BAB V Kesimpulan dan Saran menguraikan hasil dari penelitian yang berupa Kesimpulan dan Saran
TINJAUAN TEORITIS
3. Proses Tejadinya Perilaku
Penelitian Rogers (1974) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), didalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yaitu:
a) Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui setimulus (objek) terlebih dahulu,
b) Interest, yakni orang mulai tertarik kepada stimulus,
c) Evaluation (menimbang – nimbang baik dan tidaknya stimulus bagidirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi, d) Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru,
e) Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus.
Diatas telah dituliskan bahwa perilaku merupakan bentuk respon dari stimulus (rangsangan dari luar). Hal ini berarti meskipun bentuk
stimulusnya sama namun bentuk respon akan berbeda dari setiap orang. Semua kegiatan atau aktifitas manusia, baik yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati pihak luar.
D. Anak Jalanan
Keberadaan anak jalanan sudah lazim kelihatan pada kota-kota besar di Indonesia. Kepekaan masyarakat kepada mereka nampaknya tidak begitu tajam. Padahal Anak merupakan karunia Ilahi dan amanah yang dalam dirinya melekat harkat dan martabat sebagai manusia yang harus dijunjung tinggi. Hak asasi anak merupakan bagian dari hak asasi manusia sebagaimana yang tercantum dalam UUD 1945, UU No.39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 tahun 1990 tentang pengesahan Convention on the right of the child ( Konvensi tentang Hak-hak Anak).
Hidup menjadi anak jalanan bukanlah sebagai pilihan hidup yang menyenangkan, melainkan keterpaksaan yang harus mereka terima karena adanya sebab tertentu. Anak jalanan bagaimanapun telah menjadi fenomena yang menuntut perhatian kita semua. Secara psikologis mereka adalah anak-anak yang pada taraf tertentu belum mempunyai bentukan mental emosional yang kokoh, sementara pada saat yang sama mereka harus bergelut dengan dunia jalanan yang keras dan cenderung berpengaruh negatif bagi perkembangan dan pembentukan kepribadiannya.
Aspek psikologis ini berdampak kuat pada aspek sosial. Di mana labilitas emosi dan mental mereka yang ditunjang dengan penampilan yang kumuh melahirkan pencitraan negatif oleh sebagian besar masyarakat terhadap anak jalanan yang diidentikan dengan pembuat onar, anak-anak kumuh, suka mencuri, sampah masyarakat yang harus diasingkan.
Pada taraf tertentu stigma masyarakat yang seperti ini justru akan memicu perasaan alienatif mereka yang pada gilirannya akan melahirkan kepribadian introvet, cenderung sukar mengendalikan diri dan asosial. Padahal tak dapat dipungkiri bahwa mereka adalah generasi penerus bangsa untuk masa mendatang.
Untuk memahami anak jalanan secara utuh, kita harus mengetahui definisi anak jalanan.Departemen Sosial RI mendefinisikan anak jalanan adalah anak yang sebagian besar menghabiskan waktunya untuk mencari nafkah atau berkeliaran di jalanan atau tempat-tempat umum lainnya.
Menurut Heru Nugroho, Pengertian Anak jalanan atau sering juga disebut dengan gelandangan.30 Menurut beberapa tokoh yang diantaranya adalah:
1. Artidjo mengartikan anak jalanan atau gelandangan sebagai orangyang tidak mempunyai tempat tinggal dan mata pencaharian yangtetap dan layak atau mereka sering berpindah-pindah dari satutempat ke tempat
30
yang lain, berkeliaran di dalam kota dan makan minum disembarang tempat.31
2. Sudarsono mengartikan anak jalanan atau gelandangan adalah mereka yang tidak memiliki tempat tinggal yang tetap, yang secara yuridis tidak berdomisili yang otentik, disamping itu merekamerupakan kelompok yang tidak memiliki pekerjaan tetap dan layak menurut ukuran masyarakat pada umumnya dan mereka sebagian besar tidak mengenal nilai-nilai keluhuran.32
Dari kedua pengertian diatas mempunyai kemiripan arti tentang anak jalanan atau gelandangan yaitu anak-anak yang sebagian masih dibawah umur yang tidak mempunyai tempat tinggal tetap dan setiap hari berkeliaran dijalan-jalan setiap sudut kota dan kurang memiliki etika sebagai mana anak-anak pada umumnya.
Menurut Mursalih dalam skripsinya, mengatakan bahwa Direktorat Bina Sosial DKI yang termasuk anak jalanan adalah anak yang berkeliaran di jalan raya sambil bekerja, mengemis atau menganggur. Usianya berkisar dari bayi (dibawa orangtuanya mengemis) sampai batas usia remaja. Tidak semuanya merupakan anak jalanan yang terlantar, meskipun sebagian besar adalah anak yang mempunyai tempat tinggal tetap dan orangtuanya tidak ada di Jakarta.33
Demikian pula batas yang digunakan oleh Departemen Sosial United Nations Development Programme (UNDP) merumuskan definisi anak jalanan
31 http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2179548-pengertian-anak-jalanan/#ixzz2CT5NXuTf 32 Ibid 33
Mursalih. Pendidikan Non Formal Dalam Upaya Peningkatan Ekonomi anak Jalanan (Jakarta: Cipete Utara. 2009). hal 38
sebagai anak-anak yang menghabiskan sebagian besar waktunya untuk berkeliaran dan mencari nafkah di jalanan dan tempat-tempat umum lainnya.34
Anak jalanan dilihat dari sebab dan intensitas mereka berada di jalananmemang tidak dapat disamaratakan. Dilihat dari sebab, sangat dimungkinkan tidak semua anak jalanan berada dijalan karena tekanan ekonomi, boleh jadi karena pergaulan, pelarian, tekanan orang tua, atau atas dasar pilihannya sendiri.
Pengertian anak jalanan adalah anak-anak berusia dibawah 18 tahun, sebagian besar waktunya dihabiskan di tempa-tempat umum untuk mencari nafkah atau berkeliaran, penampilan mereka biasanya kumal, kotor serta tidak terawat dan memiliki hubungan yang kurang dekat dengan keluarga.35(Depsos, 2006 dan Garliah, 2004).
Ada beberapa pengertian anak jalanan menurut beberapa ahli hukum, Sandyawan memberikan pengertian bahwa anak jalanan adalah anak-anak yang berusia maksimal 16 tahun, telah bekerja dan menghabiskan waktunya di jalanan.36Sedangkan menurut Peter Davies memberikan pemahaman bahwa fenomena anak-anak jalanan sekarang ini merupakan suatu gejala global. Pertumbuhan urbanisasi dan membengkaknya daerah kumuh di kota-kota yang paling parah keadaannya adalah di negara berkembang, telah
34
Ibid, hal 38
35Garliah, Lili.”Program Intervensi Dalam Penanganan Masalah Anak Jalanan”.Jurnal. Program Studi Psikologi Fakultas Kedokteran. (Universitas Sumatera Utara: 2004). h. 3
36
Sudrajat,TataAnak Jalanan dan Masalah Sehari-hari Sampai Kebijaksanaan, (Bandung: Yayasan Akatiga, 1996), h. 151-152.
memaksa sejumlah anak yang semakin besar untuk pergi ke jalanan ikut mencari makan demi kelangsungan hidup keluarga dan bagi dirinya sendiri.37
Fenomena merebaknya anak jalanan di DKI Jakarta merupakansuatu masalah yang kompleks. Secara garis besar terdapat dua kelompok anak jalanan, yaitu :
1. Kelompok anak jalanan yang bekerja dan hidup di jalan. Anak yang hidup di jalan melakukan semua aktivitas dijalan, tidur dan menggelandang secara berkelompok.
2. Kelompok anak jalanan yang bekerja di jalanan ( masih pulang ke rumah orang tua).
Kesimpulannya, Anak Jalanan adalah anak yang berusia 6 - 15 tahun yang menghabiskan seluruh ataupun sebagian besar waktunya di jalanan untuk bermain maupun bekerja, yang tinggal bersama orang tuanya ataupun yang tinggal terpisah dengan orang tuanya.