• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROSPEK USAHA BUSINESS PROSPECTS

Dalam dokumen sarinah annual report 2014 (Halaman 101-104)

Dalam menyusun rencana ke depan, Sarinah telah identifikasi faktor-faktor penting pada kondisi makro ekonomi nasional, dan memiliki relevansi dengan RJP PT Sarinah (Persero). Indikator-indikator penting tersebut antara lain:

1. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB); 2. Tingkat inflasi;

3. Pertumbuhan ekspor dan impor; 4. Perkembangan tingkat bunga; dan

5. Pertumbuhan angkatan kerja dan tingkat pengangguran. PDB per kapita Indonesia terus meningkat sejak tahun 2000an. Berdasarkan data dari Bank Dunia, penurunan perekonomian global akibat krisis ekonomi yang terjadi di akhir tahun 2000an berdampak kecil bagi perekonomian Indonesia jika dibandingkan dengan negara lain. Tahun 2009 PDB Indonesia turun ke 4.6% dan menjadikannya sebagai salah satu negara dengan performa pertumbuhan PDB tertinggi di seluruh dunia pada tahun itu dan berada di posisi tiga di antara kelompok negara-negara G-20.

2006 20007 2008 20009 2010 2011 2012 2013

PDB/GDP

(dalam milyar USD/In Million USD) 285.9 364.6 432.1 510.2 539.4 706.6 846.8 878.0

POB

(perubahan% tahunan/% Change Annually)

5.5 6.3 6.1 4.6 6.1 6.5 6.2 5.8 PDB per Kapita/Per Capita GDP

(dalam USD/In USD) 1,643 1,923 2,244 2,345 2,984 3,467 3,546 3,468

Sumber : Bank Dunia, Dana Moneter International (IMF) dan Badan Pusat Statistik (BPS)/Source: World Bank, IMF, BPS

Perdagangan Eceran (Ritel)

Pertumbuhan PDB riil menunjukkan perspektif yang menjanjikan. Awalnya Bank Dunia memperkirakan Indonesia akan mencapai angka USD$3.000 pada tahun 2020. Akan tetapi kenyataannya Indonesia berhasil melampaui angka tersebut satu dekade lebih awal, yakni tahun 2011. Pencapaian level USD$3,000 ini dianggap sebagai langkah penting karena imbasnya adalah percepatan pembangunan di berbagai sektor, termasuk sektor ritel. Pemerintah Indonesia telah menetapkan target untuk mencapai level USD$5.000 pada tahun 2015.

Keberhasilan ini terutama dikarenakan kepercayaan pasar dan konsumsi domestik yang tetap tinggi. Konsumsi domestik di Indonesia memberi kontribusi sekitar dua pertiga dari pertumbuhan perekonomian nasional. Peningkatan permintaan konsumen dapat menjadi katalis bagi

In planning for the future of its business, Sarinah identiied important factors in the national macro-economic conditions relevant to the RJP of PT Sarinah (Persero).

1. Growth in Gross Domestic Product (GDP), 2. The rate of inlation,

3. The growth of exports and imports, 4. The development of interest rates and

5. The growth of labour force and unemployment.

Indonesia's GDP per capita has experienced a steady rise since 2000’s. Based on data from the World Bank, the global economic downturn occurred in the late of 2000s had little impact on the Indonesian economy when compared with other countries. In 2009, Indonesia's GDP fell to 4.6 percent and was still among the highest and was in the top three among the G-20 countries.

Retail

Real GDP growth showed a promising perspective. Initially, the World Bank estimates that Indonesia will reach US $ 3,000 in 2020, but in reality Indonesia managed to surpass that number a decade earlier, i.e. in 2011. Achieving the level of USD 3000 is an important milestones because it has an impact of accelerating development in various sectors, including retail sector. The Indonesian government has set a target to achieve a level of USD 5,000 in 2015.

This success is mainly attributable to the still high market conidence and domestic consumption. Domestic consumption contributed approximately two-thirds of the growth of economy in Indonesia. Increased consumer demand can be a catalyst for economic growth.

Dengan pertumbuhan kelas menengah yang tinggi, yakni sekitar tujuh juta penduduk setiap tahunnya, Indonesia memiliki kekuatan konsumen yang secara signifikan dapat mendorong perekonomian. Perkiraan perkembangan perekonomian Indonesia di masa depan masih cukup positif, walaupun telah direvisi oleh organisasi-organisasi internasional dan Pemerintah Indonesia karena ketidak-pastian global yang berkepanjangan.

Bidang usaha utama PT Sarinah (Persero) adalah department store, yakni pusat ritel yang menjual produk non-makanan seperti komoditi fashion dan perabotan rumah tangga yang ditata menjadi bagian-bagian (department), dengan sistem pembelian secara swalayan. Saat ini bisnis department store di Indonesia didominasi oleh beberapa pemain saja. Menurut nilai penjualannya, market share tiga department store teratas secara kumulatif mencapai lebih dari setengah dari industri ini.

Walaupun industri ritel di Indonesia terus meningkat setiap tahun, namun penetrasinya masih kalah dibandingkan dengan negara lain di kawasan Asia Tenggara. Hal ini tecermin dari riset Fitch Rating yang menunjukkan penetrasi ritel modern di tanah air baru mencapai 14% dari total ritel yang ada. Bandingkan dengan Filipina yang sudah mencapai 25% atau Malaysia mencapai 53%. Angka ini menyiratkan bahwa pasar di Indonesia masih dapat berkembang lebih pesat lagi dan masih ada ruang yang cukup untuk ekspansi.

Perdagangan (Ekspor, Impor dan Distribusi)

Indonesia saat ini tengah bersiap menyambut pelaksanaan pasar bebas Asia Tenggara atau biasa disebut dengan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) yang akan dimulai pada tahun 2015. Negara-negara ASEAN telah menyepakati sektor-sektor yang menjadi prioritas, yang dibagi dalam dua bagian yaitu 7 (tujuh) sektor barang industri dan 5 (lima) sektor jasa. Ke-7 sektor barang industri terdiri atas produk berbasis pertanian, elektronik, perikanan, produk berbasis karet, tekstil, otomotif, dan produk berbasis kayu. Sedangkan kelima sektor jasa tersebut adalah transportasi udara, e-asean, pelayanan kesehatan, turisme dan jasa logistik.

Untuk menyambut era perdagangan bebas ASEAN tersebut, Pemerintah Indonesia telah melahirkan regulasi penting,

With a strongly grow middle classes, which is about seven million people each year, Indonesia has a huge number of consumer that can signiicantly boost the economy. Estimation on Indonesian economic development in the future is quite positive, although it has been revised by international institutions and the Government of Indonesia due to a prolonged global uncertainty.

PT Sarinah (Persero) main business line is department store, a retail center that sells non-food products such as commodity fashion and home furnishings arranged into sections (departmental), using a self service system. Currently, retail business in Indonesia is dominated by only a handlful of players. In terms of value of sales, market share of the top three department stores cumulatively reached more than half of the industry.

Although Indonesian retail industry continues to increase every year, but its penetration is still small compared to other countries in Southeast Asia. This is relected in the result from Fitch Ratings research that shows the penetration of modern retail in Indonesia reached 14% of the total existing retail. Compare to that of the Philippines, which has reached 25% or Malaysia reached 53%. This igure implies that the market in Indonesia is still able to grow more rapidly again and there is still enough room for expansion.

Trade (Export, Import and Distribution)

Currently, Indonesia is preparing for the implementation of ASEAN free market, or commonly referred to as the ASEAN Economic Community (AEC), which will begin in 2015. The ASEAN countries have entered into agreement upon sectors of priority, consist of two parts, namely seven sectors of industrial goods and ive sectors of services. The seven industrial goods consists of agriculture-based products, electronics, isheries, rubber based products, textiles, automotive, and wood-based products. While the ive service sector consist of air transportation, e-asean, health care, tourism and logistic services.

Towards the ASEAN free trade era, the Indonesian Government issued an important regulation, namely Law No. 7 of 2014 on

dalam kegiatan perdagangan. Melalui UU ini pula Pemerintah mengendalikan ketersediaan bahan kebutuhan pokok bagi seluruh wilayah Indonesia.

Adanya UU No 7 Tahun 2014 tersebut sangat penting bila mempertimbangkan kondisi perdagangan Indonesia selama ini yang belum optimal dalam memanfaatkan potensi pasar ASEAN. Peringkat Indonesia menurut global competitiveness index masih berada pada posisi ke-38 dari 148 negara. Sementara itu industri pengolahan produk ekspor Indonesia masih bergantung pada bahan baku impor.

Untuk bisa lebih bersaing di pasa internasional, Indonesia harus meningkatkan daya saing produk Indonesia, antara lain dengan melakukan hilirisasi produk. Selama ini, dari sisi hulu, Indonesia sudah menjadi produsen yang dapat diandalkan mulai dari pertanian, kelautan dan perkebunan. Akan tetapi semua produk tersebut belum sampai ke hilir untuk dapat mengurangi impor barang jadi.

Selain pertumbuhan ekonomi yang positif, Sarinah dapat menangkap berbagai peluang pada industri perdagangan di masa mendatang untuk lebih mengembangkan lini usaha perdagangannya, melalui kegiatan ekspor impor.

Persewaan Ruangan

Bisnis perkantoran di kawasan-kawasan tertentu diyakini banyak pihak belum memasuki kondisi kelebihan pasok. Hal ini terlihat dari tingkat permintaan yang masih sangat tinggi, sementara pasokan baru tahun 2015 masih terbatas. Di sisi lain, terlihat ada peningkatan investasi dari mancanegara yang kemudian mendorong meningkatnya permintaan ruang perkantoran dari perusahaan-perusahaan multinasional untuk ekspansi maupun diversifikasi usaha mereka. Positifnya bisnis perkantoran ini juga ditandai dengan tingkat hunian yang tinggi, yakni pada level 94,5% sepanjang 2014, atau naik tipis 0,9% lebih tinggi dari tahun 2013. Posisi harga sewa teraktual rata-rata mencapai Rp338.700 per meter persegi per bulan, atau 27,5 dollar AS per meter persegi per bulan. (sumber Kompas)

Dengan posisi gedung yang sangat strategis, tentunya pertumbuhan industri properti ini menjadi sebuah peluang bagi Sarinah untuk mengembangkan bisnis persewaan.

The enactment of Law No. 7 of 2014 is very important considering that Indonesia has yet able to tap into ASEAN market optimally. Indonesia is ranked 38th of 148 countries in global competitiveness index. Meanwhile, the Indonesian export-oriented industry is still dependending on imported raw materials.

To render more competitive products in the international market, Indonesia should improve the competitive edge of its products, among others, through products downstreaming. All this time, Indonesia has been considered a reliable manufacturer in upstream products, ranging from agriculture, marine and plantation. However, all of these products have not been up to the downstream to be able to reduce the import of inished goods.

In addition to positive economic growth, in the future, Sarinah can seize a wide range of opportunities in trade industry to further develop its trading business lines, through export and import activities.

Dalam dokumen sarinah annual report 2014 (Halaman 101-104)

Dokumen terkait