• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.5. Proses Sulfonasi

Proses sulfonasi dilakukan dengan mereaksikan kelompok sulfat dengan minyak, asam lemak (fatty acid), ester, dan alkohol lemak (fatty alcohol). Diistilahkan sebagai sulfonasi karena proses ini melibatkan penambahan gugus sulfat pada senyawa organik. Jenis minyak yang biasanya disulfonasi adalah minyak yang mengandung ikatan rangkap ataupun gugus hidroksil pada molekulnya. Di industri, bahan baku minyak yang digunakan adalah minyak berwujud cair yang kaya akan ikatan rangkap (Bernardini, 1983).

Menurut Jungermann (1979), proses sulfonasi molekul asam lemak dapat terjadi pada tiga sisi yaitu (1) gugus karboksil, (2) bagian α-atom karbon, dan (3) rantai tidak jenuh (ikatan rangkap) (Gambar 4). Pemilihan proses sulfonasi tergantung pada banyak faktor yaitu karakteristik dan kualitas produk akhir yang

15

diinginkan, kapasitas produksi yang disyaratkan, biaya bahan kimia, biaya peralatan proses, sistem pengamanan yang diperlukan, dan biaya pembuangan limbah hasil proses. Menurut Bernardini (1983) dan Pore (1976), reaktan yang dapat dipakai pada proses sulfonasi antara lain asam sulfat (H2SO4), oleum (larutan SO3 di dalam H2SO4), sulfur trioksida (SO3), NH2SO3H, dan ClSO3H. Untuk menghasilkan kualitas produk terbaik, beberapa perlakuan penting yang harus dipertimbangkan adalah rasio mol reaktan, suhu reaksi, konsentrasi grup sulfat yang ditambahkan, waktu netralisasi, pH dan suhu netralisasi (Foster, 1996).

Tabel 4. Perbandingan kualitas bahan baku metil ester untuk produksi MES

Bahan Baku Metil Ester ME C12 a) ME C16 b)

ME C16-18 b)

ME C22 c)

BM 218 281 284 280

Bilangan iod (mg I/g ME) 1,0 3,9 1,9 1,3

Asam karboksilat (%) 0,074 0,25 1,89 n/a

Bilangan tak tersabunkan (%) 0,05 0,27 0,06 n/a

Bilangan asam (mg KOH/g ME) 0,15 0,5 3,8 0,4 Bilangan penyabunan (mg KOH/g ME) 252 197 191 n/a Kadar air (%) 0,13 0,18 0,19 0,04

Komposisi asam lemak (%) :

< C12 0,85 0,00 0,00 0,11 C12 72,59 0,28 0,28 0,16 C13 0,00 0,00 0,00 0,03 C14 26,90 2,56 1,55 4,15 C15 0,00 0,43 0,00 0,83 C16 0,51 48,36 60,18 25,55 C17 0,00 1,40 1,31 2,70 C18 0,00 46,24 35,68 64,45 >C18 0,00 0,74 1,01 1,06

Ket. a) Procter and Gamble, b) Henkel dan Chengdu Nymph, c) Emery. Sumber : MacArthur et al. (2002).

Gambar 4. Kemungkinan terikatnya pereaksi kimia dalam proses sulfonasi (Jungermann, 1979)

Menurut Foster (1996), proses sulfonasi menggunakan SO3 dilakukan dengan cara melarutkan SO3 dengan udara yang sangat kering dan direaksikan secara langsung dengan bahan baku organik yang digunakan. Sumber gas SO3 yang digunakan dapat berbentuk SO3 cair ataupun SO3 yang diproduksi dari hasil pembakaran sulfur. Reaksi gas SO3 dengan bahan organik berlangsung cukup cepat. Biaya proses sulfonasi dengan SO3 paling rendah dibandingkan proses sulfonasi lainnya, menghasilkan produk yang berkualitas tinggi, proses bersifat sinambung, dan sesuai untuk volume produksi yang besar.

Menurut Foster (1996), kelebihan pemakaian SO3 adalah SO3 mampu mensulfonasi beragam bahan baku dan menghasilkan produk dengan kualitas baik dibandingkan bila menggunakan jenis reaktan yang lain. Namun kendala yang dihadapi bila menggunakan SO3 adalah sebagai berikut : (1) gas SO3 hasil pembakaran SO2 umumnya memiliki konsentrasi 26 - 18 persen, sehingga harus dilarutkan dengan udara kering ke kisaran normal untuk proses sulfonasi yaitu antara 4 - 7 persen, (2) gas SO3 memiliki dew point yang lebih tinggi (umumnya - 35 oC) dibanding yang diperlukan pada instalasi sulfonasi (umumnya -60 hingga - 80 oC), sehingga sangat berpengaruh terhadap kualitas produk pada proses sulfonasi, dan (3) biaya inisial peralatan yang mahal dan kompleks.

Proses sulfonasi metil ester untuk menghasilkan MES lebih kompleks dibandingkan proses sulfonasi menggunakan bahan baku lainnya. Teknologi sulfonasi yang telah berkembang saat ini memungkinkan untuk dihasilkannya produk-produk hasil sulfonasi seperti linear alkylbenzene sulfonates (LAS), primary alcohol sulfates (PAS), alcohol ethoxysulfates (AES), dan alpha olefin sulfonates (AOS) tanpa perlu dilakukan proses pemucatan (bleaching) (Robert et al,, 1988). Namun hal tersebut tidak berlaku pada proses sulfonasi ME, karena (1) pada proses sulfonasi ME diperlukan secara signifikan rasio mol SO3 yang lebih besar dibanding bahan baku ME, (2) diperlukan tahapan aging pada suhu tinggi, dan (3) dihasilkan produk dengan warna yang sangat gelap (nilai Klett lebih dari 1000) (Schwuger dan Lewandowski, 1995), sehingga untuk proses produksi MES yang diaplikasikan untuk deterjen harus dilengkapi dengan tahapan proses pemucatan warna (bleaching).

17

Menurut Robert et al. (2008), untuk memproduksi MES setidaknya terdapat tiga tahapan penting, yaitu (a) tahap kontak ME/SO3, (b) tahap aging, dan (c) tahap netralisasi. Pada tahap kontak ME/SO3, SO3 diabsorbsi oleh ME membentuk produk antara. Rasio mol SO3-ME tidak boleh lebih rendah dari 1,2 karena akan menyebabkan tidak tercapainya konversi penuh ME. Tahapan ini biasanya berlangsung cepat secara kontinyu pada reaktor falling film. Proses

sulfonasi ME belum menghasilkan MES, namun produk antara Methyl Ester

Sulfonic Acid (MESA) (MacArthur et al., 2002) atau fatty acid methyl ester (α-SF) (Yamada dan Matsutani, 1996) yang bersifat asam. MESA merupakan surfaktan anionik, memiliki deterjensi tinggi, dan bersifat biodegradable (Yamada dan Matsutani, 1996). Pada tahap awal sulfonasi, sulfur trioksida diserap oleh metil ester dan secara cepat membentuk produk anhidrid intermediet di dalam keseimbangan yang mengaktifkan karbon alfa menuju reaksi sulfonasi untuk membentuk produk intermediet. Produk intermediet akan mengalami penyusunan kembali untuk melepaskan sulfur trioksida untuk membentuk asam sulfonat ester metil yang diinginkan (MESA). Sulfur trioksida yang dilepaskan lalu akan mengkonversi sisa produk anhidrid intermediet membentuk produk intermediet. Produk intermediet kemudian akan dikonversi menjadi MESA (MacArthur et al., 2002).    Stoikiometri sulfonasi ME disajikan pada Gambar 5. Jika produk intermediet tersebut dinetralisasi sebelum terkonversi sempurna menjadi MESA, maka banyak ME yang belum terkonversi, sehingga konversi ME menjadi produk sulfonat hanya berkisar 60-75%. Produk sulfonat yang telah dinetralisasi pada tahapan ini mengandung MES dalam jumlah kecil, sementara sebagian besar akan terdiri atas disalt (RCH(CO2Na)SO3Na) bersama dengan sodium methyl sulfate (SMS, MeOSO3Na), karenanya diperlukan proses aging.

Tahap aging merupakan tahap dimana produk antara bereaksi, sehingga proses konversi ME menjadi produk sulfonat makin sempurna. Tahap aging pada

sulfonasi ME lebih sulit dibanding aging pada sulfonasi LAB, karena

mensyaratkan suhu minimal 80oC. Waktu diam yang dibutuhkan selama proses aging bergantung pada suhu, rasio mol SO3/ME, target tingkat konversi yang ingin dicapai, dan karakteristik reaktor yang digunakan. Sebagai gambaran, proses sulfonasi menggunakan reaktor batch ataupun plug flow reactor (PFR), pada rasio

mol 1,2 untuk kondisi proses sulfonasi 45 menit pada suhu 90oC ataupun pada kondisi proses sulfonasi 3,5 menit pada suhu 120oC akan memberikan tingkat konversi 98%. Sementara jika menggunakan continuously stirred tank reactor (CSTR) maka waktu aging harus digandakan. Tahap nentralisasi diperlukan, karena jika produk antara hasil reaksi bersifat asam tidak dinetralisasi akan menyebabkan kerusakan pada warna. Khususnya untuk C16 dan bahan baku ME dengan asam lemak lebih tinggi lainnya, dimana produk menjadi lebih kental dan bahkan memadat kecuali jika dipanaskan. Untuk mengurangi warna gelap tersebut, pada tahap pemucatan ditambahkan larutan H2O2 atau larutan metanol, yang dilanjutkan dengan proses netralisasi dengan menambahkan larutan alkali (KOH atau NaOH). Setelah melewati tahap netralisasi, produk yang berbentuk pasta dikeringkan sehingga produk akhir yang dihasilkan berbentuk concentrated pasta, solid flake, atau granula (Watkins, 2001).

 

Gambar 5. Stoikiometri sulfonasi ME (Robert et al., 2008)

 

Proses netralisasi pada skala komersial ataupun pilot biasanya dilakukan secara kontinyu pada reaktor berbentuk loop. Hal ini penting untuk mencegah pH ekstrem pada proses netralisasi, sehingga hidrolisis MES menjadi disalt dapat dihindari. Produk sulfonasi mengandung campuran MES dan disalt (RCH(CO2Na)SO3Na) dengan komposisi sekitar 80:20. Sodium metil sulfat

19

(MeOSO3Na) juga terdapat pada jumlah yang ekivalen dengan molar disalt. Menurut Gupta dan Wiese (1992) dalam reaktor sulfonasi, nisbah mol SO3 dan alkil dikontrol antara 1,03 : 1 hingga 1,06 : 1 agar dicapai tingkat konversi yang optimum tanpa menyebabkan terjadinya peningkatan reaksi samping ataupun degradasi warna. Suhu reaktor dikontrol antara 110 - 150 oF (43 - 65 oC). Sebelum proses sulfonasi dilakukan, terlebih dahulu gas SO3 dicampur dengan udara kering hingga konsentrasinya menjadi 4 - 8 persen. Proses netralisasi dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut KOH, NH4OH, NaOH, atau alkanolamin.

Menurut Moreno et al. (2003) selama proses sulfonasi berlangsung produk lain seperti anhidrid dan sulfon juga terbentuk. Sekitar 25% sulfon dan 75% LAB yang tidak bereaksi dengan gas SO3 dapat dihilangkan selama proses aging dan dikonversi menjadi bahan aktif. Anhidrid dapat dihilangkan melalui proses hidrolisis, akan tetapi sulfon yang terbentuk selama proses sulit untuk dipisahkan.

Karena tingginya kadar warna produk yang dihasilkan (warna gelap), maka tahapan bleaching perlu dilakukan jika produk akan digunakan untuk deterjen laundry ataupun untuk consumer products lainnya. Tahap bleaching umumnya menggunakan hidrogen peroksida sebagai bahan pemucat, yang dapat memberikan hasil yang baik meski digunakan sebelum ataupun setelah netralisasi. Bleaching dilakukan setelah tahap re-esterifikasi ataupun secara simultan dengan re-esterifikasi dengan menambahkan metanol pada waktu yang sama. Hidrogen peroksida umumnya digunakan sebagai larutan 35 atau 50% ditambahkan pada konsentrasi 2-3%, Keberadaan air pada tahapan ini menyebabkan kecenderungan terhidrolisisnya MESA, sehingga memicu peningkatan terbentuknya disalt setelah netralisasi. Residu metanol dari re-esterifikasi, ataupun metanol yang ditambahkan pada tahap bleaching dapat menekan laju hidrolisis dan juga mengurangi viskositas dari campuran reaksi. Tanpa penambahan metanol, disalt yang terbentuk akan semakin banyak sehingga dapat mengganggu jika nantinya akan diaplikasikan. Tergantung pada spesifikasi yang disyaratkan, tahapan re- esterifikasi dilakukan untuk mengkonversi prekursor disalt menjadi prekursor MES. Tahapan ini meliputi penanganan campuran reaksi yang bersifat asam dengan metanol sebelum dinetralisasi, dan tahapan ini dapat mereduksi kandungan disalt dari produk hasil netralisasi (Robert et al., 2008).

Baker (1995) telah memperoleh paten proses pembuatan sulfonated fatty acid alkyl ester dengan tingkat kemurnian yang tinggi. Bahan baku yang digunakan berasal dari asam lemak minyak nabati komersial. Proses sulfonasi dilakukan dengan mereaksikan alkil ester dan gas SO3 dalam falling film reactor, dengan perbandingan reaktan antara SO3 dan alkil ester yaitu 1,1 : 1 hingga 1,4 : 1 pada suhu proses antara 75 - 95 oC dan lama reaksi antara 20 - 90 menit, dan dilanjutkan dengan netralisasi berulang untuk mereduksi bahan pengotor dalam jumlah sedikit (termasuk disalt dan dimethyl sulfate (DMS)).  

Menurut Sheats dan MacArthur (2002), penelitian mengenai produksi MES skala pilot plant secara sinambung telah dilakukan oleh Chemithon Corporation. Produksi MES dilakukan dalam beberapa tahap, yaitu tahap proses sulfonasi dimulai dengan pemasukan bahan baku metil ester dan gas SO3 ke reaktor dan selanjutnya diikuti dengan tahap aging (pencampuran di digester), tahap pemucatan, tahap netralisasi, dan tahap pengeringan. Bahan baku yang digunakan yaitu metil ester dari minyak kelapa, minyak inti sawit, stearin sawit, minyak kedelai dan tallow. Bahan baku metil ester dimasukkan ke reaktor pada suhu 40 - 56 oC, rasio mol reaktan SO3 dan metil ester sekitar 1,2 - 1,3 dan konsentrasi gas SO3 7 persen dan suhu gas SO3 sekitar 42 oC. MES segera ditransfer ke digester pada saat mencapai suhu 85oC, dengan lama proses 0,7 jam (42 menit). Untuk pemurnian digunakan metanol sekitar 31 - 40 persen (b/b, MES basis) dan H2O2 50 persen sekitar 1 - 4 persen (b/b, MES basis) pada suhu

95 - 100oC selama 1 - 1,5 jam. Metanol berfungsi untuk mengurangi

pembentukan disalt, mengurangi viskositas, dan mampu meningkatkan transfer panas pada proses pemucatan. Proses netralisasi dilakukan dengan mencampurkan bleached MES dengan pelarut NaOH 50 persen pada suhu 55 oC. Selanjutnya produk MES hasil pemurnian dikeringkan pada suhu 145 oC dan tekanan 120 - 200 Torr agar diperoleh produk berupa pasta, powder atau flakes. Produk MES yang dihasilkan melalui tahapan ini sesuai untuk kebutuhan industri deterjen yang memerlukan surfaktan MES dengan warna pucat. Proses pemurnian palm C16-18 kalium metil ester sulfonat (KMES) yang diteliti oleh Sherry et al. (1995) dilakukan tanpa melalui proses pemucatan. Pemurnian produk dilakukan dengan

21

mencampurkan ester sulfonat dengan 10-15 persen metanol di dalam digester, dan dilanjutkan dengan proses netralisasi berupa penambahan 50 persen KOH.