PEMANFAATAN SERAT ENCENG GONDOK DAN KITOSAN
SEBAGAI BAHAN BAKU UNTUK PEMBUATAN POLY LACTIC
ACID SEBAGAI KEMASAN RAMAH LINGKUNGAN
SKRIPSI
FARIDA 060801041
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PEMANFAATAN SERAT ENCENG GONDOK DAN KITOSAN
SEBAGAI BAHAN BAKU UNTUK PEMBUATAN POLY LACTIC
ACID SEBAGAI KEMASAN RAMAH LINGKUNGAN
SKRIPSI
Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Sarjana Sains
FARIDA 060801041
DEPARTEMEN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
PERSETUJUAN
Judul : PEMANFAATAN SERAT ENCENG GONDOK DAN
KITOSAN SEBAGAI BAHAN BAKU UNTUK
PEMBUATAN POLY LACTIC ACID SEBAGAI KEMASAN RAMAH LINGKUNGAN
Kategori : SKRIPSI
Nama : FARIDA
NIM : 060801041
Program Study : SARJANA (S1) FISIKA Departemen : FISIKA
Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (FMIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Diluluskan di Medan, 10 April 2012
Diketahui/disetujui oleh
Departemen Fisika FMIPA USU
Ketua, Pembimbing,
PERNYATAAN
PEMANFAATAN SERAT ENCENG GONDOK DAN KITOSAN SEBAGAI BAHAN BAKU UNTUK PEMBUATAN POLY LACTIC ACID SEBAGAI
KEMASAN RAMAH LINGKUNGAN
SKRIPSI
Saya mengakui bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dan ringkasan yang masing-masing disebutkan sumbernya
Medan, 10 April 2012
PENGHARGAAN
Puji dan Syukur penulis persembahkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan
setiap anugerah, rahmat, rahmanNya serta memberikan yang terindah di setiap
rencana yang telah di buat penulis hingga skripsi yang berjudul: “ Pemanfaatan Serat Enceng Gondok dan Kitosan Sebagai Bahan Baku Untuk Pembuatan Poly Lactic Acid sebagai Kemasan Ramah Lingkungan ” berhasil diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktu yang telah ditetapkan. Sholawat dan salam kepada
Rasululloh Muhammad SAW sebagai suri teladan terbaik di muka bumi, semoga juga
disampaikan kepada para sahabat, tabi’ dan tabi’in.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada, Dr. Kerista Sebayang, MS
selaku pembimbing yang telah memberikan panduan, bantuan serta segenap perhatian
dan dorongan kepada penulis dalam menyempurnakan skripsi ini. Paduan ringkas dan
padat serta profesional telah diberikan kepada penulis sehingga penulis dapat
menyelesaikan tugas ini. Kemudian ucapan terimakasih kepada Ibu Dra. Manis
Sembiring, M.Si selaku dosen wali yang telah memperhatikan kemajuan studi penulis.
Ucapan terima kasih juga ditujukan kepada Ketua dan Sekretaris Departemen Fisika
Dr. Marhaposan Situmorang dan Dra. Justinon, M.Si, Dekan dan Pembantu Dekan
FMIPA USU, Bapak dan Ibu Staf Pengajar Departemen Fisika FMIPA USU terima
kasih atas ilmu yang diberikan selama ini, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan
juga kepada dosen Penguji seminar hasil dan sidang saya, Dr. Perdinan Sinuhaji, MS, Dr. Susilawati, M.Si, S.Si dan Drs. Aditia Warman, M.S yang telah menguji dengan
pertanyaan-pertanyaan yang cukup menegangkan, serta terima kasih saya ucapkan
kepada seluruh staf pegawai di Departemen Fisika FMIPA USU.
Ucapan terima kasih terbesar penulis sampaikan kepada Bapak dan Mamak
tercinta Edi Syahputra dan Fatimah atas segala kasih sayang, cinta dan do’a yang
selalu dihadiahkan kepada penulis tanpa henti, juga tak lupa kepada kakak dan adik-
adik penulis, kak pipit, isa dan dian yang selalu memotivasi penulis dalam
Saidah, anna, dll), KAMDA SU, BINSAT KAMMI MEDAN, Anak-anak FORSAI
(Shand, Qi, Rica, kak Dian, kak Nailul, Uni, dll) dan adik-adik penginspirasi (Juni,
mega dkk, Lisda, ami dkk, wika, fika,ulan dkk, winny dkk, Maya,wanda, zuhra, dkk),
teman-teman di sakan MAUT Tahfidz Putri, Ustadzah Ramlah, Ummi dan buya. Serta
untuk Ummi Fahrina, Arni, dan lainnya yang banyak membantu dan memotivasi
dengan senyum dan candaaan kalian. Semoga Allah SWT akan membalas semua
kebaikan dan do’a kalian semuannya. Dan orang-orang yang selalu mendukung untuk menyelesaikan studi ini (kak yesi, kak cici, kak devi, kak sarah, arinil, putri).
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena
itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Akhir kata, sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas apa yang
DAFTAR ISI
2.3.2 Prospek Perkembangan PLA di Indonesia 20
2.4 Kemasan Makanan 22
2.5 Enceng Gondok 25
2.5.1 Ketersediaan Enceng Gondok 25
2.5.2 Selulosa dan Lignin 31
2.5.2.1 Selulosa 32
2.4.2.2 Lignin 35
2.6 Proses Pemisahan Lignin 36
2.6.1 Proses Pemisahan Lignin Secara Mekanik 36 2.6.2 Proses Pemisahan Lignin Secara Semikimia 37 2.6.3 Proses Pemisahan Lignin Secara Kimia 37
2.7 Proses Pemutihan Pulp 38
2.7.1 Teori Pemutihan Pulp 39
2.7.2 Bahan Kimia Proses Pemutihan 39
2.7.2.1 Klor Dioksida 39
2.7.2.3 Natrium Hipoklorit (NaOCl) 40
2.8 Kitin dan Kitosan 40
2.8.1 Kitin 41
2.8.1.1 Sumber Kitin 42
2.8.1.2 Karakteristik kitin 42
2.8.2 Kitosan 42
2.8.2.1 Karakteristik Kitosan 44
2.8.2.2 Sifat-Sifat Kitosan 44
2.8.2.3 Reaksi Kimia 44
2.8.2.4 Hidrolisa Kitosan 45
2.8.2.5 Pemanfaatan Kitosan 45
2.7.3 Beberapa Manfaat Kitin dan Kitosan 46
2.9 Tepung Beras 47
2.10.2.1 Pengertian Gliserol 60
2.10.2.2 Pemanfaatan gliserol dan Turunannya 61
2.10.2.3 Kompatibilitas Polimer 62
2.10.2.4 Proses Pembuatan Campuran Polimer 63
Bab 3 Metodologi Penelitian 64
3.1 Alat dan Bahan 64
3.1.1 Peralatan 64
3.1.2 Bahan 65
3.2 Tempat Penelitian 65
3.3 Diagram alir(flow Chart) penelitian 66 3.3.1 Variasi komposisi sampel penelitian 69
3.4 Prosedur Pembuatan Sampel Uji 70
3.4.1 Persiapan Bahan 70
3.4.2 Pembuatan Plastik 71
3.4.1 Pengujian Kuat Tarik 72
3.4.2 Uji Kemuluran 74
3.4.3 Uji Densitas 74
3.4.4 Uji Kelarutan 75
Bab 4 Hasil dan Pembahasan 76
4.1 Hasil Penelitian 76
4.1.1 Hasil Pengujian Kuat tarik 76
4.1.2 Hasil Pengujian Kemuluran 77
4.1.3 Hasil Pengujian Densitas 77
4.1.4 Hasil Pengujian Biodegradasi 78
4.2 Pembahasan 79
4.2.1 Pengujian Kuat Tarik 79
4.2.2 Pengujian Kemuluran 80
4.2.3 Pengujian Densitas 82
4.2.4 Pengujian Biodegradasi 83
Bab 5 Kesimpulan dan Saran 86
5.1 Kesimpulan 86
5.2 Saran 87
Daftar Pustaka 88
DAFTAR TABEL
HALAMAN
Tabel 1.1 Kandungan kimia enceng gondok kering 5
Tabel 3.1 Variasi komposisi sampel penelitian 69
Tabel 4.1 Data hasil pengujian kuat tarik 76
Tabel 4.2 Data hasil pengujian kemuluran 77
Tabel 4.3 Hasil pengujian densitas 77
Tabel 4.4 Hasil pengujian biodegradasi 78
DAFTAR GAMBAR
HALAMAN
Gambar 1.1 Struktur Selulosa 4
Gambar 2.2 Polimer biodegradabel sebagai bahan biokemasan 16
Gambar 2.2 Klasifikasi polimer biodegradable 17
Gambar 2.3 Rumus struktur Poly Asam Laktat 18
Gambar 2.4 Struktur molekul asam asetat 19
Gambar 2.5 Enceng gondok (Eichornia Crassipes) 25 Gambar 2.6 Skema ringkasan faktor yang membatasi hidrolisa selulosa 32
Gambar 2.7 Struktur polimer selulosa 33
Gambar 2.8 Struktur polimer kitin 42
Gambar 2.9 Struktur polimer kitosan 43
Gambar 2.10 Berbagai Macam Beras di Indonesia 48
Gambar 2.11 Struktur Kimia Amilosa 56
Gambar 2.12 Struktur Kimia Amilopektin 56
Gambar 3.1 Pengeringan enceng gondok 66
Gambar 3.2 Proses pembuatan pulp dan pati enceng gondok 67
Gambar 3.3 Proses pencetakan dan pengujian sampel 68
Gambar 3.4 Ukuran Sampel Uji Tarik 73
Gambar 4.1 Grafik kuat tarik versus massa kitosan 79
Gambar 4.2 Grafik kemuluran versus massa kitosan 81
Gambar 4.3 Grafik densitas versus massa kitosan 82
ABSTRAK
Pembuatan komposit Plastik Biodegradabel berbahan baku Enceng gondok dan
gliserol telah dilakukan dengan modifikasi kitosan sebagai plastisizer. Metode yang
digunakan adalah dengan mencampurkan Pati enceng gondok, kitosan dan tepung
beras dengan formulasi 10:0:3, 9:1:3, 8:2:1, 7:3:3, 6:4:3 (m/m) kemudian diaduk
dengan menggunakan kecepatan pengadukan 50 rpm dan suhu 90-100o C selama 30 menit, kemudian ditambahkan gliserol 10 ml dan diaduk dengan suhu 90-100o C selama 30 menit. Kemudian plastik dicetak dan dipanaskan dalam oven dengan
temperature 60-70o C selama 24 jam. Sifat mekanik dan fisis benda uji seperti : Kuat tarik, Kemuluran, Densitas, Biodegradasi. Kuat tarik yang Optimal senilai 3,87 Mpa
pada variasi kitosan 30%. Nilai kemuluran yang Optimal sebesar 10,691% pada
variasi kitosan sebesar 30%. Nilai densitas yang optimal senilai 1,543 gr/mm3 pada variasi kitosan sebesar 40%. Sedangkan nilai biodegradasi (kelarutan dalam air) yang
optimal pada waktu perendaman selama 7 hari yaitu senilai 91,7% pada variasi kitosan
40%, dan pada perendaman 14 hari yaitu senilai 93,3% pada variasi kitosan sebesar
USE OF FIBER ENCENG GONDOK AND CHITOSAN AS RAW MATERIALS FOR POLY LACTIC ACID AS ENVIRONMENTALLY
FRIENDLY PACKAGING
ABSTRACT
Manufacture of biodegradable plastic composites made from enceng gondok and
glycerol have been made with modified chitosan as a plasticizer. The method used is
by mixing the enceng gondok starch, chitosan and rice flour with formulation of
10:0:3, 9:1:3, 8:2:1, 7:3:3, 6:4:3 (m/m) Then stirred by mixed 50 rpm and temperature
90-100o C during 30 minutes. Then add 10 ml glycerol and stirred with temperature of 90-100o C for 30 minutes. Then plastic molded and heated in the oven with temperature 60-70o C during 24 hours. Mechanical and physical properties of test objects such as: Tensile strength, elasticity, density and biodegradation (dissolve in
water). Tensile strenght Optimal in the value of 3,88 Mpa at chitosan variation of
30%. The optimal elasticity in the value 10,691% at chitosan variation of 30%. The
optimal density value of 1.543 gr/mm3 at chitosan variation of 40%. While optimal biodegradation with value when soaking in during 7 days, that is 91,7% at kitosan
ABSTRAK
Pembuatan komposit Plastik Biodegradabel berbahan baku Enceng gondok dan
gliserol telah dilakukan dengan modifikasi kitosan sebagai plastisizer. Metode yang
digunakan adalah dengan mencampurkan Pati enceng gondok, kitosan dan tepung
beras dengan formulasi 10:0:3, 9:1:3, 8:2:1, 7:3:3, 6:4:3 (m/m) kemudian diaduk
dengan menggunakan kecepatan pengadukan 50 rpm dan suhu 90-100o C selama 30 menit, kemudian ditambahkan gliserol 10 ml dan diaduk dengan suhu 90-100o C selama 30 menit. Kemudian plastik dicetak dan dipanaskan dalam oven dengan
temperature 60-70o C selama 24 jam. Sifat mekanik dan fisis benda uji seperti : Kuat tarik, Kemuluran, Densitas, Biodegradasi. Kuat tarik yang Optimal senilai 3,87 Mpa
pada variasi kitosan 30%. Nilai kemuluran yang Optimal sebesar 10,691% pada
variasi kitosan sebesar 30%. Nilai densitas yang optimal senilai 1,543 gr/mm3 pada variasi kitosan sebesar 40%. Sedangkan nilai biodegradasi (kelarutan dalam air) yang
optimal pada waktu perendaman selama 7 hari yaitu senilai 91,7% pada variasi kitosan
40%, dan pada perendaman 14 hari yaitu senilai 93,3% pada variasi kitosan sebesar
USE OF FIBER ENCENG GONDOK AND CHITOSAN AS RAW MATERIALS FOR POLY LACTIC ACID AS ENVIRONMENTALLY
FRIENDLY PACKAGING
ABSTRACT
Manufacture of biodegradable plastic composites made from enceng gondok and
glycerol have been made with modified chitosan as a plasticizer. The method used is
by mixing the enceng gondok starch, chitosan and rice flour with formulation of
10:0:3, 9:1:3, 8:2:1, 7:3:3, 6:4:3 (m/m) Then stirred by mixed 50 rpm and temperature
90-100o C during 30 minutes. Then add 10 ml glycerol and stirred with temperature of 90-100o C for 30 minutes. Then plastic molded and heated in the oven with temperature 60-70o C during 24 hours. Mechanical and physical properties of test objects such as: Tensile strength, elasticity, density and biodegradation (dissolve in
water). Tensile strenght Optimal in the value of 3,88 Mpa at chitosan variation of
30%. The optimal elasticity in the value 10,691% at chitosan variation of 30%. The
optimal density value of 1.543 gr/mm3 at chitosan variation of 40%. While optimal biodegradation with value when soaking in during 7 days, that is 91,7% at kitosan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Penggunaan plastik semakin populer di kalangan masyarakat Indonesia, karena
memiliki banyak kegunaan dan praktis. Plastik merupakan produk polimer sintetis
yang terbuat dari bahan-bahan petrokimia termasuk dalam sumber daya alam yang
tidak dapat diperbahurui. Struktur kimiawinya yang mempunyai bobot molekul tinggi
dan pada umumnya memiliki rantai ikatan yang kuat sehingga plastik membutuhkan
waktu yang lama terurai di alam. Limbah plastik tidak hanya menjadi masalah di
kalangan masyarakat umum tetapi juga menjadi masalah bagi perindustrian di
Indonesia.
Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus
meningkat. Data dari Departemen Perindustrian menunjukkan volume impor plastik
dalam bentuk primernya adalah sebesar 958,7 juta US$ pada bulan Januari-Juli tahun
2007 dan sebesar 1776,8 juta US$ pada bulan Januari-Juli 2008, sehingga dalam
kurun waktu tersebut terjadi peningkatan sebesar 85,33 %. Jumlah tersebut
diperkirakan akan terus meningkat pada tahun-tahun selanjutnya. Sebagai
konsekuensinya, peningkatan limbah plastik pun tidak terelakkan.
Dewi (2009), limbah yang diproduksi Jakarta sebesar 6000 ton per hari dengan
70 hingga 80 persen dari limbah tersebut tergolong limbah anorganik, dan proporsi ini
terus meningkat. Rata-rata setiap pabrik di Jabotabek menghasilkan satu ton limbah
plastik setiap minggunya. Jumlah tersebut akan terus bertambah, disebabkan sifat-sifat
tidak dapat menyerap air, maupun tidak dapat berkarat, dan pada akhirnya akhirnya
menjadi masalah bagi lingkungan.
Sampah plastik rata-rata memiliki porsi sekitar 10 persen dari total volume
sampah. Dari jumlah itu, sangat sedikit yang dapat didaur ulang termasuk sampah
plastik berbahan polimer sintetik. Butuh 300-500 tahun agar bisa terdekomposisi atau
terurai sempurna. Membakar plastik pun bukan pilihan baik. Plastik yang tidak
sempurna terbakar, di bawah 800 derajat Celsius, akan membentuk dioksana. Senyawa
inilah yang berbahaya (Vedder, T. 2008).
Teknik konvensional seperti daur ulang dan pembakaran dilakukan untuk
menanggulangi pencemaran yang diakibatkan plastik. Namun, belum mampu
mengurangi tumpukan sampah plastik di alam. Pembakaran sampah plastik pun
menimbulkan gas beracun yaitu dioksana dan abunya tidak dapat dicerna oleh tanah.
Selain masalah lingkungan yang ditimbulkan, juga terdapat masalah baru yaitu
sumber bahan baku plastik yang kian hari akan semakin habis. Karena, plastik
konvensional di buat dari bahan baku minyak bumi dan gas alam.
Suatu cara yang tepat dan telah diteliti adalah pencarian sumber bahan baku
plastik alternatif yang dapat diperbaharui dan dapat didegradasi dengan cepat oleh
tanah yaitu plastik biodegradabel atau bioplastik. Namun, perkembangan plastik
biodegradabel jauh lebih lambat dari pada plastik konvensional, mengingat biaya
produksi yang lebih mahal dari plastik konvensional. Walaupun lebih bersifat
komersil, tetapi nilai keamanannya terhadap lingkungan jauh lebih efektif. Produksi
bahan plastik biodegradabel akan mengalami peningkatan seiring dengan
meningkatnya kesadaran masyarakat akan pentingnya kelestarian lingkungan.
Jenis plastik biodegradabel antara lain: polyhidroksibutyrate (PHB),
polyhidroksialkanoat (PHA) dan poli-asam amino yang berasal dari sel bakteri,
polylaktida (PLA) yang merupakan modifikasi asam laktat hasil perubahan zat tepung
kentang atau jagung oleh mikroorganisme, dan poliaspartat sintesis yang dapat
terdegradasi. Bahan dasar plastik berasal dari selulosa bakteri, kitin, kitosan, atau
tepung yang terkandung dalam tumbuhan, serta beberapa material plastik atau polimer
polimer selain menghasilkan karbon dioksida dan air, juga menghasilkan senyawa
organik lain yaitu asam organik dan aldehid yang tidak berbahaya bagi lingkungan.
Hasil degradasi plastik ini dapat digunakan sebagai makanan hewan ternak atau
sebagai pupuk kompos. Plastik biodegradabel yang terbakar tidak menghasilkan
senyawa kimia berbahaya. Kualitas tanah akan meningkat dengan adanya plastik
biodegradabel, karena hasil penguraian mikroorganisme meningkatkan unsur hara
dalam tanah.
Perkembangan terakhir di bidang teknologi pengemasan adalah suatu kemasan
yang bersifat anti mikroba (Antimicrobial food packaging). Keuntungan utama
kemasan tersebut adalah dapat bersifat seperti halnya bahan-bahan yang mengandung
antiseptik seperti sabun, cairan pencuci tangan yaitu berfungsi untuk mematikan
kontaminan mikro organisme (kapang, jamur, bakteri) secara langsung pada saat
mikroba kontak dengan bahan kemasan, sebelum mencapai bahan/produk pangan di
dalamnya. Salah satu proses yang memegang peranan penting dalam produksi bahan
kemasan bersifat antimikroba adalah proses penambahan bahan aktif pada bahan
kemasana tersebut. Bahan aktif anti mikroba yang telah diapakai antara lain: zeolit,
yang tersubsitusi oleh logam perak, triklosan, klorin dioksidase, karbondioksida
(Rismana, 2004). Untuk perkembangan di masa mendatang akan dikembangkan
kemasan yang mempunyai permukaan aktif seperti kitosan, kitosan oligosakarida atau
derivatif kitosan lainnya. Di samping itu, karakteristik anti oksidan dapat dihasilkan
dengan menambahkan asam arkobat dan asam sitrat yang berfungsi sebagai bahan
antioksidan (Mawarwati et al, 2001)
Dipahami bahwa penelitian dalam bidang ilmu dasar memerlukan waktu lama
dan dana yang besar. Sebenarnya prospek pengembangan biopolimer untuk kemasan
plastik biodegradabel di Indonesia sangat potensial. Alasan ini didukung oleh adanya
sumber daya alam, khususnya hasil pertanian yang melimpah dan mudah diperoleh.
Hal ini menjadi potensi yang besar di Indonesia, karena terdapat berbagai tanaman
penghasil tepung seperti singkong, beras, kentang, selulosa dan yang berasal dari
hewan seperti kitin, kitosan. Dengan memanfaatkan selulosa dari enceng gondok dan
yang tinggi. Untuk itu perlu adanya inovasi dalam pembuatan plastik yang ramah
lingkungan.
Penggunaan pati sebagai bahan baku pembuatan plastik biodegradabel ini
ternyata menimbulkan masalah baru, yaitu krisis pangan. Hal ini disebabkan pati,
selain sebagai bahan baku plastik biodegradabel, juga berfungsi sebagai sumber
pangan bagi manusia. Dengan demikian, pemanfaatan pati sebagai bahan baku
pembuatan plastik biodegradabel akan berkompetisi dengan penggunaan pati sebagai
sumber pangan bagi manusia. Oleh karena itu, untuk mengatasi munculnya
permasalahan krisis bahan pangan akibat terbatasnya suplai sumber pati, diperlukan
sumber daya lain yang dapat dijadikan bahan baku pembuatan plastik biodegradabel.
Enceng gondok (Eichornia crossipes) merupakan jenis gulma yang
pertumbuhannya sangat cepat. Pertumbuhan enceng gondok dapat mencapai 1.9 % per
hari dengan tinggi antara 0,3-0,5 m. Pertumbuhannya yang begitu pesat, dirasakan
sangat merugikan karena sifat enceng gondok yang menutupi permukaan air akan
menyebabkan kandungan oksigen berkurang. Enceng gondok dapat hidup di perairan
dalam dengan tumbuh mengapung. Selain itu, tumbuhan ini dapat pula tumbuh di
perairan dangkal dengan akar yang tumbuh pada permukaan tanah.
Pada akhirnya enceng gondok menjadi gulma yang sulit dikendalikan,
menutupi seluruh permukaan air sehingga sinar matahari tidak bisa masuk ke dalam
air, dan juga menyumbat saluran-saluran air. Sisi positif dari tanaman enceng gondok
adalah selain dapat dimanfaatkan dalam pengolahan limbah, terutama limbah-limbah
industri yang mengandung senyawa-senyawa toksik di perairan, juga dapat
dimanfaatkan menjadi kompos, makanan ternak, kerajinan (dari serat batang enceng
gondok yang dikeringkan), bahan baku kertas, maupun sebagai sumber biogas.
Gambar 1.1 merupakan struktur selulosa yang termasuk serat panjang dan
berikatan dengan air. Panjang struktur menyebabkan ikatan yang kuat antara...
Komposisi kimia enceng gondok tergantung pada kandungan unsur hara
tempatnya tumbuh, dan sifat daya serap tanaman tersebut. Enceng gondok mempunyai
sifat-sifat yang baik antara lain dapat menyerap logam-logam berat, senyawa sulfida,
selain itu mengandung protein lebih dari 11,5 %, dan mengandung selulosa yang lebih
tinggi besar dari non selulosanya seperti lignin, abu, lemak, dan zat-zat lain. Berikut
ini adalah Tabel 1.1 Kandungan kimia enceng gondok kering .
Tabel 1.1 Kandungan Kimia Enceng Gondok Kering
Sumber : www.Brodes.multiply.com
Pada Tabel 1.1 terlihat bahwa kandungan kimia enceng gondok kering terdiri
dari : selulosa dengan kadarnya 64,51 %, pentosa dengan kadarnya 15,61 %, lignin
memiliki kadar 7,69%, silika dengan kadar 5,56% dan abu dengan kadarnya12%. Dari
Tabel 1.1 terlihat jelas bahwa kandungan terbesar yang terdapat pada enceng gondok
kering yaitu selulosa.
Penelitian ini memanfaatkan serat enceng gondok yang mengandung selulosa
serat panjang untuk dibuat sebagai bahan baku plastik biodegradabel. Serat enceng
gondok dimanfaatkan karena ingin mengurangi pemakaian pati yang berasal dari
tumbuhan. Di Indonesia sendiri, pati masih digunakan sebagai sumber makanan dan
masih ada sebagian daerah juga memanfaatkan pati dari tumbuhan ini sebagai bahan Senyawa Kimia Persentase (%)
Selulosa 64,51
Pentosa 15,61
Lignin 7,69
Silika 5,56
makanan utama. Oleh karena itu, pada penelitian kali ini penulis mengambil sselulosa
sebagai bahan baku pembuatan plastik biodegradabel. Karena selulosa pada enceng
gondok sangat tinggi, maka enceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai bahan baku
plastik biodegradabel dari selulosa yang terkandung pada enceng gondok dan bahan
aditif kitosan dan tepung beras serta gliserol. Dengan demikian diharapkan akan
dihasilkan suatu plastik biodegradabel baru yang memiliki sifat lebih unggul.
1.2 Rumusan Masalah
Rumusan masalah pada penelitian ini adalah :
1. Bagaimana menghasilkan kemasan yang ramah lingkungan ?.
2. Dapatkah enceng gondok digunakan sebagai bahan baku untuk pembuatan
Poly Lactic Acid yang ramah lingkungan ?.
3. Berapa komposisi optimum dari (Enceng gondok : Kitosan : tepung beras :
Gliserol) yang dibutuhkan untuk menghasilkan kemasan yang ramah
lingkungan ?.
1.3 Batasan Masalah
Penelitian ini dibatasi pada:
1. Variabel tetap pada penelitian ini adalah : Gliserol dan tepung beras.
Variabel bebas pada penelitian ini adalah : Enceng Gondok dan kitosan.
2. Konsentrasi campuran enceng gondok dan kitosan adalah ; 60%:40%,
70%:30%, 80%:20%, 90%:10%, 100%:0% dengan jumlah campurannya
sebanyak 10 gram.
3. Massa Tepung beras 3 gr dan gliserol 10 ml.
4. Pengujian yang dilakukan pada penelitian ini meliputi : Pengujian mekanik
(pengujian kuat tarik, kemuluran, densitas) dan kelarutan dalam air
1.4 Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Menghasilkan kemasan yang ramah lingkungan berbahan baku enceng
gondok dan kitosan.
2. Mengetahui berapa komposisi optimum (Enceng gondok : kitosan : tepung
beras : gliserol) yang dibutuhkan untuk menghasilkan kemasan yang ramah
lingkungan.
3. Untuk mengetahui sifat mekanik dari plastik biodegradabel yang
divariasikan dengan kitosan dan gliserol sebagai plastisizer serta tepung
beras sebagai bahan aditif.
1.5 Manfaat Penelitian
Memberikan alternatif dalam mengurangi limbah plastik yang tidak terurai oleh tanah
dan ramah terhadap lingkungan serta memberikan pengetahuan tentang enceng
gondok, tepung beras, kitosan dan gliserol yang dimanfaatkan sebagai bahan baku
1.6 Sistematika Penulisan
Laporan tugas akhir ini disusun dalam lima bab yaitu sebagai berikut:
BAB I Pendahuluan
Bab ini mencakup latar belakang penelitian, tujuan penelitian, rumusan
masalah, batasan masalah, manfat penelitian dan sistematika
penulisan.
BAB II Tinjauan Pustaka
Bab ini berisi tentang landasan teori yang mendasari penelitian.
BAB III Metodologi Penelitian
Bab ini membahas tentang diagram alir penelitian, peralatan,
bahan-bahan pembuatan, tempat penelitian , benda uji dan pengujian sampel.
BAB IV Hasil dan Pembahasan
Bab ini memberikan hasil penelitian pengembangan plastik
biodegradabel dengan bahan baku enceng gondok dan kitosan sebagai
polibend serta gliserol sebagai plastisizer dengan variasi dari enceng
gondok dan kitosan yaitu ; 60%:40%, 70%:30%, 80%:20%, 90%:10%,
100%:0% dari 10 gram campuran, 3 gr tepung beras dan 10 ml gliserol.
BAB V Kesimpulan dan Saran
Bab ini memberikan kesimpulan dari hasil penelitian pengembangan
plastik biodegradabel dengan bahan baku enceng gondok, kitosan dan
tepung beras dan gliserol yang telah dilakukan dan juga memberikan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Plastik
2.2.1 Pengertian Plastik
Plastik adalah bahan yang mempunyai derajat kekristalan lebih rendah dari pada serat.
Plastik dapat dicetak (dicetak ulang) sesuai dengan bentuk yang diinginkan dan
dibutuhkan dengan menggunakan proses injection molding dan ekstrusi.
Komponen utama plastik sebelum membentuk polimer adalah monomer, yakni
rantai yang paling pendek. Polimer merupakan gabungan dari beberapa monomer
yang akan membentuk rantai yang sangat panjang. Bila rantai tersebut dikelompokkan
bersama-sama dalam suatu pola acak, menyerupai tumpukan jerami maka disebut
amorf, jika teratur hampir sejajar disebut kristalin dengan sifat yang lebih keras dan
tegar.
Berdasarkan ketahanan plastik terhadap perubahan suhu, maka plastik dibagi menjadi
dua, yaitu:
1. Termoplastik, bila plastik meleleh pada suhu tertentu, melekat mengikuti
perubahan suhu, bersifat reversible (dapat kembali ke bentuk semula atau
mengeras bila didinginkan).
2. Termoset atau termodursisabel, jenis plastik ini tidak dapat mengikuti
perubahan suhu (non-reversible). Sehingga bila pengerasan telah terjadi maka
bahan tidak dapat dilunakkan kembali. Pemanasan dengan suhu tinggi tidak
akan melunakkan jenis plastik ini melainkan akan membentuk arang dan
Plastik merupakan suatu bahan yang tidak mudah terdekomposisi oleh
mikroorganisme pengurai karena sifat khusus yang dimilikinya yaitu suatu polimer
rantai panjang sehingga bobot molekulnya tinggi dimana atom-atom penyusunnya
saling mengikat satu sama lain. Hampir setiap produk seperti makanan dan minuman,
menggunakan plastik sebagai kemasan. Sedangkan produk rumah tangga banyak yang
menggunakan bahan dasar plastik karena plastik mempunyai keunggulan seperti
ringan, kuat, transparan, tahan air serta harganya relatif murah dan terjangkau oleh
semua kalangan masyarakat.
Plastik merupakan produk polimer sintetis yang terbuat dari bahan-bahan
petrokimia yang merupakan sumber daya alam yang tidak dapat diperbahurui. Struktur
kimiawinya yang mempunyai bobot molekul tinggi dan pada umumnya memiliki
rantai ikatan yang kuat sehingga plastik membutuhkan waktu yang lama terurai di
alam.
Penggunaan plastik sintetik sebagai bahan pengemas memang memiliki
berbagai keunggulan seperti mempunyai sifat mekanik dan barrier yang baik,
harganya yang murah serta kemudahannya dalam proses pembuatan dan aplikasinya.
Plastik sintetik mempunyai kestabilan fisiko-kimia yang terlalu kuat sehingga plastik
sangat sukar terdegradasi secara alami dan telah menimbulkan masalah dalam
penanganan limbahnya. Permasalahan tersebut tidak dapat terselesaikan melalui
pelarangan atau pengurangan penggunaan plastik.
Diantara bahan kemasan tersebut, plastik merupakan bahan kemasan yang
paling populer dan sangat luas penggunaannya. Plastik tidak hanya dipakai untuk
kemasan pangan (food grade), tetapi juga banyak diaplikasikan sebagai bahan
pelindung, pewadahan produk elekronika, komponen/suku cadang dan zat kimia untuk
industri. Bahan kemasan ini memiliki berbagai keunggulan yakni, fleksibel (dapat
mengikuti bentuk produk), transparan (tembus pandang), tidak mudah pecah, bentuk
laminasi (dapat dikombinasikan dengan bahan kemasan lain), tidak korosif dan
Disamping memiliki berbagai kelebihan yang tidak dimiliki oleh bahan
kemasan lainnya, plastik juga mempunyai kelemahan yakni: tidak tahan panas, dapat
mencemari produk (migrasi komponen monomer), sehingga mengandung resiko
keamanan dan kesehatan konsumen dan plastik termasuk bahan yang tidak dapat
dihancurkan dengan cepat dan secara alami (non-biodegradable).
2.2.2 Sampah Plastik
Abad ini, masyarakat dunia disibukkan dengan maraknya isu mengenai pemanasan
global (global warming) dan lingkungan. Pengaruh memburuknya kondisi lingkungan,
tentunya akan mempengaruhi pemanasan global dan juga ekosistem yang terdapat di
dalamnya. Salah satu permasalahan mengenai lingkungan di dunia ataupun di
Indonesia khususnya mengenai limbah plastik. Penggunaan plastik semakin populer di
kalangan masyarakat Indonesia, karena memiliki banyak kegunaan dan praktis.
Jakarta sebagai ibukota negara, mengalami masalah yang juga dialami oleh sebagian
besar kota-kota lainnya, yaitu masalah penanganan limbah kota. Limbah plastik tidak
hanya menjadi masalah di kalangan masyarakat umum tetapi juga menjadi masalah
bagi perindustrian di Indonesia.
Polimer plastik yang tidak mudah terurai secara alami mengakibatkan
terjadinya penumpukan limbah dan menjadi penyebab pencemaran dan kerusakan
lingkungan hidup. Selain itu, plastik dalam proses pembuatannya menggunakan
minyak bumi yang ketersediannya semakin berkurang dan sulit untuk diperbaharui
(non-renewable). Kondisi demikian menyebabkan bahan kemasan plastik tidak dapat
dipertahankan penggunaannya secara meluas, karena dapat menambah persoalan
lingkungan dan kesehatan di waktu mendatang.
Sampah plastik merupakan suatu permasalahan global karena plastik sulit
terdegradasi oleh mikroorganisme dalam lingkungan juga cuaca, sehingga
menyebabkan masalah lingkungan yang sangat serius. Plastik yang berbentuk film ini
akan menutup permukaan tanah, sehingga aerasi tidak bisa berjalan semestinya
Ratusan juta plastik yang digunakan di bumi ini, maka ratusan juta ton juga
sampah plastik dan menjadi polutan utama dunia. Karena bahan utama pembuatan
plastik adalah phthalat ester di(ethylhexyl) phthalat (DEHP) yang bersifat stabil dan
sukar diuraikan oleh mikroorganisme sehingga kita terus-menerus memerlukan area
untuk pembuangan sampah. (Koswara S, 2006).
Plastik mudah terbakar, ancaman terjadinya kebakaranpun semakin meningkat.
Asap hasil pembakaran bahan plastik sangat berbahaya karena mengandung gas-gas
beracun seperti hidrogen sianida (HCN) dan karbon monoksida (CO). Hidrogen
sianida berasal dari polimer berbahan dasar akrilonitril, sedangkan karbon monoksida
sebagai hasil pembakaran tidak sempurna yang menyebabkan sampah plastik sebagai
salah satu penyebab pencemaran udara dan menyebabkan efek jangka panjang berupa
pemanasan secara global pada atmosfer bumi.
Sampah plastik yang berada di dalam tanah dan tidak bisa diuraikan oleh
mikroorganisme menyebabkan mineral-mineral dalam tanah baik organik maupun
anorganik semakin berkurang. Hal ini menyebabkan jarangnya fauna tanah, seperti
cacing dan fauna tanah yang hidup pada area tanah tersebut dikarenakan sulitnya
memperoleh makanan dan tempat berlindung. Selain itu, kadar O2 dalam tanah
semakin sedikit, sehingga fauna tanah sulit untuk bernapas dan akhirnya mati. Ini
berdampak langsung pada tumbuhan yang hidup di area tersebut. Tumbuhan
memerlukan mikroorganisme tanah sebagai perantara dalam kelangsungan hidupnya
(Ahmad D, dan Dorgan J R, 2007).
2.2.3 Penanggulangannya
Penggunaan plastik ramah lingkungan yang dapat didegradasi dalam waktu yang
relatif singkat (plastik biodegradabel) sebagai substitusi plastik berbahan baku
petrokimia merupakan salah satu solusi pemecahan masalah lingkungan akibat limbah
plastik. Kebutuhan dunia akan plastik biodegradabel semakin meningkat dari tahun ke
tahun. Potensi pasar plastik biodegradable saat ini cukup besar, yaitu mencapai 1,2
juta ton pada tahun 2010. Industri plastik biodegradabel akan berkembang menjadi
Menurut Ir. Sah Johan Ali Nasiri,Ph.D, Senior Advisor Sentra Teknologi
Polimer, BPPT, kehidupan modern ini tidak bisa terlepas dari plastik. Pertumbuhan
penggunaan plastik di negara maju diperkirakan mencapai 4%, sedangkan di
Indonesia kemungkinan lebih tinggi lagi karena kebutuhan masih sekitar 10 kg/orang
per tahun sementara di negara maju mencapai 50 kg/hari per tahun. Hal tersebut,
memberikan gambaran mengenai potensi pengembangan kemasan plastik
biodegradabel. Penggunaan kemasan biodegradabel diharapkan dapat menjadi
alternatif solusi bagi permasalahan limbah plastik, lingkungan, dan pemanasan global.
Dari berbagai masalah yang ditimbulkan oleh plastik sintetik, terdapat sebuah
konsep yang merupakan solusi dari masalah tersebut, yaitu pembuatan plastik
biodegradabel. Namun, Hasil dari pembuatan plastik biodegradabel masih terdapat
kekurangan, plastik biodegradabel yang dihasilkan masih memiliki kekuatan dan
elastisitas yang rendah sehingga perlu adanya optimasi hasil pembuatan plastik
biodegradabel.
Kemasan ramah lingkungan merupakan sebuah konsep mengenai pengemas
produk, baik produk pangan atau non pangan yang tidak mengganggu kestabilan
lingkungan apabila mengalami kontak dengan unsur-unsur lingkungan, seperti air,
udara, dan tanah (Bastioli, 2005). Kemasan yang dimaksud adalah kemasan dari
plastik. Pada awalnya plastik kebanyakan dibuat dari minyak bumi dan bersifat
non-biogradable. Plastik sintetik mempunyai kestabilan fisiko-kimia yang sangat kuat
sehingga plastik sangat sukar terdegradasi secara alami (Suyatma, 2007). Oleh karena
itu plastik dianggap tidak ramah lingkungan karena sifatnya yang tidak bisa
didegradasi secara biologi ditanah dan tentunya akan mencemari tanah (Bastioli,
2005). Jika plastik ini dihancurkan dengan cara yang lain misalnya pembakaran, maka
akan menghasilkan gas CO2 yang akan semakin memperparah pamanasan global.
Berdasarkan fakta dan kajian ilmiah yang ada serta meningkatnya kesadaran
masyarakat akan pentingnya kesehatan dan lingkungan lestari, mendorong
dilakukannya penelitian dan pengembangan teknologi bahan kemasan yang
biodegradabel. Saat ini penelitian dan pengembangan teknologi bahan kemasan
biodegradabel terarah pada usaha membuat pengemas yang mempunyai sifat seperti
Penggunaan pati sebagai bahan baku pembuatan plastik biodegradabel ini
ternyata menimbulkan masalah baru, yaitu krisis pangan. Hal ini disebabkan pati,
selain sebagai bahan baku plastik biodegradabel, juga berfungsi sebagai sumber
pangan bagi manusia. Dengan demikian, pemanfaatan pati sebagai bahan baku
pembuatan plastik biodegradabel akan berkompetisi dengan penggunaan pati sebagai
sumber pangan bagi manusia. Oleh karena itu, untuk mengatasi munculnya
permasalahan krisis bahan pangan akibat terbatasnya suplai sumber pati, diperlukan
sumber daya lain yang dapat dijadikan bahan baku pembuatan plastik biodegradabel
salah satunya dengan memanfaatkan selulosa enceng gondok. Dan dibutuhkan adanya
alternatif bahan plastik yang diperoleh dari bahan yang mudah didapat dan tersedia di
alam dalam jumlah besar dan murah tetapi mampu menghasilkan produk dengan
kekuatan yang sama atau bahkan lebih baik.
2.4 Biodegradabel
2.2.1 Pengertian Biodegradabel
Secara umum, kemasan biodegradabel diartikan sebagai film kemasan yang dapat
didaur ulang dan dapat dihancurkan secara alami. Stevens (2001), plastik
biodegradabel disebut juga bioplastik yaitu plastik yang seluruh atau hampir seluruh
komponennya berasal dari bahan baku yang dapat diperbaharui.
Griffin (1994), plastik biodegradable adalah suatu bahan dalam kondisi
tertentu, waktu tertentu mengalami perubahan dalam struktur kimianya, yang
mempengaruhi sifat-sifat yang dimilikinya karena pengaruh mikroorganisme (bakteri,
jamur, alga). Sedangkan Seal (1994), kemasan plastik biodegradabel adalah suatu
material polimer yang merubah pada senyawa yang berat molekul rendah dimana
paling sedikit satu tahap pada proses degradasinya melalui metabolisme organisme
secara alami.
Pranamuda (2001), plastik biodegradabel adalah plastik yang dapat digunakan
mikroorganisme menjadi hasil akhir air dan gas karbondioksida setelah habis terpakai
dan dibuang ke lingkungan. Plastik biodegradabel merupakan bahan plastik yang
ramah terhadap lingkungan karena sifatnya yang dapat kembali ke alam. Secara
umum, kemasan biodegradabel diartikan sebagai film kemasan yang dapat didaur
ulang dan dapat dihancurkan secara alami.
Berdasarkan sumber atau cara memperolehnya, Tharanathan (2003)
mengklasifikasikan biopolimer sebagai bahan baku bio-kemasan menjadi empat
kelompok dan dapat dilihat pada Gambar 2.1 berikut ini. Kelompok 1 yaitu :
biopolimer yang berasal dari sumber hewan yaitu; collagen gelatin, kelompok 2
adalah biopolimer yang berasal dari limbah industri pengolahan ikan yaitu
chitin/chitosan, kelompok 3 berasal dari pertanian yaitu diklasifikasikan menjadi 2
bagian yaitu lemak dan hydrocelloid.
Yang berasal dari lemak terdiri dari : bees wax, camauba wax, asam lemak;
sedangkan dari hydrocolloid dibagi menjadi 2 bagaian yaitu: protein dan
polysacharida. hydrocolloid yang berasal dari protein adalah: zein (protein jagung),
kedelai, whey susu, glutera gandum sedangkan hydrocolloid yang berasal dari
polysacharida adalah : cellulosa, serat, pati, pektin, garns. Selain dari polimer alami,
ada beberapa zat sintetis yang merupakan campuran antara zat petrokimia dengan
biopolimer dan atau biopolimer yang telah mengalami perlakuan yang kompleks tetapi
tetap memiliki sifat biodegradable, contohnya adalah poly alkilene esters, poly lactic
acid, poly amid esters, poly vinil esters, poly vinil alcohol, dan poly anhidrides.
Polimer mikrobiologi (polyester) : biopolimer ini dihasilkan secara
bioteknologi atau fermentasi dengan mikroba genus Alcaligenes . Biopolimer jenis ini
diantaranya polihidroksi butirat (PHB), polihidroksi valerat (PHV), asam polilaktat
(polylactic acid) dan asam poliglikolat (polyglycolic acid). Bahan ini dapat
terdegradasi secara penuh oleh bakteri, jamur dan alga. Namun oleh karena proses
produksi bahan dasarnya yang rumit mengakibatkan harga kemasan biodegradable ini
relatif mahal. Berikut ini Gambar 2.3 Polimer biodegradabel sebagai bahan
Gambar 2.4 Polimer biodegradabel sebagai bahan biokemasan (Tharanathan, 2003)
Berdasarkan bahan baku yang digunakan plastik biodegradabel dikelompokkan
menjadi 2, yaitu kelompok dengan bahan baku petrokimia (non-renewable resources)
dengan bahan aditif dari senyawa bio-aktif yang bersifat biodegradabel dan kelompok
kedua dari semua bahan bakunya berasal dari sumber daya alam terbarukan
(renewable resources), seperti dari bahan tanaman pati dan selulosa serta hewan
seperti cangkang atau mikroorganisme yang dimanfaatkan untuk mengakumulasi
plastik yang berasal dari sumber tertentu misalnya lumpur aktif dan limbah cair yang
kaya akan bahan-bahan organik sebagai sumber makanan bagi mikroorganisme
tersebut (Wilkipedia, 2009; Adam et al, 2009).
Averous (2008), mengelompokkan polimer biodegradabel ke dalam dua
kelompok dan empat keluarga berbeda berikut ini klasifikasi polimer biodegradabel
Gambar 2.2 Klasifikasi Polimer Biodegradabel (Averous, 2008)
Pada Gambar 2.2 Klasifikasi Polimer Biodegradabel, Averous (2008),
mengelompokkan polimer biodegradabel ke dalam dua kelompok dan empat keluarga
berbeda. Kelompok utama adalah: (1) agro-polymer yang terdiri dari polisakarida,
protein dan sebagainya; dan (2) biopoliester (biodegradable polyesters) seperti poli
asam laktat (PLA), poly hydroxy alkanoate (PHA), aromatik and alifatik kopoliester.
Biopolimer yang tergolong agro-polymer adalah produk-produk biomassa yang
diperoleh dari bahan-bahan pertanian. seperti polisakarida, protein dan lemak.
Biopoliester dibagi lagi berdasarkan sumbernya. Kelompok Polyhydroxy-alkanoate
(PHA) didapatkan dari aktivitas mikroorganisme yang didapatkan dengan cara
ekstraksi. Contoh PHA diantaranya Poly (hydroxybutyrate) (PHB) dan Poly (hydroxy
butyrate co-hydroxy valerate) (PHBV). Kelompok lain adalah biopoliester yang
diperoleh dari aplikasi bioteknologi, yaitu dengan sintesa secara konvensional
monomer-monomer yang diperoleh secara biologi, yang disebut kelompok polilaktida.
Contoh polilaktida adalah poli asam laktat. Kelompok terakhir diperoleh dari
produk-produk petrokimia yang disintesa secara konvensional dari monomer-monomer
sintetis. Kelompok ini terdiri dari poly capro lactones (PCL), polyester amides,
2.3 Poly Lactic Acid (PLA)
2.3.1 Pengertian
Asam laktat (lactic acid) adalah salah satu asam organik yang penting di industri,
terutama di industri makanan. Di samping itu, penggunaannya sekarang lebih luas
karena bisa dipakai sebagai bahan baku pembuatan poly lactic acid, biodegradabel
plastik yang merupakan polimer dari asam laktat (Datta et al. 1995; Hofvendahl
and Hahn-Hagerdal 2000).
Pengolahan bahan baku pati cukup mudah dilakukan dengan melibatkan proses
fermentasi asam laktat menjadi Poly Lactic Acid (PLA). PLA memiliki sifat mirip
dengan plastik konvensional (Pranamuda, 2001).
Salah satu jenis biodegradabel poliester adalah Poli asam laktat (poly lactic
acid). Poli asam laktat (PLA) ditemukan pada tahun 1932 oleh Carothers (DuPont)
yang memproduksi PLA dengan berat molekul rendah dengan memanaskan asam
laktat pada kondisi vakum. Pada tahap selanjutnya, DuPont dan Ethicon memfokuskan
pembuatan aplikasi medical grade satures, implan dan kemasan obat. Baru-baru ini,
beberapa perusahaan seperti Shimadzu dan Mitsui Tuatsu di Jepang telah
memproduksi sejumlah PLA untuk aplikasi plastik. Poli asam laktat atau Poli laktida
(PLA) dengan rumus kimia (CH3CHOHCOOH)n adalah sejenis polimer atau plastik
yang bersifat biodegradabel, termoplastik dan merupakan poliester alifatik yang
terbuat dari bahan-bahan terbarukan seperti pati jagung, pati ubi dan sebagainya.
Walaupun PLA sudah dikenal sejak abad yang lalu, namun baru diproduksi secara
komersial dalam beberapa tahun terakhir dengan keunggulannya yaitu memiliki
kemampuan untuk terdegradasi secara biologi.
(http://en.wikipedia.org/wiki/Lactic_acid).
Pada Gambar 2.3 terdapat rumus struktur Poly Asam Laktat, yang secara
struktur Poly asam laktat adalah asam karboksilat dengan satu gugus (hidroksil) yang
menempel pada gugus karboksil. Asam laktat larut dalam air dan etanol serta bersifat
higroskopik. Dalam air, ia terlarut lemah dan melepas proton (H+), membentuk ion laktat. Asam ini juga larut dalam alkohol dan bersifat menyerap air (higroskopik).
Langkah pertama dalam sintesa PLA adalah produksi asam laktat. Asam laktat
(IUPAC: 2-hydroxy propanoic acid) yang biasa disebut sebagai asam susu adalah
salah satu bahan kimia yang berperan penting dalam industri biokimia. Asam laktat
pertama kali berhasil diisolasi oleh ahli kimia Swedia, Carl Wilhelm Scheele pada
tahun 1780. Asam laktat mempunyai rumus kimia C3H6O3, termasuk keluarga asam
hidroksi propionat dengan rumus molekul CH3CHOHCOOH. Pada Gambar 2.4 adalah
struktur molekul asam laktat. Asam laktat dalam larutan akan kehilangan satu proton
dari gugus asam dan menghasilkan ion laktat CH3CH(OH)COO-. Berikut ini adalah
gambar struktur molekul asam asetat.
Gambar 2.4 Struktur molekul asam laktat
(http://en.wikipedia.org/wiki/Lactic_acid).
Asam laktat adalah cairan pekat tak berwarna, tak berbau, larut di dalam air dalam
berbagai perbandingan, alkohol dan eter tetapi tidak larut dalam kloroform. Senyawa
ini termasuk asam lemah dengan daya penguapan yang rendah. Menurut Botelho et al
(2004), kelebihan PLA dibandingkan dengan plastik yang terbuat dari minyak bumi
adalah:
2 Biodegradable artinya PLA dapat diuraikan secara alami di lingkungan oleh
mikroorganisme.
3 Biocompatible dimana pada kondisi normal, jenis plastik ini dapat diterima oleh
4 Dihasilkan dari bahan yang dapat diperbaharui (termasuk sisa industri) dan bukan
dari minyak bumi.
5 100% recyclable melalui proses hidrolisis asam laktat dan digunakan kembali
untuk aplikasi yang berbeda atau bisa digabungkan untuk menghasilkan produk
lain.
6 Tidak menggunakan pelarut organik/bersifat racun dalam memproduksi PLA.
7 Dapat dibakar sempurna dan menghasilkan gas CO2 dan air.
Saat ini, PLA sudah digunakan untuk beragam aplikasi, diantaranya dibidang
medis, kemasan dan tekstil. Dibidang medis, PLA sudah lama digunakan sebagai
benang jahit pada saat operasi serta bahan pembungkus kapsul. Selain itu, pada
dasawarsa terakhir PLA juga dikembangkan dalam upaya perbaikan jaringan tubuh
manusia. PLA juga telah dikembangkan untuk pembuatan kantong plastik (retail
bags), kontainer, bahkan edible film untuk sayuran dan buah. Dalam bentuk film dan
bentuk foam digunakan untuk pengemas daging, produk susu, atau roti. Dapat juga
digunakan dalam bentuk botol dan cangkir sekali pakai untuk kemasan air, susu, jus
dan minuman lainnya. Piring, mangkok, nampan, tas, film pertanian merupakan
penggunaan lain dari jenis plastik ini. Selain itu dibidang tekstil PLA juga telah
diaplikasikan untuk pembuatan kaos dan tas. Di Jepang, PLA bahkan sudah
dikembangkan sebagai bahan dasar pembuatan Compact Disc (CD) oleh Sanyo.
2.3.2 Prospek Perkembangan PLA di Indonesia
Upaya pengembangan teknologi kemasan plastik biodegrdabel dewasa ini
berkembang sangat pesat. Berbagai riset telah dilakukan di negara maju (Jerman,
Prancis, Jepang, Korea, Amerika Serikat, Inggris dan Swiss) ditujukan untuk menggali
berbagai potensi bahan baku biopolimer. Di Jerman, pengembangan untuk
mendapatkan polimer biodegradabel pada poly hydroxy butiyrat (PHB), Jepang (chitin
dari kulit Crustaceae, zein dari jagung). Aktivitas penelitian lain yang dilakukan
adalah bagaimana mendapatkan kemasan termoplastik degradabel yang mempunyai
masa pakai (life times) yang relatif lebih lama dengan harga yang lebih murah.
Pengembangan lain yang sangat penting adalah perbaikan sifat-sifat fisik dan
Kendala utama yang dihadapi dalam pemasaran kemasan ini adalah harganya
yang relatif tinggi dibandingkan film kemasan PE. Biaya produksi yang tinggi berasal
dari komponen bahan baku (sumber karbon), proses fermentasi (isolasi dan purifikasi
polimer) dan investasi modal.
Sebenarnya prospek pengembangan biopolimer untuk kemasan plastik
biodegradabel di Indonesia sangat potensial. Alasan ini didukung oleh adanya sumber
daya alam, khususnya hasil pertanian yang melimpah dan dapat diperoleh sepanjang
tahun. Berbagai hasil pertanian yang potensial untuk dikembangkan menjadi
biopolimer adalah jagung, sagu, kacang kedelai, kentang, tepung tapioka, ubi kayu
(nabati) dan kitin dari kulit udang (hewani) dan lain sebagainya. Kekayaan akan
sumber bahan dasar seperti tersebut di atas, justru sebaliknya menjadi persoalan
potensial yang serius pada negara-negara yang telah maju dan menguasai ilmu dan
teknologi kemasan biodegrdabel, khususnya di Jerman. Negara tersebut dengan
penguasaan IPTEK yang tinggi di bidang teknologi kemasan, merasa khawatir
kekurangan sumber bahan dasar (raw materials) dan akan menjadi sangat tergantung
pada negara yang kaya akan sumber daya alam.
Pada tahun 2005 Liesbetini Hartono, dkk melakukan penelitian, yaitu
Rekayasa proses produksi poli asam laktat (PLA) dari pati sagu sebagai bahan baku
plastik biodegradabel dengan menggunakan variasi jenis bakteri dan kondisi operasi
proses fermentasi untuk menghasilkan asam laktat dan dengan proses polimerisasi
kondensasi langsung dapat dihasilkan PLA.
Pada tahun 2006, Hanny Widjaja, dkk melakukan penelitian mengenai sintesa
PLA dari Limbah Pembuatan Indigenous Starch untuk Pembuatan Plastik Ramah
Lingkungan, dimana pada penelitian ini variasi yang dipakai adalah jenis bakteri
untuk fermentasi, dimana nantinya diperoleh bakteri yang terbaik untuk menghasilkan
Asam Laktat, dengan proses polikondensasi azeotropik dapat dihasilkan PLA. Ery
Susiany Retnoningtyas, dkk melakukan penelitian mengenai pembuatan plastik
Pada tahun 2009, Yusmarlela melakukan penelitian dengan judul Studi
Pemanfaatan Plastiser Gliserol Dalam Film Pati Ubi Dengan Pengisi Serbuk Batang
Ubi Kayu. Sifat Mekanik Campuran Pati Ubi Kayu dengan Pemlastis pada berbagai
komposisi dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1. Hasil Uji Sifat Mekanik Campuran Pati Ubi Kayu dengan Pemlastis Gliserol pada Berbagai Komposisi
Komposisi
No Pati ubi (gram) Gliserol (gram) Kekuatan tarik (MPa) Kemuluran (%)
1 10 0 5,833 2,895
2 10 1 7,667 18,516
3 10 2 3,000 26,547
4 10 3 2,500 20,922
5 10 4 1,300 16,094
6 10 5 1,000 13,793
Hasil uji sifat mekanik pada Tabel 4.1 memperlihatkan bahwa penggunaan gliserol
pada kadar 10% memberikan kekuatan tarik lebih tinggi dibandingkan dengan kadar
0%. Hal ini terjadi karena pada kadar 10 % dari 10 gram campuran berada pada titik
jenuh yang menyebabkan molekul-molekul pemlastis hanya terdispersi dan
berinteraksi diantara stuktur rantai pati yang menyebabkan rantai-rantai pati lebih sulit
bergerak akibat halangan sterik. Sementara itu yang menyebabkan kekuatan tarik
meningkat dikarena adanya gaya intermolekuler antar rantai pati tersebut. Apabila
kadar gliserol ditingkatkan 20%-50% akan menyebabkan kekuatan tarik menurun. Hal
ini disebabkan karena titik jenuh telah terlampaui, sehingga molekul pemlastis yang
berlebih berada pada fase tersendiri di luar fase pati dan akan menurunkan gaya
intermolekuler antar rantai yang menyebabkan gerakan rantai lebih bebas dan
akibatnya gaya intermolekuler antar rantai menurun. Berdasarkan penjelasan di atas
dapat dikatakan bahwa campuran pati ubi kayu dengan gliserol mencapai
Tabel 4.2. Hasil Uji Sifat Mekanik Campuran Pati Ubi Kayu dengan Pemlastis Gliserol dan Penambahan Serbuk Batang Ubi Kayu pada Berbagai Komposisi
Komposisi
Hasil uji sifat mekanik pada Tabel 4.2 menunjukan peningkatan sifat mekanik
uji tarik pada campuran antara 10 gram pati dengan 1 gram gliserol dan 0,5 gram
serbuk batang ubi kayu yang dapat meningkatkan sifat mekanik uji tarik bahan
dibandingkan tanpa gliserol. Hal ini disebabkan serbuk dapat memperkuat bahan
tersebut.
Kesimpulan dari penelitian ini adalah :
1. Penambahan gliserol dalam film pati ubi kayu dapat meningkatkan kelarutan pati
dalam air dan juga dapat menambah kuat tarik film pati dibandingkan tanpa
gliserol, perbandingan yang baik antara gliserol dan pati yaitu 10 : 1.
2. Hasil analisa uji tarik pada film pati ubi kayu dengan campuran gliserol dan sebuk
batang ubi kayu rasio (1 : 0,5) memperlihatkan naiknya nilai kuat tarik dari 7,667
Mpa sebelum penambahan serbuk menjadi 9,333 Mpa sesudah penambahan
serbuk.
3. Hasil analisa uji tarik, uji DTA dan uji-FTIR menunjukkan bahwa film pati ubi
kayu yang mengandung gliserol dan serbuk batang ubi kayu menunjukkan adanya
Masih dengan menggunakan variasi kondisi operasi fermentasi untuk
menghasilkan PLA. Kebanyakan penelitian yang dilakukan di Indonesia adalah
dengan variasi bahan baku untuk memperoleh bahan alam apa yang paling sesuai
untuk membuat PLA dan juga proses fermentasi bukan dengan variasi katalis.
Penelitian yang pernah dilakukan yaitu sintesis PLA dengan bahan baku yang berasal
dari pati sagu, limbah indigenous pati, kulit pisang, pati singkong, pati jagung, kulit
udang, talas, dan lain sebagainya.
PLA memiliki sifat properties yang cukup baik jika digunakan sebagai aplikasi
pengganti plastik konvensional. Aplikasi PLA yang telah dikembangkan saat ini
diantaranya di bidang medis, pengemasan makanan, edible film, tekstil bahkan casing
barang elektronik ringan. Perkembangan plastik biodegradabel di Indonesia,
khususnya PLA masih terkendala masalah teknologi dan investasi, sementara tersedia
bahan baku yang melimpah.
2.4 Kemasan makanan
Pengertian umum dari kemasan adalah suatu benda yang digunakan sebagai wadah
atau tempat yang dikemas dan dapat memberikan perlindungan sesuai dengan
tujuannya. Adanya kemasan yang dapat membantu mencegah atau mengurangi
kerusakan, melindungi bahan yang ada di dalamnya dari pencemaran serta gangguan
fisik seperti gesekan, benturan dan getaran. Dari promosi kemasan berfungsi sebagai
perangsang atau daya tarik pembeli. Bahan kemasan yang umum untuk pengemasan
produk hasil pertanian untuk tujuan pengangkutan atau distribusi adalah kayu, serat
goni, plastik, kertas dan gelombang karton.
Melindungi bahan pangan dari kontaminasi berarti melindunginya terhadap
mikroorganisme dan kotoran serta terhadap gigitan serangga atau binatang pengerat
lainnya. Melindungi kandungan airnya berarti makanan di dalamnya tidak boleh
menyerap air dari atmosfer dan juga tidak boleh berkurang kadar airnya. Jadi,
wadahnya harus kedap air. Perlindungan terhadap bau dan gas dimaksudkan supaya
jangan sampai merembes keluar melalui wadah. Wadah yang rusak karena tekanan
atau benturan dapat menyebabkan makanan di dalamnya juga rusak dalam arti
berubah bentuknya (Winarno, 1983).
Untuk itu perlu adanya inovasi dalam pembuatan plastik yang ramah
lingkungan. Menurut Syarief (1988) ada lima syarat yang dibutuhkan kemasan yaitu
penampilan, perlindungan, fungsi, bahan dan biaya, serta penanganan limbah
kemasan.
Pengemasan komoditi hortikultura adalah suatu usaha menempatkan komoditi
segar ke dalam suatu wadah yang memenuhi syarat sehingga mutunya tetap atau
hanya mengalami sedikit penurunan pada saat diterima oleh konsumen akhir dengan
nilai pasar yang tetap tinggi. Dengan pengemasan, komoditi dapat dilindungi dari
kerusakan, benturan mekanis, fisik, kimia dan mikrobiologis selama pengangkutan,
penyimpanan dan pemasaran (Sacharow dan Griffin, 1980).
Menurut Erliza dan Sutedja (1987) bahan kemasan harus mempunyai
syarat-syarat, yaitu : tidak toksik, harus cocok dengan bahan yang dikemas, harus menjamin
sanitasi dan syarat-syarat kesehatan, dapat mencegah kepalsuan, kemudahan
membuka dan menutup, kemudahan dan keamanan dalam mengeluarkan isi,
kemudahan pembuangan kemasan bekas, ukuran, bentuk dan berat harus sesuai, serta
harus memenuhi syarat-syarat yaitu kemasan yang ditujukan untuk daerah tropis
mempunyai syarat yang berbeda dari kemasan yang ditujukan untuk daerah subtropis
atau daerah dingin. Demikian juga untuk daerah yang kelembaban tinggi dan daerah
kering.
Berdasarkan fungsinya pengemasan dibagi menjadi dua, yaitu pengemasan
untuk pengangkutan dan distribusi (shiping/delivery package) dan pengemasan untuk
perdagangan eceran atau supermarket (retail package). Pemakaian material dan
pemilihan rancangan kemasan untuk pengangkutan dan distribusi akan berbeda
dengan kemasan untuk perdagangan eceran. Kemasan untuk pengangkutan atau
distribusi akan mengutamakan material dan rancangan yang dapat melindungi
diutamakan material dan rancangan yang dapat memikat konsumen untuk membeli
(Peleg, 1985).
Menurut Winarno, et al. (1986) makanan yang dikemas mempunyai tujuan
untuk diawetkan, yaitu : mempertahankan mutu kesegaran, warnanya yang tetap untuk
menarik konsumen, memberikan kemudahan penyimpanan dan distribusi serta yang
lebih penting lagi dapat menekan peluang terjadinya kontaminasi dari udara, air dan
tanah, baik oleh mikroorganisme pembusuk, mikroorganisme yang dapat
membahayakan kesehatan manusia, maupun bahan kimia yang bersifat merusak atau
racun.
Beberapa faktor yang penting diperhatikan dalam pengemasan bahan pangan
adalah sifat bahan pangan tersebut, keadaan lingkungan dan sifat bahan pengemas.
Sifat bahan pangan antara lain adalah adanya kecendrungan untuk mengeras dalam
kadar air dan suhu yang berbeda-beda, daya tahan terhadap cahaya, oksigen dan
mikroorganis. Winarno dan Jennie (1982) mengemukakan bahan pengemas harus
tahan serangan hama atau binatang pengerat dan bagian dalam yang berhubungan
langsung dengan bahan pangan harus tidak berbau, tidak mempunyai rasa serta tidak
beracun serta tidak boleh bereaksi dengan komoditi.
Adanya pengemasan dapat membantu mencegah atau mengurangi terjadinya
kerusakan-kerusakan. Menurut Brody (1972) kerusakan terjadi karena pengaruh
lingkungan luar dan pengaruh kemasan yang digunakan. Faktor-faktor yang
mempengaruhi kerusakan bahan pangan sehubungan dengan kemasan yang
digunakan. Winarno dan Jenie (1983) kerusakan dapat digolongkan menjadi dua
golongan, yaitu : golongan pertama kerusakan ditentukan oleh sifat alamiah dari
produk dan tidak dapat dicegah dengan pengemasan, misalnya : perubahan kimia,
biokimia, fisik serta mirobiologi sedangkan golongan kedua, kerusakan yang
ditentukan oleh lingkungan dan hampir seluruhnya dapat dikontrol dengan kemasan
yang dapat digunakan, misalnya kerusakan mekanis, perubahan kadar air bahan,
absorpsi dan interaksi dengan oksigen. Berbagai jenis bahan digunakan untuk
keperluan kemasan, diantaranya adalah bahan-bahan dari logam, kayu, gelas, kertas,
2.5 Enceng Gondok
2.5.1 Ketersediaan Enceng gondok
Enceng gondok merupakan tumbuhan air tawar yang dikenal sebagai gulma.
Tumbuhan ini banyak ditemukan di Indonesia khususnya di perairan. Enceng gondok
menghasilkan bahan organik yang mempercepat proses pendangkalan, juga
mengurangi produksi ikan karena kerapatan tumbuhan menghalangi masuknya sinar
matahari kedalam air dan menghambat proses aerasi. Pertumbuhannya sangat cepat
dan menimbulkan berbagai masalah. Enceng gondok dapat dimanfaatkan sebagai
bahan pembuat kertas, dan apabila diproses lebih lanjut bisa dibuat etanol.
Gambar 2.5 Enceng gondok (Eichornia Crassipes)
(Sumber : www.ahmadfauzibratasena.wordpress.com)
Gambar 2.5 adalah gambar enceng gondok. Enceng gondok termasuk dalam
genus Eichornia, famili Pontederiaceae, kelas monocotyledonae dan divisi
phanerogamae. Enceng gondok merupakan tanaman yang hidup mengapung di air dan
kadang-kadang berakar dalam tanah. Tingginya sekitar 0,4 – 0,8 meter. Tidak
mempunyai batang, daunnya tunggal dan berbentuk oval. Ujung dan pangkalnya
meruncing, pangkal tangkai daun menggelembung. Permukaan daunnya licin dan
berwarna hijau. Bunganya termasuk bunga majemuk berbentuk bulir, kelopaknya
beruang tiga dan berwarna hijau. Akarnya merupakan akar serabut. Pada umumnya
enceng gondok tumbuh dengan cara vegetatif yaitu dengan menggunakan stolon.
Kondisi optimum bagi perkembangannya memerlukan kisaran waktu antara 11-18
hari.
Enceng gondok merupakan gulma yang tumbuh di wilayah perairan yang
hidup terapung pada air yang dalam atau mengembangkan perakaran di dalam lumpur
pada air yang dangkal (Pasaribu 2007). Gulma air tersebut juga banyak terdapat di
waduk-waduk (Artati 2006).
Enceng gondok berkembang biak dengan sangat cepat, baik secara vegetatif
maupun generatif. Perkembangbiakan dengan cara vegetatif dapat melipat ganda
dalam waktu 7-10 hari. Enceng gondok merupakan tanaman asli Brazil yang
didatangkan ke indonesia tahun 1894 untuk melengkapi koleksi tanaman di Kebun
Raya Bogor. Tanaman ini telah menyebar ke seluruh perairan yang ada, baik waduk,
rawa, maupun sungai di perairan Jawa, sumatera, Kalimantan dan daerah lainnya
(Suprapti, 2008).
Tumbuhan enceng gondok tumbuh dengan sangat pesat karena tumbuh
mengapung di air, maka dengan mudah tumbuhan ini menutupi permukaan air.
Pemanfaatan enceng gondok belum bisa menanggulangi laju pertumbuhannya yang
sangat pesat. Pemanfaatan enceng gondok yang telah dilakukan adalah pemanfaatan
sebagai pejernih air, karena sifatnya yang mampu mengabsorpsi logam berbahaya
yang terkandung dalam air. Selain itu protein yang terdapat pada enceng gondok
mampu dijadikan sebagai pakan ternak.
Kandungan serat pada enceng gondok mencapai 20% dari berat keringnya.
Dengan kondisi seperti itu, maka serat enceng gondok berpotensi untuk dimanfaatkan
sebagai bahan komposit tekstil. Pertumbuhan tekstil di Indonesia sangat baik. Bahkan
industri tekstil merupakan komoditi ekspor terbesar non migas.
Enceng gondok yang tumbuh sangat cepat menjadi masalah bagi para petani.
Namun dengan telah ditemukannya manfaat dari enceng gondok, banyak yang
mencoba untuk memanfaatkannya sekaligus sebagai salah satu upaya pengendalian
untuk pembuatan karton kasar. Sejak tahun 1981 kota San Diego telah memanfaatkan
kemampuan enceng gondok yang mampu mengabsorpsi logam-logam berbahaya yang
terdapat pada air. Selain itu eceng gondok telah dimanfaatkan di Tegal sebagai bahan
kerajinan seperti tas (Republika, 1997). Namun dari berbagai macam pemanfaatan
tersebut belum dapat mengoptimalkan pengendalian enceng gondok dengan laju
pertumbuhannya yang cepat.
Hasil penelitian Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Sumatera Utara di
Danau Toba (2003) melaporkan bahwa satu batang enceng gondok dalam waktu 52
hari mampu berkembang seluas 1 ha, atau dalam waktu 1 tahun mampu menutup area
seluas 7 ha. Heyne (1987) menyatakan bahwa dalam waktu 6 bulan pertumbuhan
enceng gondok pada areal 1 ha dapat mencapai bobot basah sebesar 125 ton.
Secara fisiologis, enceng gondok dapat berkembang biak secara cepat, baik
secara vegetatif maupun secara generatif. Perkembangan dengan cara vegetatif dapat
melipat ganda dua kali dalam waktu 7-10 hari (Pasaribu 2007).
Menurut Sastroutomo (1977), enceng gondok tiap tahunnya berbunga dan
setelah 20 hari terjadi penyerbukan, buah masak, lepas dan pecah kemudian biji
masuk ke dalam air. Enceng gondok merupakan gulma lingkungan perairan dan
merupakan jenis tumbuhan agresif. Tanaman ini bukan tanaman asli daerah indonesia
yang mampu menguasai vegetasi alami dan menghambat jenis-jenis asli bahkan
memusnahkan.
Danau dan waduk yang telah ditumbuhi enceng gondok semakin banyak,
misalnya : Danau Rawa Pening, Danau Toba, Danau Kerinci, Danau Limboto, Danau
Tempe, Danau Tondano, Danau Sentani, Waduk Saguling, waduk dan bendung Curug
(ketiganya di DAS Citarum). Demikian juga enceng gondok di Sungai Rokan, Siak,
Musi serta sungai lainnya di Kalimantan dan sungai lainnya di Indonesia. Beberapa
faktor lingkungan ternyata sangat mempengaruhi kelimpahan dan penyebaran enceng
gondok di perairan tersebut, diantaranya kecepatan arus dan kedalaman air.
Menurut Zerrudo dkk, (1979), tangkai daun (petioules) enceng gondok