• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.1. Landasan Teor i

2.1.1. Musik dan Lir ik Lagu

Musik adalah bentuk seni yang melibatkan penggunaan bunyi secara terorganisir melalui kontinum waktu tertentu. Musik memainkan peran dalam tiap masyarakat, memiliki sejumlah besar gaya, dan tiap gaya merupakan ciri dari wilayah geografis atau sebuah era sejarah. Namun, ada area perbatasan yang tak jelas antara musik dengan seni berdasarkan bunyi lainnya seperti puisi. Maka dari itu, masyarakat memiliki pendapat berbeda-beda mengenai musikalitas dari berbagai macam bunyi. Karenanya, irama berulang, gaya bernyanyi separuh berbicara, atau teks bunyi diciptakan program komputer bisa diterima sebagai musik oleh sebuah masyarakat atau kelompok dan bisa juga tidak. Konteks sosial tempat bunyi itu muncul pun sering menentukan apakah bunyi itu dapat dianggap sebagai musik atau tidak. Bisingnya daerah industri, misalnya, tidak dianggap sebagai musik kecuali disajikan sebagai dari sebuah konser musik eksperimental di dalam sebuah auditorium dan diarahkan oleh komposer. Ada bermacam-macam tingkatan seni musik yang ada. Didalam tingkatan seni musik kita sendiri, ada tiga tingkatan berikut ini:

1. Musik klasik: diubah dan dimainkan oleh kaum bangsawan professional terlatih, yang awalnya ada di bawah lindungan kaum bangsawan dan lembaga religious.

2. Musik tradisional: yang dimiliki bersama oleh seluruh populasi.

3. Musik popular: dibawakan oleh kalangan professional, disebarkan melalui media elektronik (radio,televisi, album rekaman, film) dan dikonsumsi oleh masyarakat luas. Namun batasan antar strata ini tidak jelas, misalnya, melodi dari wilayah musik klasik terkadang diambil oleh komunitas musik tradisional dan popular, begitupun sebaliknya.

Perkembangan lirik lagu di Indonesia sudah muncul sejak mulai setelah merebut kemerdekaan. Pada perubahan pertama dasawarsa 1950-an. Pada waktu masih dilakukan yang dinamakan “musikalisasi syair” yaitu menggarap komposisi-komposisi lagu terhadap puisi-puisi yang terlebih dahulu diciptakan oleh penyair terpandang. (Rosidi. 1995 : 12)

Musikalitas syair yang dilakukan oleh para komponis lagu tahun 1950-an itu salah satunya disebabkan oleh keadaan niaga musik yang tidak bisa menunggu lama. Pada saat itu para komponis diharapkan mampu menciptakan sebuah lagu yang diibaratkan seperti kue, dapat dibeli dengan harga murah dan dapat dinikmati selagi hangat, ini menyebabkan karya para pemusik pun tergesa-gesa dalam pembuatannya, sehingga menyebabkan keterbatasan para pencipta lagu untuk mempersembahkan sebuah karya yang murni dan melodis.

Selain itu masih terdapat persoalan teknis, seperti persewaan studio yang mahal makin memaksa mereka menciptakan karya yang asal jadi. Seringkali mereka hanya mengadaptasi kata-kata dari lagu popular Amerika mengenai cinta yang dicerna komponis Indonesia. Padahal lirik Amerika sendiri sering

mendapat kecaman antara lain dikatakan bahwa lirik lagu Amerika tidak jelas, vulgar, dumb, cheap, degrading, uninspired. (Rosidi. 1995 : 8)

Lirik lagu merupakan salah satu beragam karya seni yang ada, pada dasarnya hampir sama dengan puisi. Puisi tergolong juga sebagai seni kata. Oleh karena itu lirik dan puisi digolongkan sebagai seni kata sebab mediumnya adalah kata dalam bahasa. Lirik lagu memiliki bentuk pesan berupa tulisan kata-kata dan kalimat yang dapat digunakan untuk menciptakan suasana dan gambaran imajinasi tertentu kepada pendengarnya sehingga dapat pula menciptakan makna-makna yang beragam.

Propaganda melalui maupun tidak melalui lirik lagu tetap memiliki efek yang kompleks. Contohnya jika pesan dalam lirik lagu oleh propagandis diketengahkan tentang ketidakadilan serta ketimpangan-ketimpangan sosial dan secara tidak langsung menempatkan pemerintah sebagai pihak yang harusnya bertanggung jawab pada keadaan itu, bukan tidak mungkin hanya dengan melalui lagu khalayak menjadi marah, menuntut, bahkan melawan pemerintah sebagai pihak yang bertanggung jawab dengan berbagai bentuk. Oleh karena bahasa dalam hal ini kata-kata, khususnya yang digunakan dalam lirik lagu tidak seperti bahasa sehari-hari dan memiliki sifat yang ambigu dan penuh ekspresi ini menyebabkan bahasa cenderung untuk mempengaruhi, membujuk, dan pada akhirnya mengubah sikap pembaca (Wellek. & Warren. 1989 : 14-15).

Maka untuk menemukan makna dari setiap pesan yang ada pada lirik lagu, digunakanlah metode semiotika yang notabene merupakan bidang ilmu yang mempelajari tentang sistem tanda. Mulai dari bagaimana tanda itu diartikan,

dipengaruhi oleh persepsi dan budaya, serta bagaimana tanda membantu manusia memaknai keadaan sekitarnya.

2.1.2. Inter pr etasi Tanda dalam Lir ik Lagu

Charles Osgood dalam LittleJohn (2009 : 104-105) mengemukakan sebuah teori tentang bagaimana arti sebuah tanda dipelajari dan hubungannya dengan makna yang diturunkannya. Contohnya adalah kata “jatuh”, maka yang terbayang adalah proses terlemparnya suatu benda dari ketinggian tententu menuju kebawah, namun dilain pihak bisa pula kata “jatuh” dibayangkan sebagai suatu hal yang berhubungan dengan rasa sakit, kekecewaan, pengalaman yang menyakitkan dan sebagainya. Disinilah bentukan stimulus dan respon terjadi, respon dari seseorang tentang suatu obyek akan berbenturan dengan pengalamannya serta dijembatani oleh rujukan yang ada di benaknya. Dengan kata lain, seseorang menginterpretasikan suatu tanda berangkat dari frame of reference (pengetahuan) dan frame of experience (pengalaman) masing-masing, namun pemaknaan tanda tersebut pada masing-masing orang biasanya tidak berbeda jauh, dikarenakan tanda-tanda yang digunakan sifatnya universal. Interpretasi definisinya adalah sebuah proses yang aktif dan merupakan suatu tindakan yang kreatif dari penegasan kemungkinan makna tindakan dan pesan. Dapat dikatakan bahwa dalam menciptakan suatu karya lirik lagu, pencipta lagu selaku komunikator melakukan proses persepsi dan interpretasi terhadap fenomena yang terjadi disekitarnya dan disesuaikan dengan apa yang dimiliki. Hal ini dikarenakan proses persepsi dan interpretasi

merupakan bagian dari komunikasi interpersonal dan proses komunikasi interpersonal tidak lain adalah proses berpikir itu sendiri. Dengan demikian proses komunikasi interpersonal terjadi dalam proses produksi sebuah karya lirik lagu. Sebagai hasil dari proses persepsi dan interpretasi ini kemudian pencipta lagu selaku komunikator menuangkan hasil pemikiran tersebut kedalam bentuk lirik lagu dengan menggunakan lambang bahasa tertulis yang disesuaikan dengan bahasa komunikasinya, namun tidak terlepas dari persepsi dan interpretasi pencipta lagu terhadap persoalan-persoalan yang diangkatnya dengan memperhatikan pula faktor personal dari pencipta lagu itu sendiri. Kita tidak dapat tidak berkomunikasi (we cannot not communicate). Tidak berarti bahwa semua perilaku adalah komunikasi. Alih-alih komunikasi terjadi bila seseorang memberi makna pada perilaku orang lain atau perilakunya sendiri (Mulyana. 2005 : 98). Dalam ilmu komunikasi, analisis yang dilakukan terhadap suatu karya dalam hal ini lirik lagu berarti melakukan analisis tingkat “pesan”. Bila dilihat lebih lanjut, lirik lagu adalah proses produksi pencipta lagu selaku komunikator dalam menyampaikan sebuah pesan baik yang terjadi disekitarnya atau dirasakan langsung yang dimasukkan kedalam simbol-simbol komunikasi yang mempunyai persepsi terhadap persoalan tersebut. Simbol-simbol itu selanjutnya ditujukan kepada komunikan dalam bentuk pesan tertulis berupa lirik lagu sesuai dengan persepsi komunikator, namun biasanya persepsi dari komunikan atau masing-masing orang dapat berbeda dalam menanggapinya. Hal ini menyebabkan isi pesan yang sama dapat berbeda maknanya.

Brown dalam Mulyana (2005 : 256) mendefinisikan makna sebagai kecenderungan (disposisi) total untuk menggunakan atau bereaksi terhadap suatu bentuk bahasa. Terdapat banyak komponen dalam makna yang dibangkitkan dari suatu kata atau kalimat. Makna muncul dari hubungan khusus antara kata (sebagai simbol verbal) dan manusia. Makna tidak melekat pada kata-kata, namun kata-kata membangkitkan makna dalam pikiran orang. Jadi tidak ada hubungan langsung antara suatu objek dan simbol yang digunakan untuk mempresentasikannya. (Mulyana. 2005 : 256)

Makna dapat pula digolongkan kedalam makna denotatif dan makna konotatif. Makna denotatif adalah makna yang sebenarnya (faktual), seperti yang kita temukan dalam kamus. Karena itu, makna denotatif lebih bersifat publik. Sejumlah kata bermakna denotatif, namun banyak kata juga bermakna konotatif, lebih bersifat pribadi, yakni makna diluar rujukan objektifnya. Dengan kata lain makna konotatif lebih bersifat subjektif dari pada makna denotatif. (Mulyana. 2005 : 257)

2.1.3. Seks dan Seksualitas

M. Sofyan Sauri, S. Sos menyatakan istilah seks berasal dari bahasa latin “secare” yang artinya terbelah, dengan demikian seks adalah sesuatu yang membelah manusia menjadi dua, yaitu pria dan wanita. Seks adalah jenis kelamin yang membedakan pria dan wanita secara biologis. (www.waspada.co.id, diakses 19 Maret 2006)

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, salah satu arti seks adalah segala hal yang berkaitan dengan alat kelamin. Dr. Boyke, salah seorang seksolog terkenal dalam buku Let’s Talk About Love berpendapat bahwa kata “seks” memiliki definisi yang luas. Secara keseluruhan, yang dimaksudkan dengan seks adalah pendidikan mengenai jenis kelamin.

Terdapat perbedaan antara seks pria dan wanita. Seksualitas pria adalah bila seorang anak berjenis kelamin pria telah dewasa, maka naluri seks dalam tubuhnya akan lebih nyata dan menjadi kuat. Perangsangan dapat timbul pada setiap saat dan terjadi agak cepat dan mungkin timbulnya tanpa disadari. Sedangkan seksualitas pada wanita berbeda dengan pria, yang dimana perasaan seksual pada wanita umumnya terjadi dengan perangsangan lebih lambat, tidak sesering dan tidak nyata seperti pada pria.

Menurut Dr. Boyke dalam buku Let’s Talk About Love mendefinisikan dan menggolongkan seks kedalam beberapa hal antara lain:

1. Dimensi biologis: dari sudut pandang biologis, seks berarti segala hal yang berkaitan dengan alat reproduksi. Didalamnya termasuk pengetahuan mengenai hormon-hormon, menstruasi, masa subur, gairah seks, bagaimana menjaga kesehatan dan gangguan dari penyakit seperti PMS (penyakit menular seksual), dan bagaimana memfungsikannya dengan optimal secara biologis. Termasuk dalam pengertian seks dari sudut biologis ini adalah pengetahuan mengenai proses pembuahan, bagaimana ovum bertemu dengan sperma dan membentuk zigot, dan seterusnya. Dalam Islam, pengertian seks dalam dimensi biologis ini juga bisa ditemukan. Seorang muslim atau

muslimah misalnya, diharuskan untuk mengetahui kapan usia balighnya dimulai. Sebenarnya itu berkaitan dengan masalah pendidikan seks dalam dimensi biologisnya, karena usia baligh atau kedewasaan seseorang menurut Islam dilihat dari ciri-ciri yang bersifat biologis. Misalnya, keluarnya darah haid (menstruasi) pada perempuan atau mulai aktifnya sel sperma yang ditandai dengan pengalaman “mimpi basah” (ihtilam).

2. Dimensi psikologis: dari dimensi psikologis, seks berkaitan dengan bagaimana seseorang menjalankan fungsinya sebagai makhluk seksual dan identitas peran jenis. Contohnya, laki-laki dipandang lebih agresif dibandingkan perempuan. Dalam Islam, penegasan identitas peran jenis ini juga menjadikan sesuatu yang sangat penting. Rasulullah SAW misalnya, memberikan larangan yang tegas kepada laki-laki untuk tidak menyerupai identitas seksual perempuan. Dan sebaliknya, perempuan juga dilarang menyerupai identitas seksual sebagaimana laki-laki. Hal ini tujuannya jelas, yakni untuk mempertegas fungsi seksual masing-masing pihak yang nantinya sangat berpengaruh pada dimensi psikologisnya.

3. Dimensi medis: dari dimensi ini, seks adalah pengetahuan mengenai penyakit yang disebabkan oleh hubungan seksual, misalnya terjadinya impotensi, nyeri, atau keputihan. Pada dimensi ini, dalam Islam memang tidak begitu menyentuh secara detail. Namun, secara umum hal itu tetap disinggung oleh Islam. Dalam kajian fiqih misalnya, dibahas tentang bagaimana menjaga kebersihan dan kesucian diri dari segala kotoran atau najis yang keluar dari alat kelamin. Hal ini dalam kajian fiqih dapat dilakukan dengan cara

menyucikan bagian tubuh yang terkena kotoran atau najis dengan menggunakan air atau dapat dilakukan dengan mandi, khususnya ketika selesai masa menstruasi atau sehabis melakukan hubungan seksual.

4. Dimensi sosial: dari dimensi sosial, seks adalah sesuatu yang berkaitan dengan hubungan interpersonal (hubungan antar sesama manusia). Sering kali hambatan interaksi ditimbulkan oleh kesenjangan peran jenis antara laki-laki dan perempuan. Hal ini dipengaruhi oleh faktor budaya dan pola asuh yang lebih memprioritaskan laki-laki dibanding perempuan di masyarakat. Anggapan tersebut harus diluruskan karena didalam Islam, perbedaan jenis kelamin tidak menentukan mana yang lebih baik atau berkualitas, yang menentukan adalah faktor keimanannya.

Seksualitas memang merupakan suatu yang kodrati sehingga seksualitas akan tetap muncul dimana saja dan kapan saja dengan daya tarik sendiri. Seksualitas dapat juga dikatakan sebagai hasrat (desire) dan keinginan (want), yang tumpah tindih dengan aspek-aspek lain kehidupan. (Hasan. & Nasma. 2008 : 10)

2.1.4. Kamasutr a ala India Kuno dan ala J awa

Beradegan intim atau berhubungan seks adalah aktifitas religius bagi sebagian orang, dari situ tujuan utamanya adalah melahirkan manusia-manusia baru yang akan hidup di dunia. Kamasutra adalah kitab yang berisi panduan dalam berhubungan seks. Didalamnya tertulis banyak nasehat dan pelajaran tentang bagaimana membina hubungan dengan pasangan. Pembahasan tidak

berpusat pada masalah seks saja, tetapi juga merupakan tuntunan untuk seseorang bagaimana menjalani hidup dengan benar bersama pasangan, bahkan pembahasan tentang seks hanya mengambil porsi satu bagian dari total tujuh bagian dari isi kitab kamasutra yang berada pada bagian ke-2 dari total 7 bagian yang ada. Kitab ini terdiri dari 1250 ayat, 36 bab, dan 7 bagian. (http://www.seksualitas.net/kamasutra-india-kuno.htm)

Kitab Kamasutra bisa dikatakan sebagai salah satu kitab yang bertujuan untuk mendekatkan manusia dengan penciptanya. Sejatinya Kamasutra adalah sebuah kitab spiritual. Sebuah filosofi India menyebutkan tentang Purusharta, yaitu empat tujuan utama dalam kehidupan; berbuat kebajikan, kesejahteraan, kesenangan, dan kebebasan.

Sedangkan jika berbicara tentang Kamasutra ala Jawa. Konsep bibit, bebet,bobot yang mengandung makna kualitas mental, moral, dan spiritual sangat diutamakan dalam Kamasutra Jawa ini, yang membahas hal-hal yang berkaitan dengan cinta asmara. Orientasinya adalah mencari wiji sejati, yaitu generasi penerus yang mempunyai keyakinan dan kepribadian.

Kamasutra Jawa lebih mengarah sebagai ensiklopedi kebudayaan Jawa, memberi penjelasan tentang Kamasutra atau lika-liku ilmu percintaan yang dikemas secara etis, logis, dan estetis. Seksualitas diulas dalam struktur sakralitas, asmara-dana yang berkorelasi dengan dana-asmara. Hasilnya adalah keselarasan, keserasian, ketentraman, kedamaian, dan kesabaran. (Purwadi. 2004 : 2)

India memiliki buku yang mengupas tentang seksologi secara jelas, detail, transparan, dan bersejarah yang berjudul kitab Kamasutra India kuno. Tiongkok mempunyai buku Shu Ni Jing, Hung Lou Meng, dan Yin Yuan Thu yang mengupas ajaran seks secara hampir paripurna. Kitab-kitab tersebut selalu menjadi rujukan dan pedoman bagi mereka yang belajar seks sebagai suatu ilmu. Hal yang sama juga terdapat di Jawa, yakni Senat Nitimani dan Senat Kamasundha. Kedua kitab tersebut memberikan panduan yang cukup memadai tentang seksualitas. Senat Nitimani menuturkan bahwa masyarakat Jawa juga telah lama mengembangkan bentuk-bentuk, teknik, metode, pengobatan, mantra bahkan ilmu pengasihan yang ada kaitannya dengan seksualitas. Didalam Primbon, masyarakat Jawa juga menyusun dengan ilmu petung yang berkaitan dengan kehidupan seksual; yakni ilmu tentang kalender seksual yang menjelaskan tentang waktu-waktu terbaik untuk untuk beradegan intim, kemudian cita rasa perempuan; yakni tempat-tempat sensitif yang berada pada tubuh perempuan dan kenikmatan seks berdasar pada bentuk genetikal perempuan. Disamping itu juga ada tata krama seksual dan pose-pose atau posisi gaya seks yang dapat melahirkan kenikmatan dalam beradegan intim. Semua itu disusun untuk mendapatkan kenikmatan seksual secara optimal. (Hariwijaya dalam Purwadi. 2004 : 157)

Disisi lain, dengan strategi kebudayaan tertentu dari pihak keraton yang mengusung sastra dan spiritualitas (kerohanian dan ketimuran atau kejawen) dimana masalah-masalah seksual masuk didalamnya, maka pandangan seksologi Jawa sangat dominan dengan pandangan dari kaum ningrat atau

kalangan priyayinya. Kaum ningrat Jawa dan golongan priyayi pada umumnya memakai istilah seks tidak hanya berpusat pada masalah persetubuhan (asmaragama). Asmaragama adalah ajaran seks versi leluhur Jawa. Bagi sebagian orang mungkin sistilah asmaragama merupakan istilah yang asing, namun bagi orang yang berkecimpung dalam kebudayaan Jawa tentu sudah tidak asing lagi dengan ajaran seks versi raja-raja Jawa ini. Asmaragama berasal dari dua kata yaitu; asmara yang berarti cinta atau percintaan, dan gama yang berarti ajaran. Dengan demikian asmaragama berarti ajaran tentang percintaan leluhur Jawa. Dalam khasanah budaya Jawa, ajaran seks ini dibagi menjadi enam kategori, yaitu; asmaranala, asmaratura, asmaraturida, asmaradana, asmaratantra, asmaragama.

Asmaragama ini ditunjukkan kepada suami istri atau sebuah pasangan tetap. Latihan untuk memahami teori seksual ini diperlukan kesungguhan, keajegan atau istiqomah atau ketenangan batin, dan sakralitas. Karena kegiatan seks merupakan ritual sakral yang hanya boleh dilakukan oleh mereka yang telah mengikatkan diri pada janji suci perkawinan. (Hariwijaya dalam Purwadi. 2004 : 175)

Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa antara Kamasutra India kuno dengan Kamasutra Jawa sebenarnya terdapat banyak kesamaan dalam ajarannya, yaitu; selain mengajarkan hal-hal yang berpusat pada kegiatan seks, juga sama-sama mengajarkan bagaimana cara membina hubungan yang baik antara suami dan istri. Namun untuk Kamasutra Jawa lebih menekankan pada penjelasan tentang ensiklopedi kebudayaan Jawa yang dikemas secara etis,

logis, dan estetis. Seksualitas hanya diulas dalam struktur sakralitas, asmara-dana yang berkorelasi dengan asmara-dana-asmara. Hasilnya adalah keselarasan, keserasian, ketentraman, kedamaian, dan kesabaran.

2.1.5. Posisi dalam Adegan Intim dan Var iasi Pengembangannya

Pada pasangan yang telah mengalami berbagai macam adegan intim, kemampuan imajinasi yang lebih liar ditantang untuk muncul pada saat keduannya melakukan hubungan seksual. Adegan intim yang diharapkan pasangan yang sudah sering melakukan hubungan seksual biasanya lebih ekstrim dibandingkan dengan adegan yang diimajinasikan pasangan yang baru saja mengenal hubungan seksual. Hal ini disebabkan oleh kemampuan seksualitas untuk meningkatkan daya imajinasi manusia, sehingga terdapat ukuran atau yang bisa kita sebut dosis. Dosis tersebut sama halnya dengan dosis obat. Apabila sering digunakan atau dilakukan, maka dosisnya pun akan bertambah. Begitu juga dengan adegan intim yang berulang-ulang dilakukan, akan meningkatkan dosis si pelaku adegan tersebut, sehingga menginginkan adegan lain yang lebih memuaskan. (Wijaya. 2004 : 10-11)

Berikut adalah beberapa posisi utama dalam adegan intim yang nantinya masih bisa dikembangkan namun berpusat dari posisi ini (www.anneahira.com): 1. Missionaries: posisi adegan paling normal dan paling banyak dilakukan saat berhubungan seksual. Adegan ini memposisikan perempuan berada dibawah dan laki-laki berada diatas. Adegan intim tersebut menjadi favorit para perempuan karena dengan posisi ini, perempuan bisa lebih mudah

mendapatkan orgasme dibandingkan dengan posisi lain yang bisa dilakukan saat berhubungan seksual. Akan tetapi lain halnya dengan perempuan, laki-laki tidak terlalu suka dengan adegan intim dengan posisi ini karena menyebabkan perempuan lebih cepat orgasme. Selain itu kebanyakan perempuan pada adegan intim dengan posisi ini jarang melakukan gerakan yang atraktif atau cenderung pasif, sehingga laki-laki merasa tidak tertantang ntuk mencoba posisi lainnya setelah itu.

2. Cowgirl: adegan ini menempatkan perempuan pada posisi diatas sedangkan laki-laki berada dibawah. Posisi ini cukup mudah dilakukan, akan tetapi butuh beberapa kali dilakukan agar si perempuan menjadi terbiasa saat melakukan posisi maju mundur tanpa membuat alat kelamin pasangan terjepit. 3. Seesaw: adegan ini bisa dilakukan di kursi, sofa, atau tempat-tempat santai lainnya dengan posisi perempuan berada diatas dan laki-laki berada dibawah. Pada posisi ini laki-laki bisa menyandarkan kepala dan punggungnya di bagian kursi atau sofa, sehingga tidak diperlukan tenaga ekstra untuk menahan beban tubuh pasangannya. Namun kesulitan adegan intim ini terletak pada perempuan yang harus bisa menarik otot pinggul agar bisa melakukan gerakan yang atraktif.

4. Amazon: pada adegan ini, posisi perempuan tetap berada diatas tapi berbalik, sehingga membelakangi si laki-laki. Sementara itu, posisi laki-laki sama dengan posisi cowgirl, namun dengan kedua kaki yang dikaitkan ke kedua kaki perempuan. Adegan intim dengan posisi ini merupakan tantangan bagi keduanya karena tidak bisa dilakukan dengan durasi yang lama, hal ini

disebabkan oleh otot paha perempuan yang akan mudah pegal, serta otot betis si laki-laki yang harus menahan beban tubuh si perempuan.

Sedangkan jika berbicara tentang variasi posisi adegan intim, yang hal ini merupakan pengembangan dari posisi adegan intim, yaitu:

1. Kamasutra The Congress of The Crow atau biasa disebut posisi “69”: mengapa disebut “69”? Karena kedua pasangan berada dalam posisi yang saling berlawanan sehingga menyerupai angka 69. Posisi “69” bisa juga disamakan dengan kegiatan oral seks, yang dimana adegan intim dengan posisi ini biasanya dilakukan oleh pasangan yang hendak mencari sensasi lain dari pada sekedar melakukan proses foreplay seperti belaian dan cumbuan. Pada posisi ini, kepala laki-laki berada diantara alat kelamin perempuan (vagina), sedangkan kepala perempuan berada diantara kedua kaki laki-laki atau berhadapan langsung dengan alat kelamin laki-laki (penis). posisi adegan intim dengan posisi ini keduanya ditantang untuk mengeksplorasi sensasi seksualitas dengan cara oral, bisa dengan mengambil posisi menyamping ataupun bertindihan. Akan tetapi, jika ada satu pihak yang merasa tidak nyaman, maka posisi ini tidak dianjurkan untuk digunakan karena bisa membuat sensasinya menurun. Namun hati-hati jika sering dilakukan, karena posisi ini lebih memudahkan virus dan bakteri untuk masuk kedalam tubuh dan alat kelamin kita. Oleh karena itu, sebelum melakukan adegan intim

Dokumen terkait