• Tidak ada hasil yang ditemukan

PULAU BURU, TRANSFORMASI INDIVIDU, DAN SILENT MEMORY

Dalam dokumen REPRESENTASI TRAGEDI 1965 KAJIAN NEW HIS (Halaman 37-39)

REVOLUSI PASIF DAN BERAKHIRNYA REZIM ORDE BARU 4.1 National Habitus Orde Baru dan Film Pengkhianatan G30S/PK

5. PULAU BURU, TRANSFORMASI INDIVIDU, DAN SILENT MEMORY

Dengan konsep dasar ‗tefaat‘ dan ‗inrehab‘ semacam itu, tidak heran bahwa Pulau Buru memang berfungsi sebagai sebuah kamp konsentrasi, sebuah gulag, sebuah tempat untuk kerja paksa yang kemudian menjadi sebuah kamp re-edukasi. Dalam bahasa Foucault (Hardiyanta, 1997:132), perampasan kebebasan dalam penjara Pulau Buru sejak awal diarahkan pada peran teknis yang positif, yakni untuk transformasi individu. Untuk kepentingan transformasi individu tersebut, ada tiga skema khusus yang dilaksanakan, yaitu: (1) skema politik-moral yang dilaksanakan dalam bentuk isolasi indidivu; (2) skema ekonomis yang dilaksanakan dalam model pemaksaan kerja; dan (3) skema teknis-medis yang merupakan model perawatan normalisasi.

Pulau Buru merupakan situs yang terlupakan atau secara sengaja dilupakan. Dalam politik ingatan Orde Baru, Pulau Buru yang disebut sebagai Gulag Soeharto ini tidak berbekas lagi. Sekalipun demikian, Pulau Buru tetap diawetkan dalam berbagai memoar para survivor Pulau Buru. Pulau buangan tapol itu masih tetap ada di Maluku Selatan. Ia mungkin tidak membutuhkan intervensi manusia untuk diingat sebagai sebuah situs tragedi kemanusiaan Indonesia. Ia telah menjadi bagian dari memori kolektif bangsa Indonesia yang dihadirkan oleh alam (natural representation) dan hadir sebagai sebuah ‟silent memory‟ atau ingatan bisu. Seperti juga Kali Brantas, Bengawan Solo, Kali Malang, Kebun Karet, dan lain-lain yang juga merupakan silent memory pembuangan tapol atau situs pembunuhan massal orang-orang PKI. Banyak saksi yang melihat sendiri kali itu menghanyutkan mayat-mayat tanpa kepala orang PKI ke lautan lepas. Sampai sekarang masih sering diberitakan penemuan tengkorak kepala tanpa badan. Di tempat ini tidak ada tanda apapun yang menunjukkan bahwa di sini pernah terjadi pembunuhan massal. Akan tetapi alam dan sejarah tetap mengenangnya. Pulau Buru dan situs-situs alam lainnya menjadi saksi bisu atas tragedi 1965, seperti diungkapkan berikut ini.

They stood in silence, sometimes without any signs but signify the past and play a vital role in history. Natural representation is the silent witness of all

Pulau itu kini sudah berkembang menjadi sebuah kabupaten, Kabupaten Buru, dengan kemajuan yang sangat berarti. Jejak-jejak Buru sebagai Gulag Soeharto tidak terlihat lagi. Pulau Buru sebagai gulag, pada masa pemerintahan Soeharto, hanya hadir dalam bentuk representasinya dalam dua buah karya, yaitu Kubah karya Ahmad Tohari (1980) dan Nyanyi Sunyi Seorang Bisu karya Pramoedya Ananta Toer (1995). Kedua karya ini menyajikan Pulau Buru secara sangat berbeda.

Selama berkuasanya rezim Orde Baru, Pulau Buru memasuki dunia sastra Indonesia melalui novel Kubah karya Ahmad Tohari (1980), novel Jalan Bandungan karya Nh. Dini (1989), novel Durga Umayi karya Mangunwijaya (1991), dan memoar Nyanyi Sunyi Seorang Bisu karya Pramoedya Ananta Toer (1995). Karya yang intens mengkonstruksi pengalaman hidup di Pulau Buru adalah novel Kubah karya Ahmad Tohari (1980) dan memoar Nyanyi Sunyi Seorang Bisu karya Pramoedya Ananta Toer (1995).

Pulau Buru adalah silent memory tentang pembuangan, penyekapan, dan kerja paksa yang kini sudah musnah. Generasi yang akan datang barangkali tidak akan mengetahui hal ini karena berbagai unit penampungan tersebut sudah dimusnahkan tanpa bekas. Sebuah saksi sejarah sudah musnah.

Novel Kubah karya Ahmad Tohari merupakan sebuah konstruksi pengarang atas Pulau Buru yang dibayangkannya, yang dipenuhi dengan impian dan harapan luhurnya tentang sebuah model penjara yang ideal, hukuman yang setimpal, dan akibat yang tepat yaitu ‗bertobatnya‘ sang tahanan, diterimanya ekstapol ke tubuh sosial, dan diperolehnya kembali martabat ekstahanan itu sebagai manusia. Sekalipun konstruksi ideal ini tidak menyentuh realitas Pulau Buru ―di sana‖ seperti yang digambarkan dalam berbagai memoir tentang Pulau Buru, karya ini merupakan sebuah produksi sastra yang mengungkap harapan-harapan tentang Pulau Buru ―di

sini‖ yang sebenarnya hadir dan hidup dalam tubuh sosial.

Memoar Pramoedya Ananta Toer (1995) Nyanyi Sunyi Seorang Bisu, memberi kesempatan kepada yang tertindas untuk memandang dan menilai penindasnya. Dari memoar ini menjadi jelas bagi kita bahwa argumen hukum maupun ideologi yang digunakan Orde Baru untuk menindas para tapol tidak menemukan dasar-dasar pembuktiannya. Pulau Buru adalah sebuah gulag Suharto, sebuah kamp konsentrasi Orde Baru menjadi alat politik kekuasaan untuk ‗mencari jalan penyelesaian‘ terhadap lawan politiknya di tahun 1965. Di sini hak-hak dasar para tapol sebagai manusia

dilanggar. Penindasan, pelanggaran, dan pembunuhan yang dilakukan di Pulau Buru itu dilakukan tanpa pertanggungjawaban hukum.

Dalam konteks itu, dapat disimpulkan beberapa ‗pengetahuan‘ tentang strategi Orde Baru atas Pulau Buru sebagai berikut. 1) Penjara Pulau Buru dikaitkan dengan keterlibatan tokoh-tokoh itu (sekitar 12.000- 14.000 tapol) dalam Peristiwa G30S. Sebagai golongan B, keterlibatan

mereka dianggap ―tidak langsung‖ terhadap G30S itu. Semua tahanan

dituduh terlibat secara tidak langsung dalam peristiwa tersebut sebagai pelaku. Metode pembuktiannya tidak selalu jelas. Alasan ini adalah argumen hukum. 2) Semua tahanan politik yang menjadi anggota PKI atau salah satu ormas di bawah payung PKI adalah komunis, dan dengan demikian mereka juga pasti ateis yang bertentangan dengan ideologi bangsa Pancasila yang theistis. Argumen ini adalah argumen ideologis. 3) Oleh karena semua tahanan politik itu melanggar hukum dan ideologi bangsa, mereka pantas menjalankan hukuman di Pulau Buru dan tidak memiliki hak-hak sipil serta dapat ditindas dan diperlakukan secara lebih rendah daripada tahanan-tahanan kriminal lainnya. Inilah strategi dan mekanisme kekuasaan Orde Baru menciptakan regim of truth-nya.

6. PENUTUP

Dalam dokumen REPRESENTASI TRAGEDI 1965 KAJIAN NEW HIS (Halaman 37-39)

Dokumen terkait