• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pseudofertilisasi menggunakan polen yang diiradiasi dengan berbagai macam dosis sinar gamma 0, 50, 100, 200 dan 300 Gy

TROUGH PSEUDOFERTILIZATION

Percobaan 2. Pseudofertilisasi menggunakan polen yang diiradiasi dengan berbagai macam dosis sinar gamma 0, 50, 100, 200 dan 300 Gy

Pengujian aktivitas serbuk sari

Viabilitas serbuk sari dipengaruhi oleh dosis iradiasi. Makin meningkat dosis irradiasi sinar gamma, perkecambahan serbuk sari semakin menurun dibandingkan dengan serbuk sari yang tidak diiradiasi (Gambar 41). Laju perkecambahan serbuk sari kontrol (serbuk sari tidak diiradiasi) rata-rata adalah 79,28%. laju perkecambahan rata-rata yang diamati pada serbuk sari yang diiradiasi dengan dosis 50 Gy adalah 10,34%.

Gambar 41. Persentase perkecambahan serbuk sariD. chinensis Dchi-14, 24 jam

setelah iradiasi sinar gamma.

Hasil ini menunjukkan bahwa pada dosis 50 Gy serbuk sari tidak dapat digunakan sebagai donor, karena masih terdapat peluang serbuk sari untuk menyerbuki sel telur. Tingkat dosis iradiasi 100 300 Gy mampu menonaktifkan serbuk sari, sehingga dapat digunakan sebagai donor serbuk sari.

79,28 10,34 -20 0 20 40 60 80 100 0 100 200 300 P e rs e n tas e p e rk e cam b ah an dosis iradiasi(Gy)

Pemanenan buah

Semua buah dipanen pada umur dua minggu setelah penyerbukan. Dari 104 buah yang diserbuki, hanya dapat dipanen 53 buah. Buah gugur pada perlakuan serbuk sari yang diiradiasi lebih tinggi dibandingkan dengan kontrol (tanpa iradiasi) (Gambar 42). Keguguran buah kemungkinan disebabkan oleh ketidakmampuan tabung polen mencapai kantong embrio. Pengaruh serbuk sari yang diiradiasi pada gugurnya buah secara morfologi terlihat dari keringnya buah yang dimulai pada satu minggu setelah penyerbukan.

Gambar 42. Persentase pembentukan buah pada D. chinensis yang diserbuki

dengan serbuk sari yang diradiasi dengan berbagai dosis sinar gamma.

Buah gugur terjadi setelah dua minggu perlakuan pseudofertilisasi dengan serbuk sari yang diiradiasi pada dosis 100 300 Gy. Jumlah total embrio yang membesar tidak dipengaruhi oleh dosis iradiasi. Pada Tabel 18 terlihat bahwa pada dosis 200 Gy memiliki rata-rata jumlah embrio yang terbentuk per buah yang tertinggi. Namun jumlah embrio yang membesar tidak selalu mampu untuk tumbuh dan berkecambah (Tabel 19).

Tabel 18. Jumlah dan karakteristik buah yang dipanen dan biji yang diperoleh setelah penyerbukan D. chinensis Dchi-11 dengan serbuk sari D. chinensisDchi-14 yang diradiasi dengan sinar gamma.

Dosis iradiasi (Gy) Jumlah bunga yang diserbuki Jumlah buah yang dipanen Rata-rata panjang buah (cm) Rata-rata diameter buah (cm) Total embrio Rata-rata embrio yang terbentuk/buah 0 6 6 1,45 ± 0,28 0,45 ± 0,14 60 10,0 100 24 16 1,28 ± 0,05 0,29 ± 0,10 55 3,4 200 37 16 1,33 ± 0,06 0,37 ± 0,06 89 5,6 300 37 15 1,25 ± 0,11 0,43 ± 0,04 74 4,9 Jumlah 104 53 278

Keterangan: rata-rata embrio yang terbentuk dihitung dari total embrio/jumlah jumlah buah yang dipanen

100,00 66,67 43,24 40,54 0,00 20,00 40,00 60,00 80,00 100,00 120,00 0,00 100,00 200,00 300,00 p e m b e n tu ka n b u a h ( 5 )

Tabel 19. Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap perkecambahan biji dan kualitas planlet setelah 4 bulan dan 7 bulan hasil pseudofertilisasi Dosis

(Gy) Jumlahembrio berkecambahEmbrio Setelah 4 bulan Setelah 7 bulan

jumlah % Planlet

normal abnormalPlanlet Planletnormal abnormalPlanlet

0 60 15 25,00 15 0 15 0

100 55 14 23,64 8 6 5 9

200 89 22 23,60 13 9 13 9

300 74 7 9,46 3 4 2 5

Jumlah 278 58 39 19 35 23

Keterangan: plantlet normal dan abnormal dihitung dari jumlah embrio yang berkecambah

Rata-rata embrio yang terbentuk dari hasil penyerbukan dengan serbuk sari yang diiradiasi dengan sinar gamma 100 300 Gy menurun dibandingkan dengan kontrol (Tabel 18). Pengaruh lain akibat irradiasi ialah menurunnya persentase perkecambahan pada dosis 100 - 300 Gy, tetapi tidak ada perbedaan antara dosis 100 dan 200 Gy (Tabel 19). Persentase planlet normal dengan perlakuan pada dosis 100 (57%) dan 200 (59%) mendekati setengah dari kontrol (50%). Dari hasil ini, maka dapat digunakan untuk menentukan dosis 50% (Gambar 43).

Gambar 43. Grafik hubungan antara dosis iradiasi sinar gamma terhadap persentase abnormal planletD. chinensissetelah 4 bulan dan 7 bulan.

Abnormalitas dosis 50 mirip dengan penentuan LD50 (Lethal dosis 50)

yang digunakan untuk menentukan batas maksimum dosis iradiasi yang untuk mendapatkan mutan maksimum. Kemudian kisaran dosis ini dikaitkan dengan dosis irradiasi yang menghasilkan tanaman haploid yang maksimal, sehingga dari dua waktu penentuan dosis abnormalitas dosis 50% dapat ditentukan waktu penghitungan abnormalitas dosis 50% yang tepat. Pada penelitian ini diduga

y = 0,267x + 17,18 R² = 0,762 y = 0,168x + 11,31 R² = 0,747 0 20 40 60 80 100 120 0 100 200 300 400 p la n le t a b n o rm a ( % )l

Dosis iradiasi (Gy)

7 bulan 4 bulan

bahwa tanaman haploid mendekati tanaman abnormal, sehingga dosis untuk mendapatkan tanaman haploid yang maksimal berada dibawah AD50. AD50 Dianthus chinensis hasil penelitian ini adalah 230,30 Gy (setelah 4 bulan) dan

122,92 Gy (setelah 7 bulan).

Pengaruh serbuk sari yang diiradiasi terhadap plantlet in vitro.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tunas langsung keluar dari ovul, dan hanya satu embrio yang membentuk kalus yaitu pada dosis irradiasi 100 Gy (C5). Pembentukan tunas yang terjadi adalah 1 tunas per ovul. Beberapa plantlet yang dihasilkan dari penyerbukan dengan polen yang diiradiasi menunjukkan fenotipe abnormal. Bentuk-bentuk abnormal pada umumnya yaitu pada bagian daun dan batang (Gambar 44).

Gambar 44. Planlet hasil penyerbukan dengan serbuk sari yang diirradiasi dengan sinar gamma pada dosis 100-300 Gy. (A-C) planlet abnormal hasil pseudofertilisasi dengan iradiasi sinar gamma pada dosis 300 Gy (D- G) planlet normal hasil pseudofertilisasi dengan iradiasi sinar gamma pada dosis 100-200 Gy.

Planlet normal hasil dari penyerbukan dengan serbuk sari yang diiradiasi dengan dosis 100 300 Gy pertumbuhannya sama dengan kontrol tetapi laju pertumbuhannya agak lambat. Beberapa planlet ini memiliki fenotipe yang bahwa tanaman haploid mendekati tanaman abnormal, sehingga dosis untuk mendapatkan tanaman haploid yang maksimal berada dibawah AD50. AD50 Dianthus chinensis hasil penelitian ini adalah 230,30 Gy (setelah 4 bulan) dan

122,92 Gy (setelah 7 bulan).

Pengaruh serbuk sari yang diiradiasi terhadap plantlet in vitro.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tunas langsung keluar dari ovul, dan hanya satu embrio yang membentuk kalus yaitu pada dosis irradiasi 100 Gy (C5). Pembentukan tunas yang terjadi adalah 1 tunas per ovul. Beberapa plantlet yang dihasilkan dari penyerbukan dengan polen yang diiradiasi menunjukkan fenotipe abnormal. Bentuk-bentuk abnormal pada umumnya yaitu pada bagian daun dan batang (Gambar 44).

Gambar 44. Planlet hasil penyerbukan dengan serbuk sari yang diirradiasi dengan sinar gamma pada dosis 100-300 Gy. (A-C) planlet abnormal hasil pseudofertilisasi dengan iradiasi sinar gamma pada dosis 300 Gy (D- G) planlet normal hasil pseudofertilisasi dengan iradiasi sinar gamma pada dosis 100-200 Gy.

Planlet normal hasil dari penyerbukan dengan serbuk sari yang diiradiasi dengan dosis 100 300 Gy pertumbuhannya sama dengan kontrol tetapi laju pertumbuhannya agak lambat. Beberapa planlet ini memiliki fenotipe yang bahwa tanaman haploid mendekati tanaman abnormal, sehingga dosis untuk mendapatkan tanaman haploid yang maksimal berada dibawah AD50. AD50 Dianthus chinensis hasil penelitian ini adalah 230,30 Gy (setelah 4 bulan) dan

122,92 Gy (setelah 7 bulan).

Pengaruh serbuk sari yang diiradiasi terhadap plantlet in vitro.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa tunas langsung keluar dari ovul, dan hanya satu embrio yang membentuk kalus yaitu pada dosis irradiasi 100 Gy (C5). Pembentukan tunas yang terjadi adalah 1 tunas per ovul. Beberapa plantlet yang dihasilkan dari penyerbukan dengan polen yang diiradiasi menunjukkan fenotipe abnormal. Bentuk-bentuk abnormal pada umumnya yaitu pada bagian daun dan batang (Gambar 44).

Gambar 44. Planlet hasil penyerbukan dengan serbuk sari yang diirradiasi dengan sinar gamma pada dosis 100-300 Gy. (A-C) planlet abnormal hasil pseudofertilisasi dengan iradiasi sinar gamma pada dosis 300 Gy (D- G) planlet normal hasil pseudofertilisasi dengan iradiasi sinar gamma pada dosis 100-200 Gy.

Planlet normal hasil dari penyerbukan dengan serbuk sari yang diiradiasi dengan dosis 100 300 Gy pertumbuhannya sama dengan kontrol tetapi laju pertumbuhannya agak lambat. Beberapa planlet ini memiliki fenotipe yang

berbeda dengan kontrol. Pada saat daun pertama muncul, semua organ, daun tangkai daun dan cabang memiliki ukuran yang lebih kecil (Gambar 44B) dibandingkan dengan kontrol (Gambar 44A). Tiga planlet C18.2, C21.4 dan E30C memiliki daun variegata (Gambar 44C).

Pengaruh serbuk sari yang diiradiasi terhadap tingkat ploidi

Dari hasil percobaan 1 diketahui bahwa, pertumbuhan planlet yang kecil dan lambat merupakan karakteristik tanaman haploid. Maka untuk planlet-plantlet dengan pertumbuhan lambat ini, sebelum dilakukan multiplikasi, planlet diamati jumlah kloroplasnya. Jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata tanaman yang diduga haploid kurang lebih setengah dari tanaman diploid. (Gambar 45D-G).

Gambar 45. Pertumbuhan planlet normal dan planlet yang diduga haploid, bentuk daun variegata serta jumlah kloroplas di sel penjaga stomata. (A) tanaman kontrol diploid, (B) plantlet yang diduga haploid, (C) daun variegata E30C, (D) jumlah kloroplas sel penjaga stomata C11, (E) D9.1, (F) D9.2, (G) D19.1 dan (H) kontrol

Kloroplas pada sel penjaga stomata lima sampel planlet dihitung jumlahnya dan diperoleh rata-rata memiliki jumlah kloroplas berkisar antara 10 20. Analisis flowcytometer menggunakan tanaman standar atau kontrol D. chinensis D-chi11 (tanaman donor) yang memiliki tingkat ploidi diploid. Hasil

analisis menunjukkan bahwa planlet yang diduga haploid berdasarkan jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata sejalan dengan analisis flow cytometer. Lima sampel haploid yang diuji semuanya haploid (Gambar 46, 47). Hasil ini sama dengan perbobaan 1. Dari hasil ini dapat dibuktikan bahwa jumlah kloroplas pada sel penjaga stomata dapat digunakan untuk menduga tingkat ploidiD. chinensis.

A

B

C

Gambar 46. Histogram DNA hasil analisis dengan flow cytometer pada tanaman D9.2 hasil pseudofertilisasi: (A) kontrol diploid Dchi-11; (B) haploid D9.2 dari serbuk sari yang diiradiasi pada dosis 200 Gy.

Gambar 47. Histogram DNA hasil analisis dengan flow cytometer pada tanaman C11, D9.1, D19.1, D231: (A) kontrol diploid Dchi-11; (B) C11 hasil pseudofertilisasi dengan serbuk sari yang diiradiasi pada dosis 100 Gy; (C-E) berturut-turut haploid D9.1, D9.2, D19.1 dan D231 hasil pseudofertilisasi dengan serbuk sari yang diiradiasi pada dosis 200 Gy

Hasil analisis dengan Flow cytometer diketahui bahwa 5 genotipe haploid tersebut mengandung campuran ploidi haploid dan diploid yang ditunjukkan adanya peak atau puncak 4C pada tanaman haploid. Dosis iradiasi 200 Gy

menghasilkan jumlah tanaman haploid yang lebih banyak dibandingkan dengan polen yang diiradiasi sinar gamma.

Aklimatisasi hasil pseudofertilisasi

Hasil pseudofertilisasi sebagian besar sudah dapat diaklimatisasi dan hasilnya disajikan pada Tabel 20. Dari pseudofertilisasi menggunakan serbuk sari yang diradiasi dengan dosis sinar Gamma 100 Gy diperoleh 7 tanaman, dosis 200 Gy 13 tanaman dan 300 Gy diperoleh 3 tanaman yang normal. Dari total 23 tanaman hasil pseudofertilisasi 16 tanaman sudah berbunga, 7 tanaman belum/tidak berbunga. Dari 23 tanaman yang dapat diaklimatisasi, empat sampel haploid (hasil analisis dengan flow cytometer) semua sudah berbunga (Gambar 48).

Tabel 20. Hasil aklimatisasi 23 regeneran hasil pseudofertilisasi No. Kode

genotipe

Tanaman berbunga/tidak berbunga Jumlah tanaman

Keterangan

1 C7.1 berbunga 1

2 C7.2 berbunga 1

3 C11 berbunga 1 Haploid ganda* **

4 C13.1 berbunga 6

5 C18.1 berbunga 2

6 C18.2 berbunga 1 Daun variegata

7 C21.4# berbunga 4 Daun variegata

8 D231 berbunga 2 Haploid*

9 D7.1 tidak berbunga 1

10 D7.2 tidak berbunga 3

11 D6.2 tidak berbunga 1

12 D9.1 berbunga 1 Haploid ganda* **

13 D9.2 berbunga 1 Haploid*

14 D13.1 berbunga 3

15 D14.1 tidak berbunga 2

16 D15.1 berbunga 4

17 D15.2 berbunga 3

18 D19.1 berbunga 3 Haploid Ganda**

19 D37B.2# tidak berbunga 1

20 D37B.5# tidak berbunga 1

21 E30C# tidak berbunga 1 Daun variegata

22 E37B.6# berbunga 1

23 E30d.1 berbunga 1

Keterangan: * hasil analisis denganflow cytometer

** terjadi penggandaan spontan secarain vivo

# pseudofertilisasi dilakukan 2 hari setelah iradiasi dengan sinar

Bunga berukuran kecil tidak memiliki serbuk sari yang merupakan salah satu ciri tanaman haploid. Haploid ganda terjadi pada D19.1 yang menghasilkan bunga yang normal dan warna bunga yang (mendekati warna donor betina). Untuk membuktikan bahwa D19.1 merupakan haploid ganda dilakukan penyerbukan sendiri D19.1, dan hasilnya dapat diperoleh biji normal tetapi mengalami depresi inbreeding. Biji-biji tersebut hanya tumbuh 30% dengan

pertumbuhan yang sangat lambat. Jumlah kloroplas D19.1 pada saat kondisi haploid berkisar antara 10-14, sedang setelah terjadi penggandaan spontan berkisar 20-22.

Gambar 48. Empat genotipe haploid dan haploid ganda hasil pseudofertilisasi yang sudah berbunga (A,E) C11, hasil pseudofertilisasi dengan dosis sinar gamma 100 Gy, (B,F) D9.1 hasil pseudofertilisasi dengan dosis sinar gamma 200 Gy, (C,G) D9.2 hasil pseudofertilisasi dengan dosis sinar gamma 200 Gy, (D,H) D19.1 hasil pseudofertilisasi dengan dosis sinar gamma 200 Gy

Pada percobaan pseudofertilisasi ke 2 ini juga ditemukan abnormalitas pembungaan. Mutan tersebut memiliki struktur seperti daun di tempat organ-

organ pembungaan menghasilkan kelopak ganda (Gambar 49A). Pada perkembangan selanjutnya terjadi pertumbuhan bunga yang normal, dan kasus ini semua terjadi pada satu tanaman yaitu E30d-1. Diduga tanaman berada pada kondisi peralihan dari tanaman haploid menjadi tanaman haploid ganda.

A B C D

Gambar 49. Tanaman hasil pseudofertilisasi E30d-1, hasil penyerbukan dengan serbuk sari yang diirdiasi dengan sinar gamma 300 Gy. (A) mutan yang memiliki struktur seperti daun di tempat organ-organ pembungaan. (B) abnormalitas dalam bentuk chimera terdiri atas

bunga normal dan tidak normal. Anak panah merah = bunga tanpa antera, anak panah kuning = bunga normal, anak panah putih = bunga transisi dengan antera tidak lengkap.

Hasil pseudofertilisasi masih terdapat tanaman-tanaman putatif haploid dan haploid ganda yang belum dianalisis ploidinya seperti, C18.1, D15.2, E37B.6 dan lainnya (Gambar 50). Warna bunga tanaman tersebut berkisar dari warna putih sampai pink kemerahan.

Gambar 50. Bunga dari tanaman donor dan bunga dari tanaman hasil pseudofertilisasi dengan serbuk sari yang diradiasi dengan sinar gamma pada dosis 100-200 Gy. (A) bunga tanaman donor , (B) bunga tanaman donor , (C-G) bunga dari tanaman yang diserbuki dengan serbuk sari yang diiradiasi dengan sinar gamma pada dosis 100 Gy, (I-L) bunga dari tanaman yang diserbuki dengan serbuk sari yang diiradiasi dengan sinar gamma pada dosis 100 Gy .

Pembahasan

Percobaan 1. Pseudofertilisasi menggunakan polen yang diiradiasi dengan