• Tidak ada hasil yang ditemukan

PUTRA SANG FAJAR TELAH MUNCUL DI UFUK TIMUR

Dalam dokumen Menuju Nusantara Jaya (Halaman 74-82)

Oleh : Tri Budi Marhaen Darmawan

Pembaca yang budiman, apa yang terpapar berupa tulisan-tu-lisan di dalam blog internet maupun buku ini adalah murni merupa-kan hasil “input spiritual” atau bisa dikatamerupa-kan sasmita/ilham/ isyarah/warid, yang kemudian di-cross check (cek silang) dengan beberapa wasiat karya leluhur berkenaan. Untuk diketahui pula sebelumnya bahwa setiap “input spiritual” yang diterima penulis se-lalu disertai dengan turunnya ayat Al Qur’an dari kegaiban (berupa “bisikan” atau “bimbingan” dalam membuka kitab Al Qur’an) se-bagai hakekat penjelasannya. Secara jujur, penulis bukanlah seorang ahli kitab ataupun Al Hafidz. Ayat-ayat Al Qur’an yang turun itulah yang senantiasa penulis jadikan pijakan utama dalam melakukan se-tiap “perjalanan spiritual” selama ini. Termasuk “input spiritual” un-tuk menyuarakan semua ini ke dalam blog internet maupun buku ini, yaitu QS Asy Syua’raa’ : 5 – 9 yang berbunyi :

”Dan sekali-kali tidak datang kepada mereka suatu peringatan baru dari Tuhan Yang Maha Pemurah, melainkan mereka selalu berpaling daripadanya. Sungguh mereka telah mendustakan (Al Qur’an), maka kelak akan datang kepada mereka (kenyataan dari) berita-berita yang

Dan kebanyakan mereka tidak beriman. Dan sesungguhnya Tuhanmu benar-benar Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang.”

Dan juga QS An Nuur : 46 – 47 yang berbunyi : ”

Sesungguhnya Kami telah menurunkan ayat-ayat yang menjelaskan. Dan Allah memimpin siapa yang dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. Dan mereka berkata: ”Kami telah beriman kepada Allah dan rasul, dan kami menaati (keduanya).” Kemudian sebagian dari mer-eka berpaling sesudah itu, smer-ekali-kali mermer-eka itu bukanlah orang-orang yang beriman.”

Pada bulan Juli 2007 penulis pernah mengumumkan informasi di dalam blog internet tentang ”Cahaya Putih” yang terlihat di atas Alas Ketonggo pada tanggal 7 Juli 2007 yang lalu yang bergerak menuju ke arah timur dan berdiam di suatu tempat di timur. Fenomena spiritual itupun dibarengi dengan turunnya ayat Al Qur’an sebagai hakekat penjelasannya, yaitu QS Al Israa’ : 41 – 46, yang menyatakan : ”

Dan sesungguhnya dalam Al Qur’an ini Kami telah ulang-ulangi (per-ingatan-peringatan), agar mereka selalu ingat. Dan ulangan perin-gatan itu tidak lain hanyalah menambah mereka lari (dari kebenaran). Katakanlah: ”Jika ada tuhan-tuhan di samping-Nya, sebagaimana yang mereka katakan, niscaya tuhan-tuhan itu mencari jalan kepada Tuhan yang mempunyai Arasy.” Maha Suci dan Maha Tinggi Dia dari apa yang mereka katakan dengan ketinggian yang sebesar-besarnya. Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada suatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Ses-ungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun. Dan apabila kamu membaca Al Qur’an niscaya Kami adakan antara kamu dan orang-orang yang tidak beriman kepada kehidupan akhirat, suatu dinding yang tertutup, dan Kami adakan tutupan di atas hati mereka

dan sumbatan di telinga mereka, agar mereka tidak dapat memaha-minya. Dan apabila kamu menyebut Tuhanmu saja dalam Al Qur’an, niscaya mereka berpaling ke belakang karena bencinya.”

Dalam fenomena ini secara khusus arti dan maksud ”Cahaya Putih” itu dijelaskan melalui QS Al Hajj : 40 – 41 yang berbunyi :

” (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: ”Tuhan kami hanyalah Allah.” Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) se-bagian manusia dengan sese-bagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadah orang Yahudi dan mesjid-mesjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama) -Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang makruf dan mencegah dari perbuat-an yperbuat-ang mungkar; dperbuat-an kepada Allah-lah kembali segala urusperbuat-an.”

(Masya Allah la quwata ila billah..!!! Ayat ini menyiratkan gambaran tentang ”seseorang” yang tersembunyi itu).

Mengapa pula pada waktu yang lalu yaitu tanggal 11 dan 12 Juli 2007 kami memberitahukan di dalam blog internet kepada para winasis dan waskita di negeri ini untuk bisa berkumpul di Bali pada hari Jum’at tanggal 13 Juli 2007 untuk bersama-sama membuktikan kebenarannya. Dalam fenomena ini, secara hakekat Alas Ketonggo sebenarnya adalah Pulau Dewata (Bali). Dan ”Cahaya Putih” di timur itu ternyata berada di Sad Kahyangan Jagad sisi timur yaitu di

”Sesungguhnya perkataan orang-orang mukmin, apabila mereka di-panggil kepada Allah dan rasul-Nya supaya diputuskan perkara di an-tara mereka* ialah ucapan: ”Kami mendengar dan kami patuh.” Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan barang siapa yang taat kepada Allah dan rasul-Nya dan takut kepada Allah dan bertakwa kepada-Nya, maka mereka adalah orang-orang yang mendapat ke-menangan.” (*: Maksudnya: Di antara kaum muslimin dengan kaum muslimin dan antara kaum muslimin dengan yang bukan muslimin)

Saat itu di Pura Lempuyang Luhur - Karangasem, input spiri-tual lain yang menyertainya adalah input untuk menyelenggarakan suatu upacara ritual di Pura Tanah Lot pada bulan Agustus 2007. Dikatakan moment itu akan menandai kemunculan ”seseorang” itu dan sebagai forum pesaksian/pembuktian atas kebenarannya sebelum ”seseorang” itu mengemban amanah-amanah-Nya bagi kemaslahatan rakyat negeri ini.

Akhirnya bersama dengan rekan-rekan spiritualis di Bali ter-laksana Upacara Guru Piduka yang telah berlangsung di Tanah Lot pada tanggal 26 Agustus 2007 yang lalu. Menurut kesaksian be-berapa spiritualis dari Jakarta, Semarang dan Bali yang hadir dalam acara itu telah “melihat” fenomena spiritual yang sama tentang ke-munculan “Satria Pinandhita Sinisihan Wahyu” di tengah kita. Ya.. sinyal yang muncul menyiratkan bahwa “Sabdo Palon Noyo Geng-gong” telah muncul. Sungguh sangat rumit untuk menjelaskannya bagi konsumsi akal penalaran. Tidak ada yang tidak mungkin jika Allah SWT berkehendak. Saat ini “Roda Cokro Manggilingan” te-ngah bergerak dan berputar. Walau secara kasat mata tidak terlihat, namun daya-dayanya akan terasa secara luas.

Bukanlah suatu kebetulan jika pada tanggal 26 Agustus 2007 malam itu (dini hari masuk tanggal 27 Agustus 2007) bulan purna-ma terlihat ada dua (yang satu sebenarnya adalah planet Mars).

Feno-mena ini melambangkan kemunculan “dua sosok” yang menjadi satu kesatuan, ibarat Semar dan Arjuna atau Begawan Abiyoso dan Prabu Parikesit. Dalam Al Qur’an dilambangkan kekuatan Nabi Musa dan Nabi Harun dalam menghadapi Fir’aun. Dan dalam konteks ini adalah : “Sabdo Palon dan Noyo Genggong”. Secara kegaiban Sabdo Palon adalah Dang Hyang Nirartha (Sang Hyang Ismoyo) dan Noyo Genggong adalah Gajah Mada (Dewa Gana/Ganesha). Aura “dua sosok” tersebut ada pada dua orang Jawa berdarah Sunda pengikut Rasulullah Muhammad SAW melalui Kian Santang, yang menjalankan ajaran Sunan Kalijaga dan Sunan Gunung Jati. Secara hakekat fenomena ini melambangkan bahwa “dua sosok” beliau adalah berasal dari Trah Pajajaran – Majapahit. Sehingga setidaknya terjawab sudah apa yang telah diwangsitkan oleh Prabu Siliwangi dalam “Uga Wangsit Siliwangi” berkenaan dengan sosok “Budak Angon dan Pemuda Berjanggut”. Dua sosok tersebut mewakili ke-turunan Prabu Siliwangi yang pergi menuju ke arah Timur.

Tak perlu penasaran siapa sejatinya beliau. Karena beliau “dua orang” tersebut tidak akan muncul di permukaan sebelum missi yang dijalankannya paripurna. Missi tersebut berkenaan dengan “Persatuan Umat” dan untuk ingat kembali akan “Ke-Tuhan-an Yang Maha Esa”. Jangan dibayangkan “beliau” akan harus berhadap-an dengberhadap-an jutaberhadap-an umat di nusberhadap-antara ini. Namun dalil yberhadap-ang berlaku pada “beliau” adalah : “Nglurug tanpa bala, menang tanpa

ngasor-ake”.

Sampai kapanpun “beliau” tidak akan mengaku dan tidak mengetahui bahwa dirinya sebagai sosok “Satria Piningit” itu. Jadi

dengan harta karun atau pusaka Bung Karno, semua itu adalah “Bo-hong Besar”.

Saat ini secara kegaiban “beliau” tengah berjalan dari Timur menuju Barat, meluruskan kembali apa yang salah diantara Maja-pahit dan Pajajaran, khususnya kejadian Perang Bubat. Karena secara spiritual terjadinya Perang Bubat bukanlah karena akal licik Gajah Mada untuk menaklukkan Pajajaran. Tetapi yang terjadi adalah ke-salahpahaman karena Gajah Mada bersiasat untuk menghindarkan “perkawinan sedarah” antara Dyah Pitaloka dengan Prabu Hayam Wuruk. Hakekatnya asal mula Majapahit (R. Wijaya) adalah dari trah Pajajaran (dulunya Kerajaan Sunda Galuh). Sehingga secara hakekat pula bahwa Pajajaran adalah “saudara tua” Majapahit. Dari penelusuran secara spiritual, Gajah Mada sebagai sosok yang mis-terius sejatinya adalah Rangga Gading (makam/petilasannya ada di Bogor).

Prinsipnya banyak hal yang perlu diluruskan berkenaan dengan sejarah nusantara ini. Karena kepentingan pihak-pihak tertentu pasca keruntuhan Majapahit, sampai dengan dekade ini banyak sejarah yang telah diputarbalikkan ataupun dibengkokkan. Secara empirik catatan atau bukti sejarah boleh hilang, namun di alam kegaiban catatan sejarah nusantara ini tidak dapat dihapus. Dan inilah peran kemunculan beliau “Sabdo Palon Noyo Geng-gong” yaitu meluruskan apa yang salah di negeri ini. Jika secara kegaiban hal-hal yang salah dapat diluruskan, maka aura ini akan berpengaruh besar dalam kehidupan manusia di bumi. Tak salah kiranya kembali apa yang tertulis di dalam Uga Wangsit Siliwangi : “Dengarkan! Jaman akan berganti lagi, tapi nanti, setelah Gunung Gede meletus, disusul oleh tujuh gunung. Ribut lagi seluruh bumi, Orang Sunda dipanggil-panggil, Orang Sunda memaafkan. Baik lagi semuanya. Negara bersatu kembali. Nusa jaya lagi, sebab berdiri

ratu adil, ratu adil yang sejati.”

Pada kesempatan ini dapatlah penulis ungkapkan pasemon

(sanepan) berupa syair dari Sabdo Palon tentang Jangka Joyoboyo

yang terjadi saat ini (diterima melalui kegaiban), sebagai berikut :

”Semut ireng ngendog jroning geni,

(”Semut hitam bertelur di dalam api,)

Ono Merak memitran lan Baya,

(Ada Merak berteman dengan Buaya,)

Keyong sak kenong matane,

(Keong sebesar talempong matanya,)

Tikuse padha ngidhung,

(Tikusnya pada bernyanyi,)

Kucing gering ingkang nunggoni,

(Kucing kurus yang menunggui,)

Kodok nawu segara oleh Banteng sewu,

(Kodok menjaring di danau mendapatkan seribu Banteng,)

Precil-precil kang anjaga,

(Anakan katak yang menjaga,)

Semut ngangrang angrangsang Gunung Merapi,

(Semut Rangrang merangsang Gunung Merapi,)

Wit Ranti (meranti) woh Delima.”

perang Badar) mendapat luka yang serupa. Dan masa (kejayaan dan kehancuran) itu, Kami pergilirkan di antara manusia (agar mereka mendapat pelajaran); dan supaya Allah membedakan orang-orang yang beriman (dengan orang-orang kafir) dan supaya sebagian kamu dijadikan-Nya (gugur sebagai) syuhada. Dan Allah tidak menyukai orang-orang yang lalim, dan agar Allah membersihkan orang-orang yang beriman (dari dosa mereka) dan membinasakan orang-orang yang kafir.”

Dan juga QS Ar Ra’d : 42 : “Dan sungguh orang-orang kafir

yang sebelum mereka (kafir Mekah) telah mengadakan tipu daya, tetapi semua tipu daya itu adalah dalam kekuasaan Allah. Dia menge-tahui apa yang diusahakan oleh setiap diri, dan orang-orang kafir akan mengetahui untuk siapa tempat kesudahan (yang baik) itu.”

Serta QS Al Bayyinah : 5 : “Padahal mereka tidak disuruh

kecu-ali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.”

Hakekat spiritual yang tersirat adalah bahwa saat ini skenario Allah tengah berjalan. ”Pasukan Sirrullah” tengah bekerja meme-rangi kezaliman, kemunafikan dan keingkaran (kafir) di negeri ini. Sehingga secara kasat mata kita akan banyak menyaksikan berbagai macam bencana dan kejadian-kejadian di luar akal pikiran manusia sebagai hamba-Nya. Semuanya sudah sangat jelas. Maha Benar Allah dengan segala Firman-Nya. Semoga kita yang sadar akan semua fenomena yang terjadi ini menjadi hamba yang selalu Eling dan Waspada. Eling kepada leluhur dan senantiasa Eling kepada Allah Azza wa Jalla.

Oleh : Tri Budi Marhaen Darmawan

Bencana demi bencana yang terjadi di bumi pertiwi ini sesung-guhnya merupakan tanda peringatan keras Allah kepada bangsa ini yang secara khusus tertuju kepada elite pimpinan nasional baik ula-ma ula-maupun uula-maro’nya. Untuk tidak mencari kambing hitam dari segala peristiwa yang terjadi, maka kita semua memahami akan dalil di dalam manajemen perusahaan (leadership) bahwa : ”Tidak ada bawahan yang salah. Yang ada adalah pimpinan yang salah.” Begitu pula dalam konteks negara sebagai sebuah perusahaan : ”Tidak ada rakyat yang salah, melainkan pemimpin-nyalah yang salah.”

Untuk memahami tulisan ini dibutuhkan perenungan yang mendalam. Diawali dengan pemahaman bahwa di dalam hakekat ke-hidupan ini ”tidak ada yang namanya ‘Kebetulan’.” ‘Kebetulan’ yang terjadi hakekatnya adalah ketetapan yang telah ditetapkan-Nya. Ma-nusia dengan akalnya yang terbatas hanya bisa saling berkomentar dan beranalisis dengan berbagai macam teori ilmu pengetahuan ten-tang suatu kejadian setelah kejadian itu terjadi. Sebuah bukti bahwa akal (penalaran) dan ilmu pengetahuan adalah nisbi. Menghadapi bencana yang terjadi, manusia tidak akan mampu mencegahnya melainkan hanya mampu menangani akibat-akibatnya. Sangatlah

Dalam dokumen Menuju Nusantara Jaya (Halaman 74-82)