• Tidak ada hasil yang ditemukan

Optimasi Pembuatan Pati Resisten Tipe III dari Pati Singkong Gen (Manihot esculenta Crantz)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Optimasi Pembuatan Pati Resisten Tipe III dari Pati Singkong Gen (Manihot esculenta Crantz)"

Copied!
29
0
0

Teks penuh

(1)

i

OPTIMASI PEMBUATAN PATI RESISTEN TIPE III DARI

PATI SINGKONG (Manihot esculenta Crantz)

ZAHRA ZAHRUNIYA

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)
(3)

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN

SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Optimasi Pembuatan Pati Resisten Tipe III Dari Pati Singkong (Manihot esculenta Crantz) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2014 Zahra Zahruniya

(4)

ABSTRAK

ZAHRA ZAHRUNIYA. Optimasi Pembuatan Pati Resisten Tipe III dari Pati Singkong (Manihot esculenta Crantz). Dibimbing oleh SURYANI dan INDA SETYAWATI

Salah satu produk modifikasi pati singkong dapat berupa pati resisten. Pati resisten memiliki beberapa manfaat diantaranya dapat berperan dalam metabolisme lemak dan kolesterol, mengikat racun, asam empedu, mencegah kanker kolon, penyakit jantung koroner dan diabetes tipe II. Tujuan penelitian ini adalah melakukan optimasi pembuatan pati singkong (Manihot esculenta Crantz) dengan metode autoclaving-cooling dan metode debrancing dengan pululanase untuk menghasilkan pati resisten tipe III. Ekstrak pati singkong memiliki kadar air sebesar 9.58% dengan rendemen sebesar 17.44%. Berdasarkan modifikasi pati singkong dengan metode autoclaving-cooling diperoleh kadar pati resisten tertinggi berada pada suhu inkubasi -20°C sebesar 32.8 % dan kadar pati resisten tertinggi hasil perlakuan debranching dengan enzim pululanase sebesar 87.64% dengan konsentrasi enzim pululanase yang digunakan 1.04 U/g. Kadar pati resisten terbaik adalah pada modifikasi pati singkong dengan metode debranching oleh enzim pululanase.

Kata kunci: autoclaving-cooling, debranching, kadar pati resisten, pati singkong

ABSTRACT

ZAHRA ZAHRUNIYA. Optimization of resistant starch type III making from Cassava Starch. Supervised by SURYANI and INDA SETYAWATI.

One of products of cassava starch modification is resistant starch. Resistant starch has several benefits which of play a role in the metabolism of fat and cholesterol, binding toxins, bile acids, preventing colon cancer, coronary heart disease and diabetes type II. The purpose of this research is to optimization of making starch cassava (Manhot esculenta Crantz) with autoclaving-cooling method and debranching with pululanase enzyme method to produce resistant starch type III. Extract cassava starch has a moisture content of 9.58% with yield of 17.44%. The yield of starch modification by using a drying oven. Based on this study, modification of cassava starch with autoclaving-cooling method obtained the highest resistant starch content by debranching method was 87.64% at a concentration 1.04 U/g. In this study showed that the best resistnt starch content, modification of starch was using debrancing with pululanase enzyme method.

(5)

iii

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Sains

pada

Departemen Biokimia

OPTIMASI PEMBUATAN PATI RESISTEN TIPE III DARI

PATI SINGKONG (Manihot esculenta Crantz)

ZAHRA ZAHRUNIYA

DEPARTEMEN BIOKIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(6)
(7)

Judul Skripsi : Optimasi Pembuatan Pati Resisten Tipe III dari Pati Singkong Gen (Manihot esculenta Crantz)

Nama : Zahra Zahruniya NIM : G84100052

Disetujui oleh

Dr Suryani, SP MSc Pembimbing I

Inda Setyawati, STP MSi Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Ir I Made Artika, MAppSc Ketua Departemen

(8)

PRAKATA

Bismillahirrahmanirrahim

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Judul penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret hingga bulan September 2014 ini adalah Optimasi Pembuatan Pati Resisten Tipe III dari Pati Singkong (Manihot esculenta Crantz)

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing Dr. Suryani, SP M.Sc dan Inda Setyawati, STP M.Si atas segala arahan dan bimbingannya kepada penulis. Ucapan terima kasih tak lupa penulis berikan kepada seluruh keluarga yang senantiasa selalu memberi dukungan, doa, serta kasih sayangnya kepada penulis. Selain itu, terima kasih juga penulis ucapkan kepada teman-teman Biokimia 47 yang telah mendukung dan membantu selama penelitian ini berjalan.

Semoga karya ilmiah ini bermanfaat

(9)

DAFTAR ISI

DAFTAR GAMBAR 4

DAFTAR LAMPIRAN 4

PENDAHULUAN 5

METODE 6

Bahan dan alat 6

Prosedur Penelitian 6

Ekstraksi pati singkong 6

Analisis kadar air 7

Perhitungan rendemen 7

Pembuatan pati resisten tipe III metode Autoclaving-cooling 7

Perlakuan debranching dan autoclaving-cooling 8

Pengukuran kadar pati resisten 8

HASIL 8

Kadar air dan rendemen ekstrak Pati Singkong 8

Kadar pati resisten tipe III modifikasi autoclaving-cooling 9 Kadar pati resisten tipe III modifikasi autoclaving-cooling dan debranching 9

PEMBAHASAN 10

Kadar air dan rendemen ekstrak pati singkong 10

Kadar pati resisten tipe III modifikasi autoclaving-cooling 11 Kadar pati resisten tipe III modifikasi autoclaving-cooling dan debranching 14

SIMPULAN DAN SARAN 15

Simpulan 15

Saran 15

DAFTAR PUSTAKA 16

(10)

DAFTAR GAMBAR

1 Kadar pati resisten singkong hasil modifikasi autoclaving cooling 9 2 Kadar pati resisten singkong hasil modifikasi autoclaving cooling dan

debranching 10

3 Mekanisme gelatinisasi dan retrogradasi pati 13

4 Struktur pati resisten tipe III 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Diagram alur penelitian 20

2 Kadar air ekstrak pati singkong 21

3 Rendemen pati singkong 23

(11)

5

PENDAHULUAN

Seiring dengan perkembangan zaman, tuntutan konsumen terhadap bahan pangan tidak hanya yang memiliki nilai gizi tinggi saja, tetapi konsumen mengharapkan bahan pangan yang fungsional yaitu berfungsi untuk menjaga kesehatan. Berbagai penelitian mengenai sifat fungsional pangan yang berkhasiat untuk kesehatan semakin meningkat sejalan dengan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat (Sugiyono et al. 2009). Pati singkong termasuk bahan pangan yang jika dilakukan modifikasi tehadap patinya akan menambah nilai fungsional. Salah satu produk modifikasi pati singkong adalah berupa pati resisten (Onyango et al. 2006). Secara garis besar pati resisten mempunyai tiga sistem terkait dengan efek metabolisme dan nilai fungsional dalam tubuh yaitu sebagai bahan untuk fortifikasi serat, penurun kalori, dan oksidasi lemak. Sebagai bahan untuk fortifikasi serat pati resisten dapat diperoleh dengan cara mengonsumsi bahan pangan sumber pati resisten seperti roti, biskuit, kembang gula, pasta dan sereal. Pada tahun 2003 WHO mendeklarasikan bahwa serat pangan dapat menurunkan berat badan. Hal ini terkait dengan pengendalian sistem hormon untuk mencerna makanan dan mengendalikan rasa lapar (WHO 2003; Slavin 2005). Sebagai bahan untuk oksidasi lemak, pati resisten dapat membakar lemak sehingga menurunkan jumlah lemak yang disimpan dalam tubuh. Hasil penelitian menunjukkan mengonsumsi pati resistan dapat menaikkan oksidasi lemak. Hal ini terkait dengan proses metabolisme karbohidrat dan protein dalam tubuh (Higgins et al. 2004).

Pati resisten (resistant starch atau RS) didefinisikan sebagai fraksi pati atau produk degradasi pati yang tidak terabsorbsi dalam usus halus individu yang sehat, karena masih diperoleh setelah melewati degradasi enzim secara sempurna (Prangdimurti et al. 2007). Onyango et al. (2006) menyatakan bahwa pati resisten memiliki beberapa manfaat diantaranya dapat berperan dalam metabolisme lemak dan kolesterol, mengurangi penyebab kanker kolon, penyakit jantung koroner, sembelit dan diabetes tipe II, mengikat racun, asam empedu dan karsinogen. Pati resisten (RS) dalam Jenie et al. (2012) dapat dikelompokkan menjadi empat tipe, yaitu pati resisten yang secara fisik terperangkap dalam matriks dinding sel bahan pangan (RS I), pati resisten yang secara alami tahan terhadap enzim pencernaan (RS II), pati resisten yang dimodifikasi secara fisik (RS III) dan pati resisten yang dimodifikasi secara kimia (RS IV). Diantara keempat jenis pati resisten tersebut, RS III yang paling sering digunakan dalam pemanfaatan bahan pangan, dikarenakan pati jenis ini relatif tahan panas sehingga dapat mempertahankan sifatnya selama proses pengolahan (Sugiyono 2009).

(12)

terjaga selama proses pengolahan (Sugiyono 2009). Beberapa penelitian telah dilakukan terkait modifikasi berbagai jenis pati dengan beragam teknik untuk pembuatan pati resisten tipe III diantaranya (Sugiyono et al. 2009) memodifikasi pati singkong dengan autoclaving-cooling cycling untuk menghasilkan pati resisten tipe III, hidrolisis asam secara lambat yang dilanjutkan dengan siklus autoclaving-cooling pada singkong (Onyango et al. 2006) dan hidrolisis menggunakan pululanase pada jagung (Zhang 2011; Shi et al. 2013).

Pululanase ini biasa digunakan dalam modifikasi pati. Beberapa penelitian meunujukkan bahwa modifikasi pati dengan pululanase dapat meningkatkan kadar pati resisten. seperti penelitian Zhang (2011) bahwa modifikasi dengan pululanase dapat meningkatkan kadar pati resisten sebesar 44.7 %. Soto (2007) juga melakukan debranching terhadap pati pisang dapat meningkatkan kadar pati resisten pisang tersebut. Pembuatan pati resisten tipe III yang berasal dari singkong dengan metode autoclaving-cooling dan debranching oleh enzim pululanase belum dilakukan oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk melakukan optimasi pembuatan pati singkong (Manihot esculenta Crantz) dengan metode autoclaving-cooling dan metode debrancing dengan pululanase untuk menghasilkan pati resisten tipe III.

Hipotesis penelitian ini adalah metode autoclaving-cooling dan debranching dengan pululanase dapat meningkatkan kadar pati resisten tipe III pada pati singkong. Manfaat penelitian ini untuk memperoleh kondisi optimum pembuatan pati resisten tipe III dari singkong (Manihot esculenta Crantz) yang dapat diaplikasikan untuk pembuatan pati resisten tipe III sehingga dapat dimanfaatkan sebagai pangan fungsional. Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Penelitian, Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, yaitu dari bulan Maret hingga Agustus 2014.

METODE

Bahan dan alat

Alat-alat yang digunakan adalah oven, neraca analitik, pipet volumetrik, gelas piala, tabung reaksi, labu Erlenmeyer, shaker, labu takar, cawan, porselen, sudip, pipet mikro, tip, bulb, stirer, autoklaf, freezer, water bath dan vorteks.

Bahan-bahan yang digunakan adalah umbi singkong (Manihot esculenta Crantz) yang diperoleh dari daerah Ciampea Kab. Bogor berumur ± 8 bulan,

(13)

7

rendemen patinya. Singkong yang telah dikupas kemudian direndam dalam air bersih selama 1 jam. Singkong selanjutnya dihancurkan dengan parutan dengan penambahan air (1 : 3.5). Hancuran singkong kemudian disaring dengan ayakan bergoyang untuk memperoleh bagian patinya. Bagian suspensi yang melewati ayakan bergoyang kemudian didiamkan selama 2 jam pada suhu ruang untuk mengendapkan bagian patinya. Bagian pati yang mengendap kemudian dipisahkan dari bagian ampasnya. Pati yang diperoleh kemudian dicuci dengan air bersih dan dikeringkan dalam oven pada suhu 50 oC selama 6 jam. Pati singkong kering digiling dengan menggunakan disc mill, kemudian disaring dan diayak. Selanjutnya, sampel dianalisis kadar air dan kadar pati resistennya. Pati yang tersisa dikemas dan disimpan di dalam freezer -20 oC sampai digunakan.

Analisis Kadar Air Pati Singkong (AOAC 2005)

Tahap pertama yang dilakukan pada analisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 102-105 oC selama 12 jam. Cawan tersebut diletakkan dalam desikator (kurang lebih 30 menit) hingga dingin kemudian ditimbang sampai beratnya konstan. Sampel yang berupa pati singkong sebesar 5 gram kemudian ditimbang dan dimasukkan ke dalam cawan. Cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 105 oC selama 6 jam. Cawan yang berisi sampel tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Perhitungan kadar air pati singkong ditentukan dengan rumus:

Kadar air (%) =

x 100% Keterangan :

A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan yang diisi sampel (gram)

C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (gram) Perhitungan Rendemen Pati Singkong (Juliana 2007)

Pengukuran rendemen pati singkong dihitung berdasarkan perbandingan berat pati yang diperoleh terhadap berat singkong tanpa kulit yang dinyatakan dalam persen (%), yaitu:

en emen i e e m e m e i m

Pembuatan Pati Resisten Tipe III dengan Metode Autoclaving-cooling

(Modifikasi Onyango et al. 2006)

(14)

Pembuatan Pati Resisten Tipe III dengan Metode Debranching oleh Enzim Pululanase dan Autoclaving-cooling (Faridah 2011; Shi et al. 2013; Soto et al.

2007)

Hasil analisis terbaik dari pembuatan pati resisten tipe III dengan metode autoclaving-cooling dilanjutkan dengan metode debranching dengan enzim pululanase untuk mengetahui perbedaan kadar pati resisten setelah autoclaving-cooling dan debranching. Pati singkong ditimbang sebanyak 25 gram dalam 100 mL bufer asetat pH 5.2 dipanaskan pada suhu 95 oC selama 10 menit, kemudian di autoklaf pada 121 oC selama 30 menit dan diresuspensi dengan 125 mL bufer asetat pH 5.2, lalu didinginkan hingga suhu 50 oC kemudian dihidrolisis dengan enzim pululanase dengan dua level konsentrasi (0.52 dan 1.04 U/g pati). Sampel kemudian diinkubasi pada suhu 50 oC dalam bufer asetat pH 5.2 selama 24 jam sambil digoyang pada kecepatan 160 rpm. Penghentian reaksi enzimatis dilakukan dengan pemanasan pati terhdirolisis dalam autoklaf selama 1 jam lalu didinginkan pada suhu dan waktu optimum dari tahap pembuatan pati dengan autoclaving-cooling. Selanjutnya, sampel dianalisis kadar pati resistennya.

Pengukuran kadar pati resisten (Kim et al., 2003)

Sebanyak 0,5 gram pati didispersikan ke dalam 25 ml bufer fosfat (0.08M, pH 6), ditambahkan 0.05 ml alfa-amilase. Gelas piala ditutup dengan alumunium foil dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu 95°C selama 15 menit, diagitasi setiap 5 menit, lalu didinginkan pada suhu ruang kemudian ditambahkan 5 ml NaOH (0.275N) dan 0.05 ml protease (50 mg/ml larutan protease dalam bufer fosfat). Campuran dimasukkan ke dalam penangas air dengan suhu 60°C selama 30 menit, lalu didinginkan di suhu ruang kemudian 5 ml HCl (0.325 N) ditambahkan sehingga pH menjadi 4.3.Sebanyak 0.06 ml enzim amyloglukosidase ditambahkan dimasukkan ke penangas air bergoyang pada suhu 60°C selama 30 menit. Ethanol 95% ditambahkan dan campuran dibiarkan di suhu ruang semalaman. Endapan disaring dengan kertas saring. Residu yang larut dicuci dengan 20 ml etanol 78% (3 kali), 10 ml etanol murni (2 kali) dan 10 ml aseton (2 kali). Residu dikeringkan dalam oven pada suhu 40°C.

Kadar pati resisten (%) = berat residu yang tidak larut (g) x 100 berat sampel (g)

HASIL

Kadar Air dan Rendemen Ekstrak Pati Singkong

(15)

9

pati singkong agar dapat diketahui umur simpan pati singkong. Kadar air pati singkong yang diperoleh yaitu sebesar 9.58% .

Kadar Pati Resisten Tipe III (Modifikasi autoclaving-cooling)

Pengukuran kadar pati resisten tipe III modifikasi autoclaving-cooling bertujuan untuk membandingkan hasil kadar pati resisten pada pati singkong terhadap waktu inkubasi (6 jam, 24 jam dan 48 jam) serta suhu inkubasi (-20°C, 4°C, 30°C, 60°C dan 100°C) Hasil pengukuran kadar pati resisten tipe III menggunakan modifikasi secara autoclaving-cooling menunjukkan kadar pati resisten pada suhu inkubasi -20°C selama enam jam mengandung kadar pati resiten yang lebih tinggi dibanding kadar pati resisten pada suhu inkubasi lainnya (Gambar 1). Kadar pati resisten tertinggi diperoleh pada suhu inkubasi -20°C sebesar 31.9 % dan kadar pati resisten terendah diperoleh pada suhu inkubasi 100°C sebesar 12.4 % sedangkan kadar pati resisten pada suhu inkubasi 30°C, 60°C dan 100°C menunjukkan kadar pati resisten yang tidak berbeda jauh yaitu 16.3%, 15.4% dan 12.4% (Gambar 1).

Gambar 1 Kadar pati resisten singkong hasil modifikasi autoclaving-cooling

Keterangan : Waktu inkubasi 6 jam Waktu inkubasi 24 jam Waktu inkubasi 48 jam

Kadar Pati Resisten Tipe III (Modifikasi autoclaving-cooling dan debranching

enzim pululanase)

(16)

Gambar 2 Kadar pati resisten singkong hasil modifikasi autoclaving-cooling dan debranching dengan enzim pululanase

PEMBAHASAN

Kadar Air dan Rendemen Ekstrak Pati Singkong

Singkong yang digunakan diperoleh dari kebun di daerah Ciampea Bogor menurut narasumber, tanaman yang dipanen berumur sekitar ± 8 bulan. Umbi singkong pada umur panen tersebut sangat cocok untuk diekstrak patinya karena pembentukan pati sudah optimum. Pati maksimum adalah pada saat umbi singkong berusia 12 bulan namun umbi telah banyak berserat sehingga pati sulit diekstrak, oleh karena itu umumnya umbi singkong yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan tepung dan pati singkong adalah umbi berumur 8-11 bulan. Umbi singkong yang masih muda seperti yang digunakan pada penelitian ini biasanya diolah menjadi makanan kecil dengan cara dikukus, direbus, atau dibakar (Badrudin 2004).

Ekstraksi pati singkong pada dasarnya merupakan suatu proses untuk memisahkan granula-granula pati dari umbinya. Granula-granula pati ini terikat di dalam sel-sel bersama dengan bahan lain pembentuk protoplasma seperti protein, karbohidrat terlarut, lemak, dan lain-lain, sehingga perlu dipisahkan pada proses pemurnian atau pencucian menggunakan air (Pudjiono 2008). Pati singkong yang sudah diekstraksi dalam penelitian ini menghasilkan rendemen pati singkong sebanyak 17.44% (Tabel 1). Rendemen pati singkong dihitung berdasarkan perbandingan berat kering dengan umbi yang telah dibersihkan kulitnya. Rendemen pati yang didapat tergolong rendah hal ini dapat disebabkan oleh pembentukan pati singkong yang belum optimum. Pembentukan pati dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berpengaruh terhadap penyusunan amilum diantaranya temperatur yang rendah mempunyai pengaruh baik bagi pengubahan amilum menjadi gula, persediaan air yang berlebihan akan menambah produksi untuk penyusunan amilum, perubahan pH terutama pada pH di atas 7 akan meningkatkan produksi pati dan intensitas sinar matahari (Dwijoseputro 2003).

(17)

11

Pati dapat diekstrak dengan berbagai cara berdasarkan bahan baku dan penggunaan dari pati itu sendiri. Untuk pati dari umbi-umbian, proses utama dari ekstraksi terdiri perendaman, disintegrasi, dan sentrifugasi. Perendaman biasanya dilakukan dalam larutan natrium bisulfit pada pH yang diatur untuk menghambat reaksi biokimia seperti perubahan warna dari umbi. Disintegrasi dan sentrifugasi dilakukan untuk memisahkan pati dari komponen lainnya (Liu, 2005 dalam Cui, 2005) namun pada penelitian ini perendaman dilakukan menggunakan air. Penambahan air bertujuan untuk menyempurnakan kerusakan jaringan umbi dan memberi tekanan kepada parutan agar pati keluar dari jaringannya.Penyiapan pati singkong dilakukan dalam penelitian ini berdasarkan modifikasi metode Mariati (2001) yaitu perbandingan penambahan air dan bahan dengan rasio 1 : 3.5. Ekstraksi akan memisahkan antara cairan (suspensi pati) dan ampas selanjutnya dilakukan ekstraksi kembali terhadap ampas yang diperoleh dari proses pemisahan sebanyak dua kali dengan rasio penambahan air 1:3.5.

Pengeringan pati singkong yang basah dilakukan dengan menggunakan oven pengering bersuhu 55°C selama kurang lebih 48 jam untuk menghilangkan kadar airnya. Namun terdapat kekurangan menggunakan oven pengering yaitu rendemen yang dihasilkan rendah. Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Apriyadi (2009). Rendemen pati singkong yang diperoleh dalam penelitian ini hanya 17.44% sedangkan rendemen pati singkong yang didapat dengan pengeringan menggunakan oven berkisar antara 22-54%. Penelitian Pratiwi (2008) menghasilkan rendemen pati singkong sebesar 70.58% dengan pengeringan menggunakan drum dryer. Rendahnya rendemen pati singkong dengan menggunakan oven pengering menghasilkan pati kering berbentuk kristal-kristal yang keras dan sulit untuk dihaluskan. Pati selanjutnya digiling untuk mengecilkan ukuran dengan menggunakan discmill kemudian dilakukan pengayakan untuk menghasilkan ukuran pati yang seragam. Pati singkong yang telah diayak selanjutnya digunakan digunakan untuk analisis kadar air.

Kadar air pati singkong pada penelitian ini sebesar 9.58% kadar air yang diperoleh pada pati singkong ini tergolong rendah. Rendahnya kadar air suatu bahan pangan merupakan salah satu faktor yang dapat membuat bahan pangan menjadi awet (Pangestuti, 2010). Menurut Anggraini (2007), masa simpan tepung pada kadar air dibawah 14% adalah satu tahun. Kadar air sampel yang diuji dibawah 14% sehingga diharapkan dapat disimpan sekitar satu tahun tanpa terjadi kerusakan akibat mikroba.

Kadar Pati Resisten Tipe III (Modifikasi autoclaving-cooling)

(18)

Tahapan awal modifikasi ini adalah pati singkong digelatinasi terlebih dahulu lalu diberi perlakuan yang terdiri atas lima perlakuan suhu inkubasi (-20°C, 4°C, 30°C, 60°C dan 100°C) pada tiga waktu inkubasi (6 jam, 12 jam dan 24 jam) untuk proses retrogradasi. Hasil pengukuran kadar pati resisten tipe III menggunakan modifikasi secara autoclaving-cooling menunjukkan kadar pati resisten pada suhu inkubasi paling rendah yaitu -20°C mengandung kadar pati resiten yang lebih tinggi dibanding kadar pati resisten pada suhu dan waktu inkubasi lainnya. Data memperlihatkan kadar pati resisten tertinggi berada pada suhu inkubasi -20°C sebesar 31.9 % dan kadar pati resisten terendah berada pada suhu inkubasi paling tinggi yaitu 100°C sebesar 12.4% (Gambar 1) dan kadar pati resisten mengalami penurunan seiring naiknya suhu inkubasi. Modifikasi pati menggunakan metode autoclaving-cooling proses gelatinasi dan retrogradasi sangat berpengaruh terhadap naiknya kadar pati resisten seperti yang diperoleh dalam penelitian ini. Retrogradasi menyebabkan perubahan sifat-sifat gel pati diantaranya meningkatkan ketahanan pati terhadap hidrolisis oleh enzim amilolitik, menurunkan kemampuan melalukan cahaya (transmisi) dan kehilangan kemampuan untuk membentuk kompleks berwarna biru dan iodin (Ratnayake et al. 2002 dan Jane 2004). Faktor-faktor yang mendukung terjadinya retrogradasi adalah suhu yang rendah, pH netral dan derajat polimerisasi yang relatif rendah tidak adanya percabangan ikatan dari molekul, konsentrasi amilosa yang tinggi dan adanya ion-ion organik tertentu Jane (2004). Dengan demikian terbukti dalam penelitian ini bahwa suhu yang rendah menghasilkan kadar pati resisten yang tinggi karena proses retrogradasi.

Kadar pati resisten pada suhu inkubasi 60°C dan 100°C menunjukkan kadar pati resisten yang tidak berbeda jauh yaitu 14.3% dan 12.4%. Pati singkong hasil modifikasi autoclaving-cooling tersebut termasuk dalam pati resisten sedang belum mencapai kategori pati resisten tinggi seperti kadar pati resisten pada suhu inkubasi -20°C. Hal ini diduga akibat proses pemutusan ikatan cabang yang kurang optimum. Penyebab lainnya adalah tidak adanya proses retrogradasi pada suhu rendah yang dapat memicu kristalisasi amilosa. Dalam modifikasi pati menggunakan metode autoclaving-cooling retrogradasi pada suhu rendah dapat meningkatkan kadar pati resisten, karena salah satu faktor yang mendukung terjadinya retrogradasi adalah temperatur yang rendah (Pratiwi 2008).

(19)

13

Gambar 3 Mekanisme gelatinisasi dan retrogradasi pati (Srichuwong 2006) Modifikasi pati dengan autoclaving dan penambahan air dapat menyebabkan ekspansi matrik pati dan gelatinisasi granula. Selama proses pendinginan setelah autoclaving, sebagian fragmen yang terlarut akan menyatu kembali membentuk lapisan kaku dan kuat pada permukaan granula. Perubahan saat modifikasi pati terjadi karena penyatuan kembali amilosa-amilosa, amilosa-amilopektin, amilopektin-amilopektin dan pembentukan gel yang keras menyebabkan granula pati tahan terhadap panas dan resisten terhadap enzimolisis (Raja dan Shindu 2000). Kandungan pati resisten dapat ditingkatkan melalui pemanasan pendinginan berulang dan pada penelitian ini modifikasi pati singkong dengan metode autoclaving-cooling menggunakan satu siklus dapat meningkatkan kadar pati resisten 12.4%-31.9%.

(20)

yang terbentuk yang disebabkan oleh menurunnya peluang terjadinya reasosiasi amilosa-amilosa dan amilosa-amilopektin (Sajilata et al. 2006)

Kadar Pati Resisten Tipe III (Modifikasi autoclaving-cooling dan debranching

dengan enzim pululanase)

Hasil terbaik dari modifikasi pati singkong dengan metode autoclaving-cooling yaitu pada suhu inkubasi -20°C selama 6 jam selanjutnya diberi perlakuan debranching oleh ezim pululanase dengan konsentrasi yang berbeda yaitu 0.52 U/g dan 1.04 U/g untuk melihat kadar pati resisten tertinggi . Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa kadar pati resisten pati dengan perlakuan debranching meningkat hingga 67.05% pada konsentrasi 0.52 U/g dan 87.64% pada konsentrasi enzim 1.04 U/g. Penambahan enzim pululanase dengan konsentrasi tinggi dapat meningkatkan kadar pati resisten hingga 87.64%. Hasil penelitian yang diperoleh dari penelitian ini jauh lebih tinggi kadar pati resistennya dari penelitian sebelumnya. Mutungi et al. (2009) melakukan proses debranching pati singkong

dengan enzim pululanase (25 U/g pati) selama 24 jam. Proses debranching

dilakukan setelah pemanasan dahulu di dalam autoklaf pada 121°C selama 15

menit. Hasilmodifikasi tersebut dapat meningkatkan kadar pati resisten tipe III dari 21,4% menjadi 88,4%. Peningkatan kadar pati resisten tipe III yang menyolok dapat berhubungan dengan peningkatan jumlah fraksi amilosa rantai pendek.

Sedangkan penambahan enzim pululanase dengan konsentrasi rendah belum

menyebabkan semua titik percabangan α,1-6 terhidrolisis sehingga peluang untuk depolimerisasi rantai glukan hasil pemotongan titik percabangan amilopektin debranching lebih rendah. Semakin tinggi konsentrasi enzim pululanase maka semakin banyak titik percabangan α1,-6 amilopektin yang terputus.

Peningkatan kadar pati resisten tipe II dapat juga dilakukan dengan pemutusan ikatan cabang α-1,6 amilopektin (debranching) oleh enzim pululanase yang dilanjutkan dengan siklus autoclaving-cooling (Leong et al. 2007; Ozturk et al. 2009; Pongjanta et al. 2009). Pemutusan ikatan percabangan (debranching) oleh pululanase e j i i n i i i α-1,6 secara acak pada bagian dalam. Enzim ini bersifat stabil terhadap panas, bekerja pada rantai sisi cabang terluar dua atau lebih unit glukosa (Harianie 2009). Pengaruh perlakuan debranching rantai amilopektin dengan enzim pululanase dalam meningkatkan kadar pati resisten tipe III telah dilaporkan oleh beberapa peneliti (Gon-zales-Soto et al. 2004; 2007; Leong et al. 2007; Pongjanta et al. 2009; Miao et al. 2009; Mutungi et al. 2009; Ozturk et al. 2009). Hasil penelitian tersebut memberikan kadar pati resisten tipe III yang berbeda-beda untuk jenis pati dan kondisi proses debranching yang berbeda.

(21)

15

Gambar 4 Struktur pati resisten tipe III (Salijata et al. 2006).

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan

Kadar air yang diperoleh pada penelitian ini sebesar 9.58% dengan rendemen sebesar 17.44%. Kadar pati resisten tipe III tertinggi diperoleh pada modifikasi pati singkong dengan metode debranching oleh enzim pululanase yaitu sebesar 87.64% dengan konsentrasi enzim 1.04 U/g sedangkan kadar pati resisten tipe III yang diperoleh dengan metode autoclaving-cooling tertinggi sebesar 31.9%.

Saran

Perlunya dilakukan pengujian daya cerna pati untuk mengetahui tingkat kemudahan suatu jenis pati untuk dapat dihidrolisis oleh enzim pemecah pati menjadi unit-unit yang lebih kecil.

DAFTAR PUSTAKA

[AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 2005. Official Method of Analysis of The Assosiation of Official Analytical Chemist. Virginia (US): Association of Official Analytical Chemist Inc.

Anggraini RW. 2007. Resistant starch tipe III dan tipe IV pati ganyong (Canna edulis), kentang (Solanum tuberosum), dan kimpul (Xanthosoma violaceum Schott) sebagai prebiotik [skripsi]. Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

(22)

Cui, S. W. 2005. Food Carbohidrates Chemistry, Physical Properties, and Aplications. CRC Press, Boca Raton, London, New York, Singapore

Dwidjoseputro, D. 2003. Dasar-Dasar Mikrobiologi. Djambatan, Jakarta.

Faridah DN. 2011. Perubahan karakteristik kristalin pati garut (Maranta arundinaceae L.) dalam pengembangan pati resisten tipe III [tesis]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Garcia-Alonso, A Jimenez-Escrig, N Martin- Carron. Bravo, F Saura-Calixto. 1999. Assessment of some parameters involved in the gelatinization and retrogradation of starch. Food Chem. 66: 181–187.

Gonzales-Soto RA, Agama-Acevedo E, Solorza-Feria J, Rendón-Villalobos R, Bello-Pérez LA. 2004. Resistant starch made from banana starch by autoclaving and debranching. Starch/Stärke 56: 495–499.

Harianie L, Yunianta, Argo BD. 2009. Pembuatan pati tinggi amilosa secara enzimatis dari pati ubi kayu (Manihot esculenta) dan aplikasinya untuk pembuatan maltosa. El-Hayah; 1(1): 14-24.

Higgins JA, DR Higbee, WT Donahoo, IL Brown, ML Bell, DH Bessesen. 2004. Resistant starch consumption promotes lipid oxidation. Nutr. Metabolism 1: 8.

Huang, D.P. and L.W. Rooney. 2001. Starches for Snacks Foods. Dalam R.W. Lusas and L.W. Rooney (eds). 2001. Snack Foods Processing. CRC Press. New York

Jane JI. 2004. Starch: Structure and Properties. CRC Press LLC.

Jenie BSL, Putra RP, Kusnandar F. 2012. Fermentasi kultur campuran bakteri asam laktat dan pemanasan otoklaf dalam meningkatkan kadar pati resisten dan sifat fungsional tepung pisang tanduk (Musa paradisiaca formatypica). J Pascapanen; 9(1): 18-26.

Juliana R. 2007. Resisten starch tipe III dan tipe IV pati singkong (Manihot esculenta Crantz), suweg (Amorphophallus campanulatus), dan ubi jalar (Ipomoea batatas L.) sebagai prebiotik [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Kim SK, Kwak JE. 2003. Formation of resistant starch in corn starch and estimation of its content from physicochemical properties. Starch/Stärke 61: 514–519.

Lehman U, Rossler C, Schmiedl D, Jacobash G. 2003. Production and physicochemical characterization of resistant starch type 3 derived from pea starch. Food/Nahrung 47 (1):60-63.

Leong YH, Karim AA, Norziah MH. 2007. Effect of pululanase debranching of sago (Metroxylon sagu) starch at subgelatinization temperature on the yield of resistant starch. Starch/Starke 59: 21-32.

Lingga PB, Sarwono F, Rahadi PC, Raharja JJ, Afistini, Rini W, Apriadi WH. 1986. Bertanam Umbi-umbian. Penebar swadaya. Jakarta.

Mariati. 2001. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Pati dan Tepung Garut (Marantha arundinacea L.) dari Beberapa Varietas Lokal. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

(23)

17

Mutungi C, Rosta F, Onyangob C, Jarosa D, Rohma H. 2009. Crystallinity, thermal and morphological characteristics of resistant starch type III Produced by hydrothermal treatment of debranched cassava starch. Starch/Starke 61:1-12. Onyango C, Bley T, Jacob A, Henle T, Rohm H. 2006. Influence of incubation

temperature and time on resisten starch type III formation from autoclaved and acid-hydroysed cassava starch. Carbohydrate Polymers; 66: 494-499. Ozturk S, H Koksel, Kahraman K. 2009. Effect of debranching and heat treatments

on formation and functional properties of resistant starch from highamylose corn starch. Eur Food Tes Technol 229: 115-125.

Pangestuti BD. 2010. Karakteristik Tapioka dari Berbagai Varietas Ubi Kayu (Manihot esculenta Crantz). [skripsi]. Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Pomeranz Y, Meloan CE. 2000. X-ray methods. In: Food Analysis: Theory and

Practice (3rd ed). hlm. 158-171. Gaithersburg, Maryland: Aspen Publishers, Inc.

Pongjanta J, Utaipattanaceep O, Naivikul, Piyachomkwan K. 2009. Effect of preheated treatments on physicochemical properties of resistant starch type III from pululanase hydrolysis of high amylose rice starch. American Journal of Food Technology 4(2): 79-89.

Prangdimurti E, Palupi NS, Zakaria FR. 2007. Metode evaluasi nilai biologis karbohidrat dan lemak. Modul e-Learning [Internet]. [diunduh 2013 Des 12]; Departemen Ilmu & Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertania, Institut Pertanian Bogor. Tersedia pada: http://xa.yimg.com/kq/groups/ 20875559/932235840/name/modul12.pdf.

Pratiwi R. 2008. Modifiksi Pati Garut Perlakuan Siklus Pemanasan Suhu Tinggi-Pendingininan untuk Menghasilkan Pati Resisten Tipe 3. [skripsi]-Bogor: Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Pudjiono S. 2008. Penerapan perbanyakan tanaman secara vegetatif pada pemuliaan pohon. Paper presented at the Makalah Gelar Teknologi Perbenihan Tanaman Hutan, Pekanbaru, Riau.

Raja MKC, Shindu P. 2000. Properties of starch-treated arrowroot (Marantha arundinacea) starch. Starch/Starke 52: 471-476.

Ratnayake WS, Hoover R, Warkentin T. 2002. Pea starch: composition, structure and properties: a review. Starch/Starke 54: 217-234.

Sajilata, M.G., R.S. Singhal, and P.R. Kulkarni. 2006. Resistant starch-A review. Comprehensive Reviews in Food Science and Food Safety5: − 7.

Slavin, J. L. 2005. Dietary fiber and body weight. Nutrition 2 3 : 4 −4 8.

Soto RAG, Escobedo RM, Sanchez HH, Rivera MS, Perez LAB. 2007. The influence of time and storage temperature on resisten starch formation from autoclaved debranched banana starch. Food Research International; 40: 304-310.

Srichuwong S. 2006. Starches from Different Plant Origins: From Structure to Physicochemical Properties [Disertasi]. Mie University. Japan.

(24)

WHO. 2003. Diet, Nutrition and the Prevention of Chronic Diseases. WHO/FAO Expert Consultation, WHO Technical Report Series 916.

(25)

19

(26)

Lampiran 1 Diagram alur penelitian

Perhitungan Kadar Air dan Rendemen Pati

Pembuatan Pati Resisten Metode Autoclaving-Cooling

Perhitungan Kadar Pati Resisten Metode Autoclaving-Cooling

Pembuatan Pati Resisten Metode Debranching dan Autoclaving-Cooling

Perhitungan Kadar Pati Resisten Metode Debranching dan Autoclaving-Cooling

Ekstraksi Pati Singkong

(27)

21

Lampiran 2 Kadar air ekstrak pati singkong Sampel Ulangan A Keterangan : A = Bobot cawan kosong (gram)

B = Bobot cawan + sampel (gram)

C = Bobot sampel + caman yang sudah dikeringkan (gram) Contoh perhitungan:

(28)

Lampiran 4 Hasil kadar pati resisten modifikasi autoclaving-cooling

Contoh Perhitungan

Kadar pati resisten (%) = berat residu yang tidak larut (g) x 100 berat sampel (g)

(29)

23

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Bogor pada 22 Desember 1991 dari ayah bernama Alimin dan ibu bernama Alin Sulfiani. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Tahun 2010 penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Menengah Atas di SMA Negeri 1 Kota Bogor dan pada tahun yang sama lolos seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI dan diterima di Departemen Biokimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.

Gambar

Gambar 1 Kadar pati resisten singkong hasil modifikasi  autoclaving-cooling Keterangan :    Waktu inkubasi 6 jam     Waktu inkubasi 24 jam     Waktu inkubasi  48 jam
Gambar 2 Kadar pati resisten singkong hasil modifikasi autoclaving-cooling dan
Gambar 3 Mekanisme gelatinisasi dan retrogradasi pati (Srichuwong 2006)
Gambar 4 Struktur pati resisten tipe III (Salijata et al. 2006).

Referensi

Dokumen terkait

karena sesuatu penyakit atau oleh kehamilan, persalinan dan nifas. c) Ibu risiko tinggi ( High Risk Mother ) adalah faktor ibu yang dapat mempertinggi risiko kematian

penulis telah memberikan asuhan sesuai kebutuhan dan sesuai dengan teori.Asuhan lain yang diberikan juga berupa menginformasikan kepada ibu dan suami bahwa bayi dalam

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Keberhasilan Revegetasi Lahan Pasca Tambang Timah di Bangka Tengah adalah karya saya dengan arahan dari

Jurnal Ilmiah Nasional Terakreditasi Jurnal Ilmiah Nasional Tidak Terakreditasi Hasil Penilaian Peer Review :. Komponen Yang

Kasus khusus dari persamaan Bernoulli adalah untuk fluida yang diam (fluida statis). Ketika fluida diam alias tidak bergerak, fluida tersebut tentu saja tidak

Berdasarkan analisis dan penelitian dapat disimpulkan : (1) mekanisme pemberian lisensi pada produk varietas tanaman hasil pemuliaan tanaman dilakukan secara

1.1 Buku Induk Pegawai 1.2 Daftar Hadir Guru/ Pegawai 1.3 Daftar Urut Kepangkatan 1.4 Buku Catatan Prestasi Guru 1.5 Buku Cuti Pegawai.. 1.6

Dengan demikian semakin tinggi rasio ini maka akan semakin baik posisi perusahaan yang berarti semakin besar kemampuan perusahaan untuk menutupi investasi yang