• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Stres Kerja

2.1.2. Proses Stres

Dalam peristiwa terjadinya stres, ada tiga hal yang saling terkait satu dengan yang lainnya (Nasution, 2000) yakni:

1. Hal, peristiwa, keadaan, orang yang menjadi sumber stres (stressor) jika dipandang secara umum, hal-hal yang menjadi sumber stres dipahami sebagai rangsangan (stimulus).

2. Orang yang mengalami stres (the stressed), kita dapat memusatkan perhatian pada tanggapan (respons) orang tersebut terhadap hal-hal yang dinilai mendatangkan stres. Tanggapan orang tersebut terhadap sumber stres dapat dipengaruhi pada psikologis dan fisiologis. Tanggapan ini disebut strain, yaitu tekanan atau tanggapan yang dapat membuat pola pikir, emosi dan perilakunya kacau, dapat membuat gugup dan gelisah. Secara fisiologis kegugupan dan kegelisahan itu dapat menyebabkan denyut jantung yang cepat, perut mual, mulut kering, banyak keringat dan lain-lain.

3. Hubungan antara orang yang mengalami stres dengan hal yang menjadi penyebab (transaction). Hubungan itu merupakan proses, yaitu ada penyebab stres dan pengalaman individu yang terkena stres saling terkait.

Perbedaan cara, kemampuan dan keberhasilan seseorang dalam menanggapi hal-hal yang mendatangkan stres tersebut, maka orang dapat mengalami stres yang berbeda-beda (ada yang tidak terkena, ada yang terkena sedikit dan waktunya singkat, dan ada yang berat serta berkelanjutan).

Dadang Hawari (2001) menyatakan bahwa tahapan stres sebagai berikut: a. Stres tahap pertama (paling ringan), yaitu stres yang disertai perasaan nafsu

bekerja yang besar dan berlebihan, mampu menyelesaikan pekerjaan tanpa memperhitungkan tenaga yang dimiliki dan penglihatan menjadi tajam.

b. Stres tahap kedua, yaitu stres yang disertai keluhan, seperti bangun pagi tidak segar atau letih, lekas capek pada saat menjelang sore, lekas lelah sesudah makan, tidak dapat rileks, lambung atau perut tidak nyaman (bowel discomfort), jantung berdebar dan otot kaku. Hal tersebut karena cadangan tenaga tidak memadai.

c. Stres tahap ketiga, yaitu stres dengan keluhan seperti defekasi tidak teratur (kadang-kadang diare), otot kaku, emosional, insomnia, mudah dan sulit tidur kembali (middle insomnia), bangun terlalu pagi dan sulit tidur, gangguan pernafasan, sering berkeringat, gangguan kulit, kepala pusing, migran, kanker, ketegangan otot.

d. Stres tahap keempat, yaitu tahapan stres dengan keluhan, seperti tidak mampu bekerja sepanjang hari (loyo), aktivitas pekerjaan terasa sulit dan menjemuhkan, respon tidak adekuat, kegiatan rutin terganggu, gangguan pola tidur, sering menolak ajakan, konsentrasi dan daya ingat menurun, serta timbul ketakutan dan kecemasan.

e. Stres tahap kelima, yaitu tahapan stres yang ditandai dengan kelelahan fisik dan mental (physical and psyhological exhaustion), ketidakmampuan

menyelesaikan pekerjaan yang sederhana dan ringan, gangguan pencernaan berat, meningkatnya rasa takut dan cemas, bingung dan panik.

f. Stres tahap keenam (paling berat), yaitu tahapan stres dengan tanda-tanda seperti jantung berdebar keras, sesak nafas, badan gemetar, dingin dan banyak keluar keringat, loyo, pingsan atau kolaps.

Timbulnya stres kerja pada seorang tenaga kerja melalui tiga tahap (Nasution, 2000) yaitu:

a. Reaksi awal yang merupakan fase inisial dengan timbulnya beberapa gejala/ tanda, namun masih dapat diatasi oleh mekanisme pertahanan diri.

b. Reaksi pertahanan yang merupakan adaptasi maksimum dan pada masa tertentu dapat kembali kepada keseimbangan. Bila stres ini terus berlanjut dan mekanisme pertahanan diri tidak sanggup berfungsi lagi maka berlanjut ke fase ketiga.

c. Kelelahan yang timbul akibat mekanisme adaptasi telah kolaps (layu). 2.1.3. Gejala Stres

Herry Beehr dan Newman, 1987 membagi gejala dan tanda stres menjadi tiga gejala yakni: gejala fisik, gejala psikologis dan gejala perilaku.

a. Gejala fisik

Meningkatnya detak jantung dan tekanan darah, gangguan lambung, mudah lelah disebabkan meningkatnya sekresi adrenalin dan noradrenalin.

b. Gejala psikologis

Kecemasan, ketegangan, bingung, marah, sensitif, memendam perasaan, komunikasi tidak efektif, menurunnya fungsi intelektual, mengurung diri, ketidakpuasan kerja, kebosanan, lelah mental, mengasingkan diri, kehilangan konsentrasi, kehilangan spontanitas dan kreativitas, kehilangan semangat hidup, menurunnya harga diri dan rasa percaya diri merupakan gejala dari depresi.

c. Gejala perilaku

Menunda atau menghindari pekerjaan, penurunan prestasi dan produktivitas, minuman keras dan mabuk, perilaku sabotase, sering mangkir kerja, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, ngebut dijalan, meningkatnya agresivitas dan kriminalitas, penurunan hubungan interpersonal dengan keluarga serta teman serta kecenderungan bunuh diri. Selama stres berlangsung, akan menimbulkan reaksi kimiawi dalam tubuh yang mengakibatkan perubahan-perubahan, antara lain meningkatnya tekanan darah dan metabolisme (Anoraga, 2006).

Hubungan stres dengan gangguan emosional yang mempengaruhi otak, melalui sistem neurohormonal menyebabkan gejala-gejala badaniah yang dipengaruhi oleh hormon adrenalin dan sistem saraf otonom. Adrenalin yang meningkat menimbulkan kadar asam lemak bebas meningkat dan ini merupakan persediaan sumber energi ekstra. Bilamana peningkatan ini tidak disertai kegiatan fisik, energi ekstra ini tidak dibakar habis, akan diproses hati menjadi lemak kolesterol dan trigliserid yang kemudian menimbun pada dinding pembuluh darah, termasuk

kenaikan tekanan darah, denyut jantung yang bertambah, dan keduanya mengakibatkan gangguan pada kerja jantung bahkan mudah menimbulkan kematian mendadak atau serangan jantung (MCI) (Anonymous, 2008).

Gangguan sistem saraf otonom, menimbulkan gejala seperti keluarnya keringat dingin (keringat pada telapak tangan), badan terasa panas dingin, asam lambung yang meningkat (sakit maag), kejang lambung dan usus, mudah kaget, gangguan seksual dan lain-lain. Gejala stres yang berat dapat menyebabkan hilangnya kontak sama sekali dengan lingkungan sosial. Dalam perkembangan selanjutnya ternyata dampak stres tidak hanya mengenai gangguan fungsional berupa kelainan organ tubuh, tetapi juga berdampak pada bidang kejiwaan (psikiatrik) yaitu kecemasan atau depresi.

Lingkungan kerja, sebagaimana lingkungan lainnya, juga menuntut adanya penyesuaian diri dari individu yang menempatinya. Dalam lingkungan kerja ini individu memiliki kemungkinan untuk mengalami keadaan stres. Secara umum terdapat tiga buah pendekatan untuk membahas masalah stres dalam ruang lingkup organisasi. Pendekatan pertama berorientasi pada karakteristik obyektif dari berbagai situasi kerja yang dapat menimbulkan stres. Pendekatan kedua mengacu pada karakteristik individu sebagai penyebab utama stres. Pendekatan ketiga melalui acuan interaksi antara situasi obyektif dan karakteristik individu (Anonymous, 2008).

2.1.4. Dampak Stres Kerja

Dokumen terkait