• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pemanfaatan Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dalam Produk Sup Instan Jamur Kuping (Auricularia auricula)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Pemanfaatan Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dalam Produk Sup Instan Jamur Kuping (Auricularia auricula)"

Copied!
53
0
0

Teks penuh

(1)

PEMANFAATAN PATI UBI JALAR (Ipomoea batatas) DALAM

PRODUK SUP INSTAN JAMUR KUPING (Auricularia auricula)

ARDIYANSAH

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

(2)
(3)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pemanfaatan Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dalam Produk Sup Instan Jamur Kuping (Auricularia auricula) adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Februari 2014

Ardiyansah

(4)
(5)

ABSTRAK

ARDIYANSAH. Pemanfaatan Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dalam Produk Sup Instan Jamur Kuping (Auricularia auricula). Dibimbing oleh MAGGY THENAWIDJAJA SOEHARTONO.

Ubi jalar (Ipomoea batatas) merupakan salah satu makanan pokok masyarakat Indonesia, tetapi pemanfaatannya belum optimal. Data produksi ubi jalar, pada tahun 2004 hingga 2012, meningkat dengan laju 2,63%, tetapi konsumsi ubi jalar diantara tahun 2005 hingga 2009 menurun hingga -11,99%. Terdapat banyak cara untuk meningkatkan peggunaan ubi jalar dalam industri pangan selain dikonsumsi secara langsung. Tujuan penelitian ini adalah memanfaatkan hasil olahan ubi jalar yaitu pati ubi jalar dalam produk sup instan jamur kuping. Bahan-bahan penyusun sup instan adalah susu skim, air, gula, jamur kuping, minyak, garam, lada, bawang putih, penyedap masakan dan pati ubi jalar. Konsentrasi pati ubi jalar yang digunakan adalah 1,83% dan 3,33%. Setelah dilakukan uji organoleptik yang mengiktusertakan sup instan pati jagung dengan formula dan proses yang sama, diketahui bahwa hasil uji rating hedonik dari ketiga sup instan tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%. Karena hasil yang tidak berbeda nyata ini, maka sup instan yang dikarakterisasi adalah sup instan pati ubi jalar 1,83%. Selanjutnya dilakukan analisis terhadap sup instan pati ubi jalar 1,83% yang dibandingkan karakternya terhadap sup instan pati jagung 1,83% serta kesesuaiannya terhadap standar mutu sup instan yang ada. Sup instan pati ubi jalar formula terpilih memiliki kadar air 3,10±0,03%(bb), abu 9,87±0,17%(bb), protein 23,04±0,14%(bb), lemak 1,30±0,02%(bb), karbohidrat 62,69±0,08%(bb) dan total serat makanan 2,461±0,056%. Selain itu, sup instan pati ubi jalar formula terpilih juga memiliki rendemen 11,22%, daya rehidrasi 2,23 ml/g dan viskositas 510 cP. Karakteristik ini lebih baik daripada beberapa karakteristik sup instan yang mengandung pati jagung. Sup instan ubi jalar memiliki polisakarida dari jamur kuping dan kandungan serat yang berpotensi baik bagi kesehatan.

(6)
(7)

ABSTRACT

ARDIYANSAH. Utilization of sweet potato (Ipomoea batatas) starch in instant

mushroom (Auricularia auricula) soup. Supervised by MAGGY

THENAWIDJAJA SOEHARTONO.

Sweet potato (Ipomoea batatas) is one of the staple foods in Indonesia. However, the utilization of sweet potato is not yet optimal. The sweet potato production in 2004 until 2012, had increased 2,63%, but it’s consumption between 2005 and 2009, declined by -11,99%. There are many ways to increase it’s utilization in food industry beside direct consumption. The objective of this research was to utilize the sweet potato starch in instant mushroom soup products. The materials needed for making instant soup were skim milk, water, sugar, mushrooms, oil, salt, pepper, garlic, food flavoring and sweet potato starch. The sweet potato starch concentrations used was 1,83% and 3,33%. After the organoleptic test with instant corn starch soup with the same formula and process, it is known that the results of the rating hedonic test at 95% confidence interval were not significantly different between these three instant soup formulas. Because of this result, instant soup with 1,83% sweet potato starch was characterized. Further, analysis of the instant soup with 1,83% sweet potato starch compared to instant soup with 1,83% corn starch and conformed to instant soup quality standards. Selected formula of instant sweet potato starch soup has 3,10±0,03%(bb) moisture content, 9,87±0,17%(bb) ash, 23,04±0,14%(bb) protein, 1,30±0,02%(bb) fat, 62,69±0,08%(bb) carbohydrate and 2,461±0,056% total dietary fiber. In addition, instant sweet potato soup formula showed 11,22% yield, 2,23 ml/g rehydration power and 510 cP viscocity. These characteristics were better than some characteristics of soup containing corn starch. Instant sweet potato soup contained polysaccharides from mushroom and fiber that good for health.

(8)
(9)

PEMANFAATAN PATI UBI JALAR (Ipomoea batatas) DALAM

PRODUK SUP INSTAN JAMUR KUPING (Auricularia auricula)

ARDIYANSAH

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pertanian

pada

Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

(10)
(11)

Judul Skripsi : Pemanfaatan Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dalam Produk Sup Instan Jamur Kuping (Auricularia auricula)

Nama : Ardiyansah Nim : F24090051

Disetujui oleh

Prof.Dr.Ir. Maggy Thenawidjaja Soehartono

Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Feri Kusnandar, MSc. Ketua Departemen

(12)
(13)

PRAKATA

Puji dan syukur kepada Allah SWT atas berkat dan rahmat-Nya sehingga penyusunan skripsi berjudul Pemanfaatan Pati Ubi Jalar (Ipomoea batatas) dalam Produk Sup Instan Jamur Kuping (Auricularia auricula) dapat diselesaikan. Skripsi ini dibuat setelah melakukan penelitian pada bulan Januari-April 2013 di Laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan Laboratorium SEAFAST Center IPB. Dengan selesainya kegiatan penelitian dan penyusunan skripsi ini, penulis ingin mengungkapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:

1. Ayahanda Anwar Mallega, Ibunda Yulia Yunus Rahman serta Andryansah, Rizki Yuliana dan Annisa A yang telah memberikan doa, perhatian dan dukungan selama ini.

2. Ibu Prof Dr Ir Maggy Thenawidjaja Soehartono sebagai dosen pembimbing akademik dan tugas akhir yang telah memberikan segala ilmu, perhatian serta kasih sayang kepada penulis.

3. Bapak Prof Dr Ir Rizal Syarief, DESS dan Ibu Dr Ir Nurheni Sri Palupi, MSi sebagai dosen penguji yang telah meluangkan waktu dan pikiran demi perbaikan skripsi ini.

4. Stella Denissa, Tante Siti Purwanti dan Denis Satria atas segala kesabaran, dukungan, doa dan kasih sayang kepada penulis.

5. Teman-teman baik penulis selama perkuliahan Doddy Aryanto, Ananditya N, Alviane B, Jian S, Iyan A, Lina S, Olga AS, Ardy, Jenny, Caca, Desi, SaridaW, Rufnia, Ajie P, Richard, Adrianus EN, Yanda, Satrya, Aldith, Fahmi Nurzaim, Dani, Sobich, Estu Nugroho, Ichsan Irwanto, Aditya Yumansyah dan teman-teman lainnya yang telah memberikan motivasi serta banyak pelajaran berharga bagi penulis selama perkuliahan.

6. Pak Nur, Mba Vera, Pak Yahya, Pak Rojak, Bu Antin, Mba Nurul, Mba Ari, Mas Yeris, Pak Junaedi dan Pak Iyas atas segala bantuannya di laboratorium selama penulis melakukan penelitian. Bu Novi, Bu Sofi, Bu Firti, Mba Ina, Mba Ani dan Mba May atas segala kesabarannya dalam membantu keperluan administrasi penulis selama selama berkuliah di departemen ITP.

7. Pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu, baik yang secara langung ataupun tidak langsung telah membantu penyelesaian studi dan penulisan tugas akhir ini.

Akhir kata, penulis berharap agar tugas akhir ini dapat digunakan secara bijak dan bernanfaat bagi perkembangan ilmu dan teknologi pangan di masa yang akan datang.

Bogor, Februari 2014

(14)
(15)

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR ix

DAFTAR LAMPIRAN ix

PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Tujuan Penelitian 3

METODOLOGI 3

Bahan 3

Alat 3

Metode 4

HASIL DAN PEMBAHASAN Profil Gelatinisasi Pati 9

Pembuatan Sup Instan 12

Uji Organoleptik 16

Karakteristik Kimia dan Fisik Formula Sup Instan Terpilih Analisis Komposisi Kimia 18

Analisis Serat Pangan 19

Rendemen 20

Daya Rehidrasi 20

Uji Viskositas 20

Kandungan Gizi Sup Instan Dalam Satu Takaran Saji 21

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan 22

Saran 22

DAFTAR PUSTAKA 23

LAMPIRAN 27

(16)

ix

5 Formulasi 300 gram sup instan 14 6 Hasil uji rating hedonik sup instan 17

7 Komposisi proksimat sup instan 18

8 Kadar serat sup instan 19 9 Hasil pengujian sifat fisik sup instan 20 10 Kandungan gizi sup instan per takaran saji 21 DAFTAR GAMBAR 1 Ubi jalar jago 3

2 Jamur kuping 3

3 Hasil RVA profil gelatinisasi pati ubi jalar 10

4 Granula pati ubi jalar 11

5 Granula pati jagung 11

6 Proses pembuatan sup instan 13

7 Drum drier 14

8 Penampakan tepung sup instan Formula A, Formula B dan Formula C 14 9 Penampakan sup instan ubi jalar Formula A, Formula B dan Formula C 15

DAFTAR LAMPIRAN

1 Lembar penilaian uji rating hedonik sup instan 27

2 Analisis ragam hedonik kekentalan 28

3 Analisis ragam hedonik rasa 29

4 Analisis ragam hedonik aroma 30

5 Analisis ragam hedonik warna 31

6 Analisis ragam hedonik overall 32

7 Hasil uji analisis kadar air 33

8 Hasil uji analisis kadar abu 33

9 Hasil uji analisis kadar protein 33

10 Hasil uji analisis kadar lemak 34

11 Hasil uji analisis kadar karbohidrat 34

12 Uji t-test kadar proksimat bobot basah 35

13 Uji t-test kadar proksimat bobot kering 35

14 Kadar serat sup instan 36

15 Uji t-test kadar serat sup instan 36

(17)

1

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ubi jalar (Ipomoea batatas) merupakan salah satu makanan pokok masyarakat Indonesia. Ubi jalar dapat dikonsumsi secara langsung sebagai salah satu sumber energi ataupun diproses menjadi tepung/pati ubi jalar. Penelitian-penelitian terdahulu, ubi jalar dibuat menjadi berbagai macam produk antara lain mie ubi jalar (Simanjuntak 2001), selai (Fatonah 2002), flakes ubi jalar (Khasanah 2003), cookies ubi jalar (Djuanda 2003), brownies kukus (Sulistiyo 2006) dan lainnya. Tetapi pemanfaatan ubi jalar belum optimal, mengingat produksi ubi jalar terus meningkat dari 1,902 juta ton (tahun 2004) menjadi 2,483 juta ton (2012) atau meningkat dengan laju 2,63%/tahun (Kementerian Pertanian 2013), sedangkan konsumsi ubi jalar dari tahun 2005-2009 adalah 10,87 gram/kapita/hari menjadi 6,56 gram/kapita/hari atau menurun hingga -11,99%/tahun (Ariani 2010). Penurunan konsumsi umbi-umbian lebih banyak dikarenakan perubahan gaya hidup yang berdampak pada gaya makan. Masih adanya masyarakat yang menganggap pangan lokal umbi-umbian adalah makanan inferior dan dianggap orang miskin bila mengkonsumsinya maka akan sulit untuk meningkatkan konsumsi umbi-umbian. Oleh karena itu, untuk mengoptimalkan pemanfaatan umbi-umbian dalam hal ini ubi jalar di Indonesia, dilakukan penelitian untuk memanfaatkan pati ubi jalar sebagai pengental dalam produk sup instan. Ubi jalar yang digunakan dalam formulasi sup instan ini adalah ubi jalar varietas jago (Gambar 1). Ubi jalar varietas jago termasuk kedalam jenis ubi jalar putih. Ubi jalar putih sendiri memiliki rendemen dan total padatan kering yang tinggi sehingga cocok apabila dibuat terlebih dahulu menjadi tepung atau pati (Yusuf 2003). Komposisi kimia pati ubi jalar jago dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi Kimia Pati Ubi Jalar Jago Komposisi Kimia Pati ubi jalar (%)

Air

(18)

2

digunakan yang dapat menghambat laju pembasahan, c) rehidrasi produk tidak menghasilkan produk yang menggumpal dan mengendap (Hartomo dan Widiatmoko, 1992). Pangan instan sendiri, seperti sup instan, merupakan pangan yang sedang popular di kalangan masyarakat Indonesia. Persyaratan mutu sup instan (SNI 01-4321-1996) dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Persyaratan Mutu Sup Instan (SNI 01-4321-1996)

Jenis Uji Satuan Persyaratan

Keadaan

Sumber : Badan Standarisasi Nasional (1996)

Formulasi sup instan dalam penelitian ini selain menggunakan pati ubi jalar juga menggunakan susu skim, air, gula, minyak, garam, lada, bawang putih, penyedap masakan dan jamur kuping (Auricularia auricula). Jamur kuping digunakan karena kaya akan serat dan komponen bioaktif. Bentuk tubuh jamur kuping berupa lembaran yang bergelombag tidak menentu dan berbentuk seperti cawan (Gambar 2). Pada keadaan lembab tubuh buah akan kenyal, sedangkan pada keadaan kering seperti jaringan tulang rawan dan kadang-kadang keras. Bila tubuh buahnya dikeringkan akan mengerut dan mengeras, tetapi dapat menjadi kenyal seperti bentuk semula apabila direndam air (Yong dan Leong 1983). Jamur kuping dapat dikonsumsi dengan dimasak secara langsung ataupun dengan membuatnya menjadi bentuk tepung terlebih dahulu. Jika dimasak secara langsung, jamur kuping biasanya dibuat menjadi keripik ataupun sebagai bahan tambahan pada makanan utama. Dalam penelitian ini, jamur kuping yang digunakan dibentuk kedalam fase tepung terlebih dahulu. Jamur kuping memiliki

(19)

3

Weis 1999). Kandungan gizi pada jamur kuping dan jenis jamur lainnya dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Kandungan Gizi Beberapa Jenis Jamur dalam 100 g Bahan Jenis Jamur Protein (%) Lemak (%) Karbohidrat (%) Serat (%)

Kuping 7,7 0,8 87,6 14,6

Shiitake 17,7 8,0 67,5 8,0

Tiram 30,4 2,2 57,6 8,7

Merang 16,0 0,9 64,5 4,0

Sumber : Chang dan Miles (1997)

Gambar 1 Ubi Jalar Jago Gambar 2 Jamur Kuping

Tujuan Penelitian

Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah memanfaatkan pati ubi jalar dalam produk sup instan jamur kuping serta mendapatkan formula terpilih dan melakukan karakterisasi kimia, fisik dan organoleptik.

METODOLOGI

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan untuk formulasi sup instan adalah pati ubi jalar yang diperoleh dari Balai Pertanian Pasca Panen Bogor, jamur kuping, bawang putih dan lada, susu skim, air, gula, dan garam. Sedangkan bahan-bahan lain yang digunakan adalah bahan-bahan untuk kepentingan analisis.

Alat

(20)

4

METODE

Penelitian Pendahuluan

Analisis Profil Gelatinisasi Pati Ubi Jalar (Singh et al. 2010)

Pengujian profil gelatinisasi pati ubi jalar menggunakan alat Rapid Visco Analyzer (RVA). Sebelum pengujian harus diketahui terlebih dahulu kadar air dari pati ubi jalar. Sejumlah sampel dan air destilata ditimbang dan dimasukkan ke dalam canister. Jumlah sampel dan air destilata ditentukan oleh program pada alat RVA sesuai dengan kadar air sampel. Selanjutnya, campuran tersebut diaduk menggunakan paddle plastik hingga bercampur sempurna untuk menghindari pembentukan gumpalan sebelum dimasukan ke dalam RVA.

Sampel kemudian dimasukkan pada alat RVA dan dilakukan analisis. Selanjutnya,dilakukan siklus pemanasan dan pendinginan dengan pengadukan konstan yang diatur selama 23 menit. Sampel dipanaskan hingga suhu 30°C dan dipertahankan selama 1 menit. Kemudian sampel dipanaskan lagi hingga suhu 95°C selama 7.5 menit. Suhu 95°C dipertahankan selama 5 menit sebelum didinginkan hingga suhu 50°C selama 7.5 menit. Suhu 50°C dipertahankan selama 2 menit. Parameter yang diamati adalah suhu awal gelatinisasi, viskositas maksimum (peak viscosity), viskositas pasta panas, viskositas pasta dingin, viskositas breakdown, dan viskositas setback.

Penelitian Utama

Prosedur Pembuatan Sup Instan yang diadopsi dari Formula Inglett dan Inglett (1982)

Rancangan percobaan formulasi sup instan menggunakan pola Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan peubah jumlah pati ubi jalar. Pada awal formulasi dilakukan trial and error terhadap jumlah pati yang digunakan. Jumlah pati yang digunakan adalah 2.5%, 5.5%, 7.5% dan 10%. Dari keempat formula ini, akan dipilih dua formula sup instan pati ubi jalar. Kedua formula ini akan diuji secara organoleptik bersama dengan sup instan yang memanfaatkan pati jagung dimana menggunakan formulasi dan proses yang sama dengan pembuatan sup instan pati ubi jalar, sehingga dapat diketahui sup instan mana yang lebih disukai oleh panelis.

Tahap Pertama

Tahap ini terdiri atas pembuatan tepung jamur kuping. Penepungan jamur kuping dilakukan dengan cara mengeringkan jamur kuping dengan oven yang bersuhu 60oC selama 8 jam dan kemudian digiling dalam mesin disc mill dengan pengayakukuran 60 mesh.

Tahap Kedua

(21)

5

menambahkan bahan II yang terdiri jamur (10%), minyak (3%), tepung lada (0,03%), tepung bawang putih (0,03%) pada adonan (I) sampai homogen.

Selanjutnya sup instan yang telah dibuat dikeringkan dengan drum drier. Lempengan sup kering yang dihasilkan dari proses pengeringan drum drier selanjutnya dihaluskan dalam mesin penggiling dan diayak dengan ukuran 60 mesh untuk menghasilkan tepung sup instan. Tahap selanjutnya adalah melakukan uji organoleptik pada formula tahap awal dan kemudian melakukan uji kimia serta fisik pada formula yang terpilih dalam uji organoleptik.

Metode Analisis

Uji Organoleptik Pemilihan Formula Terbaik (BSN 2006)

Sifat organoleptik dari produk tepung sup instan dengan campuran jamur kuping dianalisa dengan menggunakan uji rating hedonik. Panelis dipilih secara acak (panelis non standar) dan berjumlah 30 orang. Panelis menilai sifat spesifik sampel sup instan yang disajikan dalam gelas kecil dalam keadaan hangat. Penilaian terhadap sup instan ini dimulai dari warna kemudian dilanjutkan rasa, aroma, tekstur, kekentalan, dan yang terakhir penampakan umum. Penilaian terhadap sampel sup instan ini dalam bentuk tingkat kesukaan dari selang 1 sampai 7, dengan (1) sangat tidak suka, (2) tidak suka, (3) agak tidak suka, (4) netral, (5) agak suka, (6) suka dan (7) sangat suka

Analisis Kimia

Analisis Kadar Air Metode Oven (AOAC 2006)

Analisis kadar air dilakukan dengan cara sebagai berikut: cawan alumunium kosong dan tutupnya dikeringkan dalam oven selama 15 menit dan didinginkan dalam desikator selama 10 menit, kemudian ditimbang (A). Sejumlah sampel dengan bobot tertentu (B) dimasukkan kedalam cawan. Tutup cawan dibuka, cawan berisi tepung sup instan beserta tutupnya dikeringkan dalam oven suhu 105oC selama 6 jam. Selanjutnya cawan dipindahkan ke dalam desikator dan didinginkan selama 15 menit, lalu timbang kembali (C). Kadar air contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut :

Kadar Air (%bb)= B-(C-A)

B x 100

Kadar Air (%bk)= Kadar air (%bb)

100-Kadar air(%bb)x 100

Keterangan :

bb = basis basah bk = basis kering

Analisis Kadar Abu (AOAC 2006)

(22)

6

Sampel dengan bobot tertentu (B) dimasukkan ke dalam cawan, kemudian dibakar dalam ruang asap sampai tidak mengeluarkan asap lagi. Selanjutnya, dilakukan pengabuan di dalam tanur listrik pada suhu 400-600oC selama 4-6 jam hingga terbentuk abu berwarna putih dan memiliki bobot konstan. Abu berserta cawan didinginkan dalam desikator, kemudian ditimbang (C). kadar abu contoh dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Kadar Abu (%bb)= (C-A) B x 100

Kadar Abu (%bk)= Kadar abu (%bb)

100-kadar abu (bb)x 100

Analisis Kadar Protein (AOAC 2006)

Sebanyak 0,1-0.25 gram sampel ditimbang di dalam labu Kjeldahl, lalu ditambahkan 1.0 ± 0.1 gram K2SO4, 40 ± 10 ml HgO, dan 2.0 ± 0.1 ml H2SO4,

selanjutnya sampel didihkan sampai cairan jernih kemudian didinginkan. Larutan jernih ini dipindahkan ke dalam alat destilasi secara kuantitatif. Labu Kjeldahl dibilas dengan 1-2 ml air destilata, kemudian air cuciannya dimasukan ke dalam alat destilasi, pembilasan dilakukan sebanyak 5-6 kali. Tambahkan 8-10 ml larutan 60% NaOH – 5% Na2S2O3.5H2O ke dalam alat destilasi.

Di bawah kondensor diletakkan erlenmeyer yang berisi 5 ml larutan H3BO3 jenuh dan 2-4 tetes indikator (campuran 2 bagian 0.2% metilen red dan 1

bagian 0.2% metilen blue dalam etanol 95%). Ujung tabung kondensor harus terendam dalam larutan H3BO3, kemudian dilakukan destilasi sehingga diperoleh

sekitar 15 ml destilat. Destilat yang diperoleh kemudian dititrasi dengan HCl 0.02N sampai terjadi perubahan warna dari hijau menjadi abu-abu. Kadar protein kasar dapat dihitung dengan persamaan :

Kadar N (%bb)= (V HCl sampel-V HCl blanko) x N HCl x 14.007

Fk : Faktor konversi (6.25 untuk tepung dan ml)

Analisis Kadar Lemak (AOAC 2006)

(23)

7

kondensor diletakkan di atasnya dan labu lemak diletakkan di bawahnya. Pelarut hexana dimasukan ke dalam labu lemak secukupnya. Selanjutnya dilakukan ekstraksi selama 6 jam. Pelarut yang ada dalam labu lemak didestilasi dan ditampung kembali. Kemudian labu lemak yang berisi lemak hasil ekstraksi dikeringkan dalam oven pada suhu 105oC, didinginkan dalam desikator dan ditimbang. Pengeringan diulangi hingga mencapai berat tetap. Kadar lemak dapat diperoleh dengan persamaan berikut :

Kadar Lemak (%bb)= W1-W2 W2: Bobot labu (gram)

Analisis Kadar Karbohidrat (by difference)

Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan dengan cara by difference dengan persamaan :

Kadar karbohidrat (%bb) = 100% - (% air + %abu + %protein + % lemak)

Kadar karbohidrat (%bk) =Kadar karbohidrat (bb)

(100-kadar air(bb)) x 100

Analisis Serat Pangan (Asp et. al. 1983)

Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam Erlenmeyer, kemudian ditambahkan 25 ml larutan buffer Na-phospat pH 6 dan diaduk hingga terbentuk suspensi. Selanjutnya ditambahkan 0.1 ml enzim termamyl ke dalam erlenmeyer yang berisi sampel. Erlenmeyer kemudian ditutup dengan alumunium foil dan diinkubasi dalam penangas air suhu 100oC selama 15 menit sambil diaduk sesekali.

(24)

8

penyaringan dilakukan dua kali pencucian dengan masing-masing 10 ml air destilata.

Analisis serat pangan tidak larut

Hasil yang diperoleh selanjutnya dicuci dengan 2 x 10 ml etanol 95 % dan 2 x 10 ml aseton lalu dikeringkan pada suhu 105oC sampai berat tetap (sekitar 12 jam). Selanjutnya didinginkan dalam desikator, lalu timbang. Setelah itu diabukan dalam tanur 500oC selama minimal 5 jam, lalu didinginkan dalam desikator dan timbang beratnya.

Analisis serat pangan larut

Volume filtrat diatur dengan air sampai 100 ml, kemudian ditambahkan 400 ml etanol 95% hangat (60oC) dan diendapkan selama 1 jam. Selanjutnya disaring dengan crucible kering (porositas 2) yang mengandung 0.5 g celite kering, dicuci lagi dengan 2x 10 ml etanol 78 %, 2 x 10 ml etanol 95 %, dan 2 x 10 ml aseton, kemudian dikeringkan pada suhu 105oC sampai berat konstan. Setelah itu didinginkan dalam desikator dan timbang beratnya. Selanjutnya diabukan dalam tanur suhu 550oC selama 5 jam dan ditimbang setelah didinginkan dalam desikator.

Blanko

Penetapan blanko dapat dilakukan dengan cara seperti pada prosedur untuk sampel, tetapi tanpa penambahan sampel. Setelah mendapatkan berat sampel sebelum dan sesudah diabukan serta berat blanko, persamaan untuk menghitung sebagai berikut :

% Serat Makanan Tak Larut (SMTL) = (D1-I1-B1)

Berat Sampelx 100

% Serat Makanan Larut (SML) = (D2-I2-B2)

Berat Sampelx 100

% Total Serat Makanan (TSM) = (SMTL+SML) (%)

Keterangan :

D = berat setelah pengeringan (g) I = berat setelah pengabuan (g) B = berat blanko bebas abu (g)

Analisis Fisik

Rendemen (AOAC 1995)

Perhitungan rendemen dilakukan untuk mengetahui efisiensi proses pembuatan tepung sup instan jamur kuping. Persentase rendemen dihitung dengan rumus sebagai berikut :

(25)

9

Daya Rehidrasi (Yoanasari 2003)

Sampel sebanyak 1 gram ditambah 10 ml akuades dan diaduk dengan vorteks. Diamkan 30 menit pada suhu kamar. Selanjutnya campuran tersebut disentrifuse dengan kecepatan 3500 rpm selama 30 menit. Daya rehidrasi dihitung dengan rumus :

Daya rehidrasi (ml/g) = a-b

c

Keterangan :

a = volume air mula-mula (ml) c = bobot sampel (g) b = volume supernatant (ml)

Uji Viskositas Fluida (Faridah et al. 2011)

Pengukuran viskositas dilakukan dengan mengukur sampel dengan menggunakan alat pengukur viskositas yaitu Brookfield viscometer. Sampel yang akan diukur dipersiapkan sebanyak 40 g kemudian dimasak dengan menggunakan air sebanyak 400 ml selama ± 4 menit. Sampel diukur pada suhu 50oC. Instrumen viskometer dipersiapkan pada posisi operasi. Sampel yang telah disiapkan dimasukkan kedalam gelas viskometer. Rotor pengukur dikaitkan pada lubang yang menghubungkan rotor dengan instrumen, lalu dimasukkan kedalam gelas viskometer untuk mengukur sampel. Kemudian instrumen dinyalakan dan ditunggu sampai jarum angka stabil berhenti pada kisaran angka yang terdapat didalam instrumen. Besar angka yang diperoleh merupakan nilai viskositas dari sampel yaang diukur. Satuan yang digunakan adalah centipoise (cP).

HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Profil Gelatinisasi Pati Ubi Jalar dan Pati Jagung

Karbohidrat yang banyak terdapat di dalam ubi jalar adalah pati, gula, dan serat (Palmer 1982). Oleh karena itu, ubi jalar merupakan salah satu sumber pati yang potensial. Pati merupakan produk olahan yang diperoleh dengan memisahkan komponen-komponen non-pati, yaitu lemak, serat kasar, dan protein. Pati merupakan senyawa polisakarida yang terdiri dari dua komponen utama yaitu amilosa dan amilopektin. Polimer linier dari D-glukosa membentuk amilosa dengan ikatan α-(1,4) glikosida, sedangkan polimer amilopektin terbentuk dari ikatan α-(1,4) glikosida dan membentuk cabang pada ikatan α-(1,6) glikosida. Kumpulan amilosa dalam air sulit membentuk gel sehingga kurang kental jika dibandingkan dengan amilopektin. Amilosa lebih mudah membentuk senyawa komplek dengan asam lemak dan molekul organik. Amilopektin mempunyai struktur bercabang, mempunyai sifat lebih mudah mengembang dan membentuk koloid dalam air (Mauro et al. 2003).

(26)

10

Tabel 4 Profil Gelatinisasi Pati Ubi Jalar Varietas Jago dan Pati Jagung

Data Satuan

Pati Ubi Jalar

Pati Jagung*)

Suhu gelatinisasi (Pasting Temprature, PT) oC 73,7 79,05 Viskositas maksimum (Peak Viscocity, PV) cP 3528 1697

Viskositas Breakdown (VB) cP 1396 385

Viskositas Setback (VS) cP 1096 473,5

*) Ahmad (2009)

Suhu gelatinisasi merupakan suhu ketika mulai terdeteksi terjadinya peningkatan viskositas yang disebabkan oleh pengembangan granula pati. Kisaran suhu gelatinisasi bahan dapat memprediksi suhu pemasakan sup instan yang mengharapkan terjadinya gelatinisasi pati. Jika suhu proses jauh lebih rendah dibandingkan suhu gelatinisasi mengakibatkan konsistensi dan kekentalan sup instan tidak sempurna. Begitu juga dengan penggunaan suhu yang terlalu tinggi, mengakibatkan sup instan cepat mengental namun memiliki konsistensi yang kurang bagus sehingga padatan dan cairan dalam sup instan mudah memisah. Dapat dilihat dari Tabel 4 bahwa suhu gelatinisasi pati ubi jalar varietas jago adalah 73,7oC. suhu ini akan menjadi acuan dalam memasak sup agar tercipta sup instan dengan pati yang telah tergelatinisasi dengan baik. Sedangkan menurut Ahmad (2009), pati jagung yang biasanya juga dibuat sebagai pengental dalam sup instan memiliki suhu gelatinisasi 79,05oC, sedikit lebih tinggi daripada suhu gelatinisasi pati ubi jalar varietas jago. Hal ini menunjukan bahwa pati jagung memiliki ketahanan panas yang lebih tinggi selama proses pengolahan.

Suhu gelatinisasi pati dipengaruhi oleh berbagai faktor antara lain pH (komponen asam), gula sederhana, lemak dan ukuran granula pati. Pemasakan dibawah pH 5 dan diatas pH 7 akan menurunkan suhu gelatinisasi dan mempercepat proses pemasakan (Wurzburg 1968). Keberadaan komponen lain yang mempengaruhi gelatinisasi pati selain asam adalah gula sederhana. Keberadaan gula sederhana dapat menghambat pengembangan granula pati dan

(27)

11

meningkatkan suhu gelatinisasi karena akan bersaing dengan pati dalam mengikat air (Mitolo 2006). Gula akan mempengaruhi gelatinisasi secara signifikan pada konsentrasi diatas 60%. Disakarida seperti sukrosa lebih mempengaruhi gelatinisasi pati dibandingkan dengan fruktosa karena lebih efektif dalam berkompetisi dengan air. Lemak dapat membentuk kompleks dengan amilosa sehingga amilosa akan sulit keluar dari granula pati. Akibatnya, energi yang diperlukan untuk melepaskan amilosa lebih tinggi. Selain itu lemak dapat diserap oleh permukaan granula sehingga membentuk lapisan hidrofobik yang dapat menghambat pengikatan air oleh granula pati. Jumlah air yang berkurang selama pengembangan granula pati menyebabkan kelekatan dan kekentalan pati berkurang (Collison 1968). Ukuran granula pati juga berkaitan dengan suhu gelatinisasi. Menurut Winarno (1992) dan De Man (1989), pati dengan butir yang lebih besar akan mengembang pada suhu yang lebih rendah karena granula patinya memiliki ikatan intermolekuler yang lebih lemah. Julita (2012) melaporkan ukuran granula ubi jalar berkisar 10-80 µm pada perbesaran 400x, sedangkan granula pati jagung varietas unggul nasional berkisar antara 28-44,5 µm pada perbesaran 1000x (Permatasari 2007). Hal ini sesuai dengan hasil pengujian RVA, yaitu suhu gelatinisasi pati ubi jalar lebih rendah dibandingkan dengan suhu gelatinisasi pati jagung.

Winarno (2002) menyatakan bahwa terjadinya peningkatan viskositas selama gelatinisisasi disebabkan oleh air yang sebelumnya berada di luar granula dan bebas bergerak sebelum suspensi dipanaskan, kini sebagian sudah berada dalam butir-butir pati dan tidak dapat bergerak bebas lagi karena terikat gugus hidroksil dalam molekul pati. Apabila suhu dinaikkan, maka viskositas pasta/gel berkurang. Pasta pati yang telah mengalami gelatinisisasi terdiri atas butir-butir pati yang membengkak tersuspensi dalam air panas dan molekul-molekul amilosa yang terdispersi dalam air.

Data viskositas maksimum, viskositas breakdown dan viskositas setback dapat diketahui juga dari Tabel 4. Viskositas maksimum merupakan titik maksimum viskositas pasta yang dihasilkan selama proses pemanasan. Suhu dimana viskositas maksimum tercapai disebut suhu akhir gelatinisasi (suhu puncak gelatinisasi). Nilai viskositas maksimum pati ubi jalar adalah 3528 cP, yang lebih tinggi daripada viskositas maksimum pati jagung, yaitu 1697 cP. Sedangkan viskositas breakdown adalah nilai penurunan viskositas maksimum menuju viskositas terendah ketika suspensi dipanaskan pada suhu 95oC selama 5

Gambar 4 Granula pati ubi jalar (Julita 2012)

(28)

12

menit. Viskositas breakdown pati ubi jalar (1396 cP) lebih tinggi dari pati jagung (385 cP). Lebih tingginya viskositas breakdown pati ubi jalar menunjukan bahan ini kurang stabil selama kondisi pemanasan. Penurunan nilai viskositas pada suhu 95oC setelah holding secara relatif terhadap nilai viskositas maksimum, menggambarkan peningkatan fragmentasi atau disintegrasi dari granula yang tergelatinisasi. Makin tinggi penurunan viskositas maka makin progresif tingkat fragmentasi dan pelarutan granula yang terjadi (Greenwood dan Munro 1979). Viskositas setback merupakan selisih antara viskositas akhir pada suhu konstan (95oC) dengan viskositas pada akhir pendinginan (50oC). Setback merupakan re-asosiasi molekul pati ketika mengalami pendinginan (Charles et al. 2004). Viskositas setback pati ubi jalar (1096 cP), lebih tinggi daripada pati jagung (473,5 cP). Nilai ini menunjukan pati ubi jalar lebih mudah mengalami retrogradasi dibandingkan dengan pati jagung. Hal ini menjadi pertanda bahwa molekul-molekul amilosa dalam pati ubi jalar memiliki kecenderungan yang besar untuk kembali berikatan satu sama lain saat proses pendinginan. Penyebabnya adalah energi kinetik tidak cukup tinggi untuk menahan molekul pati saling berikatan.

Pembuatan Sup Instan

(29)

13

Pada proses pembuatan sup instan (Gambar 6) sebelum dikeringkan dengan drum drier, campuran bahan-bahan pembentuk sup dimasak dengan menggunakan bantuan air sebagai media pemasakan yang didihkan dengan uap dari boiler. Suhu air sebagai media pemasakan harus selalu dikontrol agar sup mendapatkan panas yang tepat sehingga terjadi gelatinisasi secara sempurna. Selama pemasakan juga dilakukan proses pengadukan terus menerus untuk menghindari terjadinya penempelan atau kerak (hardening) pada dasar wajan. Menurut pengujian profil gelatinisasi pati yang telah dilakukan, dapat diketahui bahwa suhu gelatinisasi pati ubi jalar jago adalah 73,7oC. Setelah dilakukan trial and error dengan mengacu pada kisaran suhu tersebut (70-75oC), maka diketahui bahwa waktu yang cocok untuk memasak sup instan hingga mencapai kekentalan yang diinginkan adalah 15 menit dengan banyak sup instan awal 300 g.

Tahap selanjutnya adalah pembuatan bubuk sup instan dengan drum drier. Sebelum proses pengeringan dilakukan dengan drum drier, diatur parameter proses yang berpengaruh terhadap karakteristik produk akhir yang dihasilkan. Pengaturan ini bertujuan untuk memaksimalkan hasil yang dikeringkan sehingga tidak banyak yang terbuang dan sup instan kering yang dihasilkan optimal. Parameter yang diatur adalah tekanan boiler dan kecepatan putaran silinder

Bahan 1 : Susu skim (11,67%) Air (83,33 dan 81,83%)

Gula (0,5%) Garam (0,5%) Pati ubi jalar/maizena

(1,83 dan 3,33%)

Bahan 2 :

Tepung jamur kuping (0,33%) Minyak (1%)

Tepung lada (0,08%) Tepung bawang putih (0,08%)

Penyedap masakan (0,67%)

Masak hingga kental dengan suhu 73,7oC

Masukkan campuran ke Drum Drier Dengan parameter proses

Tekanan boiler 2-3 bar Putaran silinder 3 rpm

Lempengan dihaluskan dengan mesin penggiling dengan ayakan

60 mesh

(30)

14

pengering. Berdasarkan hasil trial and error digunakan kisaran tekanan boiler 2-3 bar dan kecepatan putaran silinder 3 putaran per menit (rpm).

Tabel 5 Formulasi 300 gram sup instan

Bahan Formula A (%)

Formula B (%)

Formula C (%)

Formula Inglett & Inglett (basis

100 gram)* (%)

Susu skim 11,67 11,67 11,67 35

Air 83,33 83,33 81,83 35,70

Gula 0,50 0,50 0,50 0,94

Pati jagung 1,83 - - 5,5

Pati ubi jalar - 1,83 3,33 -

Tepung jamur kuping 0,33 0,33 0,33 10

Minyak 1 1 1 3

Garam 0,5 0,5 0,5 1,8

Tepung lada 0,08 0,08 0,08 0,03

Tepung bawang putih 0,08 0,08 0,08 0,03

Penyedap masakan 0,67 0,67 0,67 -

Ket : Formula A = Sup instan jamur kuping dengan pati jagung 1,83% Formula B = Sup instan jamur kuping dengan pati ubi jalar 1,83% Formula C = Sup instan jamur kuping dengan pati ubi jalar 3,33% *) tidak disukai panelis menurut Sangadah (2006)

Gambar 8 (A) Penampakan tepung sup instan (B) Sup instan Formula A (C) Sup instan Formula B (D) Sup instan Formula C

(31)

15

Selanjutnya adalah rehidrasi tepung sup instan dengan menggunakan air. Untuk tepung sup instan sebanyak 15 gr, harus dimasak dalam air sebanyak 150 ml dengan suhu 80-90oC selama 5 menit. Pemasakan ini dilakukan hingga mencapai viskositas yang mendekati sup instan sebelum melalui tahap drum drier. Hasil rehidrasi tepung sup instan dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 9 (A)Penampakan sup instan Formula A (B)Formula B (C)Formula C

Berbagai bahan penyusun dalam sup instan ini memiliki fungsi tersendiri baik dalam hal nutrisi ataupun perannya dalam proses pembuatan sup instan. Bahan pertama yang digunakan adalah susu skim. Susu skim dapat digunakan sebagai bahan pengikat dalam pembuatan produk emulsi karena bentuk molekulnya yang dapat terikat baik pada minyak maupun air (Winarno 2002). Aroma produk yang ditambah susu skim dapat meningkat akibat adanya kandungan laktosa dalam susu skim (Karmas 1982). Susu skim mengandung semua zat dari susu kecuali lemak dan vitamin-vitamin yang larut lemak. Susu skim bubuk mengandung laktosa 28,3%, protein 62,7% dan lemak 1,3% dari berat kering (El-Samaragy et al. 1993).

Bahan kedua yang digunakan adalah pati ubi jalar. Dalam formulasi sup instan, pati memiliki peran utama sebagai pengental. Pati mempunyai rasa yang tidak manis, tidak larut dalam air dingin, tetapi didalam air panas dapat membentuk sol atau gel yang bersifat kental. Fraksi terlarut disebut amilosa dan fraksi tidak terlarut disebut amilopektin (Winarno 2002). Menurut Winarno (2002), pati yang telah mengalami gelatinisasi dapat dikeringkan, tetapi molekul-molekul tersebut tidak dapat kembali lagi ke sifat-sifatnya sebelum gelatinisasi. Bahan yang telah kering tersebut masih mampu menyerap air kembali dalam jumlah yang besar. Sifat inilah yang digunakan agar sup instan dapat menyerap kembali dengan mudah, yaitu dengan menggunakan pati yang telah mengalami gelatinisasi. Sebagaimana menurut Devega (2011), kandungan pati ubi jalar yang digunakan dalam pembuatan sup ini terdiri dari 85,04% karbohidrat, 0,56% lemak dan 0,44% protein.

Bahan lain yang digunakan adalah jamur kuping. Jamur kuping yang digunakan dalam pembuatan sup instan ini dalam berbentuk tepung. Jamur kuping digunakan karena memiliki kandungan karbohidrat dan serat yang paling tinggi daiantara jenis jamur lainnya (Tabel 3). Oleh karena kandungan serat yang tinggi, didalam sup instan ini tidak terlalu banyak menggunakan jamur kuping, karena akan mempengaruhi rasa dan aroma dari sup instan.

(32)

16

minyak sawit stabil terhadap proses kerusakan oksidatif. Minyak sawit juga mempunyai titik leleh yang cukup tinggi dan kecenderungan untuk mengalami kristalisasi dalam bentuk kristal kecil (Yan 2012). Faktor-faktor ini baik untuk produk yang akan dikeringkan seperti sup instan. Minyak sawit kaya akan vitamin E (Al-Saqer et al. 2004) dan vitamin A (Nagendran 2000) yang sangat baik bagi tubuh.

Komponen selanjutnya dalam sup instan adalah garam. Penggunaan garam dianjurkan tidak terlalu banyak karena akan menyebabkan terjadinya penggumpalan dan rasa produk menjadi asin. Garam digunakan juga sebagai penegas cita rasa dan berfungsi sebagai bahan pengawet. Selain garam, pemakaian gula dan bumbu-bumbu lain juga dapat memperbaiki rasa dan aroma produk yang dihasilkan yaitu menambah rasa manis, kelezatan mempengaruhi aroma dan tekstur serta mampu mentralisir rasa dari garam yang berlebihan (Buckle et al. 1987). Bahan tambahan lain yang digunakan adalah tepung bawang putih dan lada. Bawang putih merupakan bahan alami yang biasa ditambahkan kedalam bahan makanan atau produk sehingga diperoleh aroma yang khas guna meningkatkan selera makan (Palungkun dan Budiarti 1992). Menurut Sadar Pangan dan Gizi (1994), bawang putih memiliki zat kimia berupa alisin yang berfungsi sebagai antibiotik, sehingga menjadikan bawang putih dapat berfungsi untuk meningkatkan kekebalan tubuh manusia. Berikutnya adalah lada yang biasa ditambahkan pada bahan makanan sebagai penyedap. Lada memiliki dua sifat penting yaitu rasanya yang pedas dan aromanya yang khas. Menurut Sadar Pangan dan Gizi (1994), lada mengandung zat kimia berupa zat piperin dan piperidin yang membuat lada pedas.

Uji Organoleptik Pemilihan Formula Terbaik

Uji organoleptik yang digunakan adalah uji rating hedonik. Menurut Meilgaard (2007), uji rating hedonik atau uji penerimaan konsumen dilakukan untuk mengungkapkan tanggapan panelis terhadap parameter rasa, aroma, tekstur/kekentalan, warna dan penerimaan keseluruhan (overall) produk yang terpilih. Skala hedonik yang digunakan adalah 1-7 yaitu 1=sangat tidak suka, 2=tidak suka, 3=agak tidak suka, 4=netral, 5=agak suka, 6=suka, 7=sangat suka. Uji ini dilakukan pada produk untuk melihat tingkat penerimaan panelis terhadap produk yang dihasilkan.

(33)

17

Tabel 6 Hasil Uji Rating Hedonik Sup Instan

Formula Kekentalan Rasa Aroma Warna Overall

Formula A 4,40a 4,63a 4,33a 4,57a 4,53a

Formula B 4,57a,b 4,93a 4,43a 4,17a 4,60a

Formula C 5,03b 5,00a 4,50a 4,33a 4,93a

*Notasi yang sama menunjukan sampel tidak berbeda nyata (α=0.05)

Kekentalan terjadi karena adanya proses gelatinisasi yang terjadi pada pati. Diantara ketiga formula yang diujikan, kekentalan Formula C yang paling disukai oleh panelis. Hasil ini menunjukan semakin banyak jumlah pati ubi jalar yang ditambahkan dalam formulasi, maka kekentalan sup instan semakin disukai. Apabila kita mengamati hasil uji organoleptik antara Formula A dan Formula B yang masing-masing menggunakan jumlah pati yang sama, namun jenis pati yang berbeda, kekentalan Formula B lebih disukai oleh panelis namun tidak berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%. Hasil ini dapat menunjukan bahwa pati ubi jalar dapat diterima dengan baik dalam produk sup instan.

Parameter lainnya yang diujikan dalam produk sup instan ini adalah rasa dan aroma. Secara statistik, kedua parameter ini tidak berbeda nyata. Hal ini dikarenakan pati yang digunakan dalam formulasi sup instan tidak terlalu mempengaruhi rasa dan aroma. Namun jika dilihat nilai rata-rata setiap parameter, sup instan Formula C memiliki nilai yang tinggi atau paling disukai oleh panelis. Apabila kita mengamati rasa dan aroma pada Formula A dan Formula B yang masing-masing menggunakan jumlah pati yang sama, namun jenis pati yang berbeda, formula B lebih disukai dibanding formula A.

Parameter yang selanjutnya diuji adalah parameter warna. Hasil analisis statistik menunjukan bahwa ketiga sampel memiliki warna yang tidak berbeda nyata. Namun jika dilihat nilai rataan pada parameter warna, sup instan Formula A lebih disukai oleh panelis.

(34)

18

Analisis Kimia

Kadar Proksimat

Setelah dilakukan pengujian kadar proksimat sup instan formula terpilih, yaitu Formula B (sup instan pati ubi jalar) dan Formula A (sup instan pati jagung), maka didapatkan hasil pada Tabel 7.

Tabel 7 Komposisi Proksimat Sup Instan

Parameter Sup insatn pati ubi jalar (Formula B)

Sup instan pati jagung (Formula A)

(%bb) (%bk) (%bb) (%bk)

Kadar air (%) 3,10±0,03b 3,20±0,04b 3,53±0,03a 3,66±0,03a Kadar abu (%) 9,87±0,17a 10,19±0,18a 9,50±0,04a 9,85±0,04a Kadar Protein (%) 23,04±0,14a 23,78±0,14a 22,95±0,29a 23,80±0,29a Kadar lemak (%) 1,30±0,02b 1,34±0,02b 2,86±0,01a 2,97±0,01a Kadar Karbohidrat (%) 62,69±0,08a 64,69±0,06a 61,15±0,31b 63,39±0,34b *Notasi yang sama menunjukan sampel tidak berbeda nyata (α=0.05)

Dari hasil analisis diketahui bahwa kadar air sup instan dengan menggunakan pati ubi jalar adalah 3,10±0,03%(bb)/3,20±0,04%(bk) dan kadar air sup instan dengan maizena adalah 3,53±0,03%(bb)/3,66±0,03%(bk). Kedua hasil analisis kadar air menunjukan hasil yang berbeda nyata dan memenuhi SNI kadar air sup instan diantara 2-7%. Nilai kadar air yang rendah ini akan menghambat pertumbuhan mikroorganisme perusak sehingga produk sup instan memiliki daya tahan yang lebih lama. Menurut Winarno (2002), bahan dengan kadar air 3%-7% dapat mengurangi pertumbuhan mikroorganisme dan reaksi kimia yang merusak, seperti hidrolisis dan oksidasi lemak.

Kadar abu merupakan nilai yang dapat menunjukan unsur-unsur mineral atau zat-zat anorganik (Winarno 2002). Dalam proses pembakaran, bahan-bahan organik terbakar tetapi zat anorganiknya tidak. Dari Tabel 6 dapat diketahui bahwa kadar abu sup instan pati ubi jalar adalah 9,87±0,17%(bb)/ 10,19±0,18%(bk) dan kadar abu sup instan pati jagung adalah 9,50±0,04%(bb)/ 9,85±0,04%(bk). Kadar abu antara kedua formula sup memiliki nilai yang tidak berbeda nyata. Kadar abu pada sup instan pati ubi jalar yang lebih tinggi menunjukan bahwa formula tersebut memiliki lebih banyak mineral atau zat-zat anorganik.

Kadar protein yang didapatkan dari hasil analisis untuk sup instan pati ubi jalar adalah 23,04±0,14%(bb)/23,78±0,14%(bk). Sedangkan untuk sup instan pati jagung adalah 22,95±0,29%(bb)/23,80±0,29%(bk). Kadar protein dari kedua formula sup instan tidak berbeda nyata dan kadar protein dari sup instan telah memenuhi standar SNI sup instan yaitu minimal 2%.

(35)

19

Analisis dengan by difference menunjukan bahwa kadar karbohidrat dari sup instan pati ubi jalar adalah 62,69±0,08%(bb)/64,69±0,06%(bk). Sedangkan sup instan pati jagung memiliki kadar karbohidrat 61,15±0,31%(bb)/ 63,39±0,34%(bk). Kadar karbohidrat yang tinggi dikarenakan oleh tingginya karbohidrat dari bahan-bahan penyusun seperti pati ubi jalar, susu skim dan tepung jamur kuping.

Kadar Serat

Serat pangan merupakan bagian dari makanan yang diperoleh dari dinding sel tumbuhan (Cummings & Englyst 1991). Serat pangan dapat didefinisikan sebagai ingredien pangan fungsional karena karena tidak dapat dicerna oleh enzim pencernaan manusia dan mampu mempengaruhi satu atau lebih fungsi tubuh sehingga dapat memberikan manfaat bagi kesehatan (Diplock et al. 1999).

Serat pangan berperan dalam mengatur motilitas saluran gastrointestinal, mempengaruhi metabolisme glukosa dan lemak, memperlancar buang air besar, menstimulasi aktivitas metabolism bakteri (serat sebagai prebiotik), detoksifikasi terhadap zat-zat yang berada didalam kolon, serta berkontribusi dalam menjaga kestabilan ekosistem di kolon (Guilon et al. 2000). Serat pangan berdasarkan kelarutannya terhadap air terbagi pada dua jenis. Pertama, serat pangan larut (SDF) yang terdiri dari pectin dan turunannya, gum serta mucilage. Sementara serat tidak larut (IDF) terdiri dari selulosa, hemiselulosa, lignin dan selulosa termodifikasi (Wildman dan Medeiros 2000)

Pengujian kadar serat dilakukan untuk mengetahui total serat makanan yang terdapat didalam sup instan. Hasil pengujian ditunjukan oleh Tabel 8.

Tabel 8 Kadar Serat Sup Instan

Sampel Serat pangan tak larut (%)

Serat pangan larut (%)

Total serat pangan (%) Sup insta pati ubi jalar

(Formula B) 0,731±0,026

a

1,730±0,030a 2,461±0,056a

Sup instan pati jagung

(Formula A) 0,590±0,009

b

0,788±0,023b 1,379±0,032b

*Notasi yang sama menunjukan sampel tidak berbeda nyata (α=0.05)

Dari hasil analisis diketahui bahwa total serat makanan pada sup instan pati ubi jalar adalah 2,461±0,056%, sedangkan total serat makanan pada sup instan pati jagung adalah 1,379±0,032%. Setelah diuji secara statistik, kadar serat pada kedua jenis sup instan ini berbeda nyata pada taraf kepercayaan 95%.

(36)

20

Analisis Fisik

Dilakukan analisis fisik terhadap sampel sup instan pati ubi jalar dan sup instan pati jagung yang meliputi pengujian rendemen, daya rehidrasi, dan viskositas. Hasil pengujian dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9 Hasil Pengujian Fisik Sup Instan

Sampel Rendemen Sup instan pati ubi

jalar (Formula B) 11,22 2,23 510

Sup instan pati jagung

(Formula A) 10,30 1,53 387

Rendemen

Pengukuran rendemen bertujuan untuk mengetahui efisiensi proses pembuatan produk tepung sup instan. Setelah dikeringkan dengan drum drier dan dilakukan pengayakan, sup instan yang didapatkan saat menggunakan pati ubi jalar adalah 33.68 g dan pati jagung adalah 30,89 g. Dengan diketahuinya bobot akhir tepung sup instan, maka dapat dihitung rendemen dari sup instan tersebut. Secara berturut-turut rendemen sup instan pati ubi jalar dan sup instan pati jagung adalah 11,22% dan 10,30%.

Daya Rehidrasi

Pengukuran daya rehidrasi menunjukan seberapa besar kemampuan suatu bahan makanan dalam menyerap air. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya rehidrasi suatu bahan adalah sifat partikel bahan atau porositas dan polaritas bahan serta komposisinya. Selain itu, daya rehidrasi tergantung pada ketersediaan gugus hidrofilik dan kapasitas pembentukan gel makromolekul, yaitu pati yang tergelatinisasi. Semakin banyak pati yang tergelatinisasi, semakin besar kemampuan produk menyerap air (Gomez dan Aguilera 1983)

Hasil pengujian menunjukan bahwa daya rehidrasi sampel sup instan pati ubi jalar dan sup instan dengan pati jagung masing-masing adalah 2,23 ml/g dan 1,53 ml/g. Hasil ini menunjukan bahwa sup instan dengan pati ubi jalar lebih mudah menyerap air dibandingkan dengan sup instan pati jagung.

Viskositas

Granula pati apabila dipanaskan hingga suhu gelatinisasinya, granula akan membentuk pasta pati yang kental. Besarnya viskositas tergantung pada jenis dan konsentrasi pati. Semakin tinggi konsentrasi pati maka semakin tinggi viskositas yang dihasilkan. (Pomeranz 1991)

(37)

21

Viskositas setelah rehidrasi pada tepung sup instan dengan pati ubi jalar adalah 510 cP dan pada sup instan dengan pati jagung adalah 387 cP. Penurunan viskositas pada sup sebelum dan setelah di drum drier tidak berbeda jauh, hal ini menandakan daya rehidrasi yang baik dari tepung sup instan. Viskositas sup instan pati ubi jalar lebih tinggi daripada viskositas sup instan jagung dikarenakan viskositas pati masing-masing bahan penyusun berbeda. Hal ini dapat dilihat dari profil gelatinisasi masing-masing bahan. Sunyoto (2012) melaporkan, bahwa sup instan komersial yang beredar dipasaran memiliki viskositas sekitar 850 cP. Hasil ini menunjukan perbedaan yang tidak terlampau jauh dengan sup instan pati ubi jalar hasil penelitian.

Kandungan gizi sup instan dalam satu takaran saji (300 ml)

Satu takaran saji pada produk sup instan jamur kuping dengan menggunakan pati ubi jalar ini adalah memasak 30 gram sup instan yang ditambahkan ke dalam 300 ml air hingga membentuk viskositas yang baik. Kandungan gizi dalam satu takaran saji sup instan ini dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10 Kandungan Gizi Sup Instan per Takaran Saji

Zat gizi Kandungan gizi (%)

Lemak 0,39

Protein 6,91

Karbohidrat 18,81

Total serat 0,74

(38)

22

SIMPULAN DAN SARAN Simpulan

Pati ubi jalar jago merupakan pati yang cukup baik apabila digunakan sebagai pengental. Setelah dilakukan uji coba penggunaan pati ubi jalar dalam sup instan jamur kuping, maka didapatkan formulasi 1,83% dan 3,33% pati ubi jalar yang digunakan dalam sup instan. Setelah dilakukan uji organoleptik dengan menyertakan sup instan dengan pati jagung yang dibuat dengan formula dan proses yang sama, didapatkan hasil dari ketiga sup instan tersebut tidak berbeda nyata. Oleh karena itu dilakukan analisis terhadap sup instan dengan pati ubi jalar 1,83% karena ditinjau dari aspek finansial.

Setelah dilakukan analisis kadar proksimat, diketahui bahwa sup instan memiliki kadar air 3,10±0,03%(bb), kadar abu 9,87±0,17%(bb), kadar protein 23,04±0,14%(bb), kadar lemak 1,30±0,02%(bb), kadar karbohidrat 62,69±0,08%(bb) dan total serat makanan 2,461±0,056%. Selain itu, sup instan pati ubi jalar formula terpilih juga memiliki rendemen 11,22%, daya rehidrasi 2,23 ml/g dan viskositas 510 cP. Karakteristik ini lebih baik daripada beberapa karakteristik sup instan yang mengandung pati jagung. Sup instan ubi jalar memiliki polisakarida dari jamur kuping dan juga kandungan serat yang berpotensi baik bagi kesehatan.

Saran

(39)

23

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, L. 2009. Modifikasi Fisik Pati Jagung dan Aplikasinya untuk Perbaikan Kualitas Mi Jagung [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Al-Saqer JM, Shidu JS, Al-Hooti SN, Al-Amiri HA, Al-Othman A, Al-Haji L, Ahmed N, Mansour IB, and Minal J. 2004. Developing Functional Foods Using Red Palm Olein. IV. JFood Chem 85: 579-583.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 1995. Official Method of Analytical of Association Official Agricultural Chemistry. Washington DC (US): AOAC International.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemists. 2006. Official Methods of Analysis of The Association of Official Agriculture Chemists 16th edition. Virginia (US): AOAC International.

Asp. NG, CG Johanson, H Halmer and M Siljestrom. 1983. Rapid enzymatic assay of insoluble and soluble dietary fiber. J Agric-food Chem. 31 :476-482. Ariani, Mewa. 2010. Analisis Konsumsi Pangan Tingkat Masyarakat Mendukung

Pencapaian Diversifikasi Pangan. Gizi Indonesia 2010. Gizi Indon 33(1):20-28.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 1996. SNI 01-4321-1996: Syarat Mutu Sup Instan. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional

[BSN] Badan Satandardiasasi Nasional. 2006. SNI 01-2346-2006: Petunjuk Pengujian Organoleptik dan atau Sensori. Jakarta (ID): Badan Standardisasi Nasional

Buckle, KA, RA Edward, GH Fleet and Wooton. 1987. Ilmu Pangan. H. Purnomo, Adiono, penerjemah. Jakarta (ID): UI press. Terjemahan dari Food Science.

Chang, ST dan PG Miles. 1997 Mushroom Biology Concise Basic and Current Development. (US): World Scientific Publishing Co. Pte. Ltd

Charles AL, YH Chang, WC Ko, K Sriroth dan TC Huang. 2004. Some Physical and Chemical Properties of Starch Isolates of Cassava Genotypes. Starch/Starke 56: 413-418.

Collison R. 1968. Swelling and Gelation of Starch. Di dalam: Radley JA, editor. Starch and Its Derivative. London (GB): Academic Pr.

Cummings,J.H. dan Englyst H.N. 1991. What is Dietary Fibre. Trends in Food Science and Technol 2: 99-103

DeMan JM. 1989. Kimia Makanan Edisi Kedua. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung

Devega, Michael. 2011. Short Chain Fatty Acid (SCFA) Profile Produced by Clostridium butyricum Grown on Medium Containing Type 3 Resistant Starch (RS3) of Sweet Potato [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor Diplock, A.T., Agger P.J., Ashwell M., Bornet F., Fern E.B., dan Robertfroid R.

1999. Functional Food Science in Europe. J Nutr: 1-27.

Djuanda, V. 2003. Optimasi Formulasi Cookies Ubi Jalar (Ipomoea batatas) Berdasarkan Kajian Preferensi Konsumen [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

(40)

24

Faridah, DN, F Kusnandar, D Herawati, N Wulandari, HD Kusumaningrum, EH Purnomo dan D Indrasti. 2012. Penuntun Praktikum Analisis Pangan. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Fatonah, W. 2002. Optimasi produk selai dengan bahan baku ubi jalar Cilembu [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Food and Nutrition Board. 2000. Dietary reference intakes for vitamin C, vitamin E, selenium and carotenoids. Washington DC (US): National Academy Press. Gomez, M.H. dan Aguilera J.M. 1983. Changes in the starch fraction during

extrusion-cooking of corn. J. Food Sci.48:378-381

Greenwood CT. dan DN Munro. 1979. Carbohydrates. Di dalam RJ Priestley, editor. Effects of Heat on Foodstuff. London (GB): Applied Science Publ. Ltd.

Guillon F, Champ M, dan Thibault JF. 2000. Dietary Fiber Functional Product. Di dalam Gibson GR dan Williams CM (ed). Functional Foods: Concept to Product. England (GB): Woodhead Publishing Limited.

Hardinsyah dan Tambunan V. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein dan Serat Makanan. Dalam Soekirman, editor. Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Prosiding Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII: 317-330

Hartomo, A. J dan M. C. Widiatmoko. 1992. Emulsi dan Pangan Instan Berlesitin. Yogyakarta (ID): Andi offset.

Inglett, MJ, dan GE Inglett 1982. Food Products Formulary Volume 4 Fabricated Foods. Connecticut (US): The Avi Publishing Company, Inc.

Jeong, Hun, Byung Keun Yang Yong-Tae Jeong. 2007. Hypolipidemic Effects of Biopolymers Extracted from Culture Broth, Mycelia, and Fruiting Bodies of Auricularia auricular-judae in Dietary-induced Hyperlipdemic Rats. J Mycobiology35(1): 16-20.

Julita, Angela Ottolen. 2012. Karakterisasi Tepung dan Pati dari Ubi Jalar Cilembu dan Ubi Jalar Ungu Ayamurasaki [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Karmas E. 1982. Sausage Product Technology. New Jersey (US): Noyes Data Corporation.

Kementerian Pertanian RI. 2013. Laporan Data Kinerja Kementerian Pertanian Tahun 2004-2012. Jakarta (ID): Kementrian Pertanian

Khamlue, Ratchanee, Anan Ounaroon dan Nuttawut Saelim. 2012. Purification and Characterization of Polysaccharides Extracted from Tremella fuciformis and Auricularia auricular. 1st Mae Fah Luang University International Conference 2012, Thailand. Naresuan (TH): Naresuan University

Khasanah, U. 2003. Formulasi, Karakterisasi Fisikokimia dan Organoleptik Produk Makanan Sarapan Ubi Jalar (Sweet Potato Flakes) [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Li, Xiayou, Zhenyu Wang, Lu Wang, Elfalleh Walid dan Hua Zhang. 2012. In Vitro Antioxidant and Anti-Proliferation Activities of Polysaccharides from Various Extracts of Different Mushroom. Int. J. Mol. Sci. 13: 5801-5817 Mauro DJ, Abbas IR, Orthoefer FT. 2003. Corn Starch Modification and Uses. Di

(41)

25

Meilgaard, MC, GV Civille dan BT Carr, 2007. Sensory Evaluation Techniques, 4th edition. Florida (US): CRC Press

Misaki A, Kakuta M, Sasaki T, Tanaka M, Miyaji H. 1981. Studies on interrelation of structure and antitumor effects of polysaccharides: Antitumor action of periodate-modified, branched (1,3)-beta-D-glucan of Auricularia auricula-judae, and other polysaccharides containing (1,3)-glycosidic linkages. Carbohydr Res 92:115–129.

Mitolo JJ. 2006. Starch Selection dan Interaction in Foods. Di dalam: Gaonkar AG Dan A McPherson, editor. 2006. Ingredient Interaction : Effect on Food Quality2nd Edition. London (GB): CRC Taylor & Francis.

Nagendran B, Unnithan UR, Choo YM, and Sundram K. 2000. Characteristics of Red Palm Oil Alpha-Carotene and Vitamin E- Rich Refined Oil for Food Uses. Food and Nutr Bull 21:2.

Palmer, JK. 1982. Carbohydrate in Sweet Potato. Didalam Villareal RJ, TD Riggs (ed). Filipina (PH): Sweet Potato Proceeding of the 1st International Symposium AVRDC.

Palungkun, R dan A Budiarti. 1992. Bawang Putih Dataran Rendah. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.

Permatasari, Niken Ayu. 2007. Karakterisasi Pati Jagung Varietas Unggul Nasional [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Pomeranz, Y. 1991. Functional Properties of Food Components. New York (US): Academic Press, Inc.

Reza, Ahsanur, Myung-Jin Choi, Dereje Damte, Woo-Sik Jo, Seung-Jin Lee, Joong-Su Lee dan Seung-Chun Park. 2011. Comparative Antitumor Activity of Different Solvent Fractions from an Auricularia auricular-judaeEthanol Extract in P388D1 and Sarcoma 180 cells. J. Toxicol. Res. Vol. 27: 77-83. Sadar Pangan dan Gizi. 1994. Bumbupun Berguna Bagi Kesehatan. Bogor (ID):

Foodtech Utama Int

Sangadah. 2006. Kajian Pengaruh Penambahan Tepung Daging – Tulang Leher Ayam Pedaging Sebagai Sumber Protein Dan Kalsium Pada Sup Krim Instan Jamur Shiitake [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Simanjuntak, FLMT. 2001. Pemanfaatan Ubi Jalar (Ipomoea batatas L.) sebagai Bahan Dasar pembuatan Mie Kering [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Singh H, Sodhi NS, dan Singh N. 2010. Characterization of starches separated from sorghum cultivars grown in India. Food Chem 119: 95-100.

Sulistiyo, C.N. 2006. Pengembangan Brownies Kukus Tepung Ubi Jalar (Ipomoea batatas) di PT FITS Mandiri Bogor [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Sunyoto, Marleen dan Ranti Futiawati. 2012. The Influence of Full Cream Milk Powder Concentration on th Characteristics of “Rasi” Instant Cream Soup. J Agric Science and Technol: 1218-1231

Wasser, SP dan AL Weis. 1999. Medical Properties of substance occurring in higher Basidiomycetes mushrooms: Current perspective (ulasan). International Journal of Medicinal Mushrooms 1 : 31-62

Wildman, REC dan Medeiros D.M. 2000. Carbohydrates, in advanced human nutrition. Florida (US): CRC Press.

(42)

26

Winarno, F.G. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka Utama

Wuzburg OB. 1968. Starch In the Food Industry. Di dalam: Furia TE, editor. Handbook of Food Additives. Ohio (US): The Chemical Rubber Co.

Yan, Fauzi. 2012. Kelapa Sawit. Jakarta (ID): Penebar Swadaya

Yoanasari, QT. 2003. Pembuatan Bubur Bayi Instan dari Pati Garut [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor

Yong TA dan PC Leong. 1983. A guide to sultivation of edible mushroom in Singapore. Handbook. Agric. 6:139.

(43)

27

Lampiran 1 Lembar penilaian uji rating hedonik sup instan

UJI RATING HEDONIK SUP INSTAN

Nama : Tanggal :

Instruksi

• Cicipi Produk dari kiri ke kanan

• Berikan Penilaian terhadap tekstur, rasa, aroma, warna dan over all produk

• Berikan nilai tingkat kesukaan : (1) sangat tidak suka (2) tidak suka (3) agak tidak suka (4) netral (5) agak suka (6) suka (7) sangat suka

Jangan membandingkan antar sampel

Atribut Organoleptik

Kode sampel

… … …

Kekentalan Rasa Aroma Warna

Over all

Komentar :

(44)

28

(45)

29

(46)

30

(47)

31

(48)

32

Lampiran 6 Analisis ragam hedonik overall

(49)

33

Sampel Ulangan Wcawan Wsampel Wcawan+s ampel

Rataan SD RSDA RSDH Hasil

(%bk)

Rataan SD RSDA RSDH

1 4,7209 2,1166 6,8375 6,7724 3,08 3,17

2 4,6314 2,0018 6,6332 6,5707 3,12 3,22

1 4,7467 2,0337 6,7804 6,7082 3,55 3,68

2 4,7548 2,0023 6,7571 6,6868 3,51 3,64

Sampel Ulangan Wcawan Wsampel Wcawan+s ampel

Rataan SD RSDA RSDH Hasil

(%bk)

Rataan SD RSDA RSDH

1 22,3996 2,6018 25,0014 22,6534 9,75 10,06

2 21,7187 2,6569 24,3756 21,9842 9,99 10,31

1 25,0711 2,2461 27,3172 25,2839 9,47 9,82

2 21,8202 2,0311 23,8513 22,0137 9,53 9,87

Sampel Ulangan Wsampel HCl

blanko

Volume HCl

Hasil (%bb)

Rataan SD RSDA RSDH Hasil

(%bk)

Rataan SD RSDA RSDH

1 0,0699 0,25 8,25 0,0231 23,88

2 0,1181 0,25 13,65 0,0231 23,68

1 0,1071 0,25 12,3 0,0231 23,59

2 0,1585 0,25 18,4 0,0231 24,00

SI pati

Lampiran 7 Hasil uji analisis kadar air

SI ubi jalar

9,87 0,17 1,7 2,83 0,18 1,74

3,2 0,04 1,1 3,36

3,66 0,03 0,81 3,29

Lampiran 8 Hasil uji analisis kadar abu

SI pati

22,75 22,95 0,29 1,25 2,5

23,16 Lampiran 9 Hasil uji analisis kadar protein

0,14 0,58 2,48

(50)

34

Sampel Ulangan Wsampel Wlabu

lemak

Rataan SD RSDA RSDH Hasil

(%bk)

Rataan SD RSDA RSDH

1 2,5978 97,2286 97,262 1,29 1,33

2 2,5142 96,7746 96,8075 1,31 1,35

1 2,1291 105,7093 105,7701 2,86 2,96

2 2,1589 106,3925 106,4545 2,87 2,98

Sampel (%bb)

Ulangan Kadar air Kadar abu Kadar protein

Rataan SD RSDA RSDH Hasil

(%bk)

Rataan SD RSDA RSDH

1 3,08 9,75 23,14 1,29 62,74 64,73

2 3,12 9,99 22,95 1,31 62,63 64,65

1 3,55 9,47 22,75 2,86 61,37 63,63

2 3,51 9,53 23,16 2,87 60,93 63,15

2,97 SI ubi

jalar

1,3 2 1,25 3,85 0,02 1,28 3,83

0,01 0,37 3,4

Lampiran 10 Hasil uji analisis kadar lemak

SI ubi jalar

62,69 0,08 0,12 2,15 0,06

(51)

35

Lampiran 12 Uji T-test kadar proksimat bobot basah

(52)

36

Lampiran 14 Kadar Serat Sup Instan

Lampiran 15 Uji T-test Kadar Serat Sup Instan

Lampiran 16 Daya Rehidrasi Sup Instan

Berat

sampel KS1 KS2 CW1 CW2 SMTL RATAAN SD RSDA RSDH (gram) (gram) (gram) (gram) (gram) (%)

1,8766 0,7992 0,8246 18,7656 18,7762 0,5968 1,1655 0,7781 0,8001 23,7766 23,7882 0,5834 1,9877 0,7882 0,8176 16,9146 16,9255 0,7496 1,5443 0,7770 0,8020 15,7931 15,8035 0,7123 0,6954 0,7021 15,2121 15,2153 0,0035

0,7236 0,7301 16,9415 16,9443 0,0037 3,9284 9,3298 Blanko

KS3 KS4 CW3 CW4 SML RATAAN SD RSDA RSDH

(gram) (gram) (gram) (gram) (%)

0,8092 0,8340 23,1448 23,1512 0,8046

0,7878 0,8058 15,9408 15,9465 0,7722

0,7980 0,8409 18,9719 18,9767 1,7508

0,7867 0,8215 15,6956 15,7007 1,7095

0,6968 0,7015 16,9565 16,9581 0,0031

0,7012 0,7066 18,1144 18,1163 0,0035 0,0033 0,0003 8,5710 9,4528

1,7301 0,0292 1,6861 3,6832

0,7884 0,0229 2,9100 4,1457

TSM RATAAN SD RSDA RSDH

(%) 1,4015 1,3556 2,5004

(53)

37

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada 26 September 1991. Penulis merupakan anak ke dua dari dua bersaudara dari pasangan Anwar Mallega dan Yulia Yunus Rahman.

Penulis merupakan lulusan SMA Negeri 1 Jakarta pada tahun 2009 yang kemudian lulus seleksi untuk masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis diterima di Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif dalam berbagai organisasi, kepanitiaan ataupun seminar. Penulis terdaftar sebagai anggota divisi eksternal Himpunan Mahasiswa Ilmu dan Teknologi Pangan (Himitepa) pada periode 2011/2012. Penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan seperti anggota PDD Suksesi Himitepa 2010, ACCESS 2010, HACCP IX, LCTIP XIX, ketua panitia ACCESS 2011, anggota sponsorship 1st Food Bowl Quiz Competition 2011, Anggota logstran BAUR 2011, dan anggota tetap Food Processing Club 2011.

Penulis juga memiliki prestasi dalam bidang akademik dan non-akademik. Prestasi di bidang non akademik meliputi mendapatkan biaya pendanaan pada program kreatifitas mahasiswa (PKM) bidang kewirausahaan yang diselenggarakan oleh DIKTI, juara 3 fotografi Journalistic Fair 2010 tingkat Nasional dan finalis 10 besar kompetisi fotografi IDEA se- Jawa Bali.

Gambar

Tabel 4 Profil Gelatinisasi Pati Ubi Jalar Varietas Jago dan Pati Jagung
Gambar 4 Granula pati ubi jalar
Gambar 6 Proses pembuatan sup instan
Tabel 5 Formulasi 300 gram sup instan

Referensi

Dokumen terkait

Dari uraian diatas, penambahan tepung jamur tiram pada pembuatan kerupuk akan mempengaruhi kualitas kerupuk yang dihasilkan sehingga perlu di teliti perbandingan

Digital Repository Universitas Jember Digital Repository Universitas Jember... Digital Repository Universitas Jember Digital Repository

Blackberry ( smartphone ) sebagai salah satu alat komunikasi yang mendukung sarana komunikasi dimana salah satu fasilitas utama blackberry yaitu grup blackberry messenger yang

ellocetive efflclency of dryland farmlng, and (2) fo snalyze drylend maize ferming competitiveness in Kabupaten Tanah Laut South Kalimentan, and the efficiency

Penelitian ini merupakan bagian penelitian besar yang terdiri dari cross-sec- tional untuk melihat gambaran indikator keseimbangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pada

Jika keseluruhan materi pelajaran yang telah diberikan kepada peserta didik atau sudah diperintahkan untuk dipelajari oleh peserta didik itu dianggap sebagai

Sesuai dengan permasalahan yang akan di bahas, maka pengumpulan data diperoleh dengan meneliti buku “Misteri Surah Yasin, Mengerti Kekuatan Jantung al- Qur’an

Berdasarkan hasil Evaluasi Penawaran yang telah dilakukan oleh Pokja Pengadaan Barang / Jasa Satker.. BLKI Kendari, terhadap Dokumen Penawaran saudara untuk pekerjaan “Pengadaan