• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEHILANGAN AIR

Rencana Irigasi Rotasi

PROSES PERHITUNGAN DEBIT PROSES PENENTUAN DURASI IRIGASI

Tabel 37. Detil jenis masukan proses perencanaan irigasi rotasi

Masukan Uraian

Data Spasial Jarak petak tersier ke sumber Parameter Lingkungan Efisiensi pada saluran dan petakan

Debit pada saluran

Kehilangan air di saluran dan petakan Spesifikasi Petak Tersier Luas petak tersier

Faktor Manajemen Pembagian hulu dan hilir

Durasi irigasi rotasi konvensional Tinggi genangan yang dibutuhkan

Tabel 38. Detil proses perencanaan irigasi rotasi

No Proses Subproses

1 Perhitungan Kehilangan Air • Faktor luas petak tersier • Faktor panjang saluran

2 Perhitungan Debit • Debit air masuk saluran sekunder • Debit air masuk petak tersier 3 Penentuan Durasi Irigasi • Durasi pengisian per ha

• Durasi pengisian per petak tersier • Durasi penyaluran per ha

• Durasi penyaluran per petak tersier • Durasi antar irigasi per petak tersier

Saat irigasi rotasi digunakan, wilayah Pengamat Irigasi Cikarang yang menjadi tempat penelitian dibagi menjadi 2 bagian yaitu bagian hulu dan bagian hilir. Bagian hulu dan hilir dibatasi oleh bangunan bagi sadap yang

memungkinkan penyaluran air dapat dialokasikan sesuai dengan jadwal bagian yang telah disepakati. Berdasarkan letak bangunan bagi sadap, pembagian daerah hulu dan daerah hilir untuk sistem irigasi rotasi disajikan pada Tabel 39.

Tabel 39. Pembagian daerah irigasi rotasi

BAGIAN SUMBER BANGUNAN BAGI

Hulu BTb30a BSt01 – BSt16 BGn01 – BGn08 BLa01 – BLa06 BKw01 – BKw07 BKg4 BRBd01 – BRBd08 BRk01 – BRk20 Hilir BTb30a BSt17 – BSt23 BKh01 – BKh04 BKl01 – BKl04 BKg4 BRBd09 – BRBd26 BPbe01 – BPbe08 BKn01 – BKn13

Lampiran 3 dan Lampiran 4 men yajikan spesifikasi irigasi rotasi untuk bagian hulu dan bagian hilir pada periode Jun1. Lampiran 5 dan Lampiran 6 menyajikan spesifikasi irigasi rotasi untuk bagian hulu dan bagian hilir pada periode Agt2. Kedua periode tersebut dipilih karena durasi irig asi minimum umumnya terjadi pada periode Jun1, sedangkan durasi irigasi rotasi maksimum umumnya terjadi pada periode Agt2. Lampiran 3 sampai dengan Lampiran 6 meliputi data luas petak tersier, jarak sumber air (BTb30a dan BKg4) ke petak tersier, debit yang masuk di saluran tersier, perhitungan kehilangan air, durasi pengisian, durasi penyaluran irigasi optimal dan durasi antar irigasi. Dari setiap bangunan bagi, air irigasi dialirkan melalui intake menuju petak tersier. Berdasarkan nilai persentase kehilang an air pada petak tersier (Purba 1980) dan luas tanam rata-rata 10.000 ha di wilayah Pengamat Irigasi Cikarang, maka So

untuk musim tanam rendeng ditetapkan sebesar 0,0491% dan untuk musim gadu ditetapkan sebesar 0,0086%.

Selanjutnya, kehilangan air pada petak tersier ke-i (Si) dihitung dengan menggunakan Persamaan /22/. Faktor pembobot untuk luas lahan (F = 0,73) dihitung menggunakan Persamaan /23/. Kemudian koefisien kehilangan air selama penyaluran dari setiap luas petak tersier (CLfi) dihitung dengan menggunakan Persamaan /21/. Hasil dari CLfi untuk periode Jun1 dengan debit air di saluran primer sebesar 3896,4 l dtk-1 ditunjukkan pada Lampiran 3. Sebagai contoh, petak tersier Gn01ki yang berada di bagian hulu dan luas target tanamnya 64 ha mempunyai nilai CLfi sebesar 0,00050. Sedangkan petak tersier Kh01ka yang berada di bagian hilir dan luas target tanamnya 46 ha (Lampiran 4) mempunyai nilai CLfi sebesar 0,00036. Semakin besar luas petak tersier, semakin besar nilai CLfi.

Dengan menggunakan Co = 0,1 sebagai prosentase kehilangan air di saluran sekunder yang ditetapkan oleh Perum Jasa Tirta II, besarnya kehilangan air di saluran menuju petak tersier ke-i (Ci) dihitung dengan menggunakan Persamaan /25/. Faktor pembobot (G) saluran sekunder berdasarkan jarak sumber air ke petak tersier dihitung dengan menggunakan Persamaan /26/ dan didapatkan

G=1/11327,9=8,8x10-5. Koefisien kehilangan air pada saluran ke petak tersier (CLci) dihitung dengan menggunakan Persamaan /24/. Hasil perhitungan CLci

disajikan pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Sebagai contoh petak tersier Gn01ki yang berada di bagian hulu dan berjarak 5,5 km dari BTb30a mempunyai nilai

CLci sebesar 0,049. Sedangkan petak tersier Kh01ka yang berada di bagian hilir dan berjarak 16,4 km dari sumber BTb30a mempunyai nilai CLci sebesar 0,145. Semakin jauh jarak petak tersier dari sumber air, nilai CLci semakin membesar.

Debit air yang masuk ke petak tersier dihitung berdasarkan debit air yang masuk ke saluran sekunder melalui pintu air BTb30a dan BKg04, debit air yang masuk ke saluran tersier dan faktor kehilangan air. Perhitungan besarnya debit yang masuk ke saluran sekunder melalui pintu air menggunakan faktor kehilangan air sesuai Surat Keputusan Direktur Perum Jasa Tirta II tahun 2001 yaitu sebesar 5%. Sedangkan perhitungan besarnya debit yang masuk ke saluran tersier menggunakan faktor kehilangan air berdasarkan jarak pintu air saluran sekunder

ke pintu air saluran tersier (CLci). Sebagai contoh, pada bagian hulu (Lampiran 3), debit yang masuk ke saluran sekunder BGn adalah 3896,4 – (3896,4 x 0,05) = 3701,6 l dtk-1 dibulatkan menjadi 3.702 l dtk-1. Kemudian debit yang masuk ke saluran tersier untuk petak BGn01ki adalah 3701,6 – (3701,6 x 0,04855) = 3521,9 l dtk-1 dibulatkan menjadi 3.522 l dtk-1. Pada bagian hilir, debit yang masuk ke saluran tersier untuk petak BKh01ka adalah 3701,6 – (3701,6 x 0,0145) = 3164,5 l dtk-1 dibulatkan menjadi 3.165 l dtk-1.

Faktor rembesan yang merupakan besarnya kehilangan air dihitung berdasarkan perbandingan antara debit yang masuk ke saluran sekunder dan debit yang keluar ke saluran tersier. Faktor rembesan untuk setiap petak tersier untuk periode Jun1 dengan debit masuk ke saluran sekunder sebesar 3896,4 l dtk-1 disajikan juga pada Lampiran 3 dan Lampiran 4. Sebagai contoh, faktor rembesan untuk petak tersier Gn01ki adalah sebesar 1,051. Semakin jauh jarak petak tersier dari sumber air, maka faktor rembesannya makin membesar. Hal ini dikarenakan debit yang masuk ke saluran tersier makin mengecil seiring dengan bertambahnya jarak dari sumber ke petak tersier.

Durasi pengisian merupakan durasi yang dibutuhkan untuk menggenangi petak tersier sampai setinggi 60 -80 mm (Kalsim, 2000). Untuk bagian hulu (Lampiran 3), petak tersier Rbd02ka dengan luas 313 ha mempunyai durasi pengisian terlama yaitu 14,2 jam. Sedangkan petak tersier Rk02ki dengan luas target tanam 4 ha mempunyai durasi pengisian tercepat yaitu 0,2 jam. Durasi pengisian rata-rata untuk bagian hulu adalah 3,2 jam. Untuk bagian hilir (Tabel 51), petak tersier Rbd18ki dengan luas target tanam 221 ha mempunyai durasi pengisian terlama yaitu 11,2 jam. Sedangkan petak tersier Kl03ki dengan luas target tanam 22 ha mempunyai durasi pengisian tercepat yaitu 1,2 jam. Durasi pengisian rata -rata untuk bagian hilir adalah 3,3 jam. Nilai durasi pengisian tersebut didapat dengan cara memperhitungkan debit air pada periode Jun1 yang sebesar 3896,4 l dtk-1. Perbedaan besaran debit pada setiap periode akan berpengaruh terhadap durasi pengisian.

Penentuan durasi irigasi rotasi optima l

Penentuan durasi irigasi rotasi optimal untuk setiap petak tersier tergantung pada durasi pengisian per ha dari petak tersier, luas target tanam dan besarnya rembesan yang menuju ke petak tersier tersebut.

Data durasi irigasi rotasi yang berlaku saat ini (konvensional) yaitu 72 jam dan hasil penentuan durasi irigasi rotasi optimal untuk setiap petak tersier baik yang terletak di bagian hulu dan bagian hilir periode Jun1 disajikan pada Lampiran 3 dan Lampiran 4.

Perbandingan durasi irigasi rotasi konvensional, durasi irigasi rotasi optimal dan durasi antar irigasi rotasi periode Jun1 pada petak tersier di sepanjang saluran sekunder (SS) Sukatani disajikan pada Gambar 43.

Gambar 43. Durasi konvensional dan durasi irigasi optimal di SS Sukatani

Dari Gambar 43 terlihat bahwa petak tersier yang terletak di bagian hulu dengan jarak kurang dari 14 km dari sumber BTb30a mendapat durasi irigasi rotasi optimal yang lebih cepat dibandingkan durasi irigasi rotasi konvensional. Sedangkan petak tersier yang terletak di bagian hulu dengan jarak lebih dari 14 km mendapat durasi irigasi rotasi optimal yang lebih lama dibandingkan dengan

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

2 5 8 11 14ka 15ki 17 20 22ki

Petak Tersier Konvensional Irigasi Optimal Antar Irigasi

durasi irigasi rotasi konvensional. Titik -titik yang menjadi puncak dari kurva menyatakan durasi irigasi rotasi optimal untuk petak tersier dengan luas target tanam yang lebih besar daripada rata-rata. Durasi irigasi rotasi rotasi yang terlama yaitu 225,3 jam terjadi pada periode Agt2 di petak tersier St20ki di bagian hilir dengan luas tanam 114 ha, berjarak 16,7 km dari sumber BTb30a dan durasi antar irigasi rotasinya selama 7 hari. Sedangkan durasi irigasi rotasi yang tercepat yaitu 4,7 jam pada periode Jun1 terjadi di petak tersier St03ka di bagian hulu dengan luas tanam 6 ha, berjarak 6,5 km dari sumber BTb30a dan durasi antar irigasi rotasinyanya selama 8 hari. Tidak terdapat perbedaan durasi irigasi rotasi optimal yang signifikan antar periode.

Perbandingan durasi irigasi rotasi konvensional, durasi irigasi rotasi optimal dan durasi antar irigasi rotasi periode Jun1 pada petak tersier di sepanjang SS Rengasbendung disajikan pada Gambar 44.

Gambar 44. Durasi konvensional dan durasi irigasi optimal di SS Rengasbendung

Gambar 44 memperlihatkan petak irigasi dengan durasi irigasi rotasi optimal yang tidak mengalami fluktuasi nilainya mendekati nilai durasi irigasi rotasi konvensional. Untuk SS Rengasbendung, secara umum, petak tersier yang terletak di bagian hulu mempunyai durasi irigasi rotasi optimal relatif sama

0 50 100 150 200

01ka 04ka 05ki 07ki 10ki 13ka 15ka 17ki 19ka 21 24

Petak Tersier Konvensional Irigasi Optimal Antar Irigasi

dengan durasi irigasi rotasi optimal dari petak tersier di bagian hilir, terkecuali pada petak tersier yang nilai durasi irigasi optimalnya menjadi titik puncak kurva. Kesamaan tersebut disebabkan oleh luas target tanam di bagian hilir maksimal sama dengan luas target tanam di bagian hulu. Durasi irigasi rotasi optimal yang terlama yaitu 245,5 jam terjadi pada periode Agt2 di petak tersier RBd02ka di bagian hulu dengan luas tanam 313 ha, berjarak 1,2 km dari sumber BKg04 dan durasi antar irigasi rotasinya selama 6 hari. Sedangkan durasi irigasi rotasi optimal yang tercepat yaitu 6,2 jam terjadi pada periode Jun1 di petak tersier Rbd04ka di bagian hulu dengan luas tanam 10 ha, berjarak 3,8 km dari sumber BKg04 dan durasi antar irigasi rotasinya selama 7 hari. Bangunan bagi sadap yang ada di BRbd08 dengan jarak 6,2 km dari BKg04 tidak mempunyai lahan untuk budidaya tanaman sehingga durasi irigasinya 0. Tidak terdapat perbedaan durasi irigasi rotasi optimal yang signifikan antar periode.

Perbandingan durasi irigasi rotasi konvensional, durasi irigas i rotasi optimal dan durasi antar irigasi rotasi periode Jun1 pada petak tersier di sepanjang SS Rawakuda disajikan pada Gambar 45.

Gambar 45. Durasi konvensional dan durasi irigasi optimal di SS Rawakuda

0 50 100 150 200

01ka 02ki 04ki02 06ki 09ka 13ka 17ka

Petak Tersier Konvensional Irigasi Optimal Antar Irigasi

Dari Gambar 45 terlihat bahwa secara umum durasi irigasi rotasi optimal mempunyai lama waktu yang lebih cepat dibandingkan dengan durasi irigasi rotasi konvensional terkecuali pada beberapa petak tersier yang menjadi titik puncak. Pada SS Rawakuda, kesemua petak tersier yang berjumlah 30 petakan masuk pada bagian hulu dikarenakan tidak adanya bangunan bagi sadap sepanjang saluran tersebut. Secara umum, petak tersier di SS Rawakuda mempunyai durasi irigasi rotasi optimal yang relatif sama. Terdapat 2 petak tersier yaitu Rk02ka02 dan Rk20ka yang menjadi titik puncak di awal dan di akhir saluran tersebut. Durasi irigasi rotasi optimal yang terlama yaitu 181,2 jam terjadi pada periode Agt2 di petak tersier Rk20ka di bagian hulu dengan luas tanam 185 ha, berjarak 23,5 km dari sumber BKg04 dan d urasi antar irigasinya selama 7 hari. Sedangkan durasi irigasi rotasi optimal yang tercepat yaitu 2,6 jam terjadi pada periode Jun1 di petak tersier Rk02ki di bagian hulu dengan luas target tanam 4 ha, berjarak 7,1 km dari sumber BKg04 dan durasi antar irigasinya selama 8 hari. Tidak terdapat perbedaan durasi irigasi rotasi optimal yang signifikan antar periode.

Perbandingan durasi irigasi rotasi konvensional, durasi irigasi rotasi optimal dan durasi antar irigasi rotasi periode Jun1 pada petak tersier di sepanjang SS Gelonggong disajikan pada Gambar 46. Dari Gambar 46 terlihat bahwa secara keseluruhan durasi irigasi rotasi optimal lebih cepat dibandingkan dengan durasi irigasi rotasi konvensional. Sampai jarak 6,4 km dari sumber BTb30a, nilai durasi irigasi rotasi optimal cenderung konstan untuk setiap periode yang menunjukkan luas target tanam tidak berselisih banyak. Perbedaan durasi irigasi rotasi optimal antar periode menghasilkan nilai yang cukup signifikan di bagian awal SS Gelonggong. Kemudian durasi irigasi rotasi optimal mengecil sampai dengan jarak 6,9 km dari sumber dan kembali membesar sampai dengan jarak 7,5 km dari sumber.

Pada SS Gelonggong, semua petak tersier yang berjumlah 8 petakan masuk di bagian hulu. Durasi irigasi rotasi optimal yang terlama yaitu 63,1 jam terjadi pada periode Agt2 di petak tersier Gn02ki dengan luas target tanam 66 ha, berjarak 5,7 km dari sumber BTb30a dan durasi antar irigasi rotasinya selama 7 hari. Sedangkan durasi irigasi rotasi optimal yang tercepat yaitu 11,8 jam terjadi

pada periode Jun1 di petak tersier Gn06ka dengan luas target tanam 15 ha, berjarak 6,9 km dari sumber BTb30a dan durasi antar irigasi rotasinya selama 7 hari.

Gambar 46. Durasi konvensional dan durasi irigasi optimal di SS Gelonggong

Perbandingan durasi irigasi rotasi konvensional, durasi irigasi rotasi optimal dan durasi antar irigasi rotasi periode Jun1 pada petak tersier di sepanjang SS Kahuripan disajikan pada Gambar 47. Dari Gambar 47 terlihat bahwa keseluruhan durasi irigasi rotasi optimal adalah lebih lama bila dibandingkan dengan durasi irigasi rotasi konvensional. Keseluruhan petak tersier di SS Kahuripan yang berjumlah 4 petakan masuk pada bagian hilir dan mendapat aliran air dari bangunan bagi sadap BSt16. Dari petak tersier yang terletak di bagian awal saluran, nilai durasi irigasi rotasi terus membesar sampai dengan petak tersier yang terletak ujung saluran. Hal tersebut menunjukkan peningkatan luas lahan budidaya tanaman. Perbedaan nilai durasi irigasi rotasi optimal antar periode pada petak tersier di awal saluran kurang signifikan dibandingkan dengan nilai durasi irigasi rotasi optimal antar periode pada petak tersier di ujung saluran. Durasi irigasi rotasi yang terlama yaitu 272,4 jam terjadi pada periode Agt2 di

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

01ki 02ki 03ki 04ki 05ka 06ka 07ka 08ka

Petak Tersier Konvensional Irigasi Optimal Antar Irigasi

petak tersier Kh04ka dengan luas tanam 135 ha, berjarak 18,6 km dari sumber BTb30a dan durasi antar irigasi rotasinya selama 7 hari. Sedangkan durasi irigasi rotasi yang tercepat yaitu 76,2 jam terjadi pada periode Jun1 di petak tersier Kh01ka dengan luas tanam 46 ha, berjarak 16,4 km dari sumber BTb30a dan durasi antar irigasi rotasinya selama 7 hari.

Gambar 47. Durasi konvensional dan durasi irigasi optimal di SS Kahuripan

Perbandingan durasi irigasi rotasi konvensional, durasi irigasi rotasi optimal dan durasi antar irigasi rotasi periode Jun1 pada petak tersier di sepanjang SS Kb Lompong disajikan pada Gambar 48. Dari Gambar 48 terlihat adanya variasi durasi irigasi rotasi optimal yang berfluktuasi dibandingkan durasi irigasi rotasi konvensional. Keseluruhan petak tersier di SS Kb Lompong yang berjumlah 7 petakan masuk pada bagian hilir dan mendapat aliran air dari bangunan bagi sadap BSt17. Di awal saluran sampai dengan jarak 15,7 km dari sumber BTb30a, nilai durasi irigasi rotasi optimal adalah sama dengan nilai durasi irigasi rotasi konvensional. Setelah itu, nilai durasi irigasi rotasi optimal berfluktuasi sampai dengan jarak 17,3 km di ujung saluran. Perbedaan nilai durasi irigasi rotasi optimal antar periode pada petak tersier di SS Kb Lompong tidak signifikan. Durasi irigasi rotasi optimal yang terlama yaitu 145 jam terjadi pada periode Agt2

0 50 100 150 200

01ka 02ka 03ka 04ka

Petak Tersier Konvensional Irigasi Optimal Antar irigasi

di petak tersier Kl02ki dengan luas tanam 74 ha, berjarak 15,8 km dari sumber BTb30a dan durasi antar irigasi rotasinya selama 7 hari. Sedangkan durasi irigasi rotasi optimal yang tercepat yaitu 36,5 jam terjadi pada periode Jun1 di petak tersier Kl03ki dengan luas tanam 22 ha, berjarak 16,6 km dari sumber BTb30a dan durasi antar irigasi rotasinya selama 7 hari.

Gambar 48. Durasi konvensional dan durasi irigasi optimal di SS Kb Lompong

Perbandingan durasi irigasi rotasi konvensional, durasi irigasi rotasi optimal dan durasi antar irigasi rotasi periode Jun1 pada petak tersier di sepanjang SS Kendayakan disajikan pada Gambar 49. Dari Gambar 49 terlihat bahwa secara mayoritas durasi irigasi rotasi optimal adalah lebih cepat dibandingkan durasi irigasi rotasi konvensional terkecuali di daerah hilir saluran tersebut. Keseluruhan petak tersier di SS Kendayakan yang berjumlah 22 petakan masuk pada bagian hilir dan mendapat aliran air dari bangunan bagi sadap BRbd20. Dari petak tersier yang terletak pada awal saluran, nilai durasi irigasi rotasi berfluktuasi sampai dengan jarak 15,9 km dari sumber. Hal tersebut disebabkan oleh adanya variasi luas target penanaman. Setelah itu nilai durasi irigasi rotasi meningkat secara stabil sampai dengan jarak 19 km dari sumber. Hal tersebut menandakan

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

01ka 01ki 02ka 02ki 03ka 03ki 04ka

Petak Tersier Konvensional Irigasi Optimal Antar Irigasi

penambahan luas lahan budidaya tanaman yang terjadi secara kontinyu pada setiap petak tersiern ya. Kemudian nilai durasi irigasi rotasi optimal kembali berfluktuasi sampai melebihi durasi irigasi rotasi konvensional. Perbedaan nilai durasi revisi irigasi rotasi optimal antar periode petak tersier dari awal saluran sampai ujung saluran adalah cukup signifikan. Durasi irigasi rotasi rotasi yang terlama yaitu 92 jam terjadi pada periode Agt2 di petak tersier Kn11ka dengan luas tanam 86 ha, berjarak 21,5 km dari sumber BKg04 dan durasi antar irigasi rotasinya selama 7 hari. Sedangkan durasi irigasi rotasi optimal yang tercepat yaitu 30 jam terjadi pada periode Jun1 di petak tersier Kn03ka dengan luas tanam 41 ha, berjarak 15,9 km dari sumber BKg04 dan durasi antar irigasi rotasinya selama 7 hari.

Gambar 49. Durasi konvensional dan duras i irigasi optimal SS Kendayakan

Perbandingan durasi irigasi rotasi konvensional, durasi irigasi rotasi optimal dan durasi antar irigasi rotasi periode Jun1 pada petak tersier di sepanjang SS Kalenderwak disajikan pada Gambar 50. Dari Gambar 50 terlihat bahwa secara mayoritas durasi irigasi rotasi optimal adalah lebih cepat dibandingkan dengan durasi irigasi rotasi konvensional terkecuali pada petak tersier yang

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

01ka 02ka 03ka 04ka 05ka 06ka 07ka 08ka 09ka 10ka 12ka

Petak Tersier

Konvensional Irigasi Optimal Antar Irigasi

terletak di ujung saluran tersebut. Keseluruhan petak tersier di SS Kalenderwak yang berjumlah 7 petakan masuk pada bagian hulu dan mendapat aliran air dari sumber air BTb30a. Dari petak tersier yang terletak pada awal saluran, nilai durasi irigasi rotasi sedikit berfluktuasi sampai dengan jarak 7,7 km dari sumber untuk kemudian cenderung konstan sampai dengan jarak 9,5 km. Hal tersebut disebabkan luas target penanaman yang hampir sama sampai pada jarak 9,5 km. Nilai durasi irigasi rotasi optimal yang terlama yaitu 80,8 jam yang terjadi pada periode Agt2 di petak tersier yang terakhir (Kw07ka) dengan luas tanam 81 ha, berjarak 10,1 km dari sumber BTb30a dan durasi antar irigasi rotasinya selama 7 hari. Sedangkan durasi irigasi rotasi rotasi yang tercepat yaitu 22,4 jam terjadi pada periode Jun1 di petak tersier Kw05ka dengan luas tanam 28 ha, berjarak 9 km dari sumber BKg04 dan durasi antar irigasi rotasinya selama 7 hari. Perbedaan nilai durasi irigasi rotasi optimal antar periode pada petak tersier dari awal saluran sampai ujung saluran adalah cukup signifikan.

Gambar 50. Durasi konvensional dan durasi revisi irigasi rotasi SS Kalenderwak

Perbandingan durasi irigasi rotasi konvensional, durasi irigasi rotasi optimal dan durasi antar irigasi rotasi periode Jun1 pada petak tersier di sepanjang

0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200

01ki 02ka 03ka 04ka 05ka 06ka 07ka

Petak Tersier Konvensional Irigasi Optimal Antar Irigasi

SS Lemahabang disajikan pada Gambar 51. Dari Gambar 51 terlihat bahwa secara umum durasi irigasi rotasi optimal adalah lebih cepat bila dibandingkan dengan durasi irigasi rotasi konvensional terkecuali di daerah awal saluran tersebut. Keseluruhan petak tersier di SS Lemahabang yang berjumlah 6 petakan masuk pada bagian hulu dan mendapat aliran air dari sumber BTb30a. Dari petak tersier yang terletak pada awal saluran, nilai durasi irigasi rotasi optimal berkurang sampai dengan jarak 8,1 km dari sumber. Hal tersebut disebabkan oleh berkurangnya luas target penanaman. Perbedaan nilai durasi irigasi rotasi optimal antar periode petak tersier dari awal saluran sampai dengan jarak 8,1 km adalah cukup signifikan. Setelah itu nilai durasi irigasi rotasi optimal meningkat secara stabil sampai dengan jarak 9,5 km. Hal tersebut menandakan penambahan luas tanaman terjadi secara kontinyu pada setiap petak tersiernya. Durasi irigasi rotasi optimal yang terlama yaitu 81,6 jam terjadi pada periode Agt2 di petak tersier La01ka dengan luas tanam 85 ha, berjarak 6,1 km dari sumber BTb30a dan durasi antar irigasi rotasinya selama 7 hari. Sedangkan durasi irigasi rotasi optimal yang tercepat yaitu 20,6 jam terjadi pada periode Jun1 di petak tersier La04ka dengan

Dokumen terkait