• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSES PERUBAHAN STRATEGI PENJUALAN HARUS DIAMBIL GUNA MENGURANGI KERUGIAN, MENJAGA

Dalam dokumen P U T U S A N Perkara Nomor 06/KPPU-L/2020 (Halaman 47-52)

5/1999 KARENA PERUBAHAN STRATEGI PENJUALAN DIDASARI OLEH PERTIMBANGAN EFISIENSI DAN

II.1 PROSES PERUBAHAN STRATEGI PENJUALAN HARUS DIAMBIL GUNA MENGURANGI KERUGIAN, MENJAGA

- 47 -

S A L I N A N

17.11. Bahwa dengan demikian terbukti bahwa Terlapor tidak memiliki penguasaan pasar dan/atau posisi dominan sehingga tidak mungkin dapat melakukan tindakan penguasaan pasar dan/atau diskriminasi yang dapat mengakibatkan praktek monopoli dan/atau praktek persaingan usaha tidak sehat dalam pasar bersangkutan. Oleh karena itu sudah sepatutnya Majelis Komisi menyatakan bahwa Terlapor tidak melanggar Pasal 19 huruf d UU No. 5/1999. --- II. TERLAPOR TIDAK MELANGGAR PASAL 19 HURUF D UU NO.

5/1999 KARENA PERUBAHAN STRATEGI PENJUALAN DIDASARI OLEH PERTIMBANGAN EFISIENSI DAN EFEKTIFITAS DAN TELAH MEMPERHATIKAN PRINSIP-PRINSIP PERSAINGAN SEHAT DALAM UU NO. 5/1999

17.12. Bahwa Terlapor dengan tegas membantah dalil-dalil Tim Investigator dalam LDP yang menyatakan bahwa Para Terlapor telah melakukan praktek diskriminasi dalam penentuan mitra penjualan tiket umrah rute menuju dan dari Jeddah dan/atau Madinah. --- 17.13. Bahwa dalil-dalil Tim Investigator tersebut terbukti keliru

karena Tim Investigator telah salah dalam menganalisa terkait latar belakang dan/atau motif dilakukannya perubahan strategi dimaksud, penerapannya, serta tidak adanya akibat praktek monopoli dan/atau persaingan usaha tidak sehat dari penerapan strategi tersebut, serta sudah tidak berlakunya strategi dimaksud pada saat ini. ---

II.1 PROSES PERUBAHAN STRATEGI PENJUALAN HARUS DIAMBIL GUNA MENGURANGI KERUGIAN, MENJAGA KEBERLANGSUNGAN USAHA DAN MENGURANGI RESIKO BISNIS DEMI EFEKTIFITAS DAN EFISIENSI USAHA YANG DIBENARKAN DAN SEJALAN DENGAN PRINSIP-PRINSIP PERSAINGAN SEHAT DALAM UU NO.

5/1999

- 48 -

S A L I N A N

17.14. Bahwa sebagaimana diakui dalam LDP, Terlapor adalah badan usaha milik negara (“BUMN”) sekaligus perusahaan terbuka yang terikat pada serangkaian peraturan-peraturan khusus yang harus dipatuhi oleh Terlapor. Lebih lanjut, Terlapor adalah badan usaha penerbangan dimana industri penerbangan sendiri terbukti merupakan industri yang bersifat high regulated industry, dimana Pemerintah berperan vital dan mengatur seluruh aspek penerbangan, termasuk penerbangan umrah yang juga tunduk pada peraturan dan pengaturan khusus dari Kementerian Agama Republik Indonesia. --- 17.15. Bahwa latar belakang diambilnya keputusan perubahan

strategi penjualan oleh Terlapor adalah karena Terlapor dituntut harus melakukan perbaikan kinerja, mengingkatkan efektifitas dan efisiensi usaha, serta untuk mengatasi kerugian terus menerus yang mengancam keberlangsungan usaha Terlapor, termasuk pada rute umroh yang dijalankan. --- 17.16. Bahwa pada periode 2017 – 2018, reservasi ticketing umroh

Terlapor dilakukan secara terbuka untuk semua Penyelenggara Perjalanan Ibadah Umrah (PPIU) dan/atau penumpang individu serta dapat dilakukan di seluruh channel penjualan Terlapor (“Sistem Penjualan Tiket Terbuka”). --- 17.17. Bahwa banyaknya jumlah PPIU di seluruh Indonesia pada

prakteknya menyulitkan Terlapor untuk dapat memilah dan memilih PPIU yang memiliki izin atau tidak berizin, serta untuk memastikan kredibilitas dan komitmen baik dari masing-masing PPIU. --- 17.18. Bahwa Sistem Penjualan Tiket Terbuka sendiri pada faktanya

telah menyebabkan kerugian bisnis dari Terlapor, antara lain sebagai berikut : --- 17.18.1. Operasional menjadi terhambat karena tingginya

angka pembatalan reservasi (last minute cancel) sebagai akibat dari gagalnya penerbitan visa dan

- 49 -

S A L I N A N

lain sebagai akibat kurangnya kredibilitas PPIU dalam menjalankan usahanya. --- 17.18.2. Kondisi “penuh tapi kosong” pada sistem reservasi

Terlapor sebagai akibat tingginya angka reservasi (tingginya booked load factor) namun diikuti juga dengan tingginya pembatalan reservasi atau gagal terbang (rendahnya seat load factor) yang tidak dapat dituntut ganti rugi dan/atau denda dan/atau penalti oleh Terlapor kepada PPIU. --- 17.18.3. Terlapor tidak dapat melakukan penjualan tiket

secara maksimal (tingkat isian seat load factor) karena sistem reservasi menunjukan kondisi tiket habis dan tidak bisa dijual (fully booked) namun pada akhirnya tidak terjadi penerbitan tiket dan tidak ada pembayaran yang diterima oleh Terlapor. --- Kondisi ini pada akhirnya berakibat terhambatnya penjualan dan kosongnya okupansi penerbangan (Terlapor tetap terpaksa menjalankan penerbangan dengan menanggung biaya produksi yang besar karena seat load factor tidak terpenuhi), sehingga menyebabkan rendahnya tingkat pendapatan (revenue) Terlapor dan berujung pada kerugian. --- 17.18.4. Maraknya kasus penumpang gagal terbang disebabkan penipuan dari pihak PPIU, sebagai contoh yang diketahui secara umum adalah kasus First Travel, Abu Tour (PT Amanah Bersama Umat) dan SBL (PT Solusi Balad Lumampah) yang membawa resiko terhadap Terlapor dari para jamaah yang dirugikan. --- 17.19. Bahwa pada periode akhir 2018 dan awal 2019, industri

penerbangan secara umum dan Terlapor pada khususnya, sedang mengalami saat-saat finansial tersulit dikarenakan tingginya kenaikan biaya produksi namun tidak diikuti dengan

- 50 -

S A L I N A N

kemampuan untuk menaikkan harga. Kerugian terus menerus tersebut selanjutnya telah mengakibatkan tingginya tingkat liabilitas dari Terlapor terhadap pihak ketiga yang mengancam keberlangsungan usaha dari Terlapor. --- 17.20. Bahwa secara khusus, pembukuan Terlapor saat itu mencatat

adanya kewajiban pembayaran hutang sebesar Rp 12,6 Triliun yang jatuh tempo pada tahun 2020. Hal ini menjadi perhatian utama dari Terlapor sehingga harus memperbaiki performa di tahun 2019 serta mengurangi kerugian. --- 17.21. Bahwa tekanan untuk mengatasi kerugian terus menerus

tersebut harus dilakukan oleh Terlapor dengan mengingat kedudukan Terlapor sebagai BUMN, yang berdasarkan Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN (“UU No.

19/2003”) memiliki 2 (dua) kewajiban utama yaitu : --- 17.21.1. untuk mencari keuntungan bagi Negara guna

mendukung keberlangsungan hidup Negara dan aparatur Negara; serta --- 17.21.2. tetap memiliki kemampuan untuk menjadi alat bagi

Pemerintah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.

Dengan demikian keberlangsungan usaha Terlapor harus menjadi perhatian utama dari Terlapor sebagai BUMN. --- 17.22. Bahwa atas kondisi-kondisi sebagaimana disebutkan di atas,

Terlapor kemudian melakukan peninjauan ulang kebijaka perusahaan guna mencari solusi efektif dan efisien untuk menghadapi permasalahan yang ada dan mengurangi kerugian, termasuk salah satunya atas kebijakan Sistem Penjualan Tiket Terbuka. --- 17.23. Bahwa selain itu, hal peninjauan ulang atas Sistem Penjualan

Tiket Terbuka ini juga harus dilakukan dalam rangka menyesuaikan dan mengikuti program Pemerintah melalui Kementerian Agama Republik Indonesia yang mengeluarkan Program 5 Pasti, yaitu: ---

- 51 -

S A L I N A N

PASTI Travel Agen memiliki ijin, --- PASTI jadwalnya, --- PASTI airlinesnya, --- PASTI dokumen tiket dan visanya, dan --- PASTI hotelnya. --- Oleh karena itu, Terlapor menyadari bahwa Terlapor harus merumuskan ulang kebijakan penjualannya melalui pemilihan partner penjualan PPIU yang memiliki izin, kapabilitas, kredibilitas dan juga kompetensi dalam menjalankan usahanya demi melindungi calon penumpang dan jamaah serta untuk melindungi Perusahaan Terlapor. --- 17.24. Bahwa dengan memperhatikan dan mempertimbangkan

seluruh kondisi di atas, Manajemen Terlapor kemudian menciptakan Program Wholesaler yang akan menggantikan Sistem Penjualan Tiket Terbuka, dimana Terlapor menawarkan posisi Wholesaler kepada agen yang mampu berkomitmen atas tier target okupansi tertentu atau mencapai tier target penjualan tertentu dengan disertai kewajiban penyetoran deposit sebagai jaminan atas resiko-resiko pembatalan atau last minutes cancellation (Deposit Top Up). --- 17.25. Bahwa Program Wholesaler dimaksud telah disusun dengan

tujuan untuk: --- 17.25.1. mencapai efektifitas dalam menseleksi PPIU yang

tidak terpercaya;--- 17.25.2. meningkatkan pengawasan terhadap kredibilitas, izin

dan kemampuan finansial dari PPIU; --- 17.25.3. meminimalisasi resiko pada sistem reservasi; --- 17.25.4. menciptakan mekanisme kontrol atas booking load

factor (BLF) pada rute MEA; --- 17.25.5. memaksimalkan tingkat isian penerbangan (seat load

factor); --- 17.25.6. meminimalisasi resiko gagal bayar; serta ---

- 52 -

S A L I N A N

17.25.7. mengurangi potensi kerugian Terlapor serta agar Rute MEA dapat membantu menyelamatkan keberlangsungan usaha Terlapor. --- 17.26. Bahwa berdasarkan seluruh penjelasan di atas terlihat bahwa

alasan atau latar belakang diubahnya Sistem Penjualan Tiket Terbuka menjadi Program Wholesaler dapat dibenarkan atau memiliki justifikasi secara ekonomi, teknis dan hukum, sesuai dengan dan berdasarkan ketentuan Pasal 3 UU No. 5/1999 dan halaman 15 Perkom No. 3/2011, sebagai berikut: --- Pasal 3 UU No. 5/1999: ---

“Tujuan pembentukan undang-undang ini adalah untuk:

a. menjaga kepentingan umum dan meningkatkan efisiensi ekonomi nasional sebagai salah satu upaya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat;

d. terciptanya efektifitas dan efisiensi dalam kegiatan usaha.”

Halaman 15 Perkom No. 3/2011:

“Motif perbedaan perlakuan tersebut tidak memiliki justifikasi yang wajar dari sisi legal, social, ekonomi, teknis dan alasan lain yang dapat diterima. Tidak semua praktek diskriminasi melanggar prinsip-prinsip persaingan usaha yang sehat.

Diskriminasi non-harga tidak jarang mempunyai motif yang dapat dipahami selama dilaksanakan secara transparan…”

17.27. Bahwa oleh karena itu sudah sepatutnya Majelis Komisi menyatakan bahwa Terlapor tidak melanggar Pasal 19 huruf d UU No. 5/1999. ---

II.2 PROSES PENUNJUKAN MITRA WHOLESALER TELAH

Dalam dokumen P U T U S A N Perkara Nomor 06/KPPU-L/2020 (Halaman 47-52)