TROUGH PSEUDOFERTILIZATION
Percobaan 2. Pseudofertilisasi menggunakan polen yang diiradiasi dengan berbagai macam dosis sinar gamma 0 Gy, 50 Gy, 100 Gy, 200 Gy dan
Gy
Haploid pada Dianthus chinensis telah diperoleh melalui induksi
partenogenesis melalui persilangan dengan serbuk sari yang diiradiasi dengan sinar gamma. Dibandingkan dengan percobaan 1 dengan menggunakan spesies genotipe yang sama, pada percobaan kedua ini menggunakan metode yang sama, tetapi menggunakan laju dosis yang diperlebar sampai 300 Gy untuk mengetahui batas atas dari perlakuan dosis iradiasi. Pada percobaan 1 serbuk sari yang diiradiasi dengan sinar gamma 100 Gy hanya menonaktifkan perkecambahan serbuk sari saja, tetapi kemungkinan serbuk sari pulih dari paparan sinar radiasi gamma masih ada. Hal ini dibuktikan dengan diperolehnya tanaman variegata
(PF42), dan dua tanaman lain yaitu PF35.1 dan PF79 tidak berbunga. Hasil konfirmasi ploidi tanaman-tanaman ini adalah diploid. Hasil ini memberikan indikasi bahwa pada dosis 100 Gy walaupun seluruh serbuk sari telah non aktif, tetapi terdapat kemungkinan serbuk sari pulih kembali. Maka percobaan ke 2 ini dilakukan dengan meningkatkan dosis iradiasinya.
Pada semua dosis 100 300 Gy dapat diperoleh tanaman, tetapi peningkatan laju dosis akan menurunkan persentase perkembangan genotipe normal dan meningkatkan genotipe yang abnormal. Meskipun pada dosis iradiasi 300 Gy diperoleh tanaman, tetapi tanaman haploid tidak diperoleh. Genotipe pada dosis 300 Gy ini tumbuh abnormal dan mati pada tahap perkembangan selanjutnya. Menurut Vassileva-Dryanovska (1966), embrio haploid dapat dihasilkan melalui dua cara berbeda. Pertama terkait dengan stimulasi inti induk betina untuk membelah melalui piknotisasi dari kromatin induk jantan. Kedua fertilisasi dari inti sel telur dirusak oleh sperma, kromatid sesudah itu tereliminasi dalam sitoplasma. Tabung serbuk sari memiliki kemampuan untuk tumbuh ke dalam kantong embrio meskipun pada level dosis yang tinggi. Fenomena ini secara teori dapat diinterpretasikan sebagai RNA dan protein RNA (banyak terdapat dalam sitoplasma serbuk sari) yang lebih tahan terhadap paparan iradiasi dari pada DNA (banyak terdapat pada inti generatif).
Perlakuan dengan dosis iradiasi tinggi (300 Gy) menghasilkan abnormalitas tanaman yang tinggi, laju kematian yang tinggi serta lambatnya pertumbuhan tanaman. Pada percobaan ke dua ini ditemukan dua tanaman haploid (D231 dan D9.1) yang memiliki tipe pertumbuhan abnormal yang kerdil (dwarf).
Dosis sinar gamma 200 Gy pada penelitian ini diperoleh jumlah tanaman hidup dan tanaman haploid yang lebih banyak dibandingkan dengan dosis 100 Gy. Fenomena ini dikenal dengan nama Hertwig effect (Pandey and Phung 1982).
Rendahnya pembentukan biji biasa terjadi setelah iradiasi serbuk sari dan mencerminkan kegagalan fertilisasi (Nicoll et al. 1987). Rendahnya
perkecambahan biji terjadi karena aborsi pada kantong embrio (Chalak and Legave 1997).
Fenomena yang terjadi pada pseudofertilisasi
Menurut Satoet al. (2000) studi pseudofertilisasi tanaman asal kultur ovul
memiliki tiga potensi sumber atau asal usul hasil pseudofertilisasi disamping fertilisasi ovul yang sebenarnya. Potensi pertama adalah dari sel somatik tanaman
induk betina, yang berarti tanaman yang telah beregenerasi pasti identik dengan tanaman induk betina. Pada penelitian pseudofertilisasi ini tujuh tanaman haploid hasil percobaan 1 dan 2 secara morfologi berbeda dengan tanaman induk (donor ovul dan serbuk sari) dan tanaman kontrol (persilangan normal).
Potensi kedua adalah fertilisasi ovul dengan serbuk sari yang aktif terhindar dari iradiasi sinar Gamma sehingga karakter dominan dari donor serbuk sari pasti terekspresi dalam tanaman. Pada penelitian ini warna bunga dari donor serbuk sari Dchi-14 adalah ungu dengan warna merah melingkar dan tanaman induk betina Dchi-11 adalah pink. Hasil persilangan keduanya memiliki karakter warna bunga yang dominan dari tetua jantan. Hasil percobaan 1 kedua tanaman haploid masing-masing berwarna pink keputihan dan salmon, sedangkan percobaan ke 2 diperoleh lima tanaman haploid dengan kisaran warna putih sampai pink dan tidak ada cirri-ciri warna bunga dari tanaman donor serbuk sari (Dchi-14). Karena warna dasar bunga tanaman haploid tidak sama dengan tetua jantan, maka pada percobaan ini bukan mengikuti potensi kedua.
Potensi ketiga adalah ovul yang di serbuki sendiri dengan serbuk sari tanaman akan bervariasi karena materi tanaman sangat heterosigus dan turunan S1 akan bersegregasi dengan banyak karakter. Untuk membuktikan potensi ketiga ini, dicontohkan PF42 hasil percobaan 1. Penyerbukan sendiri yang dilakukan pada PF42 (berdaun variegata) menghasilkan keturunan normal yang bersegrasi baik bentuk daun maupun bentuk dan corak bunga. Daun variegata juga bersegrasi antara variegata dan daun normal. Secara teori daun variegata terkait dengan perkembangan klorofil pada tanaman yang dikendalikan secara maternal, karena klorofil terdapat dalam plastida. Daun variegata juga ditemukan lagi pada percobaan 2 yaitu C18.2, C21.4, dan E30C .
Pada percobaan ke 2 ditemukan genotipe hasil pseudofertilisasi dengan bunga yang berwarna putih, menunjukkan bahwa warna putih merupakan warna dengan kendali resesif, karena warna putih selalu tertutupi dan jarang muncul dalam persilangan kecuali dua gamet jantan dan betina yang membawa karakter resesif ada bersama-sama.
Pada percobaan 1 dan 2, hasil pemeriksaan kromosom, sel-sel haploid ada bersama-sama dengan sel-sel diploid dalam meristerm tanaman diploid. Hasil ini memberikan indikasi adanya penggandaan kromosom spontan dapat terjadi. Hasil ini dibuktikan dari analisis flow cytometer yang terdeteksi adanya dua ploidi yaitu haploid dan haploid ganda dalam satu tanaman, sehingga hasil ini menjelaskan
adanya penggandaan kromosom spontan pada tanaman haploid Dianthus chinensis. Hasil penelitian ini sama dengan yang terjadi pada penelitian Sato et al
(2000) di mana terjadi penggandaan kromosom spontan pada hasil pseudofertilisasi, Fu et al. (2008) juga menemukan adanya penggandaan spontan
pada tanamanD. chinensishasil kultur antera.
Meskipun tanaman haploid diperoleh dari kultur ovul pseudofertilisasi tidak terlalu tinggi, tetapi metode pseudofertilisasi ini menawarkan potensi parthenogenesisin vitroyang potensial pada tanamanD. chinensis.
Simpulan
1. Penyerbukan menggunakan serbuk sari yang diradiasi 100 200 Gy dapat menginduksi partenogenesis Dianthus sp. menghasilkan tujuh tanaman
haploid (PF69.1, PF69.2, C11, D9.1, D9.2, D19.1 dan D231).
2. Frekuensi tanaman haploid yang diperoleh pada percobaan ke dua adalah 5,1%.
3. Diperoleh putative mutan dwarf pada D9.1 dan D231 serta mutan