• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V Kesimpulan dan Saran

TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Poly Lactic Acid (PLA) 1 Pengertian

2.3.2 Prospek Perkembangan PLA di Indonesia

Upaya pengembangan teknologi kemasan plastik biodegrdabel dewasa ini berkembang sangat pesat. Berbagai riset telah dilakukan di negara maju (Jerman, Prancis, Jepang, Korea, Amerika Serikat, Inggris dan Swiss) ditujukan untuk menggali berbagai potensi bahan baku biopolimer. Di Jerman, pengembangan untuk mendapatkan polimer biodegradabel pada poly hydroxy butiyrat (PHB), Jepang (chitin dari kulit Crustaceae, zein dari jagung). Aktivitas penelitian lain yang dilakukan adalah bagaimana mendapatkan kemasan termoplastik degradabel yang mempunyai masa pakai (life times) yang relatif lebih lama dengan harga yang lebih murah. Pengembangan lain yang sangat penting adalah perbaikan sifat-sifat fisik dan penggunaan bahan pemlastis.

Kendala utama yang dihadapi dalam pemasaran kemasan ini adalah harganya yang relatif tinggi dibandingkan film kemasan PE. Biaya produksi yang tinggi berasal dari komponen bahan baku (sumber karbon), proses fermentasi (isolasi dan purifikasi polimer) dan investasi modal.

Sebenarnya prospek pengembangan biopolimer untuk kemasan plastik biodegradabel di Indonesia sangat potensial. Alasan ini didukung oleh adanya sumber daya alam, khususnya hasil pertanian yang melimpah dan dapat diperoleh sepanjang tahun. Berbagai hasil pertanian yang potensial untuk dikembangkan menjadi biopolimer adalah jagung, sagu, kacang kedelai, kentang, tepung tapioka, ubi kayu (nabati) dan kitin dari kulit udang (hewani) dan lain sebagainya. Kekayaan akan sumber bahan dasar seperti tersebut di atas, justru sebaliknya menjadi persoalan potensial yang serius pada negara-negara yang telah maju dan menguasai ilmu dan teknologi kemasan biodegrdabel, khususnya di Jerman. Negara tersebut dengan penguasaan IPTEK yang tinggi di bidang teknologi kemasan, merasa khawatir kekurangan sumber bahan dasar (raw materials) dan akan menjadi sangat tergantung pada negara yang kaya akan sumber daya alam.

Pada tahun 2005 Liesbetini Hartono, dkk melakukan penelitian, yaitu Rekayasa proses produksi poli asam laktat (PLA) dari pati sagu sebagai bahan baku plastik biodegradabel dengan menggunakan variasi jenis bakteri dan kondisi operasi proses fermentasi untuk menghasilkan asam laktat dan dengan proses polimerisasi kondensasi langsung dapat dihasilkan PLA.

Pada tahun 2006, Hanny Widjaja, dkk melakukan penelitian mengenai sintesa PLA dari Limbah Pembuatan Indigenous Starch untuk Pembuatan Plastik Ramah Lingkungan, dimana pada penelitian ini variasi yang dipakai adalah jenis bakteri untuk fermentasi, dimana nantinya diperoleh bakteri yang terbaik untuk menghasilkan Asam Laktat, dengan proses polikondensasi azeotropik dapat dihasilkan PLA. Ery Susiany Retnoningtyas, dkk melakukan penelitian mengenai pembuatan plastik biodegradabel dari kulit pisang.

Pada tahun 2009, Yusmarlela melakukan penelitian dengan judul Studi Pemanfaatan Plastiser Gliserol Dalam Film Pati Ubi Dengan Pengisi Serbuk Batang Ubi Kayu. Sifat Mekanik Campuran Pati Ubi Kayu dengan Pemlastis pada berbagai komposisi dapat dilihat pada Tabel 4.1.

Tabel 4.1. Hasil Uji Sifat Mekanik Campuran Pati Ubi Kayu dengan Pemlastis Gliserol pada Berbagai Komposisi

Komposisi

No Pati ubi (gram) Gliserol (gram) Kekuatan tarik (MPa) Kemuluran (%)

1 10 0 5,833 2,895 2 10 1 7,667 18,516 3 10 2 3,000 26,547 4 10 3 2,500 20,922 5 10 4 1,300 16,094 6 10 5 1,000 13,793

Hasil uji sifat mekanik pada Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa penggunaan gliserol pada kadar 10% memberikan kekuatan tarik lebih tinggi dibandingkan dengan kadar 0%. Hal ini terjadi karena pada kadar 10 % dari 10 gram campuran berada pada titik jenuh yang menyebabkan molekul-molekul pemlastis hanya terdispersi dan berinteraksi diantara stuktur rantai pati yang menyebabkan rantai-rantai pati lebih sulit bergerak akibat halangan sterik. Sementara itu yang menyebabkan kekuatan tarik meningkat dikarena adanya gaya intermolekuler antar rantai pati tersebut. Apabila kadar gliserol ditingkatkan 20%-50% akan menyebabkan kekuatan tarik menurun. Hal ini disebabkan karena titik jenuh telah terlampaui, sehingga molekul pemlastis yang berlebih berada pada fase tersendiri di luar fase pati dan akan menurunkan gaya intermolekuler antar rantai yang menyebabkan gerakan rantai lebih bebas dan akibatnya gaya intermolekuler antar rantai menurun. Berdasarkan penjelasan di atas dapat dikatakan bahwa campuran pati ubi kayu dengan gliserol mencapai kompatibilitas tertinggi pada kadar 10%.

Tabel 4.2. Hasil Uji Sifat Mekanik Campuran Pati Ubi Kayu dengan Pemlastis Gliserol dan Penambahan Serbuk Batang Ubi Kayu pada Berbagai Komposisi

Komposisi No Pati ubi (gram) Gliserol (gram) Serbuk(gram) Kekuatan tarik (Mpa) Kemuluran (%) 1 10 1 0,5 9,333 18,531 2 10 2 0,5 4,167 17, 656 3 10 2 1 7,583 13,000 4 10 3 0,5 3,250 15,406 5 10 3 1 2,750 10,313 6 10 4 0,5 2,250 16,670 7 10 4 1 2,167 9,453

Hasil uji sifat mekanik pada Tabel 4.2 menunjukan peningkatan sifat mekanik uji tarik pada campuran antara 10 gram pati dengan 1 gram gliserol dan 0,5 gram serbuk batang ubi kayu yang dapat meningkatkan sifat mekanik uji tarik bahan dibandingkan tanpa gliserol. Hal ini disebabkan serbuk dapat memperkuat bahan tersebut.

Kesimpulan dari penelitian ini adalah :

1. Penambahan gliserol dalam film pati ubi kayu dapat meningkatkan kelarutan pati dalam air dan juga dapat menambah kuat tarik film pati dibandingkan tanpa gliserol, perbandingan yang baik antara gliserol dan pati yaitu 10 : 1.

2. Hasil analisa uji tarik pada film pati ubi kayu dengan campuran gliserol dan sebuk batang ubi kayu rasio (1 : 0,5) memperlihatkan naiknya nilai kuat tarik dari 7,667 Mpa sebelum penambahan serbuk menjadi 9,333 Mpa sesudah penambahan serbuk.

3. Hasil analisa uji tarik, uji DTA dan uji-FTIR menunjukkan bahwa film pati ubi kayu yang mengandung gliserol dan serbuk batang ubi kayu menunjukkan adanya interaksi fisik (ikatan hidrogen) antara pati, gliserol dan serbuk batang ubi kayu.

Masih dengan menggunakan variasi kondisi operasi fermentasi untuk menghasilkan PLA. Kebanyakan penelitian yang dilakukan di Indonesia adalah dengan variasi bahan baku untuk memperoleh bahan alam apa yang paling sesuai untuk membuat PLA dan juga proses fermentasi bukan dengan variasi katalis. Penelitian yang pernah dilakukan yaitu sintesis PLA dengan bahan baku yang berasal dari pati sagu, limbah indigenous pati, kulit pisang, pati singkong, pati jagung, kulit udang, talas, dan lain sebagainya.

PLA memiliki sifat properties yang cukup baik jika digunakan sebagai aplikasi pengganti plastik konvensional. Aplikasi PLA yang telah dikembangkan saat ini diantaranya di bidang medis, pengemasan makanan, edible film, tekstil bahkan casing barang elektronik ringan. Perkembangan plastik biodegradabel di Indonesia, khususnya PLA masih terkendala masalah teknologi dan investasi, sementara tersedia bahan baku yang melimpah.

Dokumen terkait