• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

A. Budaya Organisasi

2. Proses Terbentuknya Budaya Organisasi

Schein (2004) menyebutkan bahwa pada dasarnya budaya organisasi

memiliki tiga sumber. Pertama adalah keyakinan, nilai, dan asumsi dari

pendiri organisasi, kedua adalah pengalaman belajar yang diperoleh

anggota organisasi dalam perkembangan organisasi tersebut, dan yang

ketiga adalah keyakinan, nilai, dan asumsi baru yang dibawa oleh anggota

Dalam risetnya, Tosi, Rizzo, Carroll (1994), mengatakan bahwa

terdapat empat faktor yang mempengaruhi budaya organisasi :

a. Pengaruh umum dari luar

Mencakup faktor faktor yang tidak dapat dikendalikan atau hanya

sedikit dapat dikendalikan atau hanya sedikit dapat dikendalikan oleh

organisasi, seperti lingkungan alam, dan kejadian-kejadian bersejarah

yang membentuk masyarakat. ( Terkait dengan sejarah Raja-raja

dengan nilai-nilai Feodalisme ).

b. Nilai-nilai masyarakat dan budaya nasional

Keyakinan-keyakinan dan nilai-nilai yang dominan dari

masyarakat luas. Misalnya adalah kebebasan individu, kolektivisme,

kesopansantunan, kebesihan, dan sebagainya.

c. Unsur-unsur khas dari organisasi

Organisasi selalu berinteraksi dengan lingkungannya. Dalam usaha

mengatasi baik masalah-masalah eksternal maupun masalah-masalah

internal organisasi akan mendapatkan penyelesaian atau solusi yang

jitu. Dalam proses hingga memperoleh penyelesaian tersebut banyak

aspek yang terlibat, terutama manusia-manusia yang terdapat

didalamnya, dan banyak juga unsur-unsur keyakinan serta nilai-nilai

yang dikeluarkan, sehingga keberhasilan dari solusi final permasalahan

d. Nilai-nilai dasar dari koalisi dominan

Sebagaimana sebuah organisasi, apapun bentuknya, selalu diawali

oleh beberapa orang yang berkumpul dan membentuk suatu wadah

atau organisasi yang memiliki tujuan khusus. Para pendiri organisasi

ini biasanya disebut sebagai The Founding Fathers, yang dalam

menentukan tujuan dari wadah atau organisasi yang dibentuknya

selalu memasukkan nilai-nilai pribadi yang dianutnya, sehingga hal

tersebut menjadi cerminan bagi terbentuknyafundamental belief bagi

wadah atau organisasi yang akan terbentuk. Schein (2004) memperkuat pendapat bahwa pendiri organisasi memiliki pengaruh

yang besar terhadap pembentukan budaya organisasi. Pendiri

organisasi tidak hanya menentukan misi dasar dan konteks lingkungan

dimana organisasi yang dibentuknya akan beroperasi, tetapi juga

menentukan anggota organisasi yang akan diterima, serta menentukan

respon-respon dasar yang nantinya akan digunakan organisasi dalam

usahanya mencapai kesuksesan dan keberhasilan mengintegrasikan

diri.

Budaya yang terdapat di dalam sebuah organisasi biasanya berasal

dari filosofi dan nilai-nilai dasar yang dimiliki oleh pendiri organisasi atau

the founding father( Robbins, 2005 ). Schein (2004) dalam penjelasannya

mengenai terbentuknya budaya organisasi juga menyatakan hal yang

bahwa pendiri perusahaan memiliki visi pribadi, tujuan, keyakinan, nilai,

dan asumsi mengenai bagaimana sesuatu harus dijalankan. Kemudian hal

tersebut diturunkan kepada anggota perusahaan tersebut, dan bila

kemudian hal tersebut membawa kepada kesuksesan maka visi pribadi,

tujuan, keyakinan, nilai, dan asumsi yang diturunkan dari pendiri itu

kemudian yang akan diyakini dan diterima sebagai pengarah menuju

kesuksesan tersebut. Hal-hal inilah yang kemudian terus diturunkan dan

disosialisasikan kepada karyawan di perusahaan tersebut.

Masih mengenai pembentukan budaya organisasi, Kotter dan

Heskett (dalam Kreitner & Kinicki 2001 ) menjelaskan bahwa budaya

perusahaan berawal ketika pemimpin bisnis (perusahaan) menciptakan dan

mengimplementasikan visi bisnis dan strategi yang cocok dengan situasi.

Hal ini kemudian berlanjut pada kesuksesan perusahaan tersebut yang

membuat visi dan strategi tersebut semakin ditekankan kepada

anggota-anggota perusahaan agar juga mengarah kepada kesuksesan. Dari proses

tersebut kemudian budaya yang kuat terbentuk dengan inti yang

menekankan pada pelayanan terhadap konsumen, pemegang saham, dan

juga karyawan.

Proses pembentukan terus berlanjut, dimana dalam proses

perjalanannya organisasi akan menghadapi berbagai tantangan yang harus

diatasi. Karyawan akan dituntut untuk berdinamika satu dengan yang lain

sebagai respon terhadap tantangan yang ada. Hasil dari dinamika ini juga

organisasi akan saling mempengaruhi dalam pembentukan budaya

(Moorhead dan Griffin, dalam Staw, 1991). Dari penjelasan ini dapat

dikatakan bahwa budaya terbentuk sebagai hasil interaksi antar anggota

dari organisasi perusahaan itu sendiri.

Berdasarkan penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa

budaya perusahaan berasal dari nilai, visi, strategi, dan asumsi yang

diturunkan oleh pendiri perusahaan kepada karyawan-karyawannya, yang

terus dikembangkan melalui pembelajaran oleh para karyawan itu sendiri

seiring dengan perkembangan organisasi, dan kemudian juga diteruskan

kepada karyawan-karyawan baru agar mampu mengarahkan setiap

anggotanya untuk mencapai kesuksesan dalam bekerja.

Setelah pembentukan dari budaya tersebut, maka kelanjutannya

adalah bagaimana mempertahankan budaya tersebut agar tetap bertahan.

Menurut Robbins (2005), terdapat tiga hal yang dianggap sebagai

kekuatan utama dalam mempertahankan keberlangsungan budaya

organisasi :

a. Proses seleksi

Apa yang diturunkan oleh pendiri organisasi tersebut pada tahap

selanjutnya akan digunakan untuk melakukan tahap seleksi terhadap

orang orang yang hendak dimasukkan ke dalam organisasi. Kandidat

yang cocok ataupun yang dirasa sesuai dengan budaya yang ada di

dalam organisasi akan diterima ke dalamnya. Proses ini juga dapat

bila merasa tidak cocok maka mereka dapat memutuskan untuk tidak

bergabung. Hal ini juga diperkuat dengan hasil studi Cable ( dalam

Landy & Conte, 2004) yang menyebutkan bahwa proses seleksi dan

rekrutmen merupakan tahap dimana perusahaan berusaha mencari

kandidat yang tampaknya memiliki kesesuaian dengan budaya

organisasi.

b. Manajemen Puncak

Manajemen puncak dalam berbagai tindakannya memiliki

dampak yang cukup besar pada budaya organisasi. Ini juga diperkuat

oleh pernyataan Landy & Conte (2004) yang menyebutkan bahwa para

pemimpin ( termasuk para atasan ) diharapkan membantu bawahannya

untuk memahami budaya dengan menjadikan dirinya sebagai

representasi dari budaya itu sendiri (role model) melalui

kepemimpinannya. Dari apa yang mereka katakan dan bagaimana

mereka membawa diri, menjadi norma mengenai apa yang sebaiknya

dilakukan, atau bagaimana seharusnya sebuah hal dilakukan, atau apa

yang diharapkan dilakukan oleh karyawan.

c. Sosialisasi

Karyawan yang baru saja diterima untuk menjadi anggota

sebuah perusahaan tidak secara otomatis menerima semua budaya yang

terdapat didalam perusahaan. Oleh sebab itu maka diperlukan adanya

sebuah sosialisasi terhadap budaya di perusahaan kepada para karyawan

harapan bahwa karyawan akan dapat beradaptasi dengan budaya di

tempat kerja yang baru.

Sosialisasi tidak hanya bagian dari proses penerimaan karyawan

baru, tetapi juga menjadi bagian dalam aktivitas keseharian dari

karyawan-karyawan yang ada dalam perusahaan tersebut yang saling

berinteraksi satu dengan yang lain. Dari penjelasan-penjelasan diatas

dapat dikatakan bahwa budaya organisasi berasal dari nilai, filosofi dan

misi pribadi dari pendiri perusahaan yang kemudian di-share kan

kepada seluruh anggota organisasi oleh anggota itu sendiri. Anggota

organisasi disini berarti bahwa yang bertanggung jawab untuk

mempertahankan budaya tersebut adalah semua orang yang terdapat di

dalam organisasi tersebut, termasuk para pimpinan. Tugas anggota

pulalah untuk terus menurunkan budaya tersebut kepada

anggota-anggota baru dari organisasi tersebut secara bertahap agar dapat

beradaptasi dan menerima budaya yang ada sehingga dapat melakukan

tugas dan tanggung jawab serta peran yang diberikan kepadanya dengan

3. Aspek Budaya Organisasi

Budaya organisasi memiliki beberapa aspek secara umum, seperti

yang disebutkan oleh Miller (1987) :

a. Aspek Tujuan

Seberapa jauh anggota memahami tujuan yang hendak dicapai oleh

organisasi

b. Aspek Konsensus

Seberapa jauh organisasi memberi kesempatan kepada anggota untuk

ikut serta dalam proses pengambilan keputusan

c. Aspek Keunggulan

Seberapa besar kemampuan organisasi menumbuhkan sikap untuk

selalu menjadi yang terbaik dan berprestasi lebih dari yang pernah

dilakukan.

d. Aspek Kesatuan

Sikap organisasi terhadap angggotanya, dengan tidak memihak pada

kelompok tertentu dalam organisasi.

e. Aspek Prestasi

Sikap organisasi terhadap hasil yang dicapai oleh anggotanya.

f. Aspek Empirik

Sejauh mana organisasi menggunakan bukti-bukti empirik dalam

g. Aspek Keakraban

Situasi pergaulan sosial dalam organisasi yang terjadi antar anggota

organisasi, berbagi rasa, percaya, kehangatan, penerimaan.

h. Aspek Integritas

Kesungguhan dalam upaya pencapaian tujuan organisasi yang

dilakukan oleh seluruh anggota organisasi yang melibatkan

kepercayaan terhadap organisasi.

Berkaitan dengan aspek budaya organisasi, Robbins ( 2005 ) juga

menyebutkan karakteristik inti dari budaya organisasi :

a. Inovasi dan Pengambilan Resiko

Derajat pemberian dorongan bagi karyawan untuk mengambil resiko

dan bersikap inovatif

b. Perhatian terhadap Detail

Derajat hingga sejauh mana karyawan diharapkan untuk menunjukkan

presisi, analisis, dan perhatian terhadap detail

c. Orientasi Hasil

Derajat pemfokusan dari pihak manajemen berfokus terhadap hasil

daripada teknik dan proses yang digunakan untuk mencapai hasil

d. Orientasi Orang

Derajat sampai sejauh mana keputusan manajemen

mempertimbangkan efek dari hasil pada orang orang didalam

organisasi.

e. Orientasi Tim

Derajat hingga sejauh mana aktivitas kerja teroganisir di sekitar tim

daripada perseorangan.

f. Keagresifan

Derajat hingga sejauh mana orang orang yang terdapat didalam

sebuah organisasi bersikap agresif dan kompetitif daripada

bersantai-santai.

g. Kestabilan

Derajat hingga sejauh mana aktivitas keorganisasian menekankan

pada status quo dan tidak menekankan pada pertumbuhan.

Walau kedua ahli memiliki perbedaan dalam menyebutkan aspek

dan inti dari budaya organisasi, namun keduanya memiliki beberapa

kesamaan. Kesamaan tersebut antara lain adalah keduanya sama-sama

menyebutkan integritas yang dimaksudkan untuk menyatukan organisasi

beserta anggota-anggota yang ada di dalamnya. Kesamaan lainnya adalah

keduanya sama-sama menyebutkan keunggulan dalam cara bekerja yang

menjadi nilai lebih dari sebuah organisasi dalam upayanya untuk menjadi

yang terbaik, dan yang terakhir adalah keduanya sama-sama menyebutkan

Beberapa perusahaan dalam upayanya mendefinisikan budaya

organisasi juga memiliki aspek-aspek yang cenderung umum. Sebagai

contoh adalah Kelompok Kompas Gramedia ( KKG ) yang memiliki

budaya menghargai waktu, bekerja dengan tujuan mulia, hemat,

mementingkan pendidikan, sikap yang dapat dipercayai, berprestasi,

menjunjung etika, adil, dan kepemimpinan horizontal

(http://www.portalhr.com/kolom/2id85.html). Contoh lainnya adalah Perum Pegadaian, yang memiliki budaya Inovatif, Nilai moral tinggi,

Terampil, Adilayanan (memberi pelayanan yang terbaik), dan Nuansa citra

(berorientasi bisnis, dan selalu mengikuti perubahan dinamika bisnis).

Kedua contoh budaya yang dimiliki oleh perusahaan ini memiliki beberapa

kesamaan dengan aspek yang lebih umum seperti yang disebutkan oleh

para ahli di atas, antara lain adalah adanya etos kerja yang menjadi ciri

khas dan keunggulan masing-masing perusahaan, dan adanya penghargaan

terhadap manusia didalam perusahaan tersebut. Walaupun demikian,

budaya organisasi yang ada disetiap perusahaan juga akan menjadi

berbeda dalam beberapa hal, hal ini dikarenakan budaya organisasi adalah

identitas khusus bagi masing-masing organisasi perusahaan, dan karenanya

menjadi khas dan berbeda satu dengan yang lain.

Demikian juga dengan P.T Garudafood, yang memiliki beberapa

kesamaan aspek dengan yang dijelaskan oleh kedua ahli tersebut. P.T

Garudafood memiliki lima aspek budaya organisasi yang dijabarkan dari

1. Human values

Menghargai nilai-nilai kemanusiaan dengan mengutamakan kasih

sayang, kejujuran, ketenangan pikiran, melaksanakan tugas dengan

baik, dan tanpa kekerasan

2. Business ethics

Menggunakan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat dalam

berinteraksi dan mengelola lingkungan bisnis.

3. Unity through harmony

Persatuan adalah wujud suatu proses yang bertolak dari persamaan

dan menyikapi perbedaan sebagai hal yang saling melengkapi untuk

mencapai sinergi

4. Speed and leading change

Inovasi adalah usaha untuk melembagakan perubahan secara cepat

dan berkesinambungan untuk memberikan nilai tambah pada

perusahaan dengan bertumpu pada kemampuan sumber daya manusia.

5. Working smart in a learning culture

Bekerja secara cerdik adalah sikap dalam bekerja yang mengutamakan

penguasaan seluruh aspek pekerjaan secara mendalam, dalam budaya

yang melembagakan belajar sebagai proses kehidupan.

Persamaan yang ada dengan aspek yang lebih umum adalah P.T

Garudafood memasukkan penghargaan terhadap karyawan sebagai aspek

budayanya, selain itu juga menyebutkan adanya suatu budaya kerja yang

organisasi. Perbedaan yang ada dengan aspek yang lebih umum adalah

pada budaya yang dimiliki P.T Garudafood adalah adanya penggunaan

nilai-nilai yang ada di masyarakat lokal dalam beraktivitas.

4. Fungsi Budaya Organisasi

Budaya dalam perkembangannya membawa dampak yang signifikan

terhadap situasi di dalam sebuah organisasi sebagaimana layaknya di

dalam masyarakat yang juga merupakan sebuah organisasi. Robbins

(2005) mengemukakan adanya empat fungsi budaya organisasi :

a. Pembeda yang memunculkan keunikan antara satu organisasi dengan

lainnya

b. Pembawa identitas khusus bagi para anggotanya

c. Memfasilitasi pembangkitan komitmen dari dalam diri seseorang yang

melebihi ketertarikan pribadinya.

d. Meningkatkan stabilitas sistem sosial

Furnham dan Gunter (1993) juga menyatakan hal yang serupa,

bahwa budaya menampilkan perekat sosial dan menghasilkan perasaan

kebersamaan, sehingga meniadakan proses diferensiasi yang merupakan

bagian dari kehidupan berorganisasi yang tidak dapat dihindari. Budaya

organisasi juga menawarkan suatu sistem bersama mengenai arti yang

Kreitner & Kinicki ( 2001 ) juga menyebutkan fungsi budaya

organisasi yang kurang lebih serupa dengan yang diberikan Robbins :

a. menciptakan identitas keorganisasian bagi anggotanya

b. membantu memelihara integritas dan stabilitas

c. menjadi pembentuk perilaku organisasi yang membantu para anggota

untuk membedakan hal hal yang dianggap baik atau buruk di dalam

organisasi.

d. Memfasilitasi munculnya komitmen dalam diri karyawan

Fungsi budaya organisasi sebagai pembangkit dan penguat komitmen

juga diperkuat oleh pernyataan yang diberikan oleh O’Reilly (dalam

Ndraha, 2003). Dia dalam penjelasannya mengenai pentingnya budaya

organisasi menyebutkan bahwa salah satunya adalah untuk meningkatkan

komitmen dari pegawai terhadap perusahaan.

Dari hal-hal yang telah disebutkan diatas maka dapat ditarik

kesimpulan mengenai fungsi budaya organisasi bahwa tujuan dari

pembentukan dan penginternalisasian budaya organisasi adalah untuk

memberi pedoman bagi para karyawan agar dapat menyamakan visi dan

misi, serta melakukan tugas dan tanggung jawab dengan lebih baik karena

segenap perilaku dan sikap yang menyertai pelaksanaan tugas tersebut

telah disesuaikan dengan budaya yang ada di dalam organisasi perusahaan.

Selain itu budaya juga berfungsi untuk menekan tingkat turn over dari

karyawan karena bila budaya diterima dengan baik maka komitmen yang

dan etika bekerja didalamnya. Selain itu budaya juga berfungsi sebagai

identitas yang digunakan untuk menunjukkan eksistensi diri organisasi ke

dunia luar.

Dokumen terkait