• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN TEORI

C. Puisi

1. Pengertian Puisi

Puisi menjadi salah satu materi pelajaran dalam mata pelajaran bahasa Indonesia, tidak hanya itu puisi menjadi materi ajar yang selalu ada di setiap tingkat pendidikan mulai dari SD (Sekolah Dasar), SMP (Sekolah Menengah Pertama), SMA (Sekolah Menengah Atas), bahkan perguruan tinggi untuk jurusan tertentu. Puisi tidak hanya terkenal di Indonesia saja, bahkan di negara lain. Oleh karena itu, asal usul pengertian puisi pun disinonimkan dengan beberapa negara lain.

Secara etimologis dan secara kamus umum dan kamus istilah kata puisi disinonimkan dengan istilah poetry (bahasa Inggris), poesie (bahasa Prancis), poezie (bahasa Belanda). Istilah-istilah itu berasal dari bahasa Yunani, poieetes dan bahasa Gerik, yaitu poeta. Secara sederhana pengertian puisi itu adalah membangun, menyebabkan, menimbulkan, dan menyair. Makna sederhana itu berkembang dan menyempit menjadi hasil seni sastra yang kata-katanya disusun menurut irama, sajak, kata-kata kiasan.29

Berdasarkan pengertian tersebut maka pada dasarnya puisi merupakan hasil seni sastra yang kata-katanya terdiri dari irama, sajak, serta kata hiasan yang hasil seni sastranya disebut membangun, menyebabkan, menimbulkan, dan menyair. Namun pengertian puisi tidak sebatas berdasarkan pengertian asal-usul tersebut, banyak ahli yang menaruh perhatian dan mengemukakan

29

Antilan Purba, Sastra Indonesia Kontemporer, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2012), Cet. Ke-2, h. 11

pengertian puisi. Tentu tidak hanya ahli yang berasal dari Indonesia saja, melainkan ahli yang berasal dari negara lain.

Waluyo mengemukakan puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair secara imajinatif dan disusun dengan mengonsentrasikan struktur fisik dan struktur batinnya.30 Sedangkan Wardjito Soeharso mengemukakan puisi adalah ekspresi pikiran dan pikiran penulisnya dalam bentuk susunan kata-kata indah dan bermakna. Indah dan bermakna adalah kata-kata kunci untuk pengertian puisi.31

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Waluyu mengemukakan puisi adalah bentuk karya sastra yang mengungkapkan pikiran dan perasaan penyair yang bersifat khayal dan memusatkan perhatian pada struktur fisik dan struktur batin puisi. Sedangkan tidak jauh berbeda pengertian oleh Wardjito Soeharso yang mengemukan puisi adalah ungkapan pikiran dalam bentuk susunan kata-kata indah dan bermakna.

Harlold Bloom dalam buku The Norton Anthology of Theory and Criticism, mengemukakan pendapatnya tentang puisi, yaitu: Poetry is the anxiety of influence, is misprision, is a disciplined perverseness. Poetry is misunderstanding, misinterprestation, misalliance.32

Arti pengertian puisi tersebut adalah suatu kecemasan pengaruh, menginsprirasi yang menjadi siasat disiplin sebuah ilmu. Puisi juga merupakan memahami, pencapai suatu hasil, serta penggabungan antara keduannya. Oleh karena itu, penulis menyimpulkan bahwa puisi berdasarkan yang telah dikemukakan Harlold Bloom adalah suatu kegiatan seseorang untuk memahami suatu puisi serta memahami makna yang berarti mencapai suatu hasil dari bacaannya. Sebab itulah, puisi menjadi suatu yang mempengaruhi serta menginsprirasi sehingga dijadikan puisi sebagai disiplin ilmu.

Berdasarkan uraian yang telah diuraikan terkait pengertian puisi, penulis menyimpulkan puisi sejalan dengan pendapat Waluyo yang berarti puisi merupakan pengungkapan pikiran dan perasaan penyair yang bersifat khayal dan memusatkan perhatian pada struktur fisik dan struktur batin.

30

Wahyudi Siswanto, Pengantar Teori Sastra, (Jakarta: Grasindo, 2008), h.108 31

Wardjito Soeharso, Yuk, Nulis Puisi, (Surabaya: PNRI (Perum Percetakan Negara RI Cabang Surabaya), h. 18

32

Vincent B. Leitch, The Norton Anthology of Theory and Criticism, (London: W.W.Norton & Company, 2001), h. 1805

Struktur fisik dan dan struktur batin puisi suatu hal yang tentu tak terlepaskan dari suatu puisi yang dibuat oleh penyair. Dengan demikian, puisi menjadi salah satu bentuk dari karya sastra.

2. Struktur Fisik dan Batin Puisi

Puisi terdiri dari struktur fisik dan struktur batin puisi. Seorang penyair dalam menciptakan sebuah puisi tidak hanya mengungkapkan pikiran dan perasaan yang dimilikinya, tetapi juga memperhatikan struktur fisik dan struktur batin puisi. Struktur fisik dan struktur batin dalam sebuah puisi juga menjadi perhatian seorang yang membaca puisi, pembaca puisi tentu akan melihat dan menganalisis kedua struktur puisi tersebut. Dalam pembelajaran puisi di sekolah struktur fisik dan struktur batin puisi juga menjadi perhatian dan analisis siswa, namun tidak semua bagian dari kedua struktur puisi tersebut dipelajari, sesuai dengan tingkat pendidikan siswa dan standar kurikulum yang sedang ditetapkan. Adapun kedua struktur tersebut adalah sebagai berikut:

a. Struktur fisik puisi

Struktur fisik menjadi suatu ketentuan unsur-unsur yang harus ada dalam sebuah puisi. Selain itu, struktur fisik dapat pula dijadikan struktur yang cenderung terlihat dari sebuah puisi. Adapun struktur fisik meliputi empat unsur seperti yang telah dijabarkan Wahyu Siswanto berikut ini, yaitu:

a) Perwajahan puisi (tipografi)

Puisi memiliki perwajahan yang disebut tipografi. Perwajahan dalam puisi menjadi bagian pertama dalam struktur fisik puisi karena perwajahan ini lebih memusatkan pada pemakaian kata keseluruhan yang diciptakan penyair yang menjadi sebuah puisi dan terlihat.

Ciri-ciri yang dapat dilihat secara sepintas dari bentuk puisi adalah perwajahannya. Perwajahan adalah pengaturan dan penulisan kata, larik dan bait dalam puisi. Pengaturan baris dalam puisi sangat berpengaruh terhadap pemaknaan puisi karena menentukan kesatuan makna, dan juga berfungsi untuk memunculkan ketaksaan makna (ambiguitas). Perwajahan puisi juga bisa mencerminkan maksud dan jiwa pengarangnya.33

33

Dengan demikian, perwajahan puisi adalah bentuk puisi yang terlihat berupa pengaturan yang terkait dengan baris dalam sebuah puisi yang dapat mempengaruhi makna dari sebuah puisi. Selain itu, perwajahan juga dapat dikaitkan dengan penulisan yang digunakan penyair baik berupa kata, larik, dan bait. Oleh karena itu, perwajahan suatu bentuk puisi lebih memfokuskan pada pengaturan dan penulisan puisi yang terlihat, hal tersebut guna menentukan makna yang terdapat dari puisi penyair.

b) Diksi

Strukur fisik puisi kedua yaitu diksi. Diksi dalam puisi menjadi keharusan yang dilakukan penyair agar kata-kata puisi terlihat indah, mengungkapakan pikiran serta perasaan penyair yang sesuai, dan tentu banyak hal lain yang menjadikan kata-kata dipilih dan dijadikan sebuah puisi. Diksi menjadi bagian struktur fisik puisi karena diksi dalam puisi pun terlihat. Diksi adalah pemilihan kata-kata yang dilakukan oleh penyair dalam puisinya. Karena puisi adalah bentuk karya sastra yang dengan sedikit kata-kata dapat mengungkapkan banyak hal, kata-kata-kata-katanya harus dipilih secermat mugkin. Pemillihan kata dalam puisi berhubungan makna, keselarasan bunyi, dan urutan kata. Pemilihan kata berkaitan erat dengan latar belakang penyair. Semakin luar wawasan penyair, semakin kaya dan berbobot kata-kata yang digunakan.34

Dengan demikian, diksi adalah pemilihan kata-kata yang dipilih penyair dalam puisi yang diciptakan dengan kata-kata yang dikemas dengan kata-kata yang sedikit namun mengandung banyak makna. Puisi yang dibuat penyair dengan memperhatikan betul-betul diksi puisi yang diciptakan, dapat pula menunjukkan identitas penyair yang berlatar belakang berwawasan luas atau tidak dari pemilihan kata-kata dalam puisinya.

c) Imaji

Struktur fisik puisi selanjutnya adalah imaji. Imaji terkait dengan daya pikir yang diungkapkan penyair dengan maksud pembaca puisi juga dapat membayangkan puisi yang telah penyair ciptakan. Imaji dapat pula dijadikan sebagai penguat puisi yang penyair ciptakan, agar pikiran ataupun pengalaman penyair sampai kepada pembaca puisi. Dalam imaji tentu tak

34Ibid.,

hanya terkait dengan bayangan seolah pembaca puisi melihat, tetapi juga berkaitan dengan indra lainnya.

Imaji adalah kata atau kelompok kata yang dapat mengungkapkan pengalaman indrawi, seperti pengelihatan, pendengaran, dan perasaan. Imaji dapat dibagi menjadi tiga: imaji suara (auditif), imaji penglihatan (visual), dan imaji raba atau sentuh (imaji taktil). Imaji dapat mengakibatkan pembaca seakan-akan melihat, mendengar, dan merasakan seperti yang dialami oleh penyair.35

Dengan demikian, imaji terkait dengan kata atau kumpulan kata yang dipakai penyair dalam puisi yang diciptakan guna mengungkapkan pengalaman indrawi yaitu penglihatan, pendengaran, dan perasaan. Sehingga pembaca puisi dapat membayangkan seolah betul-betul mengalami hal yang diimajinasikan penyair.

d) Kata konkret

Kata konkret tentu berkaitan dengan kata yang digunakan penyair dalam puisi yang diciptakannya, namun terlepas dari keseluruhan kata seperti perwajahan ataupun imaji yang menggunakan kumpulan kata karena kata konkret hanya memfokuskan pada satu kata yang bermakna kata konkret. Puisi menggunakan kata konkret memiliki kegunaan tertentu, sehingga kata konkret menjadi salah satu bagian dari struktur fisik puisi.

Seperti yang diterangkan sebelumnya kata konkret berhubungan erat dengan imaji. Kata konkret adalah kata-kata yang dapat ditangkap dengan indra. Dengan kata konkret akan memungkinkan imaji muncul. Kata konkret berhubungan dengan kiasan atau lambang. Kata konkret salju dapat melambangkan kebekuan cinta, kehampaan hidup, kekakuan sikap. Kata konkret rawa-rawa dapat melambangkan tempat yang kotor, tempat hidup, bumi, dan kehidupan.36

Dengan demikian, kata konkret masih berhubungan dengan imaji yang juga telah penulis uraikan sebelumnya. Kata konkret merupakan kata yang berwujud yang dapat dibayangkan dialami indra manusia. Namun terdapat perbedaan dengan imaji, jika imaji tak dibatasi penggunaan kata apapun dengan syarat memunculkan makna dilihat, didengar, ataupun dirasa yang dapat berkaitan dengan indra manusia, berbeda dengan kata konkret yang

35Ibid., h. 118 36Ibid.,

cenderung lebih terbatas dengan kata kiasan atau lambang saja seperti kata salju dan rawa-rawa yang dicontohkan dalam kutipan.

e) Bahasa figuratif (majas)

Bahasa figuratif atau majas termasuk juga dalam bagian struktur fisik sebuah puisi yang selanjutnya, namun dalam mata pelajaran bahasa indonesia dalam tingkat pendidikan tertentu bahasa figuratif atau majas ini tidak hanya menjadi bagian dari struktur fisik puisi melainkan dapat pula sebagai percakapan dalam drama, kalimat dalam cerita, dan sebagainya.

Sudjito mengemukakan majas adalah bahasa berkias yang dapat menghidupkan atau meningkatkan efek dan menimbulkan konotasi tertentu. Waluyo mengemukakan bahasa figuratif menyebabkan puisi menjadi prismatis, artinya memancarkan banyak makna atau kaya akan makna. Perrine menyatakan bahwa bahasa figuratif dipandang lebih efektif untuk menyatakan apa yang dimaksud penyair, karena (1) bahasa figuratif mampu menghasilkan kesenangan imajinatif, (2) bahasa figuratif adalah cara untuk menghasilkan imajinasi tambahan dalam puisi sehingga yang abstrak menjadi konkret dan menjadikan puisi lebih nikmat dibaca, (3) bahasa figuratif adalah cara menambah intensitas perasaan penyair untuk puisinya dan menyampaikan sikap penyair, (4) bahasa figuratif adalah cara untuk mengosentrasikan makna yang hendak disampaikan dan cara menyampaikan sesuatu yang banyak dan luas dengan bahasa yang singkat.37

Dengan demikian, bahasa figuratif merupakan kata lain dari majas, karena keduanya bersifat kiasan. Bahasa figuratif atau majas ini memiliki kesamaan dengan kata konkret yang bersifat kiasan tetapi tidak seperti kata konkret yang hanya satu kata saja melainkan dapat berupa satu larik dalam puisi. Oleh karena itu, sesuai dengan penjabaran yang telah penulis uraikan beberapa ahli telah menaruh perhatian dan mengemukan pendapat terkait pengertian bahasa figuratif dan majas yang penulis simpulkan bahwa bahasa figuratif atau majas ini merupakan bahasa yang bersifat kiasan yang menjadikan puisi bermakna konotasi dan memiliki makna yang beragam dengan bahasa yang singkat. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Perrine yang menyatakan bahwa bahasa figuratif dipandang lebih efektif untuk menyatakan apa yang dimaksud penyair, arti dari maksud tersebut tentu berarti pengungkapan pikiran dan perasaan penyair dengan kata lain makna

37Ibid., h. 120

yang terkandung pada puisi tersebut. Sebab itulah Perrine mengemukakan empat alasan bahasa figuratif harus terdapat dalam sebuah puisi.

f) Verifikasi (rima, ritme, dan metrum)

Struktur fisik puisi juga perlu dilakukan verifikasi dengan rima, ritme, dan metrum. Ketiga unsur tersebut dijadikan sebagai verifikasi atau pemeriksaan terhadap puisi guna mengetahui pembacaan yang tepat sesuai dengan bunyi puisi yang dibaca.

Verifikasi dalam puisi terdiri atas rima, ritme, dan metrum. Rima adalah persamaan bunyi pada puisi baik di awal, di tengah, maupun di akhir baris puisi. Ritme merupakan tinggi rendah, panjang-pendek, keras-lembutnya bunyi. Ritme sangat menonjol bila puisi itu dibacakan. Ada ahli yang menyamakan ritme dengan metrum. Dalam deklamasi, biasanya puisi diberi

(„) pada suku kata bertekanan keras, dan (u) di atas suku kata yang bertekanan lemah.38

Dengan demikian, verifikasi meliputi tiga unsur yaitu rima, ritme, dan metrum. Rima, ritme, dan metrum memfokuskan kepada bunyi dalam sebuah puisi tentu hal ini berkaitan dengan pembacaan puisi. Seperti yang telah diuraikan dalam kutipan tersebut bahwa rima terkait dengan konsisten atau persamaan bunyi yang terdapat dalam sebuah puisi baik yang berada di awal, tengah, maupun akhir. Selain itu, ritme terkait dengan irama dalam pembacaan puisi yang dihubungan dengan tinggi rendah, panjang-pendek, keras-lembutnya bunyi sehingga ritme ini disebut juga dengan istilah metrum karena memiliki makna yang serupa.

Berdasarkan bagian-bagian dalam struktur fisik puisi yang telah penulis uraikan, maka dalam tingkat pendidikan SMP (Sekolah Menengah Pertama) yang menjadi pembelajaran dalam mata pelajaran bahasa Indonesia yaitu perwajahan puisi (tipografi) namun dalam hal ini, siswa diperkenalkan dengan istilah citraan puisi hal ini terkait dengan kompetensi dasar mendengarkan atau menyimak, membaca, dan menulis puisi. Selanjutnya bagian yang diajarkan yaitu diksi, dalam pembelajaran kelas VII siswa belum dikenalkan dengan istilah diksi namun hanya pemilihan kata dalam puisi, hal ini dalam kompetensi dasar menulis puisi. Selanjutnya imaji, imaji dalam

38Ibid.,

pembelajaran kelas VII dalam kompetensi dasar menulis puisi. Kata konkret belum diperkenalkan dalam pembelajaran kelas VII. Bahasa figuratif atau majas sudah diajarkan dalam pembelajaran kelas VII namun diperkenalkan dalam istilah gaya bahasa dan hanya gaya bahasa personifikasi saja. Sedangkan verifikasi rima, ritme, dan metrum hanya rima saja yang sudah diajarkan di kelas VII dalam kompetensi dasar mendengarkan atau menyimak, membaca, dan menulis puisi. Jadi, hanya kata konkret yang belum diajarkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas VII.

b. Struktur batin puisi

Struktur batin juga menjadi suatu ketentuan unsur-unsur yang harus ada dalam sebuah puisi. Struktur batin ini cenderung lebih memusatkan pada sesuatu yang bersembunyi dalam sebuah puisi, bersembunyi berarti sesuatu yang tidak terlihat dari sebuah puisi melainkan terkandung dalam sebuah puisi itu sendiri. Adapun struktur batin meliputi empat unsur seperti yang telah dijabarkan pula oleh Wahyudi Siswanto berikut ini, yaitu:

a) Tema atau makna

Bagian pertama dalam struktur batin puisi adalah tema atau makna. Tema atau makna menjadi suatu hal dasar sebuah puisi, namun tema atau makna dapat dijelaskan oleh penyair dan dapat pula harus ditemukan sendiri oleh pembaca puisi.

Salah satu tataran dalam bahasa adalah hubungan tanda dengan makna yang dipelajari dalam semantik. Karena bahasa berhubungan dengan makna maka puisi harus bermakna, baik makna tiap kata, baris, bait, maupun makna keseluruhan. Untuk puisi yang konvensional tiap kata-baris, bait, sampai keseluruhan puisi mempunyai makna, tetapi mulai berkurang pada puisi modern atau komtemporer.39

Dengan demikian, tema atau makna yaitu arti yang terkandung dalam sebuah puisi yang dapat diketahui melalui baris, bait, serta keseluruhan kata yang terdapat di dalam sebuah puisi. Puisi tentu diharuskan memiliki tema atau makna karena terkait dengan tataran bahasa.

39Ibid., h.124

b) Rasa

Rasa menjadi bagian kedua dalam struktur batin ini. Sebuah puisi tentu terdapat rasa yang menjadi cara penyair dalam mempertimbangkan sikap terkait sebuah puisi yang diciptakan, guna sebagai bentuk pengungkapan penyair yang dituliskan dalam sebuah puisi.

Rasa dalam puisi adalah sikap penyair terhadap pokok permasalahan yang terdapat dalam puisinya. Pengungkapan tema dan rasa berkaitan erat dengan latar belakang sosial dan psikologis penyair, misalnya latar belakang pendidikan, agama, jenis kelamin, kelas sosial, kedudukan dalam masyarakat, usia, pengalaman sosiologis dan psikilogis, serta pengetahuan.40

Dengan demikian, rasa sebagai sikap penyair terkait permasalahan yang dihadirkan dalam puisi yang diciptakan. Rasa dalam puisi juga dihubungkan dengan latar belakang sosial dan psikologi penyair. Oleh karena itu, melalui rasa yang terdapat dalam puisi dapat pula menjadi penilaian pembaca terhadap diri penyair melalui rasa yang timbulkan dalam sebuah puisi yang tentu telah dipertimbangkan penyair aspek apakah yang dipilihnya menjadi rasa di dalam puisinya, misalnya aspek-aspek yang telah diuraikan dalam kutipan tersebut yaitu latar belakang pendidikan, agama dan sebagainya.

c) Nada

Nada juga menjadi bagian struktur batin sebuah puisi. Nada tentunya berkaitan dengan cara pembaca puisi yang diinginkan penyair atau dapat pula cara membaca yang secara kreatif dilakukan oleh pembaca puisi. Dalam sebuah puisi, nada dapat membawa pengaruh terhadap sebuah puisi yang dibaca.

Nada dalam puisi adalah sikap penyair terhadap pembacanya. Nada juga berhubungan dengan tema dan rasa. Ada penyair yang dalam menyampaikan tema dengan nada menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca untuk menyelesaikan masalah, menyerahkan masalah begitu saja kepada pembaca , dengan nada sombong, menganggap bodoh dan rendah pembaca.41

Dengan demikian, nada terkait sikap penyair terhadap pembacaan puisi yang diciptakannya. Nada dalam puisi dapat pula dijadikan penyair sebagai tujuan penyair menyampaikan tema yang terdapat dalam sebuah puisi.

40Ibid., h.124 41Ibid.,

Namun, tentu tidak dengan secara jelas penyampaian tema melalui nada tersebut karena penyair dengan berbagai variasi nada penyampaikan tema seperti menggurui, mendikte, bekerja sama dengan pembaca. Oleh karena itu, nada dalam ada yang telah ditentukan penyair dan ditentukan pembaca.

d) Amanat dan tujuan

Amanat menjadi bagian terakhir dalam bagian struktur batin sebuah puisi. Setiap puisi tentu ada amanat yang terkandung di dalam puisi karena melalui amanat yang dihadirkan dalam puisi tersebutlah penyair menyampaikan suatu tujuan.

Sadar atau tidak, ada tujuan yang mendorong penyair menciptakan puisi. Tujuan tersebut bisa dicari sebelum penyair itu menciptakan puisi maupun dapat ditemui dalam puisinya.Doronngan sebelum penyair menciptakan puisi mungkin berupa (1) dorongan untuk memuaskan nafsu seksual yang terhambat, (2) dorongan makan, (3) dorongan keamanan diri, (4) dorongan berkomunikasi, (5) dorongan untuk mengaktualisasikan diri, dan (6) dorongan untuk berbakti baik kepada tuhan maupun manusia.42

Dengan demikian, amanat puisi berarti tujuan penyair menciptakan puisi. Puisi yang memiliki tujuan dapat terkandung menjadi amanat puisi yang dapat ditemui dari puisi maupun saat sebuah puisi diciptakan. Amanat dalam puisi terjadi karena berbagai macam dorongan yang melatarbelakangi sehingga melalui dorongan-dorongan tersebutlah amanat berawal, seperti amanat yang telah diuraikan dalam kutipan sebelum yaitu dorongan untuk mengaktualisasikan diri, dorongan untuk berbakti baik kepada tuhan maupun manusia, dan sebagainya.

Berdasarkan bagian-bagian dalam struktur batin puisi yang telah penulis uraikan, maka dalam tingkat pendidikan SMP (Sekolah Menengah Pertama) kelas VII yang menjadi pembelajaran dalam mata pelajaran bahasa Indonesia yaitu tema atau makna melalui kompetensi dasar membaca indah puisi. Selanjutnya bagian yang diajarkan yaitu nada, nada terkait dengan kompetensi dasar membaca puisi serta menyimak atau mendengarkan pembacaan puisi. dan terakhir yang diajarkan di kelas VII terkait struktur pembacaan puisi yaitu amanat atau makna puisi, terkait dengan kompetensi

42Ibid., h.125

dasar menyimak atau mendengarkan di dalam materi merefleksikan isi puisi yang dibacakan serta dalam kompetensi dasar membaca puisi. Jadi, hanya rasa yang belum diajarkan dalam pembelajaran bahasa Indonesia kelas VII. 3. Pengajaran Puisi

Guru tentu perlu mengetahui teknik pengajaran di kelas, namun tidak semua materi pembelajaran dapat diajarkan dengan cara yang sama. Puisi perlu diajarkan dengan teknik yang tepat karena materi puisi terbagi menjadi tiga standar kompetensi yang harus yang dicapai siswa mulai dari mendengarkan atau menyimak puisi, membaca puisi, hingga menulis puisi. Oleh karena itu, B. Rahmanto menaruh perhatian terhadap pengajaran puisi di kelas dan mengemukan teknik-teknik yang dapat dilakukan guru. Adapun teknik-teknik pengajaran puisi tersebut sebagai berikut:

a.Pelacakan pendahuluan

Guru menjadi salah satu faktor keberhasilan siswa dalam mengikuti pembelajaran di kelas, namun terkait dengan pembelajaran materi puisi guru dapat melakukan pendahuluan dengan meneliti terkait materi ini. Pelacakan pendahuluan tentu guna memberikan persiapan sebelum materi disampaikan kepada para siswa.

Sebelum penyajian puisi di depan kelas, guru perlu mempelajarinya terlebih dahulu untuk memperoleh pemahaman awal tentang puisi yang akan disajikannya sebagai bahan. Pemahaman ini sangat penting terutama untuk dapat menentukan strategi yang tepat, menentukan aspek-aspek yang perlu mendapat perhatian khusus dari siswa dan meneliti fakta-fakta yang masih perlu dijelaskan.43

Dengan demikian, pelacakan pendahuluan dijadikan persiapan guru sebelum menyajikan materi puisi. Tujuan pelacakan pendahuluan tentu sebagai penentu strategi pembelajaran yang sesuai, aspek-aspek yang perlu diperhatikan secara khusus untuk siswa saat pembelajaran dilakukan di kelas, serta memeriksa dengan cermat fakta-fakta yang masih harus dijelaskan. Hal tersebut dapat dilakukan guru dengan cara mempelajari terlebih dahulu materi puisi.

43

B Rahmanto, Metode Pengajaran Sastra Pegangan Guru Pengajar Sastra, (Yogyakarta: Kanisius, 1988), h. 48-49

b. Penentuan sikap praktis

Pembelajaran hendaknya diarahkan dengan baik oleh guru bidang studi

Dokumen terkait