• Tidak ada hasil yang ditemukan

Adianto. 1993. Biologi Pertanian, Pupuk Kandang, Pupuk Organik, dan Insektisida. Edisi ke-2. Bandung (ID): Alumni.

Agustine W. 2000. Pengaruh aplikasi beberapa jenis insektisida terhadap keragaman arthropoda tanah pada pertanaman kubis (Brassica oleracea var. capitata L.) di Cipanas Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

[BPS] Badan Pusat Statistika. 2012. Luas panen, produksi, dan produktivitas brokoli [internet]. [diunduh pada 2012 September 15]. Tersedia pada: http://bps.go.id/tab_sub/view.php?kat=3&tabel=1&daftar=1&id_subyek=55 &notab=23.

[BPS] Badan Pusat Statistika. 2012. Luas panen, produksi, dan produktivitas kentang [internet]. [diunduh pada 2012 September 13]. Tersedia pada: http://www.deptan.go.id/tampiphp?page=inf_basisdata.

Barrion AT, Litsinger JA. 1995. Riceland Spiders of South and Southeast Asia. CAB International Wallingford (UK): hlm 700.

Borror DJ, Triplehorn CA, Jhonson N. 1992. Pengenalan Pelajaran Serangga. Partosoedjono Soetiyono, penerjemah. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Press. Terjemahan dari:An Introduction to the Study of Insect.

Dalmadi. 2010. Syarat tumbuh brokoli [internet]. [diunduh pada 2012 Juli 3]. Tersedia pada: http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/syarat-tumbuh-brokoli.

Departemen Pertanian. 2008. Pestisida Pertanian dan Kehutanan. Pusat Perizinan dan Investasi Sekertariat Jenderal Departemen Pertanian.

Duriat AS, Gunawan OS, Gunaeni N. 2006. Penerapan Teknologi PHT pada Tanaman Kentang. Lembang (ID): Balai Penelitian Tanaman Sayuran.

Ghabbour SI, Da Fonseca JPC, Mikhail WZA, Shakir SH. 1985. Differentation of ground fauna in desert agriculture of mariut region. Biol fort ground. 1: 9- 14.

Giller KE, Beare MH, Lavelle P, Izac AMN, Swift MJ. 1987. Agriculture intensification ground biodiversity and agroecosystem function. Applied soli ecology. 6:3-5.

Greenslade P, Deharveng L, Bedos L, Suhardjono YR. 2000. Handbook to Collembola of Indonesia.Bogor (ID): Museum Zoologicum Bogoriense.

Griffin RP. 1999. Cabbage, Broccoli & other Cole Crop Insect Pest. Clemson cooperative extension [internet]. [diunduh pada 2012 Agustus 3]. Tersedia pada:

http://www.clemson.edu/extension/hgic/pests/plant_pests/veg_fruit/hgic220 3.html.

Herlinda S, Waluyo, Estuningsih SP, Irsan C. 2008. Perbandingan keanekaragaman spesies dan kelimpahan artropoda predator penghuni tanah di sawah lebak yang diaplikasi dan tanpa aplikasi insektisida. J. Entomol Indon. 5(2): 96-107.

Hopkin SP. 1997. Biology of Springtails. New York (US): Oxford University Press.

Huda M. 2008. Brokoli lezat kaya manfaat [internet]. [diunduh pada 2012 Agustus 3]. Tersedia pada: http://swatani.co.id/artikel/4/171/Brokoli-Lezat- Kaya-Manfaat.html.

Indrayati, Wibowo L. 2008. Keragaman dan kemelimpahan Collembola serta artropoda tanah di lahan sawah organik dan konvensional pada masa bera. J. HPT Tropika.8(2): 110-116.

Kalshoven LGE. 1981. The Pests of Crops in Indonesia. Laan PA van der, penerjemah. Jakarta (ID): Ichtiar Baru- van Hoeve. Terjemahan dari: De Plagen van de Cultuurgewassen in Indonesie.

Kementan. 2012. Syarat tumbuh kentang [internet]. [diunduh pada 2012 September 15]. Tersedia pada: http://cybex.deptan.go.id/penyuluhan/syarat- tumbuh-tanaman-kentang.

Khasanah N. 2011. Struktur komunitas arthropoda pada ekosistem cabai tanpa perlakuan insektisida.Media Litbang Sulteng.IV (1): 57-62.

McKinlay RG. 1992.Vegetable Crop Pests. Boca Raton (US): CRC Press.

Nasution AP. 2012. Artropoda predator permukaan tanah pada tiga ekosistem pertanaman [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Retnowati A. 2004. Keanekaragaman binatang tanah pada lahan pertanaman kentang (Solanum tuberosumLinn.) dan lahan tanaman hutan akasia (Acacia decurrensWILD) (studi kasus di dataran tinggi Dieng Wonosobo) [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Rukmana R. 1995. Budidaya Kubis Bunga dan Broccoli. Yogyakarta (ID): Kanisius.

Samadi B. 2007.Kentang dan Analisis Usaha Tani. Edisi revisi. Yogyakarta (ID): Kanisius.

24

Sastrodihardjo S, Adianto, Yusoh MD. 1978. The impact of several insecticides on ground and water communities. Proceedings south-east asian workshop on pestiside management; 1978 Februari 23-27; Pattaya. Pattaya (TH) 7: 117-125.

Sastroutomo SS. 1992. Pestisida Dampak dan Penggunaannya. Jakarta (ID): Widia Pustaka Utama.

Sembel DT. 2010.Pengendalian Hayati. Edisi ke-1. Yogyakarta (ID): Andi.

Setiawati, Uhan TS, Somantri A. 2005. Parasitoid E. argenteopilosus sebagai agens pengendali hayati hamaH. armigera,S. litura, dan C. pavonanapada tumpangsari tomat dan brokoli. J.Hort.15(4): 279-287.

Sihotang B. 2010. Kentang [internet]. [diunduh pada 2012 September 15]. Tersedia pada: http://www.ideelok.com/budidaya-tanaman/kentang.

Suryaningsih E. 2006. Pengendalian lalat pengorok daun pada tanaman kentang menggunakan pestisida biorasional dirotasi dengan pestisida sintetik secara bergiliran. J. Hort. 16 (3): 229-235.

Syatrawati, Ngatimin SN. 2011. Peranan gulma berbunga terhadap kelimpahan arthropoda tanah pada pertanaman kubis di Sulawesi. Makassar (ID): Politeknik Pertanian Negeri Pangkep, Universitas Hassanudin.

Tulung M. 1999. Ekologi laba-laba di pertanaman padi dengan perhatian utama padaPardosa pseudoannulata (Boes. & Str.)[disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Winasa IW. 2001. Artropoda predator penghuni permukaan tanah di pertanaman kedelai [disertasi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.

Yamaguchi M, Rubatzky VE. 1998. Sayuran Dunia 2: Prinsip, Gizi, dan Produksi. Edisi ke-2. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung.

Penulis dilahirkan di Bandung pada tanggal 18 November 1990, sebagai anak pertama dari dua bersaudara pasangan Bapak Rokhmadin Mulyabassary, A.Md dan Ibu Jubaedah. Penulis menyelesaikan pendidikan sekolah dasar di SDN Kayuambon 1 Lembang, sekolah menengah pertama di SMPN 1 Lembang, dan sekolah menengah atas di SMA Negeri 1 Lembang. Tahun 2008 penulis diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).

Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di berbagai kegiatan kepanitiaan dan organisasi di IPB, antara lain sebagai anggota bidang beasiswa Asrama Putri TPB IPB tahun 2008-2009, anggota Divisi Dana Usaha dalam Ikatan Keluarga Muslim TPB (IKMT) tahun 2008-2009, Divisi Event Organizer Gentra Kaheman (2008-2009), dan Divisi Bisnis dan Kewirausahaan dalam Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA). Selain itu, penulis juga mengikuti kepanitiaan di IPB. Penulis menjadi bendahara dalam kegiatan Masa Perkenalan Departemen pada tahun 2010. Beberapa kegiatan seminar yang pernah diikuti oleh penulis selama menjadi mahasiswa IPB, di antaranya adalah Seminar Pertanian Nasional dan Seminar Wereng Batang Cokelat yang diselenggarakan oleh Fakultas Pertanian dan Seminar PKPHT yang diselenggarakan oleh Departemen Proteksi Tanaman. Selain itu, penulis melakukan magang di Balai Penelitian Tanaman Sayuran.

ABSTRAK

NURUL AFRIYANTI UTAMI DEWI. Kelimpahan Artropoda Permukaan Tanah pada Pertanaman Kentang (Solanum tuberosum L.) dan Brokoli (Brassica oleraceaL.). Dibimbing oleh I WAYAN WINASA.

Artropoda merupakan salah satu komponen penting dalam agroekosistem. Berdasarkan ruang huniannya artropoda dapat dikelompokkan sebagai artropoda penghuni permukaan tanah dan penghuni tajuk tanaman. Artropoda permukaan tanah memiliki beberapa peranan penting pada ekosistem pertanian, di antaranya sebagai dekomposer dan musuh alami. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kelimpahan artropoda permukaan tanah pada pertanaman kentang (S. tuberosum) dan brokoli (B. oleracea). Pengamatan dilakukan dengan menggunakan lubang perangkap. Di pertanaman kentang seluas 5000 m2dan pertanaman brokoli seluas 1000 m2 masing-masing dipasang sebanyak 30 lubang perangkap. Penempatan lubang perangkap ditentukan secara sistematis dan menyebar di dalam petak pertanaman. Perangkap dipasang selama 48 jam dan diulang setiap minggu sampai 9 kali untuk pertanaman kentang dan 8 kali untuk pertanaman brokoli. Hasil penelitian menunjukkan bahwa artropoda permukaan tanah yang tertangkap pada pertanaman kentang meliputi ordo Coleoptera (famili Cicindelidae, Scarabaeidae, dan Tenebrionidae), Dermaptera (famili Carcinophoridae), Hymenoptera (famili Formicidae), Orthoptera (famili Gryllotalphidae), Araneae (famili Salticidae), dan Collembola. Sedangkan pada pertanaman brokoli artropoda permukaan tanah yang tertangkap adalah ordo Coleoptera (famili Cicindelidae, Scarabaeidae dan Tenebrionidae), Dermaptera (famili Carcinophoridae), Hymenoptera (famili Formicidae), Orthoptera (famili Gryllotalphidae dan Gryllidae), Araneae (famili Salticidae dan Lycosidae) dan Collembola. Secara keseluruhan, artropoda yang mendominasi pada kedua jenis pertanaman adalah Collembola. Artropoda permukaan tanah yang berperan sebagai predator adalah kumbang Cicindelidae, cecopet Carcinophoridae, semut Formicidae, laba-laba Salticidae dan Licosidae. Gryllotalphidae atau orong-orong yang tertangkap lubang perangkap merupakan hama penting yang menyerang umbi kentang. Intensitas serangan orong-orong mencapai 20% dari umbi kentang yang dipanen.

Kata kunci: artropoda permukaan tanah, Solanum tuberosum L., Brassica oleareceaL.

Latar Belakang

Tanah merupakan salah satu komponen penting sebagai tempat hidup binatang termasuk artropoda. Tanah dapat dijadikan sebagai tempat tinggal dan tempat mencari makan bagi beberapa jenis binatang tanah. Adianto (1993) menyatakan bahwa binatang tanah yang paling banyak tinggal di permukaan tanah adalah atropoda. Artropoda permukaan tanah merupakan komponen jasad hidup yang menjadikan tanah sebagai ruang untuk menjalankan sebagian atau seluruh kegiatan ekofiologisnya (Retnowati 2004). Artropoda yang paling banyak ditemukan di permukaan tanah adalah kelompok laba-laba (Araneae), tungau (Acarina), Collembola, kumbang (Coleoptera), dan semut (Hymenoptera) (Retnowati 2004). Giller et al. (1997) menyatakan bahwa artropoda permukaan tanah memiliki peranan penting dalam berbagai proses yang terjadi di tanah, seperti proses dekomposisi, aliran karbon, siklus unsur hara, dan agregasi tanah.

Tanah biasa dimanfaatkan untuk bercocok tanam. Ghabbour et al. (1985) menyatakan bahwa pengolahan tanah, pemakaian pupuk, dan penggunaan pestisida sangat mempengaruhi kepadatan artropoda permukaan tanah. Pemberian pupuk kandang pada pertanaman dapat meningkatkan populasi artropoda, karena kandungan bahan organik dan air tanah meningkat (Adianto 1993). Sastrodihardjo et al. (1987) menyatakan bahwa penggunaan pestisida memberikan pengaruh besar bagi kelimpahan artropoda permukaan tanah secara langsung maupun tidak langsung. Pengaruh yang ditimbulkan secara langsung yakni berupa racun bagi artropoda permukaan tanah, sedangkan secara tidak langsung berupa perubahan fisik-kimia tanah sebagai akibat residu yang terakumulasi di permukaan tanah dan menyebabkan matinya berbagai organisme pengurai di dalam tanah.

Pada daerah penghasil sayuran biasanya dicirikan oleh tingginya penggunaan pestisida (Sastroutomo 1992). Salah satu daerah penghasil sayuran yang terdapat di Jawa Barat adalah Lembang. Komoditas yang sering ditanam di Lembang adalah kentang (Solanum tuberosumL.) dan brokoli (Brassica oleracea L.). Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) produktivitas kentang di Indonesia pada tahun 2011 adalah sebesar 15.96 ton/ha dan produksi kentang adalah sebesar 955

2

488 ton, sedangkan produktivitas brokoli di Indonesia pada tahun 2011 adalah sebesar 20.88 ton/ha dan produksi sebesar 1 363 741 ton. Kedua tanaman tersebut memiliki nilai ekonomis yang tinggi sehingga tanaman ini menjadi salah satu komoditas favorit yang sering ditanam di Lembang. Sebagai salah satu sentra produksi sayuran, kegiatan bercocok tanam terus menerus dilakukan di Lembang. Kegiatan bercocok tanam yang berlangsung terus menerus ini menyebabkan pengganggu tanaman (OPT) meningkat karena ketersediaan makanan yang melimpah. Pada tanaman kentang dan brokoli penggunaan pestisida secara intensif merupakan salah satu tindakan pengendalian yang sering dilakukan petani. Penggunaan pestisida secara intensif diduga akan mempengaruhi kelimpahan artropoda permukaan tanah pada kedua jenis pertanaman tersebut.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan mengetahui kelimpahan artropoda permukaan tanah yang terdapat pada pertanaman kentang dan brokoli.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan rujukan dalam menentukan strategi pengendalian hama secara terpadu pada pertanaman kentang dan brokoli.

Kentang (Solanum tuberosum L.)

Tanaman kentang tumbuh baik di daerah dataran tinggi atau pegunungan dengan ketinggian 800 sampai 1500 meter di atas permukaan laut (dpl). Tanaman kentang dapat tumbuh pada suhu udara antara 15 sampai 22 °C. Suhu optimum pertumbuhan kentang yakni 18 sampai 20°C dengan kelembaban udara 80 sampai 90%. Curah hujan yang baik untuk pertumbuhan tanaman kentang adalah 2000 sampai 3000 mm/tahun. Derajat keasaman atau pH yang cocok untuk pertumbuhan kentang yakni 5 sampai 5.5 (Kementan 2012).

Salah satu cara untuk mencapai hasil yang optimal adalah budidaya yang baik. Cara budidaya tanaman kentang meliputi persiapan lahan, penanaman, pemupukan, dan pemeliharaan.

Persiapan lahan meliputi pencangkulan tanah, pembuatan bedengan, dan pemupukan dasar. Dalam keperluan pembibitan, umbi yang telah dipanen disimpan dalam keadaan kering di dalam rak atau peti di gudang penyimpanan. Umbi siap ditanam apabila telah tumbuh tunas dengan panjang sekitar dua cm. Penyimpanan bibit dilakukan jika terjadi penundaan waktu tanam. Bibit disemprot insektisida atau fungisida untuk mencegah serangan hama dan penyakit (Samadi 2007). Pemupukan dasar dilakukan dengan memberikan pupuk dasar berupa pupuk kandang. Pupuk kandang diberikan satu minggu sebelum tanam sebanyak 20 ton/ha (Samadi 2007)

Penanaman kentang dilakukan dengan meletakkan satu umbi per lubang tanam pada lahan dengan jarak tanam 70 cm × 25 cm. Tanaman kemudian diberikan pupuk buatan berupa urea (200 kg/ha), SP 36 (200 kg/ha), dan KCl (75 kg/ha) yang diletakkan di antara lubang tanam (Duriatet al.2006).

Pemupukan susulan dilakukan pada umur tanaman 21 hari setelah tanam (HST) dan 45 HST. Pada umur tanaman 21 HST pupuk yang diberikan yakni Urea/ZA sebanyak 300 kg/ha, SP-36 sebanyak 250 kg/ha, dan KCl sebanyak 150 kg/ha. Sedangkan pada umur tanaman 45 HST pupuk yang diberikan yakni Urea/ZA sebanyak 150 kg/ha dan KCl sebanyak 75 kg/ha (Sihotang 2010).

4

Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, pengairan, penyiangan dan pembumbunan, pemangkasan bunga, serta pengendalian hama dan penyakit. Penyulaman dilakukan apabila terdapat tanaman kerdil, rusak, dan mati. Tanaman tersebut diganti dengan tanaman yang baru (Duriatet al.2006).

Pengairan dilakukan secara rutin dengan selang waktu tujuh hari sekali. Pemberian air dilakukan dengan cara digembor atau dengan sistem leb, yaitu mengalirkan air melalui selokan (Samadi 2007).

Kegiatan penyiangan dan pembumbunan dapat dilakukan bersama-sama. Penyiangan atau pembersihan gulma (tanaman pengganggu) dilakukan setelah tanaman berumur sekitar 4 dan 6 minggu setelah tanam (MST), penyiangan berikutnya dilakukan bila dirasakan perlu. Bersamaan dengan penyiangan dilakukan pula pembumbunan sebanyak dua sekali pada minggu kedua dan keempat (Duriatet al.2006).

Pemangkasan bunga bertujuan mencegah terganggunya proses pembentukan umbi. Apabila bunga tidak dipangkas akan terjadi persaingan penggunaan unsur hara untuk pembentukan umbi. Pada umumnya bunga muncul setelah tanaman berumur 25 sampai 30 HST, pemangkasan dapat dilakukan saat bunga masih kuncup (Samadi 2007).

Hama yang terdapat pada tanaman kentang antara lain kutu daun (Myzus persicaeSulz) dan penggerek umbi (Phthorimaea operculellaZeller) (McKinnlay 1992). Duriat et al. (2006) mengemukakan bahwa hama lain yang terdapat pada kentang adalah pengorok daun (Liriomyza huidobrensis Blanchard), ulat tanah (Agrotis ipsilonHufnagel), trips (Thrips palmiKarny), kutu kebul (Bemisia tabaci Gennadius), dan ulat grayak (Spodoptera lituraFabricius).

Salah satu tindakan pengendalian yang umum dilakukan pada pertanaman kentang adalah dengan mengaplikasikan insektisida. Insektisida yang digunakan umumnya memiliki bahan aktif seperti abamektin, asefat, bensultap, beta sipermetrin, bifentrin, karbofuran, karbosulfan, kartap hidroklorida, dan deltametrin (Departemen Pertanian 2008).

Brokoli (Brassica oleraceaeL.)

Brokoli cocok ditanam di daerah dengan ketinggian 700 sampai 2000 meter dpl. Curah hujan berkisar antara 1000 sampai 1500 mm per tahun dan merata sepanjang tahun (Dalmadi 2010). Yamaguchi dan Rubatzky (1998) mengemukakan bahwa suhu pertumbuhan optimum brokoli berkisar antara 13 sampai 20°C. Keasaman tanah atau pH berada dalam kisaran 6 sampai 8.

Budidaya tanaman brokoli meliputi penyiapan benih dan penyemaian, penyiapan lahan, penanaman, dan pemeliharaan.

Benih yang diperlukan sebanyak 100 sampai 250 gram/ha. Benih disemaikan terlebih dahulu pada bedengan persemaian ataupun dalam bumbung yang terbuat dari daun pisang maupun polybag kecil. Benih direndam dalam air dingin selama 12 jam sampai benih terlihat pecah dan ditiriskan di tempat terbuka selama 12 jam. Tujuan perlakuan ini, agar benih cepat berkecambah dan pertumbuhannya seragam. Bibit yang siap ditanam memiliki 2 sampai 3 helai daun (Rukmana 1995).

Penyiapan lahan meliputi pencangkulan tanah, pembuatan bedengan, dan pemberian pupuk dasar. Sebagai pupuk dasar digunakan pupuk kandang. Dosis pupuk kandang yang diberikan sebanyak 12.5 sampai 17.5 ton/ha dan diberikan satu minggu sebelum tanam.

Penanaman dilakukan dengan meletakkan satu bibit per lubang tanam dengan jarak tanam 70 cm × 30 cm. Benih yang disemai dengan menggunakan daun pisang dapat ditanam langsung, sedangkan dengan menggunakan polybag harus dikeluarkan terlebih dahulu secara hati-hati agar akar tidak rusak atau putus. Tanaman kemudian diberikan pupuk buatan berupa ZA, urea, TSP, dan KCl masing-masing 250 kg/ha (Rukmana 1995).

Pemupukan susulan dilakukan sebanyak dua kali pada umur tanaman 20 HST dan 30 HST. Pada umur tanaman 20 HST diberikan pupuk urea sebanyak 75 kg/ha, ZA 150 kg/ha, TSP 150 kg/ha, dan KCl 75 kg/ha, sedangkan pada umur tanaman 30 HST diberikan pupuk urea sebanyak 100 kg/ha, ZA 150 kg/ha, dan KCl 150 kg/ha (Rukmana 1995).

Pemeliharaan tanaman meliputi penyulaman, penyiangan, pengairan, dan pengendalian OPT. Penyulaman dilakukan dengan mengganti tanaman yang rusak

6

atau terganggu pertumbuhannya. Huda (2008) mengemukakan bahwa penyiangan dilakukan sebanyak tiga kali yakni saat tanaman berumur 1 MST, 3 MST, dan 5 MST.

Pengairan dilakukan sebanyak dua kali dalam sehari terutama saat fase pertumbuhan awal dan pembentukan bunga pada musim kemarau, sedangkan pada musim hujan tidak dilakukan pengairan (Rukmana 1995).

Hama penting pada tanaman brokoli adalah ulat grayak (S. litura) dan ulat croci (Crocidolomia pavonana Fabricius) (Setiawati 2005). Rukmana (1995) menyebutkan bahwa hama penting lainnya yang menyerang tanaman brokoli antara lain ulat plutela (Plutella xylostella Linnaeus), ulat tanah (A. ipsilon), dan kutu daun (Aphis brassicae Linnaeus). Griffin (1999) mengemukakan bahwa pengendalian hama pada tanaman brokoli dapat dilakukan dengan pemberian insektisida. Pengendalian kutu daun dengan pemberian insektisida dengan bahan aktif permetrin, bifentrin, sihalothrin, dan piretrin. Pengendalian ulat bisa diberikan insektisida dengan bahan aktif permetrin, bifentrin, siflultrin, spinosad, dan piretrin (Departemen Pertanian 2008).

Artropoda Permukaan Tanah

Syatrawati dan Ngatimin (2011) menyebutkan bahwa atropoda permukaan tanah yang terdapat pada pertanaman brokoli adalah Formicidae, Carabidae, Cicindellidae, Staphylinidae, Lycosidae, dan Oxyopidae. Agustine (2000) menyatakan bahwa artropoda permukaan tanah yang mendominasi pada famili Brassicaceae adalah ordo Hymenoptera dan Collembola. Retnowati (2004) menyatakan bahwa atrropoda permukaan tanah pada tanaman kentang meliputi Collembola, Carabidae, Cicindellidae, Staphylinidae, Curculionidae, Meloidae, dan Forficulidae. Artropoda permukaan tanah yang mendominasi pada famili Solanaceae adalah ordo Collembola, Coleoptera, Diptera, dan Hymenoptera (Khasanah 2011).

Lubang Perangkap (pitfall trap)

Lubang perangkap merupakan salah satu perangkap yang digunakan unuk mengamati artropoda permukaan tanah. Lubang perangkap berupa gelas plastik yang umumnya berdiameter 6 sampai 10 cm. Ke dalam gelas diisikan cairan untuk membunuh dan mengawetkan artropoda yang tertangkap. Cairan yang umum digunakan adalah formalin, alkohol, etilen glikol, dan asam asetat. Hasil tangkapan lubang perangkap tidak menggambarkan kerapatan populasi secara absolut karena jumlah yang tertangkap ditentukan oleh aktivitas dari artropoda. Namun, hasil tangkapan lubang perangkap dapat digunakan untuk membandingkan kerapatan aktivitas dari beberapa spesies di dalam habitat yang berbeda pada periode waktu tertentu, atau mengukur pengaruh praktek budidaya (Winasa 2001).

Dokumen terkait