• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES PERLAKUAN PANAS

Dalam dokumen DIKTAT MATERIAL TEKNIK (Halaman 48-76)

Perlakuan Panas Pada Besi/Baja

Perlakuan panas adalah suatu proses pemanasan dan pendinginan logam dalam keadaan

padat untuk mengubah sifat-sifat mekaniknya. Baja dapat dikeraskan sehingga tahan aus dan kemampuan memotong meningkat atau dapat dilunakan untuk memudahkan proses pemesinan lanjut. Melalui perlakuan panas yang tepat, tegangan dalam dapat dihilangkan, ukuran butir dapat diperbesar atau diperkecil. Selain itu ketangguhan ditingkatkan atau dapat dihasilkan suatu permukaan yang keras disekeliling inti yang ulet. Untuk memungkinkan perlakuan panas tepat,

komposisi kimia baja harus diketahui karena perubahan komposisi kimia, khususnya karbon dapat mengakibatkan perubahan sifat-sifat fisis. Beberapa perlakuan panas pada logam adalah sebagai berikut:

1. Normalizing

Proses normalizing bertujuan untuk memperbaiki dan menghilangkan ketidak seragaman struktur dalam baja menjadi berstrukrur yang normal kembali yang otomatis mengembalikan keuletan baja lagi. Beberapa penyebab dari ketidak seragaman struktur karena:

 pengerjaan rol atau tempa

 pengerjaan las atau potong las

 temperatur pengerasan yang terlalu tinggi

 menahan terlalu lama di daerah austenit

S y a f r i z a l H a l . 4 8 Gambar 4.1. Diagram proses heat treatment

2. Anil (annealing)

Annealing yaitu suatu proses laku panas yang dilakukan pada logam atau paduan dalam pembuatan produk. Prinsip annealing ialah memanaskan baja sampai suhu tertentu, kemudian menahannya selama waktu tertentu kemudian didinginkan dengan lambat. Tujuan utama proses annealing ialah melunakan, menghaluskan butir kristal, menghilangkan internal stress, memperbaiki machinability dan memperbaiki sifat kelistrikan / kemagnetan.

Annealing dilakukan untuk memperbaiki mampu mesin dan mampu bentuk, memperbaiki keuletan, menurunkan atau menghilangkan tegangan sisa dan menyiapkan struktur baja untuk proses perlakuan panas. Proses anil terdiri dari beberapa tipe yang diterapkan untuk mencapai sifat-sifat tertentu sebagai berikut :

a. Full Annealing

Full Annealing terdiri dari austenisasi dari baja yang bersangkutan diikuti dengan pendinginan yang lambat di dalam tungku. Full Annealing untuk baja Hypoeutektoid dilakukan pada temperatur austenisasi sekitar 50oC diatas garis A3 dan mendiamkannya pada temperatur tersebut untuk jangka waktu tertentu, kemudian diikuti dengan pandinginan yang lambat didalam tungku. Pada

S y a f r i z a l H a l . 4 9 temperatur austenisasi, pembentukan austenit akan mengubah struktur yang ada sebelum dilakukan pemanasan dan austenit yang terbentuk relatif halus.

Baja Hypereutektoid dipanaskan diatas temperatur Acm dan didinginkan perlahan-lahan, maka pada batas butir akan terbentuk sementit proeutektoid sehingga akan terjadi rangkaian sementit pada batas butir austenit. Full Annealling akan memperbaiki mampu mesin dan juga menaikkan kekuatan akibat butir-butirnya menjadi halus.

b. Spherodized Annealing

Spherodized Annealing dilakukan dengan cara memanaskan baja sedikit diatas atau dibawah temperatur kritik A1 didiamkan pada temperatur tersebut untuk jangka waktu tertentu kemudian diikuti dengan pendinginan yang lambat. Spherodized Annealing untuk memperbaiki mampu mesin dan memperbaiki mampu bentuk.

3. Tempering

Setelah proses hardening biasanya baja akan sangat keras dan bersifat rapuh, untuk itu perlu proses lanjutan yaitu proses tempering.Tempering ini bertujuan untuk :

 Mengurangi kekerasan

 Mengurangi tegangan dalam

 Memperbaiki susunan struktur Baja

Prinsip dari tempering adalah baja dipanaskan sampai temperature dibawah A1(diagram FeC) ditahan selama 1 jam/ 25 mm tebal baja, lalu didinginkan di udara dan pada suhu 300-400 ºC dapat di quenching dengan media oli atau dapat juga didinginkan di udara. Secara kimia selama tempering yang terjadi adalah atom C yang setelah proses hardening terperangkap pada jaringan besi Alfa dan pada proses pemanasan tempering atom C mendapat kesempatan untuk melakukan diffuse yaitu pemerataan kadar C tanpa adanya halangan dan kembali menjadi sementit. Proses ini berlangsung terus sehingga diperoleh struktur ferrite yang bercampur dengan sementit, dan diperoleh struktur yang ulet.

Martempering

Pada proses ini baja dipanaskan hingga temperatur austenit kemudian didinginkan secara mendadak / di quenching pada bak yang berisi air garam yang panas yaitu pada

S y a f r i z a l H a l . 5 0 temperatur Martensit ( 210-220 ºC ) dan ditahan dalam bak sedemikian lama hingga permukaan maupun inti baja memiliki suhu sama yaitu suhu martensit, lalu diangkat dan didinginkan di udara, baru setelah mencapai suhu dilakukan tempering.

Perubahan bagian dari inti baja dari austenit menjadi martensit selalu disertai dengan perubahan volume ditambah pula perbedaan suhu antara kulit dan inti dari baja yang di quenching ( kulit lebih cepat menjadi martensit ) menyebabkan terjadinya tegangan maupun deformasi, pada pemanasan bertahap ini ( martempering ) kemungkinan diatas dapat diperkecil karena perubahan dari austenit ke martensit berlangsung serentak.

Kekerasan yang dihasilkan pada proses martempering ini sedikit lebih rendah dari pada proses hardening dengan oli karena waktu tahan pada martempering berjalan lama sehingga strukturnya sedikit terbentuk struktur bainit. Pengerasan dalam bak panas ini hanya cocok untuk jenis baja yang proses perubahannya lambat.

S y a f r i z a l H a l . 5 1

S y a f r i z a l H a l . 5 2 BAB 5.

SIFAT MEKANIK

Sebagian besar material yang terangkai dalam kesatuan sistem statis dan dinamis mendapat beban mekanik. Beberapa sifat mekanik yang penting antara lain:

4.1. Kekuatan (strength)

Merupakan kemampuan suatu material untuk menerima beban tanpa menyebabkan material menjadi patah. Berdasarkan jenis dan bentuk beban yang bekerja, kekuatan dibagi dalam beberapa macam yaitu kekuatan tarik, kekuatan geser, kekuatan tekan, kekuatan torsi, dan kekuatan lengkung. Berikut akan diberikan contoh umum yang terkait pada kekuatan material

Gambar 4.1. Kekuatan tali crane untuk menahan gaya tarik pembebanan a. Kekuatan tarik adalah kekuatan suatu material untuk menerima beban tarik

tanpa mengalami kerusakkan , gambar 4.1. diatas menjelaskan kekuatan suatu tali crane yang sangup menahan gaya tarik akibat pembebanan yang beratnya tonan pada tali crane. Tali crane akan terdeformasi hanya pada batas elastisitas sebagai batas ijin material yang di sarankan pada pemberian beban.

S y a f r i z a l H a l . 5 3 Besar kekuatan tarik akibat pembebanan dapat dihitung dengan persamaan 4.1 sebagai berikut:

 = =

(4.1 )

 = ! " #$% &'(

 A = luas penampang batang tarik m2

Untuk batang tarik yang mengalami deformasi elastis, plastis, bahkan sampai putus biasanya tergambar dalm suatu diagram tegangan regangan seperti yang diperlihatkan dalam gambar 4.2 sebagai berikut:

Gambar 4.2. Diagram tegangan regangan hasil uji tarik material ulet

Pada persamaan 1.1. rumusan yang digunakan hanya berlaku untuk batas elastis sebagai ketentuan dari hukum hook, pada gambar 1.2 ditunjukkan bada batas titik A.

S y a f r i z a l H a l . 5 4 Uji tarik adalah cara pengujian bahan yang paling mendasar. Pengujian ini sangat sederhana, tidak mahal dan sudah mengalami standarisasi di seluruh dunia, misalnya di Amerika dengan ASTM E8 dan Jepang dengan JIS 2241. Dengan menarik suatu bahan kita akan segera mengetahui bagaimana bahan tersebut bereaksi terhadap tenaga tarikan dan mengetahui sejauh mana material itu bertambah panjang. Alat eksperimen untuk uji tarik ini harus memiliki cengkeraman (grip) yang kuat dan kekakuan yang tinggi (highly stiff). Brand terkenal untuk alat uji tarik antara lain adalah antara lain adalah Shimadzu, Instron dan Dartec.

Gambar 4.3 Mesin uji tarik dan hasil pengujian

Bentuk bahan yang diuji, untuk logam biasanya dibuat spesimen dengan dimensi seperti pada gambar 4.4 sebagai berikut standar JISS Z2201:

S y a f r i z a l H a l . 5 5 Gambar 4.4. dimensi standar spesimen uji tarik JIS

b. Kekuatan geser akibat gaya aksial adalah kemampuan material untuk menerima beban geser tanpa mengalami kerusakkan (putus geser). Seperti yang diperlihatkan pada gambar 4.5.

( a) Single cover butt joint.

( b) Double cover butt joint.

Gambar 4.5. Paku killing penahan tegangan geser

menjelaskan paku killing berfungsi menahan tegangan gaser akibat gaya tarik dari plat utama. Paku killing akan mengalami putus geser seperti yang tampak pada gambar jika kekuatan geser yang diberikan melampaui kekuatan geser dari paku killing. Untuk kedua jenis sambungan pada gambar diatas nilai maksimum kekuatan geser paku killing dapat dihitung dengan persamaan 4.2 dan 4.3 sebagai berikut:

 ) =*, ", - - ,.,# / 0 12 # 1.3.

(4.2)

 ) =5* , ", - - ,.,# / 0 12 # 1.3. 2 (4.3)

 ) = ", - - ,.,# / %6 %$77$- &'/115(

S y a f r i z a l H a l . 5 6

 9 = ! " #$% &'(

 : = 76 . /,- 1/ - 2 " - &115(

c. Kekutan geser akibat beban puntir/torsi adalah kemampuan material untuk menerima beban puntir tanpa mengalami kerusakkan, seperti yang diperlihatkan pada gambar 4.6.

Gambar 4.6. Torsi dan tegangan geser

Besarnya beban puntir pada sebuah poros akan menimbulkan tegangan geser pada batang yang di puntir, dan kekuatan geser batang akibat beban puntir secara teoritis dapat dihitung dengan persamaan 4.4 dan defleksi ijin material dihitung dengan persamaan 4.5.

S y a f r i z a l H a l . 5 7 Uji puntir pada suatu spesimen dilakukan untuk menentukan keplastisan suatu material. Spesimen yang digunakan pada pengujian puntir adalah batang dengan penampang lingkar karena bentuk penampang ini paling sederhana sehingga mudah diukur. Spesimen tersebut hanya dikenai beban puntiran pada salah satu ujungnya karena dua pembebanan akan memberikan ketidak konstanan sudut puntir yang diperoleh dari pengukuran. Pengukuran yang dilakukan pada uji puntir adalah momen puntir dan sudut puntir. Pengukuran ini kemudian dikonversikan menjadi sebuah grafik Momen Puntir tehadap Sudut Puntir (dalam putaran). Namun, pada daerah plastis hubungan antara momen puntir dengan sudut puntir tidak linear lagi, sehingga diperlukan rumus yang berbeda untuk mencari tegangan geser

Gambar 4.7.a. Grafik Momen Puntir terhadap Sudut Puntirper Satuan

Panjang

Gambar 4.7.b. Grafik Momen Puntir terhadap Sudut Puntir

Untuk mencari tegangan geser pada daerah plastis, digunakan persamaan 4.7.

) =5JNO&PQ − 3QR(

(4.7)

Sedangkan untuk mencari regangan geser (γ), dihitung dengan persamaan 4.8.

γ = θ’. R (4.8)

dengan : R = jari-jari spesimen

θ’ = sudut putar per satuan panjang = θ/L

Sifat-sifat mekanik yang didapat selama pengujian puntir, yaitu:

S y a f r i z a l H a l . 5 8

 Modulus Elastisitas Geser Kemampuan material untuk mempertahankan bentuknya di daerah elastis yang di sebabkan oleh tegangan geser. Perbandingan antara tegangan dan regangan geser pada daerah elastis.

E = ) S =A. 7

H=

S = #, - - ,.,#

 Kekuatan Luluh Puntir (Torsional yield strength)

Batas tegangan sebelum mengalami deformasi plastis yang disebabkan oleh tegangan geser. Untuk menentukannya maka perbandingan panjang bagian penampang yang menyempit terhadap diameter luar harus sekitar 8-10 kali. Selain itu pada uji puntir dapat menggunakan metode offset dengan ketentuan 0.04 rad/m untuk grafik momen puntir terhadap sudut puntir

 Modulus Pecah (Modulus of rupture)

Kekuatan geser puntir maksimum, karena tegangan geser terbesarterjadi di permukaan batang. Untuk benda silinder padat dimana

)T U = A. # H

Patahan yang terjadi pada spesimen dapat berupa patah getas atau ulet.Berikut ini adalah perbandingan antara kedua jenis patahan :

Gambar 4.8. jenis patahan akibat beban puntir

Prinsip uji puntir sebenarnya berasal dari prinsip kerja uji tarik,walaupun sebenarnya perbedaan yang mendasar dari kedua prinsip kerjapengujian tersebut adalah timbulnya

S y a f r i z a l H a l . 5 9 pengecilan setempat yangmenyebabkan uji tarik tidak baik digunakan dalam mengukur keplastisansuatu material. Berikut adalah kentungan dan kerugian dari pengujianpuntir.

Keuntungan uji puntir dibandingkan dengan uji tarik :

 Hasil pengukuran yang diberikan mengenai plastisitas lebih mendasar

 Langsung memberikan grafik tegangan geser terhadap regangan geser

 Tidak terjadi kesulitan karena timbulnya necking (pada uji tarik) ataupun barreling (pada uji tekan)

 Laju regangan yang diperoleh konstan dan besar Kerugian uji puntir dibandingkan dengan uji tarik :

 Pengolahan data menjadi kurva tegangan regangan geser membutuhkan usaha yang tidak sedikit

 Jika spesimen yang digunakan adalah batang padat, maka akan timbul gradien tegangan yang cukup curam sepanjang penampang lintang spesimen sehingga mempersulit pengukuran

Tabel 4.1 Inersia beberapa profil batang

S y a f r i z a l H a l . 6 0

S y a f r i z a l H a l . 6 1 d. Kekuatan lengkung adalah kemampuan material untuk mendapat beban

lengkung tanpa mengalami kerusakkan, seperti yang diperlihatkan pada gambar 4.9 sebagai berikut, batang akan kembali kebentuk semula jika beban momen dihilangkan, kekuatan lengkung material pada pembebanan seperti ini dapat dihitung dengan persamaan 4.1 ,sebagai berikut.

Gambar 4.9. pengujian bending

S y a f r i z a l H a l . 6 2 Gambar 4.10. Analisa hasil pengujian bending

V = W. X ZYY[ (4.9)

 @ = 1B1,- 7,- %6- &@9 (

 : = 76 . /,- 1/ - 2 " -

 , = \ − \

 \ = C #$ − C #$ -,"# 7 2 " - 2,- %B%

 \ = C #$ − C #$ / 0 /6. " 2 " - 2,- %B%

 ! =

C # % /,#16% - 0 #$ .6126 -,"# 7, /B.$"$F %, # ℎ 7,- %6- 0 - -, "$F %, # ℎ ^,%6-

Pada bagian cekung tegangan maksimum terjadi pada permukaan sebesar ;

V = W.Y. ._

_ (4.10)

! = \ − \ , → \ = C #$ − C #$ /,#16% - ^,%6- 2 " - (4.11)

Pada bagian cembung tegangan maksimum terjadi pada permukaan sebelah luar sebesar ;

S y a f r i z a l H a l . 6 3

Va = W.Y. .

(4.12) ! = \a− \ , → \a= C #$ −

C #$ /,#16% - ^,126- 2 " -

Jari-jari netral batang yang mengalami pembengkokkan dihitung dengan persamaan empiris yang selanjutnya dapat dilihat pada tabel 3.2.

Tabel 4.2. Jari-jari netral batang bengkok berbagai penampang

S y a f r i z a l H a l . 6 4 e. Kekuatan impack, adalah kemampuan suatu material untuk menerima beban

tumbukan tanpa mengalami kerusakkan, material seperti ini mempunyai sifat

S y a f r i z a l H a l . 6 5 mekanis ulet dan lunak seperti aluminium alloy, tembaga, dan stainlessteel.

Dalam analisa kekuatan impack material secara teori yang kita tentukan adalah berapa besar energi yang kita perlukan/berapa besar energi yang dapat diserap oleh material untuk beban tumbukkan yang diberikan, secara teori dapat dihitung dengan persamaa sebagai berikut:

bcN = 1. . dN, (energi sebelum tumbukkan) (4.13)

bc5 = 1. . d5 (energi sesudah tumbukkan) (4.14)

b-# $ ! - ",#.,# / = bcN− bc5 (1.12)

d # $1/ ^% = &bcN− bc5(/:

(4.15)

Secara aktual analisa kekuatan impack akan dilakukan dengan suatu pengujian impack seperti dengan metoda Charpy yang terlihat pada gambar 4.11 berikut ini:

(a )Mewsin uji charpy (b) Spesimen Gambar 4.11. Skema pengujian impack

Energi impak diserap dihitung berdasarkan perbedaan ketinggian H1 dan H2’ yang menunjukkan ketangguhan material. Transisi ulet-getas material,

S y a f r i z a l H a l . 6 6 merupakan fungsi utama pemakaian uji impak. Pengujian dapat dilakukan dengan merubah atau mengatur temperatur spesimen dengan cara pemanasan dan pendinginan. Hasil pengujian pengaruh temperatur dapat dilihat pada gambar 4.12 di bawah ini:

Gambar 4.12. Kurva Uji Impack

Pada kurva A dan B menunjukkan adanya temperatur transisi dari ulet ke getas.

Pada temperatur yang tinggi material cenderung bersifat ulet begitu sebaliknya akan menjadi getas bila temperaturnya rendah. Bentuk patahan spesimen uji impak memiliki permukaan fibruos atau berserabut, flatness (rata) mengindikasi bahwa material tersebut bersifat ulet dan getas.

Pemilihan material hendaknya memperhatikan ketahanan terhadap temperatur transisi (ulet-getas). Pada gambar 4.13 di bawah ini, diperlihatkan temperatur transisi terhadap energi yang diserap material.

Gambar 4.13. Kurva hubung temperatur dan energi impack

S y a f r i z a l H a l . 6 7 Temperatur transisi logam biasanya terjadi pada (0,1-0,2) Tm di mana Tm adalah temperatur melting absolut (K). Terlihat pada kurva bahwa logam-logam FCC kecenderungan tidak memiliki daerah temperatur transisi.

Secara umum perpatahan dapat digolongkan menjadi 2 golongan umum yaitu :

Patah Ulet/ liat

Patah yang ditandai oleh deformasi plastis yang cukup besar, sebelum dan selama proses penjalaran retak.

Patah Getas

Patah yang ditandai oleh adanya kecepatan penjalaran retak yang tinggi, tanpa terjadi deformasi kasar, dan sedikit sekali terjadi deformasi mikro.

Terdapat 3 faktor dasar yang mendukung terjadinya patah dari benda ulet menjadi patah getas :

1. Keadaan tegangan 3 sumbu/ takikan.

2. Suhu yang rendah.

3. Laju regangan yang tinggi/ laju pembebanan yang cepat.

f. Kekerasan material adalah ketahanan material untuk dideformasi. Terdapat 3 cara umum pengukuran kekerasan material tergantung bagaimana uji tersebut dilakukan, kekerasan yang kerap digunakan yaitu Brinell, Vickers, dan Rockwell.

 Metode pengujian Brinell. Uji kekerasan Brinell dilakukan dengan memberikan pembebanan statis dengan indentor berbahan bola baja. Beban diberikan kepada specimen selama kurang lebih 2 menit, kemudian diameter jejak penekanan diukur denganmi kroskop yang kemudian akan dimasukan dalam perhitungan harga kekerasan Brinell/BHN/Brinell Hardness Number.

S y a f r i z a l H a l . 6 8 Gambar 4.14. Skema pengujian kekerasan brinell

Kekerasan brinnell. Kekerasan brinell dapat dihitung dengan persamaan 4.16 sebagai berikut;

Pd' =Jefe √e5*h Khi (4.16)

 P = beban yang diberikan/gaya penekanan (Kg)

 D = diameter identor (mm)

 d = diameter bekas penekanan (mm) Catatan : Dmin = 0,25 D dan dmax = 0,5 D

 Metoda pengujian Vickers, Uji kekerasan vickers dilakukan dengan memberikan pembebanan statis dengan indentor piramida intan dengan sudut puncak 136 Derajat yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Angka kekerasan Vickers (HV) didefinisikan sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. Secara matematis dan setelah disederhanakan, HV

S y a f r i z a l H a l . 6 9 sama dengan 1,854 dikalikan beban uji (F) dibagi dengan diagonal intan yang dikuadratkan. Beban uji (F) yang biasa dipakai adalah 5 N per 0,102;

10 N per 0,102; 30 N per 0,102N dan 50 per 0,102 N. Dalam Praktiknya, pengujian Vickers biasa dinyatakan dalam (contoh ) : HV 30 hal ini berarti bahwa kekerasan Vickers hasil pengujian dengan beban uji (F) sebesar 30 N per 0,102 dan lama pembebanan 15 detik. Contoh lain misalnya HV 30 / 30 hal ini berarti bahwa kekerasan Vickers hasil pengujian dengan beban uji (F) sebesar 30 N per 0,102 dan lama pembebanan 30 detik. Perhitungan hardness vickers dihitunmg dengan persamaa 4.17 sebagai berikut;

dj =5 klm n/5

Kh (4.17)

a. Model pengujian

b. Mesin hardness test

Gambar 4.15. skema pengujian vickers

S y a f r i z a l H a l . 7 0

 Metoda pengujian Rockwell, Rockwell merupakan metode yang paling umum digunakan karena simple dan tidak menghendaki keahlian khusus.

Digunakan kombinasi variasi indenter dan beban untuk bahan metal dan campuran mulai dari bahan lunak sampai keras.

Indenter bola baja keras dengan ukuran; 1/16 , 1/8 , 1/4 , 1/2 inci (1,588;

3,175; 6,350; 12,70 mm).

Hardness number (nomor kekerasan) ditentukan oleh perbedaan kedalaman penetrsi indenter, dengan cara memberi beban minor diikuti beban major yang lebih besar. Berdasarkan besar beban minor dan major, uji kekerasan rockwell dibedakan atas 2 :

o rockwell

o rockwell superficial untuk bahan tipis Uji kekerasan rockwell :

SIMBOL INDENTER BEBAN MAJOR (KG)

A Intan 60

B Bola 1/16 inch 100

C Intan 150

D Intan 100

E Bola 1/8 inch 100

S y a f r i z a l H a l . 7 1

F Bola 1/16 inch 60

G Bola 1/16 inch 150

H Bola 1/8inch 60

K Bola 1/8 inch 150

Skala yang umum dipakai dalam pengujian Rockwell adalah : a. HRa (Untuk material yang sangat keras)

b. HRb (Untuk material yang lunak). Identor berupa bola baja dengan diameter 1/16 Inchi dan beban uji 100 Kgf.

c. HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang). Identor berupa Kerucut intan dengan sudut puncak 120 derjat dan beban uji sebesar 150 kgf. Pengujian kekerasan dengan metode Rockwell bertujuan menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap benda uji (speciment) yang berupa bola baja ataupun kerucut intan yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut.

4.2. Kekakuan (stiffness)

Adalah kemampuan suatu material untuk menerima tegangan/beban tanpa mengakibatkan terjadinya deformasi atau difleksi. Material yang kaku bersifat tidak tahan terhadap beban impact. Material seperti ini sering digunakan untuk peralatan potong karena sifatnya yang keras.

4.3. Kekenyalan (elasticity)

Didefinisikan sebagai kemampuan meterial untuk menerima tegangan tanpa mengakibatkan terjadinya perubahan bentuk yang permanen setelah tegangan dihilangkan, atau dengan kata lain kemampuan material untuk kembali ke bentuk dan ukuran semula setelah mengalami deformasi (perubahan bentuk).

4.4. Plastisitas (plasticity)

Adalah kemampuan material untuk mengalami deformasi plastik (perubahan bentuk secara permanen) tanpa mengalami kerusakan. Material yang mempunyai plastisitas tinggi dikatakan sebagai material yang ulet (ductile),

S y a f r i z a l H a l . 7 2 sedangkan material yang mempunyai plastisitas rendah dikatakan sebagai material yang getas (brittle).

4.5. Keuletan (ductility)

Adalah sutu sifat material yang digambarkan seprti kabel dengan aplikasi kekuatan tarik. Material ductile ini harus kuat dan lentur. Keuletan biasanya diukur dengan suatu periode tertentu, persentase keregangan. Sifat ini biasanya digunakan dalam bidan perteknikan, dan bahan yang memiliki sifat ini antara lain besi lunak, tembaga, aluminium, nikel, dll.

4.6. Ketangguhan (toughness)

Merupakan kemampuan material untuk menyerap sejumlah energi tanpa mengakibatkan terjadinya kerusakan.

4.7. Kegetasan (brittleness)

Adalah suatu sifat bahan yang mempunyai sifat berlawanan dengan keuletan.

Kerapuhan ini merupakan suatu sifat pecah dari suatu material dengan sedikit pergeseran permanent. Material yang rapuh ini juga menjadi sasaran pada beban regang, tanpa memberi keregangan yang terlalu besar. Contoh bahan yang memiliki sifat kerapuhan ini yaitu besi cor.

4.8. Kelelahan (fatigue)

Merupakan kecenderungan dari logam untuk menjadi patah bila menerima beban bolak-balik (dynamic load) yang besarnya masih jauh di bawah batas kekakuan elastiknya.

4.9. Melar (creep)

Merupakan kecenderungan suatu logam untuk mengalami deformasi plastik bila pembebanan yang besarnya relatif tetap dilakukan dalam waktu yang lama pada suhu yang tinggi.

4.10. Kekerasan (hardness)

S y a f r i z a l H a l . 7 3 Merupakan ketahanan material terhadap penekanan atau indentasi / penetrasi.

Sifat ini berkaitan dengan sifat tahan aus (wear resistance) yaitu ketahanan material terhadap penggoresan atau pengikisan.

BAB 7 LOGAM

Logam mempunyai sifat kuat, ulet, mudah dibentuk dan bersifat penghantar panas dan listrik yang baik, besi (Fe) sebagai unsur utama. Kebutuhan logam sangat luas mulai dari pembuatan alat dan kebutuhan rumah tangga, industri, kendaraan bermotor sampai pada pembuatan perkapalan dan pesawat terbang. Berdasarkan unsur utama pembentukkan maka logam dapat di bagi 2, yaitu logam besi dan logam bukan besi

Gambar 5.1. Beberapa Aplikasi Kebutuhan Material Logam ferrous dan non ferrous

Logam Besi. Besi adalah logam yang berasal dari bijih besi (tambang) yang banyak digunakan untuk kehidupan manusia sehari-hari dari yang bermanfaat sampai dengan yang merusakkan. Dalam tabel periodik, besi mempunyai simbol Fe dan nomor atom 26. Besi juga mempunyai nilai ekonomis yang tinggi.

Besi adalah logam yang paling banyak dan paling beragam penggunaannya. Hal itu karena beberapa hal, diantaranya:

 Kelimpahan besi di kulit bumi cukup besar,

S y a f r i z a l H a l . 7 4

 Pengolahannya relatif mudah dan murah, dan

 Besi mempunyai sifat-sifat yang menguntungkan dan mudah dimodifikasi.

Salah satu kelemahan besi adalah mudah mengalami korosi. Korosi menimbulkan banyak kerugian karena mengurangi umur pakai berbagai barang atau bangunan yang menggunakan besi atau baja. Sebenarnya korosi dapat dicegah dengan mengubah besi menjadi baja tahan karat (stainless steel), akan tetapi proses ini terlalu mahal untuk kebanyakan penggunaan besi. Korosi besi memerlukan oksigen dan air. Berbagai jenis logam contohnya Zink dan Magnesium dapat melindungi besi dari korosi

Logam Bukan Besi. LOGAM non ferro atau logam bukan besi adalah logam yang tidak mengandung unsur besi (Fe). Logam non ferro murni kebanyakan tidak digunakan begitu saja tanpa dipadukan dengan logam lain, karena biasanya sifat-sifatnya belum memenuhi syarat yang diinginkan. Kecuali logam non ferro murni, platina, emas dan perak tidak dipadukan karena sudah memiliki sifat yang baik, misalnya ketahanan kimia dan daya hantar listrik yang baik serta cukup kuat, sehingga dapat digunakan dalam keadaan murni. Tetapi karena harganya mahal, ketiga jenis logam ini hanya digunakan untuk keperluan khusus. Misalnya dalam teknik proses dan laboratorium di samping keperluan tertentu seperti perhiasan dan sejenisnya.

Logam non fero juga digunakan untuk campuran besi atau baja dengan tujuan memperbaiki sifat-sifat bajja. Dari jenis logam non ferro berat yang sering digunakan uintuk paduan baja antara lain, nekel, kromium, molebdenum, wllfram dan sebagainya. Sedangkan dari logam non ferro ringan antara lain: magnesium, titanium,

Logam non fero juga digunakan untuk campuran besi atau baja dengan tujuan memperbaiki sifat-sifat bajja. Dari jenis logam non ferro berat yang sering digunakan uintuk paduan baja antara lain, nekel, kromium, molebdenum, wllfram dan sebagainya. Sedangkan dari logam non ferro ringan antara lain: magnesium, titanium,

Dalam dokumen DIKTAT MATERIAL TEKNIK (Halaman 48-76)

Dokumen terkait