• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengolahan citra satelit MODIS hingga menghasilkan output yang akan dikaji secara umum dapat dilihat pada Gambar 4. Kanal-kanal yang akan digunakan untuk memperoleh nilai radiansi pada padatan tersuspensi kaitannnya dengan marak algaadalah kanal 1 (merah), kanal 4 (hijau) dan kanal 3 (biru).

Gambar 4. Diagram alir proses pengolahan data citra Data insitu

padatan tersuspensi

Peta sebaran padatan tersuspensi di Teluk Jakarta Pengembangan model Uji model Seleksi model Citra sebaran Padatan tersuspensi Penerapan model algoritma padatan tersuspensi Klasifikasi Citra MODIS kanal 1, 3, 4 Ekstraksi citra Padatan tersuspensi Klorofil-a Citra sebaran Klorofil-a Klasifikasi Peta sebaran klorofil-a di Teluk Jakarta

3.3.1 Ekstraksi Citra

Pengolahan citra diawali dengan dilakukannya koreksi geometrik,

radiometrik dan atmosferik untuk mengurangi noise pada data. Citra MODIS yang sudah terkoreksi kemudian di ekstraksi nilai digitalnya menjadi nilai radiansi. Ekstraksi citra dibagi menjadi dua yaitu ektraksi untuk estimasi

konsentrasi padatan tersuspensi (TSS) yang akan digunakan untuk pengembangan model dan ekstraksi klorofil-a. Proses ekstraksi nilai digital menjadi nilai radiansi menggunakan persamaan berikut:

Radiansi = DN*Scale + Offset………. (pers.1) Nilai koefisien skala dan offset untuk mengubah digital number (DN) ke dalam radiansi dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Nilai koefisien untuk mengubah DN ke radiansi (W m-2 µm-1 sr-1) di panjang gelombang sinar tampak dari satelit Terra dan Aqua MODIS Satelit Kanal -1 (merah) Kanal - 4 (hijau) Kanal - 3 (biru)

Scale offset Scale offset Scale offset

Terra 0.0262678 0 0.0189215 0 0.0216817 0

Aqua 0.0286548 0 0.0188667 0 0.0219852 0

Sumber: NASA Goddart Space Flight Center

Nilai ekstrak radiansi citra MODIS untuk TSS digunakan bersama dengan data in situ TSS untuk membuat model algoritma yang sesuai untuk estimasi TSS. Model percobaan kemudian di uji dengan uji-uji statistik dan diseleksi untuk mencari model algoritma yang paling baik digunakan.

Sebaran klorofil-a dipetakan dengan menggunakan algoritma yang sudah ada yaitu algoritma Wouthuyzen dkk (2006):

y = 250.09x3 - 106.92x2 + 11.781x + 0.0776……… (pers.2) dimana: y adalah sebaran klorofil-a

x adalah kromatisiti merah = (ND band merah)/(ND band merah + ND band hijau + ND band biru)

3.3.2 Pengembangan Model

Pengembangan model empiris pendugaan total padatan tersuspensi dilakukan dengan cara mengkorelasikan nilai ekstrak radiansi citra MODIS pada koordinat yang sama dengan menggunakan berbagai bentuk persamaan regresi (Tabel 4). Pengembangan model algoritma untuk estimasi konsentrasi padatan tersuspensi perairan dilakukan dengan komposit nilai radiansi pada kanal 1, kanal 3, dan kanal 4 yang dapat menggambarkan distribusi blooming alga (Kahru et al. 2005). Perbandingan radiansi yang digunakan untuk menduga parameter padatan

tersuspensi dapat berupa radiansi pada kanal tunggal, rasio antar kanal, ataupun transformasi kromatisiti antar kanal dari citra MODIS. Berdasarkan Wouthuyzen

et al. (2008) in Lestari (2009),transformasi radiansi pada kanal 1 (merah), kanal 4 (hijau) dan kanal 3 (biru) pada citra MODIS adalah sebagai berikut:

1. Rasio kanal merah / biru =

3 1

kanal kanal

2. Rasio kanal merah / hijau =

4 1

kanal kanal

3. Rasio kanal biru / hijau =

4 3 kanal kanal 4. Kromatisiti merah = ) 4 3 1 ( 1 kanal kanal kanal kanal + +

5. Kromatisiti biru = ) 4 3 1 ( 3 kanal kanal kanal kanal + + 6. Kromatisiti hijau = ) 4 3 1 ( 4 kanal kanal kanal kanal + +

Persamaan yang akan dicoba untuk membuat model algoritma yaitu bentuk persamaan regresi pada Tabel 4. Variabel x adalah nilai radiansi citra setiap kanal, sedangkan y adalah nilai konsentrasi padatan tersuspensi pada koordinat dan tanggal yang sama.

Tabel 4. Bentuk Persamaan Regresi

No. Model Persamaan Bentuk Model

1 Linear y = ax + b 2 Eksponensial y = a * exp(bx) 3 Polinomial (orde 2) y = ax2 + bx + c 4 Polinomial (orde 3) y = ax3 + bx2 + cx + d 5 Logaritmik y = a*ln(x) + b 6 Power y = a * xb

Model algoritma yang akan dikembangkan menggunakan persamaan regresi antara konsentrasi TSS in situ dengan nilai radiansi kanal tunggal, rasio antar kanal, dan transformasi kromatisiti kanal merah, hijau atau biru. Algoritma yang telah dihasilkan selanjutnya diaplikasikan pada citra untuk digunakan dalam estimasi padatan tersuspensi dan divalidasi dengan nilai in situ. Dari beberapa model algoritma pendugaan nilai TSS yang dihasilkan kemudian dipilih yang terbaik dengan koefisien determinasi (R2) tertinggi dan RMS error (Root mean square error) terkecil, untuk melihat keeratan hubungan antara nilai data in situ

dan hasil dugaan. Bila R2 mendekati +1 hubungan antara kedua peubah tersebut kuat, maka terdapat korelasi yang tinggi antara keduanya. Sebaliknya jika R2

Sedangkan nilai RMS error yang mendekati nilai nol (0) akan menunjukkan model algoritma semakin baik.

RMS error = 2 ) ( 2 − − n dugaan nilai insitu nilai ……… (pers.3) Keterangan: Nilai insitu adalah konsentrasi TSS hasil pengukuran

Nilai dugaan adalah konsentrasi TSS hasil pengembangan model

n adalah jumlah data

3.3.3 Pengujian Model

Pengujian model bertujuan untuk mengetahui perbedaan antara nilai dugaan konsentrasi TSS dari pengembangan model dengan data in situ konsentrasi TSS. Pengujian model ini dilakukan setelah mendapatkan nilai R2 dan RMS error yang paling baik. Untuk pengujian model digunakan uji beda nilai tengah dua arah (uji-t), uji residual analisis dan uji dua variabel (uji-F).

Uji-t adalah uji hipotesis yang menolak hipotesis nol jika statistik sampel secara signifikan lebih tinggi atau lebih rendah daripada nilai parameter yang diasumsikan. Hipotesis tersebut diharapkan nilai tengah konsentrasi TSS in situ

dengan nilai tengah konsentrasi TSS dugaan tidak berbeda nyata (µ1 = µ2) atau terima H0 sehingga model yang digunakan tervalidasi dengan baik untuk menduga konsentrasi TSS. Hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatifnya (H1) adalah

(Harinaldi, 2005):

H0 : µ1 = µ2

Keterangan: H0 adalah bila nilai tengah konsentrasi TSS in situ sama dengan nilai tengah konsentrasi TSS dugaan.

H1 adalah bila nilai tengah konsentrasi TSS in situ tidak sama

dengan nilai tengah konsentrasi TSS dugaan.

µ1adalah nilai tengah konsentrasi TSS in situ.

µ2adalah nilai tengah konsentrasi TSS dugaan.

Uji residual analisis merupakan uji perbedaan antara parameter dugaan yang berasal dari hasil pemodelan dengan parameter insitu sebagai validasinya. Residual memberikan tampilan porsi validasi data yang tidak dapat dijelaskan oleh model (Mathworks, 2010). Uji residual analisis ini bertujuan untuk mengetahui selisih antara nilai TSS hasil dugaan dengan nilai data TSS insitu. Dari hasil uji tersebut dapat diketahui besar ketepatan antara TSS dugaan dengan TSS insitu yang dibatasi antara kedua parameter tersebut. Hasil yang akan diperoleh dari uji ini adalah:

Ketepatan hubungan (%) ± kesalahan duga (bias)

Uji-F digunakan untuk pengujian dua sampel atau lebih yang berbeda. Dalam uji-F parameter dan hipotesisnya berbeda dibandingkan dengan uji-t. Parameter yang diujikan dalam uji-F adalah antara konsentrasi TSS hasil

pendugaan dengan klorofil dari model hubungan yang terbentuk. Uji-F dilakukan untuk membuktikan ada tidaknya hubungan saling mempengaruhi antara

konsentrasi TSS dengan klorofil. Hipotesis yang digunakan dalam uji-F adalah (Walpole, 1995):

H0: = 0

dimana: H0 adalah bila ada hubungan yang nyata antara TSS dan klorofil-a.

H1 adalah bila tidak ada hubungan yang nyata antara TSS dan klorofil-a. adalah nilai pendugaan TSS dan klorofil-a.

Dokumen terkait