• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagian III | ANALISA DAN EVALUASI PERATURAN PELAKSANAAN KRITERIA

A. Evaluasi terhadap Indikator-indikator Penilaian Kriteria KKP HAM

1. Provinsi Jawa Barat

Secara umum, pada prinsipnya indikator-indikator bisa dipahami, namun berdasarkan hasil evaluasi yang dilakukan di Provinsi Jawa Barat perlu adanya klasifikasi indikator terkait dengan kepemilikan data yang akan digunakan untuk menjawab indikator-indikator dalam KKP HAM. Meskipun bukan menjadi kendala, kepemilikan data ini menentukan bagaimana KKP HAM dapat dijalankan secara efektif. Di samping terkait dengan teknis pengumpulan data, kepemilikan data juga terkait dengan kewenangan untuk menangani dan anggaran yang dimiliki, sehingga agak sulit untuk dilakukan bila kewenangan bukan di Pemerintah Kabupaten/Kota sementara penilaian diperlakukan atas kabupaten/kota. Kepemilikan data menentukan dinas di daerah untuk melakukan pelaporan KKP HAM.

Selain itu kepemilikan data, beberapa indikator masih menyisakan permasalahan terkait ukuran satuan angka yang ditetapkan. Misalnya, tidak adanya keterangan satuan angka (jiwa/orang/km2/m3/ton/dll) atas suatu hak yang hendak dinilai, sehingga dalam pelaksanaannya menjadi kendala dalam pengungkapan data yang telah tersedia.

Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Barat. Berdasarkan evaluasi yang dilakukan kepada Kantor Wilayah Kemenkumham Jawa Barat, diketahui bahwa untuk mendukung pelaksanaan KKP HAM ini, Kanwil Kemenkumham Jawa Barat melaksanakan Rapat Koordinasi dengan agenda untuk penyamaan

30 | L a p o r a n E v a l u a s i K K P H A M – 2 0 1 9

pemahaman dan menentukan timeline pelaporan. Hal ini dilakukan sebagai pengingat dan upaya agar setiap Kabupaten/Kota di Jawa Barat menyampaikan laporannya sesuai dengan waktu yang ditentukan.

Selama pelaksanaan penilaian KKP HAM, sebagai upaya agar setiap Kabupaten/Kota menyampaikan laporannya sesuai dengan waktu yang ditentukan, Kanwil. Kemenkumham Provinsi Jawa Barat membuat Rapat Koordinasi dengan agenda untuk penyamaan pemahaman dan menentukan timeline pelaporan. Meskipun demikian, pada praktik dan perjalanannya selama pelaporan timeline yang dibuat dapat dikatakan kurang efektif. Hal ini sebabkan karena website/aplikasi pelaporan KKP HAM tidak dibuka sejak awal Januari tahun berjalan pelaporan. Dari pihak Kabupaten/Kota pun dinilai lambat dalam memberikan dokumen pelaporan, dan jika hal ini terjadi maka Kanwil. Jawa Barat mencoba mengambil tindakan dengan cara menghubungi Kepala-kepala Bagian untuk mendorong pelaporan tetap sesuai dengan deadline yang ditentukan.

Di samping itu, beberapa permasalahan yang sering terjadi menurut Kanwil. Kemenkumham Jawa Barat terkait Kabupaten/Kota yang hanya menyerahkan form penilaian dan tidak menyertakan data dukung. Dalam kasus seperti ini, Kabupaten/Kota hanya mengirimkan kuisioner yang sudah diisi yang ditandatangani dan dicap basah oleh Kepala Dinas masing-masing, namun tidak menyertakan data dukung.

Ada beberapa catatan yang muncul dalam proses evaluasi ini terkait pelaksanaan KKP HAM, di antaranya adalah:

Pertama, menurut catatan Kanwil, antusiasme daerah untuk melaksanakan KKP HAM ini belum diikuti dengan skema aplikasi pelaporan yang hanya dibuka untuk waktu-waktu tertentu saja. Meskipun persiapan dan kesiagaan daerah menyiapkan data dukung dan pelaporan telah dilakukan seja awal, serta timeline sudah disiapkan, pada praktiknya kurang efektif karena

31 | L a p o r a n E v a l u a s i K K P H A M – 2 0 1 9

website/aplikasi pelaporan KKP HAM tidak bisa diakses sejak awal Januari tahun berjalan.

Kedua, meskipun telah diingatkan dalam proses rapat koordinasi, sejumlah Kabupaten/Kota di Jawa Barat dinilai masih lambat dalam memberikan dokumen pelaporan. Untuk hal tersebut, biasanya Kanwil akan mengambil tindakan dengan cara menghubungi Kepala-kepala Bagian untuk mendorong pelaporan tetap sesuai dengan deadline yang ditentukan. Bila komitmen daerah kuat, maka pelaporan akan dilakukan, namun bila tidak maka akan ada kabupaten atau kota yang biasanya terlambat melaporkan.

Ketiga, permasalahan yang juga muncul biasanya adalah terkait Kabupaten atau Kota yang hanya menyerahkan Form Penilaian KKP HAM tanpa menyertakan data dukung atau mengirimkan kembali kuisioner yang sudah diisi, ditandatangani, dan cap basah oleh Kepala Dinas masing-masing.

Keempat, kendala lain dalam pelaksanaan KKP HAM adalah kurangnya pegawai yang mengerjakan KKP HAM di daerah-daerah di mana hal tersebut menjadi hambatan tersendiri dalam pengumpulan data yang dibutuhkan.

Biro Hukum Provinsi Jawa Barat. Penelitian evaluasi ini juga melakukan pertemuan dan diskusi dengan Biro Hukum Provinsi Jawa Barat, karena pada pelaksanaan KKP HAM tersebut Biro Hukum merupakan salah satu aktor penting yang memfasilitasi pemerintah kabupaten/kota dalam pelaporan.

Menurut Biro Hukum Jawa Barat, KKP HAM sebagai upaya untuk mendorong pelaksanaan HAM di daerah merupakan suatu hal yang penting, karena bisa menjadi bargaining point untuk bisa bekerja sama dengan pihak luar jika kita mendapat predikat peduli HAM.

Aplikasi Pelaporan. Sebagaimana ditegaskan di dalam Permenkumham 34/2016, Kanwil Kemenkumham memiliki peran untuk melakukan pemeriksaan atas laporan yang disampaikan oleh Kabupaten/Kota melalui Biro Hukum Provinsi. Terkait dengan aplikasi, sejumlah catatan muncul dari Kanwil. Kemenkumham Jawa Barat, di antaranya adalah:

32 | L a p o r a n E v a l u a s i K K P H A M – 2 0 1 9

a. Pengunggahan data hanya dapa dilakukan untuk satu file dan tidak bisa dilakukan untuk beberapa file secara bersamaan. Hal ini kemudian menyebabkan pelaporan menjadi lambat dan memerlukan waktu lama.

Hal ini sudah diatasi oleh Kanwil. dengan memperbesar bandwitch jaringan internet yang dimiliki, namun tidak juga memberikan pengaruh pada pengunggahan.

b. User interface aplikasi/website kurang bersahabat, sehingga cenderung membosankan dan monoton. Lebih baik bila tampilan lebih menarik dan popular.

c. Informasi tentang aktivitas di aplikasi bisa diakses oleh seluruh kabupaten/kota yang mengakses, sehingga aktivitas yang dilakukan dapat diketahui oleh wilayah lainnya.19

d. Hanya ada satu akun untuk satu wilayah yang menyebabkan kelambatan dalam proses pengunggahan. Meskipun staff yang melakukan pengunggahan diperbanyak, namun hanya satu akun yang dapat mengakses. Hal ini menyebabkan pelaporan tidak efektif.

Pemerintah Kota Bandung

Salah satu kendala pelaksanaan KKP HAM di Kota Bandung adalah terkait dengan rotasi atau mutasi pegawai yang biasa mengerjakan pelaporan KKP HAM. Pergantian staf atau pegawai mengharuskan adanya transfer pengetahuan dan kemampuan dalam melaporkan KKP HAM, mulai dari pengumpulan data, pengecekan dan pencocokan, hingga pengiriman laporan.

Hal ini juga terkait dengan pemahaman dan teknis pelaporan sehingga hal tersebut menghambat proses pelaporan KKP HAM. Di samping itu, kendala lainnya adalah kurangnya dukungan pegawai di Pemkot. Bandung dalam mengerjakan pelaporan KKP HAM, karena banyaknya agenda sidang selama periode pelaporan.

19 Terkait hal ini, pada prinsipnya tidak ada masalah, karena satu wilayah tidak bisa memengaruhi pelaporan untuk wilayah yang lain.

33 | L a p o r a n E v a l u a s i K K P H A M – 2 0 1 9 Pemerintah Kota Cimahi

Sementara itu, kendala dan tantangan serupa juga dialami oleh Pemerintah Kota Cimahi, terutama perubahan pegawai di organisasi perangkat daerah (OPD) yang memiliki data dan informasi terkait indikator yang dibutuhkan. Perubahan staf di OPD ini menghambat jalannya proses pelaporan karena pegawai yang baru harus diajari lagi tentang proses pelaporan KKP HAM.

Dalam praktiknya, sebelum masa waktu pengumpulan data, Bagian Hukum Kota Cimahi pro aktif untuk menerangkan kepada masing-masing OPD terkait teknis pengumpulan data. Hal ini dibutuhkan agar OPD memahami kebutuhan data yang perlu disampaikan untuk pelaporan KKP HAM.

Namun demikian, kurangnya staf dalam proses ini dirasa masih menjadi kendala dalam pelaksanaannya. Selain itu, untuk melaksanakan ini, Pemerintah Kota Cimahi memandang bahwa Pemkot membutuhkan anggaran khusus untuk melakukan pertemuan koordinasi, sehingga proses diseminasi informasi terkait pelaporan KKP HAM ini semakin baik dan efektif.

Pemerintah Kabupaten Bandung Barat

Sementara itu, pelaksanaan KKP HAM di Kabupaten Bandung Barat bisa dikatakan berbeda dengan daerah Kota Bandung dan Kota Cimahi. Hal ini terkait dengan pemekaran yang baru terjadi untuk Kabupaten Bandung Barat sebagai kabupaten baru. Barunya Kabupaten ini menyebabkan pelaksanaan KKP HAM belum begitu efektif, terutama masih adanya beberapa keterbatasan pemerintahan dan kesulitan untuk mencapai indikator yang targetnya tinggi atau besar.

Terkait indikator, Kabupaten Bandung Barat mengusulkan tentang kepastian indikator yang ada di dalam Permenkumham, terutama tentang indikator satuan angka (jiwa/orang/km²/m²/ton/m³/dll) seharusnya dimunculkan pada kolom jawaban agar ada keseragaman jawaban.

34 | L a p o r a n E v a l u a s i K K P H A M – 2 0 1 9 2. Provinsi Jawa Timur

Evaluasi KKP HAM dilaksanakan di tingkat provinsi dan kabupaten/kota. Pertemuan di tingkat provinsi dilakukan bersama dengan Kanwil. Kemenkumham Jawa Timur dan Biro Hukum Provinsi Jawa Timur.

Sejumlah catatan yang muncul adalah terkait dengan anggaran pelaksanaan KKP HAM yang memang tidak dialokasikan dalam jumlah memadai di dalam anggaran provinsi. Hal ini menyebabkan koordinasi antara pemerintah provinsi dan kabupaten/kota terhambat, bahkan tidak maksimal.

Hal ini biasanya disiasati oleh Kanwil Kemenkumham maupun Biro Hukum melalui pertemuan-pertemuan rutin (koordinasi) kabupaten/kota dan provinsi, sehingga secara substantif dapat tersampaikan.

Tantangan lain yang muncul di daerah Jawa Timur secara umum adalah terkait dengan komitmen kabupaten/kota yang seakan-akan memandang KKP HAM hanya pekerjaan dan kepentingan Bagian Hukum kabupaten/kota.

Padahal, KKP HAM dirumuskan untuk keseluruhan perangkat kabupaten/kota, bahkan pelaksanaannya membutuhkan dukungan dari semua OPD. Dalam beberapa praktik, terdapat penolakan dari kabupaten/kota yang kemudian mengharuskan kepala daerah untuk langsung memberikan instruksi kepada OPD.

Dalam diskusi yang dilakukan dengan Biro Hukum Provinsi Jawa Timur, ditemukan sejumlah catatan dalam pelaksanaan KKP HAM.20 Secara umum, menurut pandangan Biro Hukum, setiap kepala daerah merasa bangga bila berhasil mencapai target dan mendapatkan penghargaan KKP HAM dari Kementerian Hukum dan HAM. Kendala memang seringkali muncul, misalnya, belum harmonisnya instansi daerah yang melaksanakan KKP HAM, seperti Bakesbang, BAPPEDA, dan Bagian Hukum. Di beberapa kabupaten/kota hubungan ketiganya kurang harmonis, sehingga dalam pengumpulan data justru menghambat pelaporan oleh OPD.

20 Diskusi dilakukan bersama dengan Kepala Biro Hukum Provinsi Jawa Timur.

35 | L a p o r a n E v a l u a s i K K P H A M – 2 0 1 9

Dari pelaksanaan KKP HAM selama ini memang diketahui bahwa kebanyakan tidak mengetahui dan memahami KKP HAM secara utuh. Dalam beberapa undangan koordinasi, sejumlah Kabupaten/Kota tidak hadir.

Terdapat pula Kabupaten/Kota yang hadir namun tidak membawa data apapun yang dibutuhkan dalam pelaporan KK HAM. Padahal, pertemuan itu untuk melengkapi data yang sudah diperiksa oleh Kanwil Kemenkumham.

Dalam beberapa kasus, Biro Hukum berkoordinasi dengan DPRD untuk mendorong Pemerintah Kabupaten/Kota lebih serius melaksanakan KKP HAM tersebut.

Kendala lain yang dihadapi adalah terkait dengan pergantian pejabat atau pegawai yang bekerja untuk pelaporan KKP HAM di tingkat kabupaten/kota. Sayangnya, hampir di setiap daerah, perpindahan atau pertukaran pegawai ini tidak disertai dengan transfer pengetahuan dari pejabat atau pegawai yang lama. Akibatnya, Biro Hukum atau Bagian Hukum harus memberikan pemahaman kembali tentang KKP HAM dan data dukung yang dibutuhkan.

Dari sisi pelaksanaan, terdapat pula catatan tentang indikator KKP HAM yang seringkali menjadi kendala. Di antara yang signifikan adalah terkait dengan:

Pertama, indikator KKP HAM yang bukan merupakan kewenangan kab/kota, tetapi kewenangan provinsi, seperti indikator tentang perburuhan, SMA/SMK, Balai Latihan Kerja yang berada di bawah kewenangan provinsi.

Indikator ini tidak mungkin dilaksanakan oleh Kabupaten/Kota, sehingga data yang tersedia juga berada di provinsi.

Kedua, indikator yang belum jelas, misalnya terkait dengan pemakaman yang ternyata lahan pemakamannya berada di luar kabupaten/kota tersebut.

Demikian halnya dengan jumlah penduduk yang menggunakan PLN, pada praktiknya secara tertulis yang tercatat hanya beberapa KK, namun kenyataannya hampir semua rumah tangga telah menggunakan listrik. Hal

36 | L a p o r a n E v a l u a s i K K P H A M – 2 0 1 9

serupa juga dengan penggunaan air bersih dengan PDAM, tidak semua daerah menggunakan PDAM, namun bukan berarti tidak memiliki akses terhadap air bersih.

Ketiga, data pendukung telah tersedia, namun karena bukan kewenangan OPD tertentu di tingkat kabupaten/kota, maka OPD tersebut tidak bisa melaporkan, karena pelaporan membutuhkan pengesahan tanda tangan basah dan stempel. Untuk itu, indikator sebaiknya adalah yang sesuai dengan kewenangan kabupaten/kota.

Terkait dengan catatan lainnya, Biro Hukum juga menyampaikan tentang pemahaman daerah terkait dengan RANHAM dan KKP HAM. Secara umum, Biro Hukum menyampaikan, Kabupaten/Kota memahami tentang perbedaan RANHAM dan KKP HAM. Meskipun, dalam perjalanannya ada banyak pertanyaan yang muncul terkait keduanya. Meskipun bersifat voluntary, KKP HAM dipandang penting oleh kepala daerah karena mereka mendapatkan penghargaan dalam KKP HAM dan menjadi kebanggaan tersendiri.

Untuk itu pula, besarnya komitmen provinsi dan kabupaten/kota dalam mendukung pelaksanaan KKP HAM membuat Biro Hukum dan pemerintah daerah kabupaten/kota selalu melibatkan Kanwil. Kemenkumham dalam proses penyuluhan dan arahan teknis di bidang HAM.

Pemerintah Kota Surabaya

Evaluasi terhadap pelaksanaan KKP HAM juga dilakukan di Kota Surabaya, Jawa Timur. Evaluasi dilakukan bersama dengan Organisasi Perangkat Daerah yang dikoordinasikan oleh Bagian Hukum. Menurut Bagian Hukum, selama pelaksanaan KKP HAM dilakukan, secara umum tidak ada permasalahan yang muncul. Dari segi dukungan pemerintah kota, Surabaya memberikan perhatian tinggi pada KKP HAM, termasuk Walikota Surabaya, Pimpinan masih sangat atensi dengan penghargaan; prosesnya didukung.

Meskipun tidak ada anggaran khusus, Bagian Hukum menggunakan anggaran-anggaran yang tersedia lainnya untuk mengkoordinasikan KKP HAM.

37 | L a p o r a n E v a l u a s i K K P H A M – 2 0 1 9

Koordinasi ini dibutuhkan untuk mengundang para dinas (OPD) agar mempersiapkan data yang dibutuhkan dalam pelaporan KKP HAM.

Permasalahan pelaksanaan KKP HAM justru lebih pada kewenangan yang dimiliki oleh dinas di tingkat kota. Untuk menyelesaikan ini, Pemerintah Kota Surabaya harus berkoordinasi dengan provinsi, misalnya, data tentang pendidikan sekolah menengah atas dimiliki Provinsi, SMA. Sekolah-sekolah agama juga di provinsi.

Beberapa indikator juga memunculkan pertanyaan dalam pelaporannya, seperti misalnya indikator tentang ketersediaan listrik yang tidak serta merta dapat diukur dari jumlah pengguna PLN. Demikian halnya dengan air bersih.

Indikator lainnya terkait dengan BLK yang berada di bawah provinsi.

Demikian pula pekerja anak tidak ada; kewenangan pengawasan hanya ada untuk sektor formal.

Indikator pemakaman seringkali menjadi permasalahan di wilayah perkotaan justru tidak menjadi masalah di Surabaya, karena kota Surabaya menempatkan pemularasan jenazah sesuai dengan aturan perundang-undangan, agama, dan adat istiadat masing-masing. Secara kewenangan, urusan ini masuk ke dalam wilayah kerja UPTD Kebersihan. Selain itu, Surabaya juga memiliki Perda, yang menegaskan setiap Perumahan atau pengembang diwajibkan untuk menyediakan lahan makam. Bila tidak, pengembang memberikan uang kompensasi dan Kota kemudian menyediakan lahan di wilayah lain (2% dari lahan pengembang).

Pertemuan ini juga dihadiri oleh Dinas Ketenagakerjaan Kota Surabaya.

Dalam penjelasannya, Disnaker menyampaikan tentang indikator-indikator yang dipandang telah menyentuh permasalahan di lapangan. Hal ini tergambar dari indikator perselisihan perburuhan yang dilaporkan ke mekanisme KKP HAM adalah kasus-kasus yang telah selesai dan karyawan mendapatkan hak-haknya. Demikian halnya dengan pelatihan (BLK) merupakan indikator yang masih relevan.

38 | L a p o r a n E v a l u a s i K K P H A M – 2 0 1 9

Meskipun demikian, menurut Dinas Ketenagakerjaan, saat ini kewenangan ketenagakerjaan, terutama pengawasan, telah beralih ke provinsi dan tidak lagi di tingkat kabupaten/kota. Pengawas ketenagakerjaan dikembalikan ke provinsi dan kewenangan pengawasan pekerja anak yang masuk dalam indikator KKP HAM melekat di pengawas ketenagakerjaan, bukan di Kabupaten Kota. Data-data terkait dengan ketenagakerjaan memang ada di provinsi. Setiap kantor wilayah memiliki koordinator wilayah (korwil), satu orang pengawas akan bertanggung jawab untuk Korwil tertentu. Ia bertanggung jawab ketenagakerjaan di rayon tersebut. Misalnya, pekerja anak di kota Surabaya atau di wilayah lain akan menjadi kewenangan Korwil tersebut. Untuk mendapatkan data tersebut, Pemkot harus berkoordinasi dengan Dinas Provinsi.

Pemerintah Kabupaten Sidoarjo

Tim Evaluasi juga berdiskusi dengan Pemerintah Kabupaten Sidoarjo melalui pertemuan yang dilakukan di Kantor Bupati Sidoarjo bersama dengan organisasi perangkat daerah. Dari evaluasi tersebut, sejumlah catatan muncul terkait dengan indikator, di antaranya adalah:

Pertama, indikator pemakaman dengan target indikator adalah daya tampung dengan jumlah penduduk, data tentang hal ini sulit didapatkan, karena data makam yang ada di dinas kabupaten hanya makam perumahan.

Sementara pemakaman warga (non-perumahan) justru tidak terdata, karena memang masih menggunakan cara-cara pemakaman tradisional. Untuk itu pula, pemakaman ini tidak diisi dalam pelaporan KKP HAM.

Kedua, terkait dengan listrik, indikatornya masih memiliki kerancuan, karena apakah yang dimaksud adalah pelanggan listrik (PLN) atau yang dialiri listrik, seperti kos-kosan yang dialiri listrik namun tidak terdaftar sebagai pelanggan PLN. Faktualnya, saat ini tidak ada yang tidak dialiri listrik.

Ketiga, Dinas Pendidikan mempertanyakan tentang indikator yang terkait pendidikan karena program (piloting project) yang tidak ditunjuk atau

39 | L a p o r a n E v a l u a s i K K P H A M – 2 0 1 9

diberlakukan oleh pemerintah pusat justru dijadikan sebagai indikator. Hal ini terjadi, misalnya, pada indikator sekolah inklusi.

Keempat, indikator terkait dengan angka kriminalitas yang juga ambigu.

Pemerintah Daerah ragu dengan indikator ini, apakah yang diukur adalah penurunan jumlah kriminalitas atau penindakan (pengungapan) kasus oleh aparat penegak hukum. Bila yang diharapkan penurunan, maka angka itu justru data kriminalitas tidak menurun dari tahun sebelumnya. Hal ini justru menunjukkan keaktifan penegak hukum menjamin hak rasa aman warga negara, karena bila angka kriminalitas menurun maka bisa jadi aparat penegak hukum tidak efektif bekerja. Faktanya, masyarakat Sidoarjo bertambah dan semakin plural seiring dengan Kabupaten ini sebagai wilayah penyanggah Kota Surabaya, maka hal ini yang menyebabkan meningkatnya kriminalitas, sehingga kepolisian bertindak aktif.

Kelima, indikator terkait dengan data dan dokumen kependudukan.

Pertemuan ini dihadiri oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kabupaten Sidoardjo yang menjelaskan secara panjang lebar tentang program-program inovatif yang telah dijalankan oleh Pemerintah Sidoarjo untuk memenuhi hak atas dokumen kependudukan warga.21 Terkait dengan pencatatan sipil tersebut, salah satu yang menjadi perhatian Dukcapil Kabupaten Sidoarjo adalah terkait Kartu Identitas Anak (KIA) yang dilaksanakan oleh Kemendagri sebagai pilot project untuk beberapa wilayah saja. Namun, Sidoarjo mulai 2019 sudah melaksanakan program ini meskipun tidak menjadi piloting. Hal lain yang juga disebutkan dalam evaluasi ini terkait dengan indikator KTP. Pada

21 Beberapa program yang dijalankan oleh Sidoarjo adalah:

a. Pelayanan sudah disistempaketkan, supaya semua masyarakat tertib dalam dokumen kependudukan. Misalnya, akte perkawinan akan mencakup akta kawin, kartu keluarga dan perubahan KTP. Akta perceraian juga demikian, dibuat dalam paket 3 in 1.

b. Program Salam 30 menit: akta kelahiran yang diurus sendiri oleh orang tuanya bisa diselesaikan dalam waktu 30 menit, tanpa menunggu.

c. Jemput terpadu, program yang dilakukan dengan cara jembut bola.

d. Program Dukcapil Peduli Difabel dan Lanjut Usia, ODGJ (Dukcapil Peduli Dilan);

penduduk laporan ke desa, kecamatan ke dukcapil, dan langsung datang ke rumah langsung;

e. Mas Kawin Plus program Mari Sah Kawin Plus Dapet KK dan Surat Nikah.

40 | L a p o r a n E v a l u a s i K K P H A M – 2 0 1 9

praktiknya, kendala yang dihadapi dalam proses E-KTP adalah kurangnya blanko, sementara kewenangan Kabupaten (Kecamatan) hanya pada rekam KTP, tidak mencetak. Ketika kebutuhan KTP di Sidoarjo mencapai 100 ribu, sementara ketersediaan blanko kurang, maka Kabupaten tidak melaksanakan indikator tersebut.

3. Provinsi Sulawesi Selatan

Evaluasi terhadap pelaksanaan KKP HAM dilakukan di Provinsi Sulawesi Selatan yang dilakukan dalam pertemuan dan wawancara dengan pemangku kepentingan di provinsi ini.22

Dari hasil wawancara terkait proses untuk mengumpulkan dokumen dari Kabupaten/Kota terlihat adanya beberapa kendala dan tantangan dalam pelaksanaan KKP HAM, antara lain:

a) Masih kurangnya sosialisasi kepada Biro Hukum terkait KKP HAM, sehingga Kabupaten/Kota tidak memiliki pemahaman yang menyeluruh tentang KKP HAM, baik secara substansi maupun prosedur.

b) Sosialisasi yang dilakukan selama ini hanya melalui media sosial Forum Kepala Bagian Hukum yang intinya pada pertsemuan ini lebih difokuskan pada permintaan Bagian Hukum tentang data-data untuk mengisi indikator pelaporan KKP HAM;23

c) Pada praktiknya, Kabupaten/Kota di Sulawesi Selatan lebih mengetahui RANHAM atau Aksi HAM dibandingkan KKP HAM, karena intensitas pelaksanaan RANHAM lebih sering dibandingkan KKP HAM.

22 Evaluasi dilakukan pada tanggal 07 Oktober 2019 pukul. 14.30 WIB bersama Kepala Bagian Bantuan Hukum Penyuluhan dan Tindak Lanjut, Biro Hukum, Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan.

23 Untuk memastikan Kabupaten dan Kota menyampaikan laporan sesuai dengan deadline yang ditetapkan, Bagian Hukum mengingatkan Kabupaten/Kota melalui Forum Kabag Hukum dan juga melalui media sosial (whatsapp group). Pemeritahuan ini biasanya menyepakati penyerahan data laporan paling lambat di tanggal 12 September tahun berjalan. Hal ini dimulai dari surat Kanwil Hukum dan HAM Sulawesi Selatan kepada Pemda dan kemudian Sekda menyurat ke pemerintah kabupaten/kota.

41 | L a p o r a n E v a l u a s i K K P H A M – 2 0 1 9

Dukungan pemerintah Pusat perlu diwujudkan dalam pelaksanaan KKP HAM misalnya dengan memberikan insentif bagi kabupaten dan kota yang mendapatkan predikat peduli HAM.

Sejumlah pandangan terkait dengan pelaksanaan KKP HAM juga disampaikan oleh Kanwil Hukum dan HAM Sulawesi Selatan. Kanwil.

Kemenkumham menjalankan tugas dan fungsi pemeriksaan aritmatika sesuai dengan Permenkumham Nomor 34 Tahun 2016 Pasal 6 yang menjelaskan bahwa Tim melakukan pemeriksaaan aritmatika. Selain itu, Tim juga melakukan validasi dengan cara memeriksa dokumen yang dikirimkan secara langsung oleh Kab/Kota kepada Kanwil Kemenkumham melalui Biro Hukum Provinsi.

Dalam proses ini, Kanwil mengukur dokumen yang telah diterima tersebut dan menyatakan relevansinya dengan indicator berdasarkan standar

Dalam proses ini, Kanwil mengukur dokumen yang telah diterima tersebut dan menyatakan relevansinya dengan indicator berdasarkan standar

Dokumen terkait