LANDASAN TEORI
Bab ini memuat pengertian komunikasi, komunikasi interpersonal, sifat-sifat
komunikasi interpersonal, aspek-aspek kemampuan komunikasi interpersonal, dan
faktor-faktor yang mempengaruhi kemampuan komunikasi interpersonal.
A. Hakikat Komunikasi Interpersonal
1. Pengertian Komunikasi
Secara etimologi, istilah komunikasi berasal dari bahasa latin communicatio
yang berasal dari kata communis yang berarti sama makna mengenai satu hal. Jadi
komunikasi itu berlangsung apabila antara orang-orang atau peserta yang terlibat
dalam komunikasi terdapat persamaan makna mengenai suatu hal yang di
komunikasikan (Effendi, 1992: 9).
Komunikasi terjadi karena adanya kesamaan makna antara komunikator dan
komunikan. Kesamaan dalam komunikasi tidak hanya kesamaan makna tetapi tujuan
dan maksud sehingga komunikasi bisa tetap terus berlangsung. Selain itu komunikasi
juga melibatkan pikiran perasaan dan tingkah laku. Rahmat (2000: 10), menyatakan
bahwa komunikasi sangat erat kaitannya dengan perilaku dan pengalaman kesadaran
manusia, komunikasi itu memiliki arti yang luas dan tidak hanya sebatas pada bahasa,
Menurut Rahmat (2000: 21), komunikasi ada dua bentuk yaitu komunikasi
verbal dan non verbal. Dalam komunikasi verbal bahasa adalah alat yang utama,
sedangkan dalam komunikasi non verbal dibutuhkan interpretasi dari ekspresi wajah,
gerak tubuh dan tangan, postur tubuh, suara, dan pola bicara.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa komunikasi bukan hanya
penyampaian pesan antara satu orang dengan orang lain tetapi mencakup makna atau
isi dari komunikasi dan isyarat- isyarat yang terdapat dalam komunikasi tersebut.
Komunikasi adalah penyampaian pesan antara satu orang dengan orang lain dalam
situasi tatap muka, baik secara verbal maupun non verbal, dengan tujuan untuk
mendapatkan informasi atau menyampaikan pesan kepada orang lain.
2. Pengertian Komunikasi Interpersonal
Menurut De Vito (1995) Komunikasi interpersonal adalah pengiriman
pesan-pesan dari seseorang dan diterima orang lain atau sekelompok orang dengan efek dan
umpan balik langsung. Ditambahkan juga oleh Efendy (dalam Liliweri 1991)
komunikasi interpersonal adalah komunikasi antara komunikator dengan seorang
komunikan. Rogers (dalam Liliweri 1991) mengemukakan bahwa komunikasi antar
pribadi merupakan komunikasi dari mulut kemulut yang terjadi dalam interaksi tatap
muka dengan beberapa pribadi.
komunikasi interpersonal dapat mengungkap apa yang ada dalam pikiran dan
tercapai. Komunikasi interpersonal berlangsung karena antara satu orang dan orang
lainnya saling memerlukan informasi sehingga terjadi umpan balik langsung.
Komunikasi interpersonal akan efektif apabila antara kedua belah pihak ada umpan
balik.
Komunikasi interpersonal adalah kemampuan individu untuk senantiasa menjalin
komunikasi dan interaksi secara mendalam terhadap individu lain, agar selalu dalam
keadaan seimbang, sehingga muncul keakraban diantara kedua belah pihak dan
menumbuhkan rasa pengertian serta emosional yang tepat diantara keduanya saat
melakukan interaksi yang berupa komunikasi interpersonal. Komunikasi
interpersonal dianggap paling efektif untuk mengubah sikap pendapat dan prilaku
seseorang, karena sifatnya dialogis berupa percakapan umpan balik yang bersifat
langsung.
Menurut Rahmat (2000: 150), komunikasi interpersonal disebut efektif apabila
pertemuan antara komunikator dan komunikan merupakan hal yang menyenangkan,
dengan kata lain perasaan senang yang muncul akibat dari komunikasi interpersonal
yang menyebabkan pelaku dari komunikasi tersebut saling terbuka, gembira, santai,
dan lain sebagainya atau sebaliknya apabila komunikasi interpersonal berjalan tidak
menyenangkan pelaku komunikasi akan merasa tegang, resah, tidak enak, serta
Dari beberapa definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa komunikasi
interpersonal adalah pengiriman pesan antar individu satu dengan individu lain untuk
mendapatkan informasi dan mengungkapkan apa yang ada dalam pikiran, perasaan
sehingga terjalin hubungan yang lebih baik.
3. Sifat-sifat Komunikasi Interpersonal
Ada beberapa sifat komunikasi interpersonal (Liliweri, 1991: 31-39) diantaranya:
a. Komunikasi interpersonal melibatkan perilaku verbal dan non verbal.
Komunikasi interpersonal biasanya berlangsung dengan tatap muka
sehingga aksi dan reaksi verbal maupun non verbal terdengar dan terlihat,
tanda-tanda verbal dapat diwakili dalam menyebut kata-kata,
mengungkapkan baik lisan maupun tulisan, sedangkan tanda-tanda non
verbal terlihat dalam ekspresi wajah, gerak dan lain-lain.
b. Komunikasi interpersonal melibatkan perilaku spontan. Orang dapat
mengatakan apa yang ada didalam benaknya kemudian mewujudkan
melalui lisan, perilaku spontan dilakukan secara tiba-tiba, serta merta
untuk menjawab suatu rangsangan dari luar tanpa berpikir terlebih dahulu.
c. Komunikasi interpersonal sebagai suatu proses yang berkembang.
Komunikasi interpersonal sebenarnya tidak statis tetapi bersifat dinamis,
pada saat terlibat komunikasi interpersonal manusia tidak sadar bahwa
menukar pengalamannya, memberi suatu informasi, menukar ide-ide dan
pengetahuannya.
d. Komunikasi interpersonal harus melibatkan umpan balik dan hubungan
interaksi. Komunikasi interpersonal harus ditandai dengan adanya umpan
balik. Umpan balik tersebut harus bersifat pribadi menyatu pada respon
verbal maupun non verbal dari seseorang komunikator maupun
komunikan secara bergantian umpan balik tidak mungkin ada apa bila
tidak terdapat interaksi yang menyertainya.
e. Komunikasi interpersonal menunjukan adanya suatu tindakan yang nyata.
Pelaku komunikasi interpersonal harus mampu, sama-sama mempunyai
kegiatan aksi dan tindakan nyata, sehingga memberikan tanda bahwa
mereka berkomunikasi, hal ini mengandung makna bahwa komunikasi
interpersonal tidak hanya memperhatikan sebab datangnya suatu pesan
keakibatnya, namun lebih dari itu harus benar-benar memperhatikan
seluruh proses komunikasi interpersonal.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa sifat komunikasi terdiri dari:
komunikasi interpersonal melibatkan perilaku verbal dan non verbal, komunikasi
interpersonal melibatkan perilaku spontan, komunikasi interpersonal sebagai proses
hubungan interaksi, komunikasi interpersonal menunjukan adanya suatu tindakan
yang nyata.
4. Aspek-aspek Kemampuan Komunikasi Interpersonal
Kemampuanan komunikasi interpersonal dapat diukur dari tingkat penyampaian
pesan dimana secara lebih jauh mampu mempengaruhi orang lain yang diajak
berkomunikasi. Kemampuan komunikasi interpersonal juga dapat dilihat, dengan
tetap terjaganya hubungan yang terjalin.
De Vito (1995) berpendapat ada beberapa aspek dalam komunikasi
interpersonal agar komunikasi dapat berjalan dengan baik yaitu:
a. Keterbukaan
Kualitas keterbukaan dalam komunikasi interpersonal ada tiga hal.
Pertama, kesadaran untuk membuka diri, kesediaan untuk memberikan
informasi tentang diri. Membuka diri berarti juga membagikan kepada orang
lain perasaan-perasaan yang dimiliki.
Kedua, kesadaran untuk bereaksi secara jujur menanggapi pesan dari
orang lain. Orang yang diam, tidak kritis, dan tidak tanggap pada umumnya
merupakan peserta percakapan yang menjemukan. Dalam berkomunikasi
individu diharapkan untuk bereaksi secara terbuka terhadap apa yang
Ketiga, kesadaran untuk memiliki dan mengakui perasaan dan gagasan
yang timbul. Hal ini mengacu pada keberanian seseorang untuk mau
memiliki dan mengakui perasaan dan gagasan yang ditunjukan kepada
individu lain, ia juga mau bertangung jawab atas pikiran dan perasaannya.
b. Empati
Komunikasi interpersonal yang baik perlu didukung oleh sikap empati
dari pihak-pihak yang berkomunikasi. Empati diartikan sebagai “ikut merasakan”. Berempati dengan seseorang berarti ikut merasakan apa yang
dirasakan oleh orang lain . Dalam berempati seseorang memiliki perasaan
yang sama dengan kondisi yang dialami orang lain.
Cara yang dapat digunakan untuk berempati adalah dengan menahan
godaan untuk mengevaluasi, menilai, menafsirkan, dan mengkritik. Dengan
makin mengenal seseorang, keinginannya, pengalamannya, kemampuannya,
ketakutannya, makin mampu kita melihat apa yang di lihat orang itu, dan
merasakan seperti apa yang dirasakannya
c. Sikap mendukung
Sikap mendukung dapat diperlihatkan dengan cara :
1) Bersikap deskriptif bukan evaluatif.
Sikap deskriptif dapat dipahami sebagai sikap yang tidak
dalam mengungkapkan perasaannya, sehingga orang tidak malu dan tidak
akan merasa dirinya menjadi bahan kritikan terus-menerus.
2) Spontanitas
Seseorang yang spontan dalam komunikasinya akan terus terang serta
terbuka dalam mengutarakan pikirannya biasanya bereaksi dengan cara yang
sama dan terbuka.
3) Profesionalisme
Bersikap profesional berarti bersikap tentatif dan memiliki
kemampuan untuk berfikir secara terbuka, mampu menerima pandangan
yang berasal dari orang lain dan bersedia untuk mengubah dirinya kalau
perubahan itu dipandang perlu.
d. Sikap positif
Sikap positif dalam komunikasi interpersonal dikomunikasikan dengan cara:
1) Menyatakan sikap positif
Komunikasi interpersonal akan terbina jika orang memiliki sikap
positif terhadap diri mereka sendiri. Orang yang merasa positif dengan
dirinya sendiri akan mengisyaratkan perasaan ini kepada oran lain, yang
selanjutnya akan merefleksikan perasaan positif ini.
Dorongan yang diberikan dapat berupa verbal seperti pujian, atau non
verbal seperti senyuman atau anggukan kepala. Dorongan positif pada
umumnya berbentuk pujian atau penghargaan, dan terdiri atas perilaku yang
biasanya diharapkan, dinikmati dan dibanggakan. Dorongan positif ini
mendukung citra pribadi seseorang dan membuat seseorang merasa lebih
baik.
e. Kesetaraan
Komunikasi Interpersonal akan lebih baik apa bila suasananya setara.
Artinya, harus ada pengakuaan secara diam-diam bahwa kedua belah
pihak sama-sama bernilai dan berharga, dan bahwa masing-masing
individu mempunyai sesuatu yang penting untuk disumbangkan. Dalam
suatu hubungan antar pribadi ditandai oleh kesetaraan, ketidak
sependapatan dan konflik lebih dilihat sebagai upaya untuk memahami
perbedaan yang pasti ada ketimbang sebagai suatu kesempatan untuk
menjatuhkan pihak lain.
Kesetaraan tidak mengharuskan seseorang untuk menerima dan
menyetujui begitu saja semua perilaku verbal dan non verbal pihak lain.
Kesetaraan berarti penerimaan terhadap pihak lain atau memberikan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa komunikasi interpersonal
yang baik dapat terjalin bila dalam proses komunikasi yang dilakukan terdapat
keterbukaan, empati, dukungan, kepositifan, dan kesetaraan diantara pelaku
komunikasi. Peneliti menggunakan aspek-aspek di atas dalam menyusun alat
ukur tingkat kemampuan komunikasi interpersonal.
5. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kemampuan Komunikasi Interpersonal
Lunandi (1989) menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi
komunikasi antar pribadi, yaitu:
a. Citra diri
Setiap manusia memiliki gambaran tertentu mengenai dirinya sendiri,
status sosial, kelebihan, dan kekurangannya. Gambaran itu menjadi penentu
bagi caranya berbicara, menjadi penyaring bagi apa yang dilihatnya,
penilaiannya terhadap segala yang berlangsung di sekitarnya. Citra diri
menentukan persepsi dan ekspresi seseorang. Citra diri sebagai orang yang
lemah akan terlihat pada komunikasinya dengan orang lain. Sukar berbicara
bebas, sulit menyatakan isi hati dan pikiran.
Manusia belajar menciptakan citra diri yang dimiliki melalui
hubungan dengan orang lain, terutama manusia lain yang penting bagi dirinya.
Melalui kata-kata atau komunikasi tanpa kata dari orang lain ia mengetahui
Sukses komunikasi interpersonal banyak tergantung pada kualitas citra
diri yang kita miliki. Bila seseorang memiliki citra diri yang positif, ia akan
menjadi lebih terbuka dan menghargai perbedaan dengan orang lain sehingga
komunikasi akan terasa lebih menyenangkan.
b. Citra pihak lain
Citra pihak lain juga menentukan cara dan kemampuan orang untuk
berkomunikasi. Umumnya orang lain memiliki gambaran tersendiri tentang
diri seseorang dan dengan gambaran tersebut mereka berkomunikasi. Citra
diri dan citra pihak lain memiliki perpaduan yang kuat untuk menentukan
gaya dan ciri seseorang ketika berkomunikasi. Misalnya, seorang ayah yang
memiliki citra anaknya sebagai manusia ingusan yang tak tahu apa-apa, maka
ia akan cenderung bertingkah laku otoriter: mengatur, melarang,
mengharuskan
c. Lingkungan fisik
Tingkah laku manusia berbeda dari satu tempat ke tempat yang lain.
Setiap tempat memiliki norma sendiri yang harus dihormati.
Lingkungan-lingkungan fisik memberikan batasan manusia untuk berperilaku. Seseorang
mungkin akan lebih banyak berbisik ketika berada di tempat beribadah, lebih
suka berteriak ketika berada di rumah sendiri.
d. Lingkungan sosial
Lingkungan sosial ikut berperan menentukan tingkah laku dan cara
di sebuah hotel berbintang tentu akan berbeda dengan pakaian yang ia
gunakan ketika menghadiri pesta pernikahan pembantu tetangganya. Untuk
mencapai komunikasi yang efektif, seseorang harus memiliki kepekaan
terhadap lingkungan di mana ia berada, membedakan lingkungan yang satu
dengan yang lainnya.
e. Kondisi
Orang tidak selamanya berada pada kondisi puncak. Secara fisik orang
kadang-kadang merasa letih, lesu. Ketika seseorang berada pada kondisi yang
penuh semangat, ia akan punya kecenderungan untuk cermat dalam memilih
kata-kata, peka terhadap perasaan pihak lain yang menerima komunikasi.
Selain kondisi fisik, kondisi emosi juga menjadi faktor penentu. Orang yang
sedang marah cenderung bersikap keras, ucapannya tajam, persepsinya
cenderung negatif dan kurang peduli pada maksud pihak lain.
f. Bahasa tubuh
Komunikasi tidak hanya dikirimkan atau terkirim melalui medium
kata-kata yang diucapkan. Badan manusia juga merupakan medium
komunikasi. Melalui gerakan tubuh, gerakan mata, ekspresi wajah, kecepatan,
dan volume suara orang lain menafsirkan pesan apa yang ingin dikirimkan
lawan bicara. Agar komunikasi yang dijalin menjadi lebih efektif, maka harus
diusahakan pesan yang dikirimkan secara verbal haruslah diikuti gerakan
nonverbal yang tepat. Jika seseorang mengatakan bahwa ia senang bertemu
yang langsung, melihat-lihat ke sekelilingnya seakan-akan mencari orang lain
orang ini mengirimkan pesan yang bertentangan.
Dari uraian di atas disimpulkan bahwa faktor yang mempengaruhi
komunikasi interpersonal adalah citra diri, citra pihak lain, lingkungan fisik,
lingkungan sosial, kondisi, dan bahasa tubuh.
B. Mahasiswa Semester III Program Studi Bimbingan dan Konseling
Menurut Peraturan Akademik Unversitas Sanata Dharma Yogyakarta.
Mahasiswa adalah peserta didik yang terdaftar dan belajar pada Universitas.
Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling adalah peserta didik
yang terdaftar dan belajar pada Program Studi Bimbingan dan Konseling,
Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas
Sanata Dharma Yogyakarta.
Mahasiswa semester III pada Program Studi Bimbingan dan
Konseling, Jurusan Ilmu Pendidikan, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta sebagian besar berusia 19-20 tahun.
Mereka berasal dari berbagai daerah yang memiliki budaya yang
berbeda-beda.
Menurut buku pedoman Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, para mahasiswa bimbingan dan
konseling dididik untuk menjadi guru bimbngan dan konseling yang
bekal yang dapat dikembangkan untuk menjadi tenaga professional dalam
bidang pendidikan, pelatihan, pengembangan sumber daya manusia, serta
pemberian berbagai macam layanan bimbingan, termasuk konseling di luar
sekolah, seperti rumah saki, panti sosial, asrama, dan industri.
Menurut buku pedoman Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, bekal yang diberikan kepada
mahasiswa berupa kemampuan untuk menyelengarakan layanan bimbingan,
termasuk konseling dengan memanfaatkan dinamika kelompok dan
menggunakan pendekatan belajar eksperiensial; dan bekal kemampuan untuk
merancang dan melaksankan kegiatan bimbingan diluar jam sekolah,
termasuk kegiatan akhir pekan, seperti retret, rekoleksi, pengembangan
konsep diri dan pelatihan keterampilan komunikasi antar pribadi.
Mahasiswa Program Studi Bimbingan dan Konseling dipersiapkan
untuk menjadi konselor di sekolah yang harus memiliki beberapa kompetensi
pertama, kompetensi pedagogik, kedua kompetensi kepribadian, ketiga
kompetensi profesional dan keempat kompetensi sosial. (Undang-Undang
Nomor 20 Tahun 2003, Depdiknas, 2003)
Mahasiswa semester III Program Studi Bimbingan dan Konseling
telah menempuh beberapa mata kuliah antara lain Pendidikan Agama,
Pendidikan Pancasila, Teologi Moral, Pengantar Pendidikan, Dasar-dasar BK,
Psikologi Remaja, Psikologi Belajar dan Pembelajaran, Manajemen Sekolah,
Pemahaman Perilaku, Perilaku Sosial, Perkembangan Anak, Perkembangan
Orang Dewasa dan Lanjut Usia, Psikologi Konseling, Psikologi Pendidikan,
Perilaku Kognitif, Perilaku Abnormal, Antropobiologi, Komunikasi Antar
Pribadi, Dinamika Kelompok, BK Pribadi Sosial, dan BK Perkembangan.
Mahasiswa semester III tahun akademik 2012/2013 pada Program
Studi Bimbingan dan Konseling, FKIP, Universitas Sanata Dharma Yoyakarta
idealnya telah memiliki Kompetensi yang tinggi di bidang Bimbingan dan
Konseling, di sertai dengan kemampuan yang baik dalam berkomunikasi antar
pribadi, sebagai bekal untuk menjadi seorang guru bimbingan dan konseling
23