• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSPEK PEREKONOMIAN

Dalam dokumen LAPORAN KEBIJAKAN MONETER (Halaman 29-39)

Bank Indonesia memperkirakan ke depan stabilitas ekonomi tetap terjaga dan ditopang penyesuaian perekonomian yang masih terkendali. Pertumbuhan ekonomi 2014 diperkirakan mencapai 5,1-5,5%, lebih rendah dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya 5,5-5,9%. Proyeksi pertumbuhan ekonomi tersebut dipengaruhi oleh kinerja ekspor yang tidak sekuat perkiraan sebelumnya akibat dampak kebijakan pembatasan ekspor mineral mentah serta pertumbuhan ekonomi Tiongkok dan harga komoditas global yang lebih lemah dari proyeksi semula. Pada tahun 2015, pertumbuhan ekonomi diperkirakan kembali membaik pada kisaran 5,4-5,8%, meskipun lebih rendah dari proyeksi semula 5,8-6,2%. Sejalan dengan moderasi pertumbuhan ekonomi tersebut, inflasi diperkirakan lebih rendah dibandingkan dengan inflasi 2013 dan berada dalam kisaran sasaran inflasi 2014 sebesar 4,5+1%. Pada tahun 2015, kebijakan moneter yang terukur dan didukung koordinasi dengan kebijakan Pemerintah diperkirakan dapat kembali mendorong inflasi menurun di kisaran 4,0+1%.

Proses penyesuaian ekonomi yang terkendali diharapkan dapat turut mendorong prospek defisit transaksi berjalan dan pertumbuhan kredit 2014 ke level yang sehat bagi perekonomian secara keseluruhan. Sejalan dengan moderasi pertumbuhan ekonomi, pertumbuhan kredit diperkirakan tetap berada pada kisaran 15-17% pada tahun 2014 sehingga konsisten dengan upaya mengarahkan ekonomi menjadi lebih sehat dan seimbang. Sementara itu, defisit transaksi berjalan diperkirakan tetap dapat ditekan di bawah 3,0% dari PDB, meskipun pada triwulan II dan III 2014 diperkirakan meningkat sesuai pola musiman. Peningkatan defisit pada triwulan II dan III 2014 tersebut antara lain dipengaruhi peningkatan impor menjelang puasa dan hari raya serta repatriasi pendapatan dan pembayaran bunga, meskipun secara keseluruhan tahun 2014.

Bank Indonesia akan terus mencermati beberapa risiko yang dapat meningkatkan tekanan pada stabilitas ekonomi dan mengganggu upaya menurunkan defisit transaksi berjalan ke level yang sehat. Dari global, risiko berkaitan dengan potensi penurunan harga komoditas dan perlambatan ekonomi Tiongkok yang berpotensi untuk meningkatkan kembali defisit transaksi berjalan. Risiko ketidakpastian normalisasi kebijakan The Fed juga mendapat perhatian karena dapat mengganggu prospek penanaman modal asing. Dari domestik, risiko yang perlu mendapat perhatian ialah potensi tekanan harga terkait tekanan penyesuaian administered prices dan peningkatan harga pangan akibat efek tunda banjir dan dampak El Nino yang dapat menyebabkan musim kemarau di beberapa daerah.

Prospek Perekonomian Global

Sesuai proyeksi sebelumnya, pemulihan ekonomi global diperkirakan masih berlanjut, namun dengan perkembangan yang tidak merata. Pertumbuhan ekonomi global 2014-2015 diperkirakan masih sama dengan proyeksi sebelumnya sebesar 3,6% pada 2014 dan 3,9% pada 2015. Pertumbuhan tersebut didukung perkembangan ekonomi negara-negara maju yang membaik sejalan dengan masih berlanjutnya stimulus moneter, sementara tekanan fiskal relatif mereda. Namun, pemulihan ekonomi tersebut

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r

|

29

tidak terjadi secara merata. Perkembangan ekonomi negara berkembang berisiko lebih rendah disebabkan, antara lain akibat rebalancing ekonomi Tiongkok, pelemahan harga komoditas, pengetatan kebijakan moneter. Perkembangan ekonomi Tiongkok ini perlu mendapat perhatian karena dapat mempengaruhi perekonomian negara perkembangan secara keseluruhan. Meskipun tidak merata, prospek perekonomian global yang membaik pada gilirannya diprakirakan akan menaikkan volume perdagangan dunia. Volume perdagangan dunia di tahun 2014 diperkirakan sebesar 3,8%.

Peta pemulihan perekonomian global diperkirakan banyak diwarnai oleh kondisi AS dan Eropa yang terus membaik. Indikator AS terus menunjukkan perbaikan didukung oleh kinerja sektor manufaktur sehingga pertumbuhan AS dinilai masih sesuai dengan perkiraan. Sama dengan proyeksi sebelumnya, pertumbuhan ekonomi AS 2014 diperkirakan sebesar 2,8% pada 2014 dan pada tahun 2015 meningkat menjadi 3,0%. Sementara itu pertumbuhan Eropa diperkirakan lebih baik yakni 1,0% lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya 0,9%, antara lain, akibat indikator manufaktur Perancis yang mulai membaik. Namun, pertumbuhan ekonomi Jepang diperkirakan 1,5%, sedikit lebih rendah dari perkiraan sebelumnya sebesar 1,7% (Tabel 2.1).

Berbeda dengan prospek negara maju, pertumbuhan ekonomi Tiongkok di 2014 dan 2015 diperkirakan

tumbuh sedikit lebih

rendah dari perkiraan

sebelumnya.

Pertumbuhan ekonomi

tahun 2014

diperkirakan 7,4%, lebih rendah dibandingkan proyeksi Bank Indonesia sebelumnya yakni 7,5% (Tabel 2.1)5

. Penurunan permintaan di Tiongkok dipengaruhi realisasi PDB Tiongkok pada triwulan I-2014 yang menurun sejalan dengan indikator indeks produksi dan investasi aset tetap yang berada pada tren menurun, meskipun proses perlambatan tersebut tidak terjadi secara hard landing. Negara berkembang lainnya juga sedikit menurun baik karena faktor gejolak politik/ekonomi (Rusia, Argentina, dan Thailand), maupun harga komoditas yang masih negatif.

Sejalan dengan prospek ekonomi Tiongkok, prospek harga komoditas diperkirakan juga tidak sebaik perkiraan sebelumnya, meskipun tetap lebih baik dari kondisi tahun 2013. Prospek yang tidak sekuat perkiraan sebelumnya ini antara lain terkait adanya peningkatan pasokan karet dari Thailand dan Malaysia. Selain itu, harga batubara juga masih melemah akibat meningkatnya pasokan terutama oleh AS terkait upaya konversi energi dari batubara ke shale gas menyebabkan ekspor batubara dari AS bertambah sehingga meningkatkan pasokan batubara internasional. Di sisi lain, permintaan batubara menurun terkait ekonomi Tiongkok yang melambat. Sementara itu, harga minyak diprakirakan masih dalam tren menurun enambahan supply terutama dari negara-negara non-OPEC antara lain terkait adanya infrastruktur baru dan eksplorasi teknologi baru (shale

gas). Namun, potensi kenaikan dalam jangka pendek dapat saja terjadi khususnya harga

5

Angka proyeksi ekonomi global Bank Indonesia sebelumnya lihat Laporan Perekonomian Indonesia 2014 yang terbit pada 2 April 2014.

2014 2015 PDB Dunia 3,0 3,6 3,9 Negara Maju 1,3 2,2 2,3 Amerika Serikat 1,9 2,8 3,0 Kawasan Eropa -0,4 1,0 1,4 Jepang 1,5 1,5 1,0

Negara Emerging Market dan berkembang 4,7 5,0 5,4

Tiongkok 7.7 7,4 7,3

India 4,6 5,4 6.4

Negara Emerging Market Lainnya 3.1 3.6 4.1

2013 Proyeksi

Table 2.1 Proyeksi PDB Dunia

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r

|

30

minyak akibat ketegangan politik di Ukraina, yang dapay mendorong harga minyak lebih tinggi dari perkiraan sebelumnya.

Prospek Pertumbuhan Ekonomi

Pengaruh perekonomian global yang tidak sekuat perkiraan, khususnya terkait kondisi ekonomi Tiongkok dan harga komoditas, serta ekspor yang masih terkendal kendala di ekspor pertambangan, Bank Indonesia merevisi prospek pertumbuhan di tahun 2014 dan 2015. Pertumbuhan ekonomi 2014 diperkirakan pada kisaran 5,1-5,5%, lebih rendah dari perkiraan sebelumnya 5,5-5,9%. menyusul pertumbuhan ekonomi triwulan I 2014 yang hanya mencapai 5,21%. Pada tahun 2015, pertumbuhan ekonomi diperkirakan kembali membaik pada kisaran 5,4-5,8%, meskipun lebih rendah dari proyeksi semula 5,8-6,2% (Tabel 2.2).

Revisi pertumbuhan ekonomi pada 2014 banyak dipengaruhi oleh komponen ekspor. Ekspor pada tahun 2014 diperkirakan tumbuh pada kisaran 1,5-1,9%, lebih rendah dibandingkan dengan proyeksi sebelumnya pada kisaran 8,1-8,5% (Tabel 2.2). Revisi ke bawah proyeksi pertumbuhan ekspor ini terkait kondisi global akibat harga komoditas yang menurun dan pertumbuhan ekonomi Tiongkok yang tidak sekuat perkiraan. Selain itu, faktor domestik terkait dampak kebijakan pembatasan ekspor mineral mentah yang mulai berlaku Januari 2014 diprakirakan mengakibatkan volume ekspor akan juga tidak sebesar perkiraan semual. Selain itu, terbatasnya ekspor juga dipengaruhi pertumbuhan volume ekspor CPO dan produk turunannya yang diperkirakan akan hampir sama dengan tahun lalu karena adanya program biodiesel di dalam negeri. Dari sisi negara tujuan, ekspor ke Tiongkok dan Jepang diprakirakan akan mengalami penurunan. Namun, penurunan tersebut dapat tertahan oleh meningkatnya ekspor ke AS, India dan Eropa.

Pada sisi lain, permintaan domestik, baik konsumsi rumah tangga maupun investasi (PMTB), diperkirakan masih cukup terkendali. Konsumsi rumah tangga diprakirakan masih tumbuh pada level yang tinggi yakni pada kisaran 5,1-5,5% didukung kegiatan terkait pemilu 2014 dan peningkatan pendapatan (Tabel 2.2). Daya beli masyarakat diprakirakan dapat terjaga seiring dengan peningkatan pendapatan terkait rencana penyesuaian upah buruh dan kenaikan gaji pegawai negeri sipil, TNI/Polri serta pensiunan. Selain itu, inflasi yang diperkirakan kembali ke rentang target 4,5%+1% akan

turut menjaga daya beli. pertumbuhan konsumsi juga ditunjang oleh meningkatnya

proporsi penduduk usia produktif sehingga akan meningkatkan jumlah angkatan kerja.

%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000

2014

I II III IV I

Konsumsi Rumah Tangga 5.2 5.1 5.5 5.3 5.3 5.6 5.1 - 5.5 5.3 - 5.7 Konsumsi Pemerintah 0.4 2.2 8.9 6.4 4.9 3.6 6.2 - 6.6 5.4 - 5.8 Pembentukan Modal Tetap Domestik Bruto 5.5 4.5 4.5 4.4 4.7 5.1 4.8 - 5.2 5.3 - 5.7 Ekspor Barang dan Jasa 3.6 4.8 5.2 7.4 5.3 -0.8 1.5 - 1.9 5.1 - 5.5 Impor Barang dan Jasa 0.0 0.7 5.1 -0.6 1.2 -0.7 0.5 - 0.9 4.9 - 5.3

PDB 6.0 5.8 5.6 5.7 5.8 5.2 5.1 - 5.5 5.4 - 5.8

Sumber : BPS

* Proyeksi Bank Indonesia

2014* 2015*

Tabel 2.2

Pertumbuhan Ekonomi Sisi Pengeluaran

2013 2013

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r

|

31 Investasi (PMTB) diprakirakan tumbuh moderat di level 4,8-5,2% (Tabel 2.2). Prospek pertumbuhan investasi terutama disumbangkan oleh investasi bangunan. Hal ini terkait dengan masih besarnya kebutuhan infrastruktur untuk mendukung pertumbuhan ekonomi. Pemerintah telah meningkatkan alokasi anggaran untuk investasi infrastruktur dari Rp184,3 triliun di tahun 2013, menjadi Rp206,6 triliun di tahun berikutnya. Namun, perkiraan pertumbuhan investasi tersebut relatif moderat terkait dengan perilaku wait and

see dari pelaku usaha terkait dengan pelaksanaan pemilu.

Pertumbuhan impor juga diperkirakan terbatas, meskipun masih lebih tinggi dari tahun lalu. Prakiraan tersebut sejalan dengan masih termoderasinya kegiatan ekspor di tengah permintaan domestik yang masih tumbuh. Sejalan dengan perkiraan pertumbuhan investasi yang moderat, pertumbuhan impor barang modal dalam bentuk mesin dan perlengkapan juga diprakirakan relatif terbatas. Sementara itu, kegiatan produksi yang diprakirakan masih tetap kuat, antara lain untuk memenuhi permintaan dalam negeri dan ekspor, mendorong permintaan impor akan bahan baku mengalami peningkatan. Impor barang konsumsi juga diprakirakan masih akan tetap tumbuh sejalan dengan pertumbuhan konsumsi rumah tangga yang masih cukup kuat.

Secara sektoral, pengaruh ekspor yang tidak sekuat perkiraan tersebut tergambar pada prospek sektor Pertambangan yang diprakirakan tumbuh terbatas, sekitar 0,3-0,7% di 2014, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 1,3-1,7% (Tabel 2.3). Dari sisi domestik, prospek ini antara lain disebabkan oleh pemberlakuan UU No. 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (Minerba) pada 12 Januari 2014. Meskipun demikian, kebijakan pelonggaran bea keluar bagi perusahaan yang berkomitmen membangun smelter diperkirakan mampu mengkompensasi potensi perlambatan tersebut. Dari sisi eksternal, prakiraan harga komoditas nonmigas internasional yang masih terkoreksi diperkirakan berakibat pada tertahannya kinerja sektor pertambangan. Namun, di tengah prospek sektor pertambangan yang masih terbatas, kinerja subsektor Migas diperkirakan meningkat ditopang kegiatan produksi yang membaik. Di samping itu, sejumlah proyek hulu yang didominasi sektor gas diperkirakan akan mampu mendorong kinerja sektor ini. Dari komoditas batubara, prospek ke depan diperkirakan berada pada tingkat moderat. Semakin tingginya pasokan di pasar internasional mendorong berlanjutnya penurunan harga batubara. Di tengah prakiraan turunnya harga tersebut, terdapat kemungkinan pelarangan Tiongkok terhadap impor batubara kualitas rendah, termasuk yang berasal dari Indonesia.

Di tengah kinerja sektor tambang yang menurun tersebut, secara sektoral maka sektor industri pengolahan, sektor PHR, serta sektor pengangkutan dan komunikasi masih menjadi sektor utama yang mendorong perekonomian pada 2014. Ketiga sektor dengan pangsa besar tersebut diperkirakan akan mencatat pertumbuhan yang cukup baik pada 2014. Selain itu, pelonggaran bea keluar dalam penerapan kebijakan UU Minerba dan tambahan produksi migas diperkirakan mampu memperbaiki kinerja sektor Pertambangan.Sementara itu, dampak pemilu pada pertumbuhan ekonomi domestik melalui belanja iklan di sektor Jasa Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan diperkirakan lebih rendah dibanding perkiraan sebelumnya (Tabel 2.3).

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r

|

32 Sektor Industri Pengolahan diprakirakan tumbuh pada kisaran 4,9-5,3% di tahun 2014, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,3-5,7%. Prakiraan tersebut didukung oleh semakin pulihnya perekonomian global, khususnya negara maju, seiring meningkatnya produk manufaktur. Prakiraan tetap tumbuhnya sektor ini salah satunya didukung oleh pola pergeseran sektor tujuan investasi ke sektor industri pengolahan dalam beberapa tahun terakhir. Ke depan, tren positif sektor ini diperkirakan akan terus berlanjut terutama bila dikaitkan dengan pentingnya upaya memperkuat daya saing dan inovasi (Boks: Peta Daya Saing dan Inovasi serta Kaitannya dengan Struktur Manufaktur Indonesia dan Perdagangan Internasional). Prospek subsektor Industri Alat Angkut diprakirakan semakin meningkat seiring dengan aktivitas produksi yang juga terus meningkat dan negara tujuan ekspor mobil low cost green car (LCGC) yang terus bertambah. Dari subsektor industri CPO, terdapat potensi peningkatan terutama bersumber dari dalam negeri sejalan dengan kebijakan wajib bauran (mandatory blending) biodiesel sebesar 10% per Januari 2014 dan pemanfaatan biodiesel sebagai sumber tenaga pembangkit listrik. Sementara itu, dalam rangka meningkatkan daya saing industri tekstil, Pemerintah berupaya melanjutkan program revitalisasi industri melalui restrukturisasi mesin/peralatan industri TPT yang sudah berusia 20 tahun ke atas.

Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) diprakirakan tumbuh pada kisaran 4,8-5,2% di tahun 2014, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,6-6,0% . Pertumbuhnya sektor PHR didorong oleh tetap kuatnya daya beli masyarakat seiring dengan ekspansi kelas menengah. Ritel sebagai penopang utama sektor ini diperkirakan akan tumbuh pesat, termasuk di luar Jawa. Selain itu, kegiatan usaha seperti bisnis online, MLM, bisnis katering, dan toko juga diperkirakan tetap tumbuh. Meskipun demikian, prospek ritel dihadapkan pada sejumlah tantangan seperti biaya sewa, kenaikan upah pekerja, dan biaya perizinan yang meningkat. Sementara itu, pertumbuhan sektor ini didukung pula oleh prospek pariwisata yang diprakirakan semakin menguat, ditandai dengan jumlah wisatawan baik mancanegara maupun domestik yang terus meningkat. Optimisme tersebut pada gilirannya berdampak positif terhadap perkembangan berbagai industri pendukung, antara lain seperti hotel, restoran, transportasi, dan retail.

Sektor Pengangkutan dan Komunikasi 2014 diperkirakan tetap tumbuh tinggi di

sekitar 10,1-10,5%, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar 10,5-10,9%.

Sejalan dengan aktivitas perdagangan dan ekspor-impor yang makin tinggi, subsektor pengangkutan juga turut meningkat. Dari sisi angkutan darat, proyek smelter diperkirakan dapat mendongkrak bisnis logistik terkait potensi meningkatnya kebutuhan pengangkutan komoditas tambang dari lokasi pertambangan ke smelter. Dari angkutan laut, Pemerintah

%Y-o-Y, Tahun Dasar 2000

2014

I II III IV I

Pertanian,Peternakan,Kehutanan,& Perikanan 3.7 3.3 3.3 3.8 3.5 3.3 2.8 - 3.2 2.9 - 3.3 Pertambangan & Penggalian 0.1 -0.6 2.0 3.9 1.3 -0.4 0.3 - 0.7 1.4 - 1.8 Industri Pengolahan 6.0 6.0 5.0 5.3 5.6 5.2 4.9 - 5.3 5.0 - 5.4 Listrik, Gas & Air Bersih 7.9 4.0 3.8 6.6 5.6 6.5 6.4 - 6.8 6.5 - 6.9 Konstruksi 6.8 6.6 6.2 6.7 6.6 6.5 6.2 - 6.6 6.4 - 6.8 Perdagangan, Hotel & Restoran 6.5 6.4 6.1 4.8 5.9 4.6 4.8 - 5.2 5.4 - 5.8 Pengangkutan & Komunikasi 9.6 10.9 9.9 10.3 10.2 10.2 10.1 - 10.5 10.1 - 10.5 Keuangan, Real Estat & Jasa Perusahaan 8.2 7.7 7.6 6.8 7.6 6.2 5.8 - 6.2 5.9 - 6.3 Jasa-jasa 6.5 4.5 5.6 5.3 5.5 5.8 5.5 - 5.9 5.5 - 5.9

PDB 6.0 5.8 5.6 5.7 5.8 5.2 5.1 - 5.5 5.4 - 5.8

Sumber : BPS

* Proyeksi Bank Indonesia

Proyeksi Pertumbuhan Ekonomi Sisi Lapangan Usaha Tabel 2.3

2013

2015* 2013

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r

|

33

melalui MP3EI terus melakukan upaya penguatan konektivitas dan jaringan logistik berbasis maritim, salah satunya melalui penetapan Kuala Tanjung dan Bitung sebagai pelabuhan hub international karena dipandang sebagai faktor kritis daya saing logistik Indonesia. Keduanya akan segera dioperasikan terutama dalam menjaga daya saing perekonomian nasional di era pasar terbuka MEA 2015.

Khusus untuk prospek sub-sektor komunikasi, kinerja yang tetap kuat juga dipengaruhi ekspansi teknologi dan kelas menengah yang menuntut terus berkembangnya jaringan komunikasi untuk data dan traffic komunikasi. Berdasarkan perkembangan, tingkat kecepatan download yang bisa merepresentasikan tingginya kebutuhan jaringan, baik melalui broadband maupun mobile, terus meningkat. Meskipun demikian, tingkat penetrasi internet baru mencapai 15%, relatif rendah dibandingkan negara maju dengan tingkat lebih dari 80% (Grafik 2.1). Selain itu, kecepatan

broadband Indonesia jauh lebih rendah dibandingkan dengan negara lain, yaitu menempati

posisi 148 dari 174 negara (Grafik 2.2). Kondisi ini menunjukkan potensi besar bagi peningkatan kapasitas data komunikasi ke depan.

Sumber: Global Digital Statistics, Januari 2014 Sumber: Ookla Net Index

Grafik 2.1 Perbandingan Tingkat Penetrasi Internet

Grafik 2.2 Perbandingan Tingkat Kecepatan Broadband

Sektor Keuangan, Real Estate, dan Jasa Perusahaan 2014 diprakirakan tumbuh

melambat pada kisaran 5,8-6,2%, lebih rendah dari proyeksi sebelumnya sebesar

6,5-6,9%. Dampak kegiatan pemilu 2014 terutama terjadi pada sektor ini. Belanja pemilu pada subsektor Jasa Perusahaan, ditandai dengan peningkatan permintaan perangkat dan atribut kampanye dan iklan di media cetak maupun media luar ruang seperti spanduk, umbul-umbul dan billboard. Meskipun demikian, dampak peningkatan belanja tersebut pada pemilu 2014 diperkirakan tidak sebesar pemilu sebelumnya sejalan dengan perkembangan teknologi yang menggeser pola kampanye melalui media teknologi informasi dan komunikasi. Hal ini diperkuat pula dengan adanya pembatasan besaran dana kampanye partai politik. Dari subsektor Keuangan, kinerja prospek perbankan diperkirakan melambat sejalan dengan prospek penurunan ekspansi kredit perbankan. Namun demikian, perlambatan ekspansi kredit yang dapat menurunkan margin bunga bersih (net interest margin/NIM) tersebut akan dikompensasi melalui pendapatan berbasis biaya (fee based income).

Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih (LGA) diprakirakan tumbuh di kisaran 6,4-6,8% di tahun 2014,lebih tinggi dari proyeksi sebelumnya sebesar 5,9-6,3%. Subsektor listrik memberikan kontribusi yang besar seiring dengan rencana penambahan kapasitas listrik di tahun 2014 sebesar 4.250 MW. Pemerintah juga akan membangun 21 Pembangkit Listrik

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r

|

34

Tenaga Mikrohidro (PLTMH) dan 133 Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) guna memenuhi kebutuhan listrik di daerah perbatasan dan pulau terluar. Dari subsektor gas, Pemerintah terus berupaya meningkatkan alokasi pemanfaatan gas bumi, terutama untuk memenuhi kebutuhan industri, kelistrikan, dan pupuk. Dari total alokasi gas, lebih dari 59% akan dialokasikan guna memenuhi kebutuhan domestik. Sementara itu, meskipun masih relatif kecil, alokasi untuk sektor transportasi akan terus ditingkatkan. Salah satu upaya yang dilakukan Pemerintah adalah melalui percepatan pelaksanaan konversi Bahan Bakar Minyak (BBM) ke BBG.

Sektor Bangunan diprakirakan bertumbuh moderat yakni sekitar 6,2-6,6%, tidak

berubah dari proyeksi sebelumnya. Perkembangan sektor ini salah satunya ditopang oleh upaya Pemerintah dalam meningkatkan kapasitas dan kualitas jaringan infrastruktur sebagaimana tertuang dalam MP3EI. Pada tahun 2014, sebanyak 166 proyek direncanakan akan memasuki tahap groundbreaking dengan nilai investasi sebesar Rp628,91 triliun. Untuk infrastruktur, total nilai investasi direncanakan mencapai Rp232,8 triliun (Grafik 2.3), dengan lokasi proyek sebagian besar di Koridor Ekonomi Sumatera dan Jawa. Sebanyak Rp31,8 triliun dari total kebutuhan investasi infrastruktur tersebut bersumber dari Pemerintah (Grafik 2.4). Selain dari infrastruktur, prospek sektor bangunan bersumber dari masih tingginya kekurangan jumlah tempat tinggal (backlog) yang mencapai 7,6 juta rumah. Kondisi ini berpeluang mendorong pembangunan perumahan layak huni. Sementara itu, pembangunan smelter sebagai dampak pemberlakuan UU Minerba juga diperkirakan mampu mendorong sektor ini. Di samping berbagai prospek positif tersebut, bauran kebijakan Bank Indonesia untuk mencapai stabilisasi ekonomi, antara lain melalui BI rate dan LTV, diperkirakan berdampak pada termoderasinya pertumbuhan sektor ini. Melalui kebijakan tersebut, eksposur bank terhadap peningkatan risiko kredit dapat dikurangi apabila terjadi pemburukan kondisi makroekonomi yang dapat menurunkan kemampuan masyarakat membayar utang.

Sumber: KP3EI Sumber: KP3EI

Grafik 2.3 Rencana Groundbreaking per Koridor Ekonomi

Grafik 2.4 Rencana Groundbreaking Infrastruktur Berdasarkan Sumber

Pembiayaan

Sektor Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan 2014 diprakirakan

tumbuh melambat sebesar sekitar 2,8-3,2% lebih rendah dari proyeksi sebelumnya

sebesar 3,0-3,4%. Harga komoditas nonmigas internasional yang diprakirakan masih akan terkoreksi menjadi salah satu faktor yang dapat memicu perlambatan pertumbuhan di sektor ini, terutama pada subsektor perkebunan seperti karet. Sementara itu, indikasi gangguan cuaca global El Nino pada tingkat lemah hingga moderat diperkirakan terjadi mulai akhir semester I-2014 hingga awal 2015. Luas tanam beberapa bahan pangan utama pada periode tersebut diperkirakan turun 6% dibanding tahun sebelumnya sehingga

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r

|

35

berpotensi memengaruhi tingkat produksi. Di tengah potensi perlambatan tersebut, terdapat ruang perbaikan di sektor perkebunan, terutama CPO. Dengan dikenakannya kewajiban pencampuran bahan bakar minyak dengan bahan bakar nabati (biodiesel), produksi CPO diperkirakan dapat turut terdorong guna memenuhi permintaan.

Sejalan dengan prakiraan semakin pulihnya perekonomian global dan kembali menguatnya kinerja ekspor, perekonomian nasional pada tahun 2015 diprakirakan kembali membaik. Pertumbuhan ekonomi diprakirakan mencapai 5,4 – 5,8 % dengan sektor Industri Pengolahan, PHR, serta Pengangkutan dan Telekomunikasi sebagai pendorong utama. Prospek kinerja ekonomi tersebut juga antara lain didukung oleh daya beli yang tetap resilien sejalan dengan ekspansi kelas menengah yang tetap berlanjut.

Prospek Inflasi

Prospek penyesuaian ekonomi yang terkendali tersebut diperkirakan akan mendorong inflasi pada tahun 2014 dan 2015 kembali berada dalam kisaran targetnya 4,5% ± 1% pada tahun 2014 dan 4% ± 1% pada tahun 2015 (Grafik 2.5). Dampak kenaikan BI rate pada tahun 2013 sebesar 175 bps diperkirakan dapat meredam tekanan inflasi dari sisi permintaan di 2014. Selain itu, ekspektasi yang cenderung membaik dan harga komoditas internasional yang tumbuh terbatas diperkirakan akan menyebabkan pergerakan kelompok inflasi inti relatif terjaga. Selain itu, penurunan inflasi juga didukung pasokan bahan makanan yang memadai seiring dengan produksi yang meningkat.

Grafik 2.5 Fanchart Inflasi

Berdasarkan komponen, prospek inflasi yang sesuai target tersebut dipengaruhi Inflasi kelompok volatile food yang diprakirakan lebih rendah dibandingkan dengan inflasi tahun 2013. Inflasi administered price juga diprakirakan akan lebih rendah dari tahun sebelumnya. Hal ini terkait dengan kemungkinan terbatasnya kebijakan penyesuaian harga komoditas strategis yang diatur oleh pemerintah.

Prospek inflasi volatile food yang lebih rendah tersebut terkait dengan produksi global yang meningkat dan harga komoditas yang menurun. Selain itu, tidak adanya lagi dampak tahunan kenaikan BBM yang terjadi pada pertengahan tahun 2013. Dari sisi eksternal,Produksi beras dunia diperkirakan meningkat terutama didorong dari Brazil, Pakistan, dan Sub-saharan Africa. Pasokan jagung dunia juga diprakirakan meningkat terutama didorong oleh peningkatan produksi di Brazil, Afrika Selatan, Rusia, dan Mexico. Peningkatan produksi disebabkan perkiraan cuaca yang sangat mendukung panen jagung. situasi produksi pangan di dunia diperkirakan relatif membaik di tahun ini. Selain itu, pasokan kedelai dunia diperkirakan meningkat yang berasal dari kawasan Amerika Selatan. Dari sisi dometik, pemerintah terus memperkuat tata niaga bahan pangan yang diharapkan dapat mendukung stabilitas harga pangan domestik.

L a p o r a n K e b i j a k a n M o n e t e r

|

36 Prospek inflasi 2014 yang sesuai sasaran ditopang inflasi inti yang diperkirakan tetap terjaga. Prospek ini dipengaruhi permintaan domestik yang diprakirakan moderat seiring dengan pertumbuhan ekonomi relatif terbatas dan masih rendahnya kapasitas utilisasi. Tekanan inflasi inti dari sisi eksternal relatif terjaga, terutama terkait dengan kecenderuingan menurunnya harga komoditas internasional sejalan dengan produksi global yang membaik. Prospek inflasi kelompok volatile food yang menurun juga berkontribusi pada menurunnya prospek inflasi inti. Dalam kaitan ini, kelompok pangan pada inflasi inti akan menurun sejalan berkurangnya dampak rambatan dari inflasi

Dalam dokumen LAPORAN KEBIJAKAN MONETER (Halaman 29-39)

Dokumen terkait