• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Protein

Protein berasal dari bahasa yunani yaitu proteos, yang bearti yang utama atau yang di dahulukan. Kata ini diperkenalkan oleh ahli kimia Belanda, Geraldus Mulder (1802-1880). Ia berpendapat bahwa protein adalah zat yang paling penting dalam setiap organisme (Ellya, 2010).

Protein merupakan suatu zat makanan yang sangat penting bagi tubuh, karena zat ini disamping berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur C, H, O, dan N yang tidak dimiliki oleh lemak atau karbohidrat. Molekul protein mengandung pula posfor, belerang dan ada jenis protein yang mengandung unsur logam seperti besi dan tembaga (Budianto, A.K, 2009).

2.3.1 Struktur Protein (Winarno, 2004)

Struktur protein dapat dilihat sebagai hirarki yaitu berupa struktur primer (tingkat satu), sekunder (tingkat dua), tersier (tingkat tiga), dan kuartener (tingkat empat).

a) Struktur Primer

Susunan linier asam amino dalam protein merupakan struktur primer yang dibentuk oleh ikatan peptida antar asam amino. Susunan tersebut

merupakan suatu rangkaian unik dari asam amino yang menentukan bentuk struktur sekunder dan tersier.

Bila protein mengandung banyak asam amino dan gugus hidrofobik, daya kelarutannya dalam air kurang baik dibandingkan dengan protein yang banyak mengandung asam amino dengan gugus hidrofilik.

b) Struktur Sekunder

Struktur sekunder adalah struktur protein yang merupakan polipeptida terlipat–lipat, berbentuk tiga dimensi dengan cabang–cabang rantai polipeptidanya tersusun saling berdekatan. Struktur ini dibentuk oleh ikatan hidrogen intramolekular yang terjadi di antara oksigen karbonil dan nitrogen amida pada perangkat peptida (Bintang, 2010). Contoh bahan yang mempunyai struktur ini adalah bentuk α-heliks pada wol, bentuk lipatan–lipatan pada molekul–molekul sutera, serta bentuk heliks pada kolagen.

c) Struktur Tersier

Bentuk penyusunan bagian terbesar rantai cabang disebut struktur tersier, yaitu susunan dari struktur sekunder yang satu dengan struktur sekunder bentuk lain. Contohnya beberapa protein yang mempunyai bentuk α-heliks dan bagian yang tidak berbentuk α-heliks. Biasanya bentuk–bentuk sekunder ini dihubungkan dengan ikatan hidrogen, ikatan garam, interaksi hidrofobik, dan ikatan disulfida.

d) Struktur Kuartener

Struktur ini melibatkan beberapa polipeptida dalam membentuk suatu protein. Ikatan–ikatan yang terjadi sampai terbentuknya protein sama dengan ikatan–ikatan yang terjadi pada struktur tersier.

2.3.2 Analisis Kualitatif Protein

Analisis protein secara kualitatif yang dilakukan ialah reaksi warna. Reaksi warna ini berdasarkan adanya ikatan peptida, maupun adanya sifat–sifat dari asam amino yang dikandungnya.

a. Reaksi Biuret

Jika larutan protein encer yang dibuat basa dengan laruten natrium hidroksida ditambah dengan beberapa tetes larutan tembaga sulfat

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta encer, larutan tersebut akan terbentuk warna merah muda sampai violet. Reaksi ini disebut reaksi biuret sebab warna senyawa yang terbentuk sama dengan warna senyawa biuret bila di tambahkan larutan natrium hidroksida dan tembaga sulfat. Warna merah muda atau merah jambu terbentuk apabila larutan protein yang diselidiki mempunyai molekul kecil, misalnya proteosa dan pepton. Warna violet terbentuk apabila larutan protein yang diselidiki mempunyai molekul yang besar, misalnya gelatin. Reaksi biuret positif untuk semua jenis protein dan hasil–hasil antara hidrolisisnya jika masih mempunyai dua atau lebih ikatan peptida dan negatif untuk asam amino (Sumardjo, 2008).

b. Reaksi Molisch

Larutan protein majemuk yang mempunyai radikal protetik karbohidrat, seperti glikoprotein atau mukoprotein, pada pencampuran secara hati-hati dengan larutan α-naftol dalam alkohol dan asam sulfat pekat akan terbentuk larutan berwarna violet. Pada prosesini, glikoprotein atau mukoprotein akan mengalami hidrolisis menjadi protein sederhana dan karbohidrat. Karbohidrat yang terbentuk dengan α-naftol dalam alkohol dan asam sulfat pekat memberikan warna violet (Sumardjo, 2008).

2.3.3 Analisis Profil Protein dengan Elektroforesis

Pemisahan protein merupakan tahap yang harus dilakukan untuk mempelajari sifat dan fungsi protein. Protein dapat dipisahkan dari protein jenis lain atau dari molekul lain berdasarkan ukuran, kelarutan, muatan, dan afinitas ikatan (Nelson, 2004). Salah satu teknik yang digunakan untuk melihat profil protein dan menentukan bobot molekulnya menggunakan SDS-PAGE (Stryer,1995).

Elektroforesis adalah suatu metode untuk separasi atau pemisahan sebuah molekul besar (seperti protein, fragmen DNA, RNA dll) dari campuran molekul yang serupa. Elektroforesis digunakan untuk memisahkan komponen atau molekul bermuatan berdasarkan perbedaan tingkat migrasinya dalam sebuah medan listrik. Sebuah arus listrik

dilewatkan melalui medium yang mengandung sampel yang akan dipisahkan. Teknik ini dapat digunakan dengan memanfaatkan muatan listrik yang ada pada makromolekul, misalnya DNA yang bermuatan negatif. Jika molekul yang bermuatan negatif dilewatkan melalui suatu medium (misalnya agarosa), maka molekul tersebut akan bergerak dari muatan negatif menuju muatan positif. Kecepatan gerak molekul tersebut tergantung pada rasio muatan terhadap massanya dan bentuk molekulnya (Yuwono, 2008).

Kegunaan elektroforesis antara lain, (1) menentukan berat molekul, (2) mendeteksi terjadinya pemalsuan bahan, (3) mendeteksi terjadinya kerusakan bahan seperti protein dalam pengolahan dan penyimpanan, (4) memisahkan spesies molekul yang berbeda secara kualitatif maupun kuantitatif, yang selanjutnya masing-masing spesies dapat dianalisis, dan (5) menetapkan titik isoelektrik protein (Yuwono, 2008).

2.3.4 Sodium Dodecyl Sulfate-Polyacrilamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE)

Salah satu jenis elektroforesis yang digunakan secara luas pada saat ini adalah metode sodium dodecyl sulfate-polyacrilamide gel electrophoresis (PAGE). Pemisahan protein dengan metode SDS-PAGE bertujuan untuk memisahkan protein dalam sampel berdasarkan berat molekul. Prinsip penggunaan metode ini adalah migrasi komponen akril amida dengan N,N bisakrilamida. Kisi-kisi tersebut berfungsi sebagai saringan molekul sehingga konsentrasi atau rasio akrilamid dengan bisakrilamid dapat diatur untuk mengoptimalkan kondisi migrasi komponen protein. Disamping untuk menentukan berat molekul suatu protein, metode ini juga digunkan untuk memonitor pemurnian protein (Wilson dan Walker, 2000 dalam Anam, 2009)

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta Gambar 2. Skema SDS-PAGE

Sumber : ww2.chemistry.gatech.edu

SDS-PAGE dilakukan pada pH netral menggunakan SDS dan beta-merkaptoetanol. SDS (Sodium Dodecyl Sulfat) merupakan detergen anionik, yang apabila dilarutkan molekulnya memiliki muatan negatif dalam range pH yang luas. Fungsi utama SDS pada metode SDS-PAGE yaitu untuk memberikan muatan negatif pada protein yang akan dianalisis, selain itu SDS dapat mendenaturasi protein, mempermudah menyamakan kondisi, dan menyederhanakan protein (bentuk, ukuran, dan muatan). Muatan negatif SDS akan menghancurkan sebagian struktur kompleks protein dan secara kuat tertarik ke arah anoda bila ditempatkan pada suatu medan listrik (Anam, 2009).

SDS-PAGE dilakukan pada medan gerak vertikal dan pembuatannya lebih sulit dibanding elektroforesis gel agarosa, karena biasanya digunakan poliakrilamid dengan resolusi yang tinggi dan membutuhkan biaya yang lebih mahal serta preparasi yang lebih lama. SDS-PAGE dapat memisahkan protein dengan ukuran 5 – 200 kDa (Konservasi Biodiversitas Raja, 2012).

Gambar 3. Alur Kerja SDS-PAGE Sumber : biotech.spip.ac-rouen.fr

Dokumen terkait