• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.5. Dasar Penilaian Properti Perkebunan

2.5.3. Proses Penilaian

Proses Penilaian merupakan prosedur sistematis yang menjadi arahan dan tuntunan penilai properti untuk memberikan jawaban terhadap maksud dan tujuan pemberi tugas tentang nilai suatu properti. Mengidentifikasi masalah penilaian sampai diserahkannya laporan penilaian kepada pengguna laporan/pemberi tugas merupakan rangkaian alur proser penilaian. Gambar di bawah ini merupakan gambar alur proses penilaian :

Tanggal Penilaian Asumsi & Kondisi

Pembatas

Analisis HBU (Penggunaan Tertinggi dan Terbaik) Tanah dalam Keadaan Kosong

Properti dikembangkan

Analisis HBU (Penggunaan Tertinggi dan Terbaik) Tanah dalam Keadaan Kosong

Properti dikembangkan

OPINI NILAI TANAH

PENDEKATAN PENILAIAN Pendekatan Pasar

Pendekatan Pasar Pendekatan Pendapatan Pendekatan Pendapatan Pendekatan Biaya Pendekatan Biaya

REKONSILIASI INDIKASI NILAI DAN OPINI NILAI AKHIR

PELAPORAN PENILAIAN

2.6. Penilaian Aset untuk Tujuan Laporan Keuangan

Pelaporan keuangan bertujuan untuk memberikan informasi semantik bagi investor dan kreditor atas aset dimana aset menjadi salah satu pembentuk keuangan (neraca). Dasar penilaian aset dikaitkan dengan ‘aliran kas ke badan usaha’ agar penilaian lebih relevan sehingga dapat menyediakan informasi yang dapat membantu investor dan kreditor dalam menilai jumlah, saat dan ketidakpastian dari aliran kas bersih yang masuk ke badan usaha.

Arus kas ke badan usaha dapat diperkirakan melalui informasi berupa posisi keuangan, profitabilitas, likuiditas dan solvensi. Seluruh informasi tersebut dalam penilaiannya membutuhkan jasa penilaian aset. Adapun tujuan dari penilaian aset adalah untuk menunjukkan dan menggambarkan sub-sub aset yang berkaitan dengan laporan keuangan yang menggunakan basis-basi yang sesuai.

(Meity Isanty, 2016)

Dasar nilai yang digunakan untuk tujuan laporan keuangan adalah nilai wajar. Metode perhitungan dan tuntunan dalam perhitungan nilai wajar terangkum dalam Standar Penilaian Indonesi (SPI) 201 beserta petunjuk teknisnya. SPI 201 dan juknisnya juga dapat digunakan sebagai rujukan dalam melaksanakan revaluasi aset tetap untuk tujuan perpajakan.

Nilai wajar adalah estimasi harga yang akan diterima dari penjualan aset atau dibayarkan untuk transfer liabilitas dalam transaksi yang teratur diantara pelaku pasar pada tanggal penilaian. (SPI 102-3.19 tahun 2018)

Pengertian Nilai Wajar diatas adalah sama dengan definsi dalam PSAK 68.

Dalam Standar Penilaian Indonesia (SPI), definisi nilai wajar untuk tujuan pelaporan keuangan adalah sesuai dengan persyaratan standar akuntansi yang

berlaku (SPI 201 – Penilaian untuk Pelaporan Keuangan). (SPI 102-3.19.1 tahun 2015)

Tanggal penilaian untuk tujuan laporan keuangan (dasar nilai nilai wajar) sama dengan tanggal pengukuran. Tanggal pengukuran tersebut berdasarkan ketentuan yang berlaku. Namun untuk tujuan perpajakan, tanggal penilaian dapat berbeda dengan tanggal pelaporan.

Inspeksi lapangan merupakan bagian dari implementasi pada Standar Penilaian Indonesia. Metode inspeksi lapangan dapat dilakukan secara menyeluruh maupun secara sampling. Apabila terdapat keterbatasan dalam melakukan inspeksi lapangan, maka verifikasi dapat dilakukan dengan cara sampling dan diungkapkan dalam asumsi khusus. Asumsi khusus juga dinyatakan apabila terdapat ketidak pastian akan informasi dalam hal karakteristik fisik, hukum maupun atau ekonomi dari aset yang dijadikan objek penilaian.

Terdapat 3 level dalam hirarki nilai wajar yaitu level 1 (input level 1) yakni harga yang langsung dikutip dari pasar atau harga kuotasian (tanpa adanya penyesuaian) di pasar aktif; level 2 (input level 2) yaitu input yang dapat diobservasi dari pasar/data pasar baik langsung maupun tidak langsung dan level 3 (input level 3) yaitu input yang tidak dapat diobservasi dari pasar pada umumnya input level 3 ini berkaitan dengan properti khusus atau properti dengan pasar yang terbatas.

Gambar 2.4. Hirarki Pengukuran Nilai Wajar

Level 1 : Harga pasar yang tidak perlu penyesuaian, harga yang bisa diakses langsung oleh entitas pada tanggal pengukuran dan. tidak perlu ada penilaian

Level 2 : Harga kuotasi di level 1 dijadikan sebagai nilai masukan yang dapat diobservasi baik secara langsung (direct price) maupun tidak langsung. Umumnya menggunakan pendekatan pasar dengan metode perbandingan langsung dan pendekatan pendapatan dengan mentode arus kas terdiskonto ataupun pendekatan biaya dengan metode biaya reproduksi.

Level 3 : Harga masukan yang tidak dapat diobservasi. Umumnya menggunakan pendekatan pendapatan, pendekatan biaya.

Pengukuran nilai wajar dari aset memperhitungkan kemampuan pelaku pasar untuk menghasilkan manfaat ekonomi dengan menggunakan aset dalam

Level 1 : Active Market

Level 2 : Price of similiar asset

Level 3 : Valuation Model

Mark to Market Mark to Market

Mark to Model Mark to Model

penggunaan tertinggi dan terbaiknya (HBU) atau dengan menjual kepada pelaku pasar lain yang akan menggunakan aset tersebut dalam HBUnya.

Tanaman merupakan faktor utama yang mempengaruhi dalam hal penyajian, pengakuan, dan pengungkapan di dalam laporan keuangan. Perbedaan pengklasifikasian antara tanaman produktif (bearer plant/tegakan) maupun produk agrikultur sangat signifikan dalam penyajian di laporan keuangan.

PSAK 69 yang mulai berlaku 1 Januari 2018 sudah mengatur tentang perbedaan perlakuan akuntasi antara perkebunan kelapa sawit, perkebunan karet, perkebunan teh, tembakau dan hewan seperti babi dan sapi perah. Aset biologis dan produk agrikultur merupakan ruang lingkup yang terdapat di PSAK 69.

Tanaman produktif didefinisikan sebagai tanaman hidup yang memenuhi kriteria :

a. Digunakan dalam produksi atau penyediaan produk agrikultur,

b. Diharapkan untuk menghasilkan produk untuk jangka waktu lebih dari satu periode, dan

c. Memiliki kemungkinan yang sangat jarang untuk dijual sebagai produk agrikultur, kecuali untuk penjualan sisa yang incidental (incidental scrap).

Dalam PSAK 69 diperkenalkan istilah baru, produk agrikultur. Produk agrikultur (agricultural produce) adalah produk yang dipanen dari aset biologis milik entitas. Sebagai contoh, susu adalah produk agrikultur dari sapi perah; daun teh adalah produk agrikultur dari pohon teh; getah karet adalah produk agrikultur dari pohon karet dan tandan buah segar adalah produk agrikultur dari pohon kelapa sawit.

Perubahan aset melalui proses pertumbuhan (peningkatan kuantitas atau perbaikan kualitas tanaman), degenerasi (penurunan kualitas tanaman), prokreasi (penciptaan tanaman hidup tambahan) yang mengakibatkan perubahan kualitatif atau kuantitatif aset biologis (biasa disebut sebagai transformasi biologis) dan aktivitas panen aset biologis oleh entitas untuk dijual atau untuk dikonversi menjadi produk agrikultur atau menjadi aset biologis tambahan merupakan aktivitas yang disebut sebagai aktivitas agrikultur (agricultural activity).

Aktivitas agrikultur mencakup berbagai aktivitas, sebagai contoh peternakan, kehutanan, budidaya tanaman semusim atau tahunan atau budidaya perikanan. Seperti diuraikan di atas, tanaman hidup yang merupakan tanaman produktif, perlakuan akuntansinya mengikuti PSAK 16, “Aset Tetap”. Pohon kelapa sawit adalah tanaman produktif karena memenuhi kriteria (a) sampai (c) di atas. Oleh karena itu, pada saat pengakuan, pohon kelapa sawit diukur pada biaya perolehannya dan setelah pengakuan diperlakukan dengan model revaluasi. Akan tetapi hasil dari tanaman produktif yang merupakan produk agrikultur, akan termasuk dalam lingkup PSAK 69. Sebagai ilustrasi, hasil pohon kelapa sawit berupa tandan buah segar akan diklasifikasikan sebagai produk agrikultur. Sesuai PSAK 69, produk agrikultur yang dipanen dari aset biologis milik entitas, dalam hal ini tandan buah segar, akan diukur menggunakan konsep nilai wajar.

Sementara itu, tanaman yang dibudidayakan untuk dipanen sebagai produk agrikultur atau untuk menghasilkan produk agrikultur serta tanaman semusim adalah merupakan bukan tanaman produktif. Oleh karena itu, pohon jati merupakan bukan tanaman produktif karena jati dibudidayakan untuk dipanen sebagai produk agrikultur. Demikian pula sayuran yang merupakan tanaman

semusim tentu bukan merupakan tanaman produktif. Atas bukan tanaman produktif ini perlakuan akuntansinya akan mengikuti ketentuan dalam PSAK 69..

Sebagai konklusi, entitas pertama kali perlu untuk menentukan apakah suatu tanaman perkebunan merupakan tanaman produktif atau bukan. Hal ini sangat penting untuk menentukan standar akuntansi mana yang paling tepat, PSAK 16 atau PSAK 69. Karena kedua standar akan menghasilkan penyajian, pengakuan, pengukuran dan pengungkapan yang berbeda dalam laporan keuangan entitas. (RSM, 2017)

Penilaian Biological Assets dan produk agrikultur untuk keperluan pelaporan keuangan sebagaimana diatur dalam IAS 41 atau PSAK 69 dikhususkan kepada produk agrikultur diukur pada saat pengakuan awal dan pada saat akhir setiap periode pelaporan sebagai Nilai Wajar dikurangi biaya untuk menjual pada titik panen. Pada tanaman kelapa sawit, produk agrikultur adalah tandan buah segar yang dapat dipanen selama buah telah memasuki periode yang dapat ditentukan jumlah dan masa panennya.

Sumber: IAS 41 /PSAK 69

Aset Biologis Aset Biologis

Tanaman Hidup

Tanaman Hidup Hewan TernakHewan Ternak

Tanaman Produktif

Model Biaya atau Model Revaluasi (IAS 16 / PSAK 16) Model Biaya atau Model Revaluasi

(IAS 16 / PSAK 16)

Model Revaluasi (IAS 41 / PSAK 69)

Model Revaluasi (IAS 41 / PSAK 69)

Tabel 2.5. Contoh Aset Biologis

Aset Biologis Produk Agrikultur Produk yang merupakan hasil pemrosesan setelah panen

Domba Wol Benang karpet

Pohon dalam hutan kayu Pohon tebangan Kayu gelondongan, potongan kayu

Sapi perah Susu Keju

Babi Daging potong Sosis, ham (daging asap)

Tanaman kapas Kapas panen Benang, pakaian

Tebu Tebu panen Gula

Tanaman tembakau Daun tembakau Tembakau

Tanaman teh Daun teh The

Tanaman Anggur Buah anggur Minuman anggur (wine)

Tanaman buah-buahan Buah petikan Buah olahan Pohon kelapa sawit Tandan buah segar Minyak kelapa sawit

Pohon karet Getah karet Produk olahan karet

Beberapa tanaman, sebagai contoh, tanaman teh, tanaman anggur, pohon kelapa sawit, dan pohon karet memenuhi definisi tanaman produktif (bearer plants) dan termasuk dalam ruang lingkup PSAK 16 : Aset Tetap. Namun, produk yang tumbuh (produce growing) pada tanaman produktif (bearer plants), sebagai contoh, daun teh, buah anggur, tandan buah segar kelapa sawit, dan getah karet, termasuk dalam ruang lingkup PSAK 69 : Agrikultur.

Penilaian produk agrikultur menggunakan pendekatan pendapatan menggunakan metode diskonto arus kas (discounted cash flow).

2.7. Penelitian Terdahulu

Peneliti/

Tahun Topik Penelitian Alat Analisis Hasil Penelitian Rafael Todescato biologis : Pendekatan Empiris

Discounted Cash Flow (DCF). Pengumpulan data dilakukan melalui analisis laporan internal dan

wawancara

Pengukuran nilai wajar atas hutan industri ideal Produk Agrikultur di Republik Ceko

Survei Kuesioner metode pengukuran aset biologis sesuai dengan Standar Akuntansi Internasional 41(IAS 41), yang didasarkan pada nilai Biaya Historis merupakan pedoman akuntansi untuk BUMN. PT. Perkebunan Nusantara masih belum menggunakan

Terdapat perbedaan nilai total biological asset, nilai total pendapatan, nilai total laba apabila menggunakan pendekatan fair value, selain itu menunjukkan bahwa penerapan pendekatan fair value memiliki income smoothing indeks yang lebih besar dibandingkan menggunakan historical

Peneliti/

Tahun Topik Penelitian Alat Analisis Hasil Penelitian Muhammad. K, dan

Ghani (2013)

A Fair Value Model for Bearer Biological Assets in Promoting Corporate Governance

Regresi berganda Pemodelan nilai wajar perkebunan untuk The Ripening Process of Fresh Fruits

Regresi berganda Terdapat penurunan kadar minyak dari 86,33%

menjadi 20,86% dalam waktu 8 bulan.

Hamid Yusuf (2014) Pengaruh Nilai Wajar Aset Biologis Dalam

Penelitian ini membahas tentang penilain produk agrikultur tanaman kelapa sawit yaitu tandah buah segar. Pada penelitian sebelumnya, objek penilitian hanya berfokus pada perkebunan kelapa sawit, dalam penilitian ini peneliti meneliti tentang metode pengukuran dan penilaian dari biological asset dan produk agrikultur tanaman kelapa sawit untuk tujuan pelaporan keuangan yaitu tanda buah segar dengan menggunakan 2 pendekatan.

KERANGKA KONSEPTUAL

Penilaian biological assets dan produk agrikultur untuk keperluan pelaporan keuangan sebagaimana diatur dalam IAS 41 atau PSAK 69 dikhususkan kepada produk agrikultur diukur pada pengakuan awal dan saat akhir setiap periode pelaporan sebagai Nilai Wajar dikurangi biaya untuk menjual pada titik panen. Pada tanaman kelapa sawit, produk agrikulturnya adalah tandan buah segar yang akan panen selama buah telah memasuki periode yang dapat ditentukan jumlah dan masa panennya.

Pada umumnya hirarki / level pengukuran nilai wajar untuk produk agrikultur berada pada level 2 dan level 3. Teknik penilaian pengukuran nilai wajar menggunakan 2 teknik pendekatan yaitu pendekatan pasar dan pendekatan pendapatan. Pendekatan pasar dengan metode perbandingan langsung, sementara pendekatan pendapatan menggunakan metode arus kas terdiskonto.

Nilai properti perkebunan merupakan penjumlahan dari nilai tanah, nilai tanaman dan nilai aset non tanaman. Nilai tanaman adalah selisih antara nilai properti perkebunan dikurangi dengan nilai tanah dan dikurangi dengan nilai aset non tanaman. Sesuai dengan PSAK 69 tentang agrikultur, bahwa nilai tanaman produktif (tegakan tanaman) merupakan nilai tanaman dikurangi nilai produk agrikultur. Nilai produk agrikultur tersebut dalam hal ini tandan buah segar dihitung menggunakan 2 pendekatan yaitu pendekatan pasar dengan metode perbandingan langsung dan pendekatan pendapatan dengan metode diskonto arus

OBJEK PENELITIAN PERKEBUNAN

PSAK 16 PSAK 16PSAK 16

NILAI WAJAR

Gambar 3.1. Kerangka Konseptual Penelitian 3.1. Pelaporan Keuangan Berdasarkan PSAK 16

Model biaya (cost model) merupakan pendekatan yang umum digunakan oleh entitas perkebunan kelapa sawit dalam pelaporan keuangannya sebelum terbit PSAK 69 Agrikultur. Hal ini disebabkan pengaturan standar akuntansi keuangan (SAK) di Indonesia masih belum mengatur pengukuran nilai aset tanaman, sehingga selama ini masih menggunakan PSAK 16 (Aset Tetap). Selain menggunakan model biaya, pengukuran aset biologis dapat juga menggunakan model revaluasi. Dimana nilai tanaman (aset biologis) merupakan nilai properti perkebunan secara keseluruhan dikurangkan dengan nilai tanah dan nilai non tanaman. Perkebunan kelapa sawit termasuk kategori properti yang menghasilkan pendapatan, sehingga nilai perkebunan kelapa sawit secara keseluruhan harus dilihat dalam konteks satu kesatuan yang sedang berjalan (going concern). Untuk penilaian perkebunan sebagai aset tetap dapat dilihat sebagai asets individual

sehingga dalam memproyeksikan pendapatannya sangat tergantung dengan masa produksinya. Nilai tanaman merupakan dari nilai seluruh properti (diperoleh dengan pendekatan pendapatan) melalui proses pemisahan atau dengan kata lain nilai aset biologis tanaman merupakan nilai keseluruhan properti dikurang dengan nilai aset non tanaman.

3.2. Pelaporan Keuangan Berdasaran PSAK 69

Pengukuran atau penilaian atas aset biologis diperlukan karena adanya transformasi atas aset biologis tanaman pada perusahaan agrikultur, sehingga akan tampak jelas nilai dari aset perusahaan serta kontribusinya dalam menghasilkan aliran keuntungan ekonomis.

Pencatatan, pengungkapan dan penyajian laporan keuangan dalam arti yang luas berarti penyampaian (release) informasi. Informasi keuangan, informasi non keuangan, informasi kuantitatif maupun informasi lain yang menggambarkan kinerja perusahaan merupakan informasi yang dilakukan oleh perusahaan di dalam laporan keuangannya. (Owusu Ansah, 1998) dalam (Yurniwati, Amsal Djunid, Frida Amelia, 2017). Dibutuhkan kualitas yang tinggi dalam pengungkapan di dalam laporan keuangan sehingga memudahkan investor dan para pengguna laporan keuangan untuk memahami informasi yang ada didalamnya. (Choi, 2005) dalam (Yurniwati, Amsal Djunid, Frida Amelia, 2017).

Nilai ekonomi dan manfaat dari aset biologi sangat dipengaruhi oleh perubahan jumlah, ukuran dan kondisi fisik.

Dengan adanya PSAK 69 maka laporan keuangan untuk entitas perkebunan menggunakan model revaluasi, dimana aset tanaman dipisah menjadi tanaman produktif (bearer plant) dan produk agrikultur (agricultural produce).

Nilai tanaman produktif (tegakan) merupakan nilai tanaman dikurangi dengan nilai produk agrikultur.

Produk agrikultur pada tanaman kelapa sawit adalah tandan buah segar (TBS) yang dapat dipanen selama buah telah memasuki periode yang dapat ditentukan jumlah dan masa panennya. Tandan buah segar (TBS) yang telah menunjukkan tanda – tanda siap untuk dapat dipanen, secara teknis budidaya berkisar kurang dari 3-4 bulan menjelang TBS dapat dipetik/dipanen. Penentuan jumlah produk yang akan dipanen dapat diestimasi dengan melakukan perhitungan/perkiraan produksi buah.

Sensus produksi adalah pekiraan jumlah tandan buah segar (TBS) untuk memperoleh estimasi produksi dalam 4 bulan ke depan. Buah yang dihitung adalah mulai dari bunga yang sudah penyerbukan sampai buah masak yang akan dipanen 1 bulan yang akan datang. Sensus produksi bertujuan untuk memperoleh total produksi tandan buah segar yang dihasilkan dari seluruh total areal tanaman dalam satu semester atau untuk produksi 4 bulan yang akan datang. Produk agrikultur berupa TBS dihitung menggunakan pendekatan pasar dan pendekatan pendapatan.

3.2.1. Pendekatan Pasar

Nilai tandan buah segar menggunakan pendekatan pasar merupakan nilai setelah dilakukan penyesuaian sesuai dengan kondisi pasar. Dikarenakan tandan buah segar masih belum matang sempurna, sementara dalam penentuan nilai dari buah diasumsikan dipanen pada saat sekarang, maka perlu dilakukan penyesuaian dalam faktor kadar minyak.

Tandan buah segar yang dihitung berdasarkan BBC merupakan jenis tandan buah segar untuk proyeksi 4 bulansebelum panen. Akan tetapi unuk pendekatan pasar produksi buah yang akan dihitung untuk nilai wajar adalah produksi selama 2 bulan periode sebelum panen, hal ini sesuai dengan penelitian Afshin Keshvadi, Johari Bin Endan, Haniff Harun, Desa Ahmad, dan Farah Saleena (2012) dengan judul The Reflection of Moisture Content on Palm Oil Development During The Ripening Process of Fresh Fruits bahwa buah yang sudah mengandung kadar minyak adalah tandan buah yang akan dipanen 2 bulan lagi. Sehingga produksi TBS yang diperhitungkan dalam pendekatan pasar merupakan jumlah TBS untuk 1 bulan dan 2 bulan sebelum panen saja.

3.2.2. Pendekatan Pendapatan

Nilai tandan buah segar menggunakan pendekatan pendapatan merupakan nilai kini dari proyeksi pendapatan atas buah berdasarkan harga pasar pada masing – masing periode estimasi buah akan dipanen dikurangi dengan biaya perawatan dan pemeliharaan serta biaya panen dan biaya angkut. Untuk mendapatkan pendapatan bersih, potensi pendapatan kotor hasil panen yang diperoleh dari estimasi melalui sensus produksi perlu dikurangi biaya-biaya yang harus dikeluarkan untuk mendapatkan arus kas bersih dari hasil produk agrikultur selama periode masa panen. Produksi tandan buah segar yang dijadikan sebagai dasar perhitungan nilai wajar adalah untuk periode 4 bulan proyeksi sebelum panen. Seluruh buah yang sudah ada di pokok kelapa sawit.

METODE PENELITIAN

4.1. Jenis dan Sifat Penelitian

Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah penelitian kuantitatif dengan desain penelitian observasi, deskriptif, dan explanatory. Desain observasi lebih menekankan kepada pengamatan serta pencatatan sistematik gejala yang ada pada objek penelitian. Desain deskriptif memfokuskan pada penggambaran dan penjelasan objek penelitian secara rinci, lengkap dan sistematis untuk mendapatkan gambaran penelitian secara komprehensif. Desain explanatory memfokuskan pada pengujian teori yang sudah ada dan sudah permanen pada konteks penelitian yang berbeda.

4.2. Lokasi dan waktu penelitian

Pengumpulan data penelitian dilakukan pada tanggal 1 Desember 2018

sampai dengan tanggal 1 Februari 2019 untuk tanggal penilaian per tanggal 31 Desember 2018 sesuai dengan tanggal pelaporan keuangan di perkebunan

kelapa sawit milik PT Musam Utjing yang terletak di Desa Sei Musam, Kecamatan Bahorok, Kabupaten Langkat, Provinsi Sumatera Utara.

4.3. Populasi dan Sampel

Adapun yang menjadi populasi untuk penelitian ini adalah keseluruhan kebun kelapa sawit (aset tanaman dan non tanaman), sedangkan sampel adalah Tandan Buah Segar (TBS) di setiap pokok tanaman. Pokok tanaman yang menjadi sampel diambil secara random yang dapat mewakili keseluruhan tanaman di perkebunan kelapa sawit milik PT Musam Utjing.

Total populasi penelitian seluas 1.924,28 ha dan total sampel seluas 96,214 ha (5%) dari luas total populasi. Data pada penelitian ini adalah continuous data yaitu tanaman kelapa sawit yang diurutkan berdasarkan tahun tanam yang sudah menghasilkan buah.

Penelitian ini menggunakan teknik stratified sampling, stratified sampling adalah metode pengambilan sampel yang memperhatikan tingkatan elemen populasi. Elemen populasi dibagi menjadi beberapa tingkatan (stratifikasi) berdasarkan karakter yang melekat padanya.

Pengelompokan pada tingkat-tingkat tertentu dalam pengambilan sampel bertujuan agar sampel yang diambil merata pada seluruh tingkatan dan mewakili karakter seluruh elemen populasi yang beragam. Sampel didasarkan pasa umur tanaman (tahun tanam).

Untuk karakter elemen yang bersifat seragam proses pengambilan sampel cukup mudah dan tidak memerlukan teknik sampel yang sulit dan hanya membutuhkan jumlah sampel yang sedikit, akan tetapi populasi yang dijadikan sebagai objek penelitian cenderung bersifat heterogen. (Hendra Setya Raharja, 2018)

Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data melalui perhitungan tandan pada pokok sawit untuk memperkirakan produksi tandan buah segar (TBS) kelapa sawit selama 4 bulan mendatang dengan metode sensus. Sensus dilakukan dengan menghitung semua tandan yang ada pada pokok setelah putaran panen terakhir dan mengelompokkan tandan ke dalam 4 kategori usia buah yaitu 1 – 4 bulan sebelum dipanen. Maka jika untuk meramalkan produksi satu bulan cukup dengan menghitung tandan yang akan matang pada bulan yang akan datang.

Dengan menghitung tandan yang siap panen dalam 3 rotasi mendatang maka dapat diketahui berapa jumlah produksi TBS yang akan diperoleh selama 1 bulan.

Setelah itu dilakukan rekapitulasi hasil sensus pada form yang tersedia berdasarkan umur tandan, luasan lahan, tahun tanam, jumlah pokok dan total sampel. Juga akan dihitung jumlah tandan, tandan/pokok, berat tandan rata-rata, dan taksiran tonase. Dari taksiran tonase ini dapat diketahui jumlah produksi pada suatu blok, sehingga akan didapatkan total produksi dari kebun secara keseluruhan yang akan digunakan dalam proyeksi pendapatan pada pendekatan pendapatan.

4.4. Teknik Pengumpulan Data

Dalam penelitian ini, pengumpulan data dilakukan dengan communication method (survei dan wawancara). Data dikumpulkan dan diperoleh dengan mencari sumber terpercaya sehingga nilai akhir dari tujuan dilakukannya penelitian ini tidak menjadi bias.

Standar Penilaian Indonesia 104 (SPI 104) menyatakan bahwa investigasi dalam konteks penilaian merupakan proses pengumpulan data yang cukup dengan cara melakukan inspeksi, penelaahan, perhitungan dan analisis sesuai tujuan penilian. Inspeksi merupakan kegiatan pengecekan antara dokumen dengan fisik lapangan. Pengumpulan data dilakukan dengan surve langsung ke lapangan untuk memperoleh gambaran terhadap objek penelitian serta untuk memahami kondisi lingkungan sekitar.

Dalam penelitian ini, peneliti juga menggunakan metode wawancara sebagai pendukung metode survei. Metode wawancara dilakukan secara personal.

Menurut Kuncoro (2009: 160), wawancara personal (personal interviewing)

merupakan wawancara yang dilakukan antara peneliti (pewawancara) dengan responden (yang diwawancarai), yang diarahkan oleh peneiti untuk memperoleh informasi yang dibutuhkan dan relevan.

Metode wawancara digunakan dalam mencari informasi biaya yang dikeluarkan seperti pupuk yang digunakan, biaya perawatan, biaya tenaga kerja, dan biaya panen. Selain itu, metode wawancara juga dilakukan kepada pemilik

Metode wawancara digunakan dalam mencari informasi biaya yang dikeluarkan seperti pupuk yang digunakan, biaya perawatan, biaya tenaga kerja, dan biaya panen. Selain itu, metode wawancara juga dilakukan kepada pemilik

Dokumen terkait