuk bulat memanjang dan daging umbi mengandung zat pati.

Tanaman singkong dapat dimanfaatkan umbi dan daunnya untuk dikonsumsi masyarakat. Pada umumnya umbi singkong direbus, dikukus atau digoreng untuk dikonsumsi. Umbi singkong dapat pula digunakan sebagai bahan baku industri pangan, kimia, farmasi, dan tekstil. Selain umbi, batang, dan daun singkong juga dapat dimanfaatkan. Daunnya yang masih muda banyak mengandung vitamin A sehingga baik untuk hidangan sayur, sedangkan daunnya yang tua dapat dimanfaatkan sebagai pakan ternak.

Singkong memiliki beberapa kelebihan yaitu dapat tumbuh di lahan kering dan kurang subur, daya tahan terhadap penyakit relatif tinggi, daun dan umbi dapat diolah menjadi aneka makanan (Lingga, 1989). Umbi singkong dapat diolah menjadi gula cair (high fructose) dan makanan ternak serta dapat pula sebagai bahan bakar yang disebut etanol.

Hampir seluruh bagian dari tanaman singkong dapat dimanfaatkan namun hingga saat ini tanaman ini masih jarang dikonsumsi masyarakat. Kelemahan utama yang menyebabkan singkong kurang diterima secara menyeluruh dan hanya dimanfaatkan sebagai makanan pokok di daerah pedesaan disebabkan karena kandungan racun glikosida sianogenik (linamarin). Glikosida tersebut tidak bersifat racun, tetapi asam sianida (HCN) yang dibebaskan oleh enzim linamerase secara hidrolisis yang bersifat racun (Tjokroadikoesoemo, 1985).

(30)

kandungan sianida dalam ubi kayu adalah perendaman, pengeringan, perebusan, fermentasi, dan kombinasi dari proses-proses tersebut.

C. BAHAN TAMBAHAN

1. CMC (Carboxy Methyl Cellulose)

Bentuk Carboxy Methyl Cellulose (CMC) yang banyak digunakan sebagai bahan pengisi pada industri pangan adalah garam Na-CMC. CMC memiliki warna putih, tidak berbau, tidak memberikan rasa dan tidak beracun (Kirk dan Othmer, 1952).

CMC dapat dibuat dengan cara mereaksikan NaOH dengan selulosa murni disertai dengan penambahan Na-Khloroasetat. CMC mempunyai gugus karboksil sehingga viskositas larutan CMC dipengaruhi oleh pH larutan. CMC memiliki pH optimum sekitar 5 dan bila pH kurang dari 3 maka CMC akan mengendap (Winarno, 1997).

CMC merupakan satu dari sekian banyak bahan pengisi yang digunakan dalam pembuatan produk pangan. CMC sebagai bahan pengisi, ditambahkan dalam produk pangan dengan tujuan meningkatkan total padatan terlarut (TPT) dan meningkatkan viskositas produk. Glicksman (1968) menyatakan bahwa CMC juga sudah digunakan pada beberapa produk minuman ringan, dan telah dibuktikan efektif sebagai penstabil koloid di dalam emulsi flavor minuman ringan.

Pada industri pangan, sifat dasar CMC yang meningkatkan nilai komersialnya adalah kemampuannya untuk mengentalkan cairan, bertindak sebagai pengikat air, dan memperbaiki tekstur pada berbagai produk pangan. Contohnya adalah Na-karboksi metil selulosa yang dalam bentuk murninya disebut gum selulosa. Gum selulosa secara fisik bersifat inert dan tidak mengandung kalori karena tidak dapat dimetabolisme oleh sistem pencernaan manusia. Pada industri ekstrusi, CMC bertindak sebagai pengikat (binder), membantu menstabilkan emulsi, dan menghambat pengkristalan gula.

(31)

8 processed meats. Pada produk kering seperti bubuk sayuran dan buah atau sup instan CMC berfungsi mempermudah proses rekonstitusi dan memperbaiki tekstur selama rekonstitusi.

2. Dekstrin

Dekstrin merupakan komponen yang dihasilkan dari proses modifikasi pati melalui proses hidrolisis katalis asam, enzimatis maupun pemanasan pati kering (Caesar, 1968). Pati termodifikasi adalah pati yang diberi perlakuan tertentu yang bertujuan menghasilkan sifat yang lebih baik untuk memperbaiki sifat sebelumnya atau untuk mengubah beberapa sifat lainnya. Menurut Fleche (1985), pati termodifikasi merupakan pati yang gugus hidroksilnya telah diubah melalui suatu reaksi kimia (esterifikasi atau oksidasi) atau dengan mengganggu struktur asalnya.

Dekstrin mempunyai rumus kimia (C6H10O5)n dan memiliki struktur molekul yang lebih bercabang dibanding dengan pati. Struktur yang lebih pendek ini mengakibatkan dekstrin mempunyai sifat mudah larut dalam air. Dekstrin secara alami terbentuk dalam jagung, garut, singkong, dan sebagainya. Secara umum, dekstrin dihasilkan dengan memanaskan pati kering bersama-sama sejumlah katalis. Menurut Granner et al. (1979), dekstrin merupakan produk yang terbentuk dalam proses pemecahan hidrolisis pati. Dekstrin juga merupakan substansi yang terbentuk pertama kali ketika proses hidrolisis mencapai suatu derajat percabangan tertentu.

Dekstrin banyak diaplikasikan pada industri kemasan dan kertas terutama sebagai bahan perekat. Pada industri pangan, dekstrin dapat digunakan untuk memperbaiki tekstur bahan pangan. Berdasarkan penelitian Bahrie (2005), penambahan dekstrin sebesar 15 % terhadap produk bubur jagung instan menghasilkan karakteristik mutu (tekstur) produk yang paling diterima oleh konsumen secara organoleptik.

D. PENGERINGAN

(32)

pengeringan adalah proses pindah panas dan kandungan air secara simultan. Udara panas yang dibawa oleh media pengering akan digunakan untuk menguapkan air yang terdapat di dalam bahan. Uap air yang berasal dari bahan akan dilepaskan dari permukaan bahan ke udara kering.

Pengeringan pada dasarnya bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan yang dikeringkan. Proses pengeringan memberikan beberapa keuntungan, antara lain masa simpan produk kering lebih lama, untuk biji-bijian hasil pertanian, viabilitas biji lebih terjamin, dan memperkecil dan meringankan volume produk, sehingga memudahkan penanganan, penyimpanan, dan transportasi (Henderson and Perry, 1982).

Klasifikasi pengeringan terdiri atas pengeringan dengan menggunakan udara yang kontak langsung dengan bahan, pengeringan dengan sistem konduksi, pengeringan dengan menggunakan energi radiasi, dan pengeringan beku (freeze drying). Selain itu, proses pengeringan juga dapat diklasifikasikan berdasarkan sumber energi panasnya, yakni pengeringan alami dengan bantuan sinar matahari, pengeringan buatan dengan bantuan udara atau energi listrik (Brennan et al.,1974).

Proses pengeringan bahan pangan dilakukan dengan bantuan alat pengering. Ada beberapa jenis alat pengering yang diklasifikasikan berdasarkan prinsip pengeringannya. Alat pengering yang banyak ditemui antara lain drum dryer, spray dryer, freeze dryer, tray dryer, dan fluidized bed dryer.

1. Alat Pengering Silinder (Drum Dryer)

(33)

10 produk kering akan dikikis dengan pisau pengikis sehingga terpisah menjadi bentuk lembaran kasar (Brennan et al., 1974).

Produk yang dikeringkan dengan alat pengering silinder bervariasi mutunya. Ada empat variabel yang mempengaruhi mutu produk kering hasil pengeringan dengan drum dryer yaitu tekanan uap dan suhu medium pemanas, kecepatan putaran silinder, jarak antara drum (silinder), dan kondisi bahan pangan. Tekanan uap dan suhu medium menentukan suhu drum atau silinder yang akan kontak dengan produk. Kecepatan putaran drum menentukan waktu kontak antara produk dengan perumukaan drum panas. Jarak antara drum akan menentuan ketebalan lapisan produk akhir yang terbentuk. Kondisi bahan pangan akan menentukan kecepatan putar dan jarak antara drum yang akan digunakan (Moore, 1995).

Ada beberapa keuntungan pengeringan dengan alat pengering drum adalah dapat menghemat pemakaian panas (bersifat ekonomis) karena kecepatan pengeringan yang tinggi, dapat meningkatan daya cerna, dan dapat mengawetkan produk yang dihasilkan. Namun ada pula kelemahannya yakni adanya keterbatasan jenis produk yang dapat dikeringkan. Penggunaan alat pengering drum terbatas pada produk yang berbentuk bubur atau pasta (produk dengan viskositas tinggi atau kental) dan bahan pangan yang tahan suhu tinggi dalam waktu singkat (Brennan et al., 1974).

E. PANGAN INSTAN

(34)

1. Definisi Pangan Instan

Pengertian pangan instan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) berarti langsung atau tanpa dimasak lama, dapat dimakan atau dapat diminum. Istilah instanisasi telah mencakup berbagai perlakuan, baik kimia maupun fisik yang akan memperbaiki karakteristik hidrasi dari suatu produk pangan dalam bentuk bubuk (Johnson dan Peterson, 1971). Menurut Hartomo dan Widiatmoko (1992), pangan instan merupakan bahan makanan yang mengalami proses pengeringan air, sehingga mudah larut dan mudah disajikan hanya dengan menambahkan air panas atau air dingin. Australian Academy Of Technological Sciences and Engineering (2000) memberikan definisi pangan instan sebagai produk pangan yang di dalam penyajiannya melibatkan pencampuran air atau susu dan dilanjutkan dengan berbagai proses pemasakan.

2. Sifat-sifat Pangan Instan

Ada beberapa kriteria bahan pangan yang harus dipenuhi dalam pembuatan produk pangan instan. Menurut Hartomo dan Widiatmoko (1992) kriteria yang harus dimiliki bahan makanan agar dapat dibentuk produk pangan instan antara lain a) memiliki sifat hidrofilik, yaitu sifat mudah mengikat air, b) tidak memiliki lapisan gel yang tidak permeabel sebelum digunakan yang dapat menghambat laju pembasahan, dan c) rehidrasi produk akhir tidak menghasilkan produk yang menggumpal dan mengendap.

3. Bubur Instan

Istilah bubur instan lebih dikenal dengan sebutan pure (asal kata dari bahasa Inggris yakni puree). Pengertian pure berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia (1989) adalah pangan atau bahan pangan yang dilembutkan. Bubur termasuk salah satu bentuk olahan pangan yang mudah dikonsumsi masyarakat. Bubur memiliki tekstur yang lunak sehingga mudah dicerna.

(35)

12 penyusunnya. Dalam pengolahannya, bubur dibuat dengan memasak bahan penyusun dengan air seperti bubur nasi, mencampurkan santan seperti bubur kacang hijau, ataupun dengan mencampurkan susu, yang dikenal dengan bubur susu.

Perkembangan zaman menyebabkan masyarakat menuntut segala sesuatu yang serba cepat dan praktis. Demikian pula dalam hal makanan, masyarakat cenderung lebih menyukai produk pangan yang berbentuk instan. Bubur instan merupakan bubur yang telah mengalami proses pengolahan lebih lanjut sehingga dalam penyajiannya tidak diperlukan proses pemasakan. Penyajian bubur instan dapat dilakukan hanya dengan menambahkan air panas ataupun susu, sesuai dengan selera (Fellows dan Ellis, 1992).

Bubur instan memiliki komponen penyusun seperti halnya bubur. Bubur yang telah jadi (masak) mengalami proses instanisasi. Instanisasi dilakukan dengan cara memasak komponen-komponen penyusun bubur yang telah berbentuk tepung sampai menjadi adonan kental. Adonan ini dikeringkan dengan menggunakan drum dryer lalu dihancurkan hingga berbentuk tepung halus berukuran 60 mesh. Bahan tepung yang diperoleh telah bersifat instan dan dikemas menjadi bubur instan (Perdana, 2003).

F. DESIGN EXPERT 7

(36)

komponen yang ditetapkan. Response Surface Methods (RSM) Design digunakan untuk pengaturan proses yang ideal untuk mendapatkan performa optimum (Anonim, 2005).

Secara garis besar, dalam aplikasinya program DX7 dibagi menjadi 4 tahap utama. Tahap-tahap tersebut antara lain : (1) Perancangan komposisi formula dan penentuan respon yang ingin diuji; (2) Pembuatan formula yang telah diberikan dan pengukuran respon masing-masing formula; (3) Pemasukkan semua data-data respon yang telah diukur pada lembar kerja DX7; (4) Analisis Signifikansi (ANOVA) dan model matematika yang berlaku untuk masing-masing respon serta penentuan formula optimal sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai.

Keluaran (output) dari rancangan percobaan program ini adalah sederet formula yang harus dibuat dan diukur tiap responnya. Penentuan formula optimal pada tahap analisis ditentukan berdasarkan hasil respon yang didapat sesuai dengan keinginan dengan pilihan maksimum, minimum, dalam kisaran (in range) atau dengan target tertentu. Hasil akhir dari tahap analisis berupa formula baru yang ditetapkan berdasarkan sasaran yang telah ditetapkan sebelumnya. Program akan menetapkan beberapa solusi dengan nilai kesukaan (desirability) yang berbeda. Semakin tinggi nilai kesukaan (mendekati 1) berarti semakin optimal formula tersebut.

(37)

III. METODOLOGI PENELITIAN

A. BAHAN DAN ALAT

Bahan baku utama yang digunakan adalah singkong putih. Bahan-bahan lain yang digunakan antara lain air, CMC, dekstrin, garam, dan Na2S2O5. Bahan-bahan untuk analisis kimia antara lain pelarut heksan, K2SO4, CuSO4, H2SO4, H3BO3, indikator (campuran Metil Merah 0.1% dalam alkohol dan Metilen Biru 0.1% dalam alkohol 1:1), larutan NaOH, air destilasi, dan HCl 0.02N. Bahan untuk analisis mikrobiologi antara lain PCA (Plate Count Agar) ”Oxoid”, PDA (Potato Dextrose Agar) ”Oxoid”, asam tartarat, BGLBB (Brilliant Green Lactose Bile Broth) ”Oxoid”, kapas, dan larutan pengencer.

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat untuk pembuatan puree instan, antara lain : drum dryer, kompor, blender, neraca, termometer, stopwatch, panci, pisau, gelas ukur, dan wadah penampung dan alat analisis, antara lain : sentrifus, neraca, oven, tanur, inkubator, alat Soxhlet, desikator, labu Kjeldahl, cawan porselen, cawan alumunium, pipet mohr, mikropipet, tabung durham, buret, erlenmeyer, bunsen, cawan petri, botol semprot, tabung reaksi, gelas piala, dan gelas ukur.

B. METODE PENELITIAN

1. PENELITIAN PENDAHULUAN

(38)

Dikupas kulitnya

Dicuci

Direndam selama 15 menit

Tanpa direndam air air garam 1000 ppm Na2S2O5 500 ppm

Dicuci

Dikukus selama 15 menit

Dihancurkan

Ditanak hingga kental (gelatinisasi)

Didinginkan

Dikeringkan dengan drum dryer

[image:38.612.105.504.71.445.2]

Gambar 1. Proses Pembuatan Bubur Singkong Instan

2. PENELITIAN UTAMA

Penelitian utama dilakukan untuk mengetahui pengaruh tiap komponen penyusun pure singkong instan terhadap mutu produk akhir. Kombinasi formula produk yang akan diproduksi merupakan hasil rancangan dari piranti lunak DX7 (Design Expert 7). Formula terbaik dipilih berdasarkan rendemen, daya rehidrasi, densitas kamba, dan tekstur mouthfeel yang terbaik.

Hasil formula terbaik akan kembali diproduksi untuk dianalisis secara kimiawi, mikrobiologis, dan organoleptik. Analisis kimia mencakup analisis proksimat (kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat). Analisis mikrobiologi mencakup perhitungan total plate count (TPC), total kapang

Air : singkong 3:1 4:1 5:1 CMC 0; 0.5; 1 %

Dekstrin 0; 7.5; 15 %

(39)

16 khamir, dan total koliform dengan metode Angka Paling Mungkin (APM). Analisis organoleptik mencakup pengujian tingkat penerimaan panelis (hedonik) terhadap atribut rasa, aroma, warna, dan tekstur dari pure singkong dibanding dengan produk yang ada di pasaran.

C. METODE ANALISIS 1. Analisis Fisik

a. Rendemen (SNI, 1992)

Perhitungan rendemen mengguanakan metode gravimetri

Keterangan :

A = bobot produk puree instan (g) B = bobot singkong utuh (g)

*Berdasarkan basis bobot mentah, dapat juga dihitung berdasarkan basis bobot setelah dikupas, atau basis bobot yang dapat dimakan.

b. Densitas kamba (Bulk) (Wirakartakusumah et al., 1992)

Densitas kamba adalah massa partikel yang menempati suatu unit volume tertentu. Densitas kamba ditentukan oleh berat wadah yang diketahui volumenya dan merupakan hasil pembagian berat bubuk dengan volume wadah.

Sampel dimasukkan ke dalam gelas ukur 100 ml. Isi hingga volumenya mencapai tepat 100 ml lalu ditimbang bobotnya. Densitas kamba dihitung dengan rumus :

A

*Rendemen = x 100 % B

Bobot sampel (g) Densitas kamba =

(40)

c. Daya rehidrasi (Beuchat, 1977)

Sampel sebanyak 1 gram ditambah 10 ml air dan diaduk. Diamkan 30 menit pada suhu kamar. Selanjutnya campuran tersebut disentrifus dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit. Daya rehidrasi dihitung dengan rumus :

Keterangan :

A = volume air mula-mula (ml) B = volume supernatan (ml) C = bobot sampel (g)

2. Analisis Organoleptik

Pengujian organoleptik bertujuan untuk membandingkan tingkat kesukaan panelis terhadap produk pure singkong instan dibandingkan dengan produk yang sudah ada di pasaran. Sampel yang dijadikan sebagai pembanding adalah produk bubur beras instan komersil bermerk X. Uji organoleptik yang digunakan adalah uji kesukaan (hedonik) terhadap atribut rasa, warna, aroma, dan tekstur. Skala hedonik yang digunakan adalah skala garis sepanjang 15 cm (unstructured scaling) untuk nilai tidak suka (0) hingga sangat suka (15). Jumlah panelis yang digunakan sebanyak minimal 30 orang. Data yang diperoleh dari uji hedonik akan diolah menggunakan program SPSS uji t.(uji dua sampel).

3. Analisis Kimia

a. Kadar air, metode oven (SNI, 1992)

Sampel yang akan dianalisis ditimbang sebanyak 1-2 g lalu dimasukkan pada sebuah wadah yang sudah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Wadah yang telah diisi sampel dikeringkan pada oven suhu 105°C selama 3 jam. Wadah dikeluarkan dari oven lalu didinginkan pada desikator. Wadah berisi sampel kering ditimbang lalu diulang

A - B Daya rehidrasi (ml/g) =

(41)

18 kembali hingga didapatkan bobot yang tetap. Kadar air dhitung dengan rumus :

Keterangan :

Wb = wet based (basis basah)

X = Kehilangan bobot setelah dikeringkan (g) Y = Bobot sampel sebelum dikeringkan (g)

b. Kadar abu, metode pengabuan kering (SNI, 1992)

Sampel yang akan dianalisis ditimbang sebanyak 1-2 g lalu dimasukkan ke dalam cawan porselen yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Cawan berisi sampel diarangkan di atas nyala pembakar lalu diabukan dalam tanur listrik pada suhu maksimum 550°C sampai pengabuan sempurna (berwarna putih dan tidak mengeluarkan asap lagi). Cawan berisi abu sampel dikeluarkan lalu didinginkan dalam desikator. Cawan berisi abu sampel kemudian ditimbang bobotnya. Kadar abu sampel diukur :

Keterangan :

X = bobot cawan + sampel sesudah diabukan (g) Y = bobot sampel sebelum diabukan (g)

Z = bobot cawan kosong (g)

c. Kadar lemak, metode Ekstraksi Langsung dengan Soxhlet (SNI, 1992) Sampel yang akan dianalisis ditimbang sebanyak 1-2 g lalu dimasukkan ke dalam selongsong kertas yang dialasi dengan kapas. Bagian atas selongsong kertas yang telah diisi sampel juga disumbat

X

Kadar air (wb) = x 100 % Y

(X – Z)

(42)

dengan kapas lalu dikeringkan dalam oven pada suhu tidak lebih dari 80°C selama lebih kurang satu jam. Selongsong kemudian dimasukkan ke dalam alat Soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak berisi batu didih yang telah dikeringkan dan telah diketahui bobotnya. Sampel diekstrak dengan heksana atau pelarut lemak lainnya selama lebih kurang 6 jam. Pelarut kemudian disuling kembali dan hasil ekstraksi lemak dikeringkan dalam oven pengering pada suhu 105°C. Labu berisi lemak sampel kemudian didinginkan dalam desikator lalu ditimbang bobotnya. Pengeringan diulangi hingga didapat bobot yang tetap. Kadar lemak dapat dihitung dengan rumus :

Keterangan :

X = bobot labu lemak setelah ekstraksi (g) Y = bobot labu lemak sebelum ekstraksi (g) W = bobot sampel awal (g)

d. Kadar Protein, metode makro-Kjeldahl (SNI, 1992)

Sampel sebanyak 2 gram dimasukkan dalam labu Kjeldahl lalu tambahkan 1.9 g K2SO4, 1 g CuSO4 dan 2 ml H2SO4. Sampel dididihkan di atas pemanas di ruang asap selama 60-90 menit hingga cairan jernih. Sampel didinginkan dan ditambahkan sedikit air secara perlahan-lahan lalu didinginkan.

Cairan dalam labu Kjeldahl dipindahkan ke alat destilasi dan bilas labu dengan air. Erlenmeyer 125 ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 diteteskan indikator dan diletakkan di bawah kondensor. Ujung tabung kondensor harus terendam di bawah larutan H3BO3. Larutan NaOH sebanyak 8-10 ml ditambahkan lalu destilasi dilakukan hingga tertampung kira-kira 15 ml destilat dalam erlenmeyer. Kondensor dibilas dan air bilasan dimasukkan dalam erlenmeyer yang sama.

X - Y Kadar lemak (wb) = x 100 %

(43)

20 Isi erlenmeyer diencerkan hingga volume mencapai 50 ml dan dititrasi dengan HCl 0.02N. Titrasi dilakukan hingga terjadi perubahan warna dari hijau menjadi ungu keabu-abuan, catat volume HCl yang terpakai (X ml). Lakukan juga terhadap blanko dan catat volume HCl yang terpakai (Y ml). Kadar protein dapat dihitung dengan rumus :

% Protein = % N x Faktor konversi*

Keterangan :

[image:43.612.171.423.164.362.2]

X = Volume HCl yang terpakai saat titrasi sampel (ml) Y = Volume HCl yang terpakai saat titrasi blanko (ml) * Faktor konversi berbeda-beda, dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Faktor konversi kadar protein berbagai macam bahan pangan.

No. Bahan Faktor konversi

1. Beras 5.95

2. Gandum 5.83

3. Tepung Terigu 5.78

4. Kacang Kedelai 5.71

5. Kacang Tanah 5.46

6. Biji-bijian 5.30

7. Susu 5.38

8. Lainnya 6.25

Sumber : Atmawikarta (2001)

e. Kadar karbohidrat

Kadar karbohidrat diukur dengan rumus by difference yaitu :

% karbohidrat = (100 % - % air - % abu - % lemak - % protein) (X – Y) x N HCl x 14.007

(44)

Σ koloni* N =

(n1 + 0.1. n2) . d 4. Analisis Mikrobiologi

Uji mikrobiologi yang dilakukan adalah menghitung total plate count (TPC) dan total kapang khamir dengan metode tuang dan jumlah koliform dengan metode Angka Paling Mungkin (APM). Sebanyak 25 gram bubuk puree instan dicampurkan ke dalam 225 ml larutan pengencer steril dan dikocok. Contoh tersebut diencerkan lagi hingga pengenceran 10-4. Kemudian dilakukan pemupukan pada pengenceran 10-1, 10-2, 10-3, dan 10-4 dalam 2 cawan (duplo) untuk masing-masing pengenceran. Selanjutnya 15 ml media PCA dituang ke dalam cawan petri yang telah berisi contoh. Untuk perhitungan jumlah kapang khamir, pemupukan hanya dilakukan hingga 10-2. Lalu dituang 15 ml media PDA pada cawan yang telah berisi sampel lalu diinkubasi pada suhu 37°C selama 2 hari. Pengujian dilakukan terhadap dua ulangan sampel. Jumlah koloni/ml dihitung dengan metode Harrigan :

Keterangan :

N = Jumlah koloni per ml

n = Jumlah cawan setiap pengenceran yang masuk dalam hitungan d = pengenceran terkecil yang masuk dalam hitungan

* Jumlah koloni total mikroba yang masuk dalam hitungan adalah 25 – 250 per cawan sedangkan untuk kapang adalah 15 – 150 per cawan

(45)

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. PENELITIAN PENDAHULUAN

[image:45.612.230.411.363.515.2]

Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui parameter-parameter yang mempengaruhi karakteristik produk yang dihasilkan. Penelitian pendahuluan diawali dengan ujicoba pembuatan bubur singkong instan. Jenis singkong yang digunakan adalah singkong putih (Gambar 2). Pada tahap ujicoba awal, bubur singkong instan dibuat dengan berbagai perbandingan air dan singkong dengan perbandingan 3:1, 4:1, dan 5:1. Produk dibuat tanpa penambahan CMC maupun dekstrin. Pemilihan tingkat perbandingan antara air dan singkong berdasarkan hasil Trial and Error dimana jika pure dibuat dengan perbandingan 2:1 dianggap terlalu kental sehingga tidak dimungkinkan sedangkan jika perbandingan lebih dari 6:1 dianggap terlalu encer sehingga tidak dilakukan.

Gambar 2. Singkong Putih

(46)

Gelatinisasi adalah proses penyerapan air oleh granula pati yang mengakibatkan pembengkakan yang bersifat irreversible yang diikuti oleh peningkatan viskositas akibat pemberian panas pada suspensi pati (Winarno, 1997). Oleh sebab inilah, ditentukan skala api yang sedang (medium) sehingga proses penanakan tidak terlalu lama namun juga pure tidak terlalu cepat mengental. Saat penanakan dilakukan proses pengadukan terus-menerus untuk menghindari terjadinya penempelan dan pengerakan (hardening) pada dasar wajan penanak.

[image:46.612.140.524.250.358.2]

(a) Api besar (b) Api sedang (c) Api kecil

Gambar 3. Skala Api Kompor yang Digunakan Saat Penanakan

Proses pengeringan pure singkong yang telah ditanak dilakukan dengan drum dryer. Drum dryer yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 4. Alasan digunakan alat pengering silinder (drum dryer) dibanding alat pengering lainnya adalah kesesuaian tingkat kekentalan produk yang akan dikeringkan dan bentuk hasil akhir yang diinginkan. Alat pengering silinder cocok untuk mengeringkan produk yang memiliki kekentalan seperti bubur atau pasta (Brennan et al., 1974). Hasil akhir (output) dari alat pengering ini adalah campuran antara serbuk dan lembaran-lembaran halus yang bersifat instan (mudah dilarutkan).

(47)
[image:47.612.237.401.134.275.2]

24 menguap meninggalkan matriks sehingga bersifat porous dan dengan mudah dapat kembali menyerap air (Winarno, 1997).

Gambar 4. Drum Dryer

Sebelum proses pengeringan dilakukan, diatur parameter proses yang berpengaruh terhadap karakteristik produk akhir yang dihasilkan. Pengaturan ini bertujuan untuk memaksimalkan hasil yang dikeringkan sehingga tidak banyak yang terbuang dan pure kering yang dihasilkan optimal. Parameter yang diatur adalah suhu (tekanan) boiler dan kecepatan putaran silinder (drum) pengering.

Suhu silinder drum dryer dipengaruhi oleh tekanan boiler. Semakin tinggi tekanan boiler maka semakin tinggi suhu silinder. Kondisi ini menyebabkan produk menjadi semakin cepat menjadi kering dan gosong. Berdasarkan hasil Trial and Error pada tahap ujicoba, didapatkan bahwa produk yang kering dihasilkan pada kisaran tekanan 3-5 bar, setara dengan 40-60 lbf/in2. Adanya hubungan antara tekanan dengan suhu uap dimana semakin tinggi tekanan maka semakin tinggi suhu uap. Tekanan 3-5 bar setara dengan suhu 130-145°C. Jika tekanan yang digunakan <3 bar maka produk akan basah dan tidak kering sempurna sehingga hasilnya kurang optimal. Sebaliknya, jika tekanan >5 bar maka produk akan menjadi gosong (kecoklatan).

(48)

Sebaliknya, jika putaran silinder terlalu cepat maka kontak antara produk dengan panas kurang sehingga produk masih belum kering sempurna (basah). Kecepatan putaran silinder yang tepat untuk tekanan 3-5 bar (40-60 lbf/in2) adalah 5-6 putaran per menit (rpm).

[image:48.612.149.493.320.467.2]

Bubur singkong yang telah dibuat dengan berbagai perbandingan air dikeringkan dengan drum dryer yang telah diatur tekanan dan kecepatannya. Produk kering akhir yang dihasilkan diuji daya rehidrasinya. Pengukuran waktu rehidrasi dilakukan dengan penambahan 50 ml air terhadap 5 g pure kering hingga semua pure kering terendam sempurna (membentuk bubur). Air yang digunakan adalah air panas (60-70°C). Hasil pengukuran waktu rehidrasi dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Hasil Percobaan Perbandingan Air dan Singkong.

Bobot singkong Perbandingan air dan singkong

3:1 4:1 5:1

Awal (g) 357.4 312.3 247.8

Setelah dikupas (g) 270.7 207.3 164.6 Setelah dikukus (g) 273.8 205.6 159.8 Volume air yang ditambahkan (ml) 821.4 822.4 799

Waktu penanakan (menit) 20 36 45 Waktu rehidrasi (s) 1’4” 1’13” 1’

Berdasarkan hasil pengukuran waktu rehidrasi dan konsistensi produk akhir dapat dilihat bahwa tidak adanya perbedaan yang mencolok diantara ketiganya. Ketiga produk yang dibuat dengan perbandingan air yang berbeda ternyata memiliki daya serap air yang sama. Perbedaannya hanya terletak pada lama waktu yang dibutuhkan saat penanakan hingga kental (tergelatinisasi). Semakin banyak air yang ditambahkan maka semakin lama waktu yang dibutuhkan untuk menanak pure. Oleh sebab itu, dalam proses pembuatan selanjutnya digunakan perbandingan antara air dan singkong sebesar 3:1. Pure hasil percobaan perbandingan air dan singkong dapat dilihat pada Gambar 5.

(49)

26 pencoklatan singkong sebelum diproses lebih lanjut. Perlakuan perendaman yang dilakukan adalah perendaman dengan air, larutan garam 1000 ppm, Na2S205 (Natrium Metabisulfit) 500 ppm, dan tidak direndam (sebagai pembanding). Perlakuan yang diberikan akan dilihat pengaruhnya terhadap warna pure yang dihasilkan, baik kering maupun setelah direhidrasi.

Perendaman singkong dengan larutan Na2S2O5 500 ppm masih termasuk dalam ambang batas aman. FDA (Food and Drugs Administration) menggolongkan SO2 dan garam narium atau kalium sulfit, bisulfit, atau metabisulfit ke dalam kelompok bahan tambahan GRAS (Generally Recognized As Safe). Batas maksimum NaHSO3 yang diperbolehkan dalam makanan kering adalah sebesar 500 ppm.

[image:49.612.150.514.306.450.2]

(a) Pure Kering (b) Pure Setelah Direhidrasi

Gambar 5. Pure Singkong Hasil Percobaan Perbandingan Air dan Singkong

(50)
[image:50.612.149.525.92.219.2]

Tabel 6. Hasil Pengamatan Warna Pure Singkong Hasil Perlakuan Perendaman.

Keterangan

Direndam dengan Tidak

direndam Air

Garam 1000 ppm

Na2S2O5 500 ppm Waktu rehidrasi 1' 8” 1' 21” 1' 25” 1' 19”

Warna pure kering kuning kecoklatan (+) kuning agak gelap (++) kuning cerah (+++) kuning cerah (+++) Warna pure setelah direhidrasi kuning kecoklatan, agak gelap (+)

kuning cerah, mendekati putih (++++) kuning agak gelap (++) kuning agak gelap (+++) Ket : Pengujian warna pure kering dan pure setelah direhidrasi dilakukan secara visual.

(a) Pure Kering (b) Pure Setelah

Direhidrasi

Gambar 6. Pengaruh Perendaman terhadap Warna Pure Singkong

Pure singkong instan yang diinginkan adalah yang berwarna cerah sehingga dalam proses pembuatan selanjutnya, singkong akan direndam air terlebih dahulu selama 15 menit sebelum dikukus. Selanjutnya dilakukan ujicoba pembuatan pure singkong dengan penambahan CMC dan dekstrin. Ujicoba ini bertujuan untuk menentukan konsentrasi maksimum CMC dan dekstrin yang memungkinkan dalam pembuatan pure singkong instan. Penggunaan dekstrin sebesar 15% mengacu kepada hasil peneliti terdahulu.

[image:50.612.152.529.250.407.2]
(51)

gumpalan-28 gumpalan CMC yang terbentuk akibat CMC yang tidak larut sempurna. Pada proses selanjutnya penggunaan CMC >1% dan dekstrin sebesar >15% tidak memungkinkan dalam proses pembuatan bubur singkong sehingga konsentrasi maksimum yang digunakan adalah 1% untuk CMC dan 15% untuk dekstrin.

Penambahan CMC dan dekstrin dilakukan pada saat penghancuran (blending) sedikit demi sedikit agar tidak terjadi penggumpalan dan dapat bercampur merata. Pure akhir yang didapatkan akan diukur rendemen, daya rehidrasi, dan densitas kambanya serta diuji organoleptik awal untuk menguji (tahap awal) ada tidaknya pengaruh penambahan CMC dan dekstrin terhadap respon yang diukur tersebut. Hasil pengukuran pencobaan pembuatan pure dengan penambahan CMC dan dekstrin dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil Pengukuran Respon pada Percobaan Penambahan CMC dan Dekstrin.

Keterangan Tanpa

Penambahan CMC 1% Dekstrin 15% Persentase pure kering

terhadap bobot awal (%) 12.65 10.49 17.71

Persentase pure kering

terhadap bobot kukus (%) 17.08 13.98 22.15

Daya rehidrasi (ml/g) 4.5 6.5 5.5

Densitas kamba (g/ml) 0.079 0.063 0.056

Mouthfeel(rata-rata) 4.08 4.08 4.75

Ket : Penilaian mutu mouthfeel dilakukan secara organoleptik menggunakan rating terstruktur skala 7, dengan jumlah panelis sebanyak 12 orang.

B. PENELITIAN UTAMA

1. Tahap Formulasi Pure Singkong Instan

Penelitian utama bertujuan untuk menentukan pengaruh CMC dan dekstrin yang ditambahkan terhadap karakteristik pure singkong akhir. Penelitian utama dibagi menjadi dua tahap yakni tahap pembuatan formula pure singkong dan tahap analisis. Pembuatan formula pure singkong dilakukan untuk menentukan formula terbaik yang kemudian akan dianalisis proksimat, mikrobiologi, dan organoleptiknya.

(52)

rancangan Mixture Design yang kemudian ditentukan komponen-komponen yang mempengaruhi respon yang akan diukur serta ditentukan batas maksimum dan minimumnya. Program akan mengeluarkan sejumlah formula yang harus diuji coba pembuatannya dan diukur masing-masing responnya. Setelah semua respon dari tiap formula telah didapatkan maka hasil kemudian dianalisis lebih lanjut.

Masing-masing variabel respon akan dianalisis oleh DX7 untuk mengetahui kecendrungan dari model persamaan polinomial dengan ordo yang cocok sesuai dengan hasil yang didapatkan pada masing-masing respon. Ada beberapa model persamaan polinomial yang berbeda-beda yakni linier, kuadratik, kubik, dan spesial kubik. Ada tiga proses untuk mendapatkan persamaan polinomial untuk masing-masing respon, yaitu berdasarkan sequential model sum of squares [Type I], lack of fit tests, dan model summary statistics.

Proses pemilihan model persamaan polinomial yang pertama adalah berdasarkan sequential sum of squares [Tipe I] yakni dengan membandingkan nilai “prob>f”. Model persamaan matematika yang dianggap cocok adalah yang memiliki nilai ”prob>f” lebih kecil dari 0.05. Model persamaan polinomial yang dipilih adalah model persamaan dengan ordo (pangkat) tertinggi dengan nilai ”prob>f” di bawah 0.05 (Anonim, 2005).

Proses pemilihan model persamaan polinomial yang kedua berdasarkan lack of fit tests juga berdasarkan nilai ”prob>f”. Model persamaan matematika yang dianggap cocok adalah yang memiliki nilai ”prob>f” lebih besar dari 0.05. Proses pemilihan yang selanjutnya adalah berdasarkan model summary statistics yakni mengacu pada nilai ”Adjusted R-squared” dan ”Predicted R-squared”. Model persamaan yang dipilih adalah yang memiliki nilai ”Adjusted R-squared” dan ”Predicted R-squared” tertinggi (Anonim, 2005).

(53)

30 dianalisis signifikansinya dengan analisis ragam (ANOVA). Masing-masing respon dapat mempunyai jenis model dan tingkat signifikansi yang berbeda. Model persamaan dengan nilai ”prob>f” lebih kecil dari 0.05 akan memberikan pengaruh yang nyata (signifikan) terhadap respon (Anonim, 2005).

[image:53.612.161.524.420.558.2]

Pada proses pembuatan formula pure singkong, ditentukan komponen-komponen penyusunnya adalah singkong, air, CMC, dan dekstrin. Batas minimum dan maksimum singkong adalah 24,04 hingga 25,00 % dari keseluruhan. Air sebesar 72,11 hingga 75,00 %, CMC sebesar 0 hingga 0,24 %, dan dekstrin sebesar 0 hingga 3,61 %. Respon yang akan diukur adalah rendemen, daya rehidrasi, densitas kamba, dan tingkat kelengketan saat dikonsumsi (organoleptik). Program DX7 memberikan 18 formula berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Semua formula kemudian dibuat dan diukur masing-masing responnya. Hasil pengukuran tiap variabel respon untuk masing-masing formula dapat dilihat pada Lampiran 4.

Tabel 8. Model Ordo Terpilih dan Persamaan Polinomial Tiap Respon.

Respon Model Persamaan Polinomial

Rendemen Linier Y = 3.1807A -0.6552B -10.8829C +1.2555D Daya rehidrasi Linier Y = 0.0087A -0.0024B -0.0128C +0.0086D Densitas kamba Linier Y = 0.2713A +0.0063B +0.4774C -0.3249D

Kelengketan Spesial kubik

Y= 23130.416A 2440.3514B 3835600.8C -143447.31D +406.0234AB +154955.615AC

+6270.581AD +49474.7273BC +1955. 2533BD +46257.5405CD 1994.8194ABC -81.3201ABD -3082.4001ACD +416.4575BCD

Ket : Y adalah rendemen (%), A adalah bobot singkong (%), B adalah volume air (%), C adalah bobot CMC (%), dan D adalah bobot dekstrin (%).

Tabel 9. Analisis Ragam (ANOVA) Model Tiap Respon.

Respon Jumlah kuadrat db

Kuadrat tengah

F

hitung Prob>f Keterangan Rendemen 123.5445 3 41.1815 1.0233 0.4121 Tidak

signifikan Daya rehidrasi 3.9128 3 1.3043 5.1800 0.0129 Signifikan Densitas Kamba 0.0030 3 0.0010 2.3012 0.1218 Tidak

[image:53.612.163.548.595.709.2]
(54)

Berdasarkan hasil pengujian didapatkan bahwa variabel respon rendemen memiliki model persamaan yang linear dan rata-rata (mean) dan memiliki tingkat signifikansi yang tidak berbeda nyata. Hal ini berarti tiap komponen penyusun pure singkong instan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap rendemen akhir pure instan. Hal yang sama terjadi juga pada respon densitas kamba. Respon densitas kamba memiliki model persamaan linear dan rata-rata serta tidak signifikan. Hal ini berarti perubahan pada komponen penyusun pure singkong instan tidak memberikan perubahan yang nyata pada densitas kamba pure singkong instan.

Sebaliknya, hasil yang berlawanan terjadi pada respon daya rehidrasi. Variabel respon daya rehidrasi memiliki model persamaan linier dan mempunyai tingkat signifikansi yang berbeda nyata. Hasil ANOVA untuk respon daya rehidrasi dapat dilihat pada Lampiran 7b. Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan bahwa masing-masing komponen penyusun pure singkong instan (singkong, air, CMC, dan dekstrin) secara terpisah memberikan pengaruh yang nyata. Hal ini berarti tidak adanya korelasi antara masing-masing komponen penyusun yang berpengaruh terhadap respon daya rehidrasi pure singkong instan.

Variabel respon kelengketan juga mempunyai tingkat signifikansi yang nyata. Variabel respon ini mengikuti model persamaan kubik spesial (special cubic). Hasil ANOVA untuk respon kelengketan dapat dilihat pada Tabel 10. Suatu perlakuan dinyatakan berpengaruh jika memiliki nilai ”prob>f” lebih kecil dari 0.05 (Anonim, 2005).

(55)

32 (ACD); serta korelasi air, CMC, dan dekstrin (BCD). Berdasarkan hasil analisis dapat disimpulkan juga bahwa korelasi antara air dan dekstrin tidak memberikan pengaruh nyata terhadap respon kelengketan.

Tabel 10. Hasil ANOVA untuk Respon Kelengketan Komponen Prob>f

Linear Mixture 0.2220

AB 0.0084 AC 0.0093 AD 0.0086 BC 0.0079 BD 0.8708 CD 0.0084 ABC 0.0102 ABD 0.0064 ACD 0.0099 BCD 0.0081

Berdasarkan persamaan polinomial yang didapat untuk masing-masing respon, dapat diketahui pengaruh dari CMC dan dekstrin. Pemberian CMC maupun dekstrin tidak memberikan pengaruh (pengaruh kecil) terhadap rendemen dari pure kering akhir. Rendemen lebih banyak dipengaruhi oleh efisiensi dari alat pengering yang digunakan. Berdasarkan hasil pengamatan, diketahui bahwa efisiensi dari mesin pengering yang dig

Gambar

Gambar 1.   Proses pembuatan bubur singkong instan  .....................................
Tabel 1. Data  Produksi dan Konsumsi Beras Tahun 2001-2004 (dalam ton)
Tabel 2. Data Produksi Singkong Indonesia Tahun 2002-2005 (dalam ton)
Tabel 3. Komposisi Kimia Singkong (per 100 gram bahan)
+7

Referensi

Dokumen terkait

Las expresiones muy duras que nuestro texto usa contra la vida que se lleva en la corte real y su contraposición con las despensas vacías, representan no solo una

memerlukan pihak orang lain untuk membuatkannya, dalam hal seperti itu dapat dilakukan melalui jual beli istishna’ yaitu akad jual beli dalam bentuk pemesanan, pembuatan

Berdasarkan hasil implementasi dan pengujian terhadap Sistem Informasi Kawasan Pertanian Berbasis GIS dapat dapat disimpulkan bahwa sistem ini memberikan infomasi

Adapun maksud dari penulisan Tugas Akhir ini adalah untuk melengkapi dan memenuhi syarat kelulusan Mata Kuliah Tugas Akhir Program Studi Desain Interior Fakultas

Align Right.

Saya adalah mahasiswi Fakultas Keperawatan Universitas Sumatera Utara yang melakukan penelitian dengan tujuan untuk mengindetifikasi jumlah kunjungan dan faktor-faktor yang

Ekstraksi adalah proses penarikan komponen aktif (minyak atsiri) yang terkandung dalam tanaman menggunakan bahan pelarut yang sesuai dengan kelarutan komponen aktifnya..