• Tidak ada hasil yang ditemukan

Mahkamah Agung dalam Putusan No. 2995 K/Pdt/201235, setelah memeriksa perkara perdata dalam tingkat kasasi telah memutuskan perkara prof. dr. Farouk Muhammad, bertempat tinggal di Jl. H. Mursid No. 33, RT.007/RW.004, Kelurahan Kebagusan, Kecamatan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, dalam hal ini memberi kuasa kepada Muhammad Jusril, SH, dan kawan-kawan, Para Advokat dan Para Kandidat Advokat, berkantor di Satori Cakra Optima, Jalan Ciparahiang No.1, Cidangiang, Kelurahan Tegal Lega, Kecamatan Tengah, Kota Bogor 16124, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 10 Juli 2012, Pemohon Kasasi dahulu Penggugat/Pembanding.

Melawan PT. Telekomunikasi sellular (telkomsel), berkedudukan di Gedung Wisma Mulia Lantai G, Jl. Gatot Subroto No. 42 Jakarta 12710, dalam hal ini memberi kuasa kepada Marselinus Kurnia Rajasa, S.H., LL.M., dan kawan-kawan, Para Advokat pada Kantor Hukum “Rajasa Supriyadi & Hartanto”, berkantor di Atrium Setiabudi Lantai 2, Suite 206 B, Jl. H.R. Rasuna Said Kav. 62, Jakarta 12920. Termohon Kasasi dahulu Tergugat/Terbanding;

Mahkamah Agung membaca surat-surat yang bersangkutan dalam pertimbangannya menimbang, bahwa dari surat-surat tersebut ternyata bahwa

34Ibid, hal. 64.

38 sekarang Pemohon Kasasi prof. dr. Farouk Muhammad dahulu sebagai Penggugat telah menggugat sekarang Termohon Kasasi PT. Telekomunikasi sellular (telkomsel) dahulu sebagai Tergugat di muka persidangan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada pokoknya atas dalil-dalil. Bahwa Penggugat prof. dr. Farouk Muhammad adalah pelanggan Kartu Halo Pasca Bayar dengan Nomor 0811969697 (disebut Kartu Halo) terhitung sejak kurang lebih sepuluh tahun yang lalu dan Tergugat adalah pengelola operator selular terbesar di Indonesia yang mengeluarkan produk Kartu Halo tersebut. Sejak Penggugat menggunakan Kartu Halo tersebut, Penggugat tidak pernah mempunyai masalah yang berarti mengenai pembayaran dan selalu membayar tagihan tepat waktu. Artinya menurut Penggugat, dia adalah pelanggan yang bertanggungjawab akan kewajiban-kewajibannya terhadap Tergugat. Hal ini dapat dilihat sebagai indikator iktikad baik, versi penggugat.

Kemudian Penggugat dikejutkan dengan tagihan bulan September 2009 sebesar tujuh juta tujuh ratus lima puluh ribu tujuh ratus enam puluh empat rupiah. Sedangkan biasanya, penggugat hanya membayar sebesar satu juta lima ratus ribu rupiah. Pembengkakan biaya tersebut ternyata kemudian diketahui oleh Penggugat dikarenakan biaya roaming internasional di luar negeri, yaitu selama seminggu ketika Penggugat menjalankan ibadah umrah di Mekkah. Terhadap tagihan tersebut, Penggugat telah menugaskan dua orang staf dari kantor Penggugat yaitu Hendri dan Katim untuk menyampaikan keberatan Penggugat dan meminta keringanan pembayaran kepada Tergugat di Kantor Grapari Telkomsel, Jalan Gatot Subroto. Dalam hal ini, Penggugat tidak memperoleh informasi atau tidak mendapatkan informasi yang cukup tentang besarnya biaya

39 roaming internasional di luar negeri, tetapi Tergugat melalui petugasnya hanya menyatakan bahwa pencarian informasi dimaksud menjadi kewajiban pelanggan (dalam hal ini menjadi kewajiban Penggugat)36.

Pada akhirnya pada tanggal 21 Oktober 2009 Penggugat dengan penuh kesadaran dan iktikad baik kata iktikad baik dinyatakan secara tegas bersedia untuk membayar tagihan tersebut di atas, yaitu berupa pembayaran penuh sebesar tujuh juta tujuh ratus lima puluh ribu tujuh ratus enam puluh empat rupiah. Akan tetapi, berdasarkan aturan pada Costumer Service pihak Tergugat, kemudian disepakati antara Penggugat dan Tergugat, pembayaran tagihan Penggugat dimaksud dapat dilakukan dengan cicilan maksimal sebanyak tiga kali pembayaran, dalam waktu tiga bulan. Atas hal tersebut di atas, maka pada tanggal 21 Oktober 2009, Penggugat dengan kesadaran dan iktikad baik melakukan pembayaran cicilan pertama sebesar lima juta rupiah. Sisa tagihan dari pembayaran Penggugat menjadi sisa sebesar dua juta tujuh ratus lima puluh ribu tujuh ratus enam puluh empat rupiah.

Penggugat dengan kesadaran dan iktikad baik memenuhi kesepakatan antara Penggugat dan Tergugat dalam hal cicilan sebagaimana yang telah dijelaskan di atas. Pembayaran oleh Penggugat ditindaklanjuti kembali pada tanggal 20 November 2009 sebagai pembayaran cicilan kedua, sebesar satu juta lima ratus ribu rupiah. Sisa pembayaran Penggugat sebesar satu juta dua ratus lima puluh ribu tujuh ratus enam puluh empat rupiah. Setelah pembayaran cicilan kedua tersebut, Tergugat baru memberikan formulir layanan pelanggan atas nama Penggugat yang diterima pada tanggal 20 November 2009 (saat pembayaran

40 cicilan kedua sebagaimana di atas). Intinya, secara tertulis baik Penggugat maupun Tergugat menyatakan bahwa Penggugat diberikan waktu untuk mencicil kewajibannya tersebut dalam waktu tiga kali cicilan pembayaran selama tiga bulan tagihan terhitung sejak pembayaran pertama tanggal 21 Oktober 2009. Dari formulir layanan pelanggan dimaksud maka dapat diketahui bahwa batas terakhir cicilan yang harus dibayarkan Penggugat kepada Tergugat adalah selambat-lambatnya pada tanggal 21 Desember 2009 (tiga bulan terhitung sejak 21 Oktober 2009).

Ternyata formulir layanan pelanggan tertanggal 20 November 2009 yang menjadi Perjanjian dalam hal cicilan pembayaran antara Penggugat dan Tergugat tersebut disimpangi oleh Tergugat, karena pada tanggal 14 Desember 2009 (sebelum jatuh tempo pembayaran cicilan ketiga), Kartu Halo milik Penggugat diblokir tanpa ada penjelasan dan pemberitahuan terlebih dahulu dari pihak Tergugat. Hal ini dapat dilihat sebagai indikator iktikad buruk dari tergugat. Padahal, menurut ketentuan Tergugat, bahwa batas akhir pembayaran untuk Kartu Halo Penggugat jatuh tempo pada setiap tanggal 20 bulan berjalan. Bahkan, jika sesuai dengan kesepakatan yang tertuang dalam formulir layanan pelanggan di atas, batas waktu cicilan pembayaran selama tiga bulan tagihan terhitung sejak pembayaran pertama tanggal 21 Oktober 2009, maka Penggugat masih mempunyai waktu sampai dengan tanggal 21 Desember 2009.

Dengan demikian jelas perbuatan Tergugat sebagai pelaku usaha dalam melakukan kegiatan usaha mereka telah beriktikad tidak baik kata iktikad buruk disebut secara eksplisit, menurut penggugat. Dalam melakukan kegiatan

41 usahanya, tidak memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur, atau informasi yang cukup khususnya tentang biaya roaming internasional. Selanjutnya jelas Tergugat tidak beriktikad baik, tidak konsekuen dan konsisten untuk mematuhi janjinya kepada Penggugat sebagaimana yang dimaksud di atas, sehingga atas hal tersebut tindakan Tergugat sangat nyata-nyata telah merugikan Penggugat. Selanjutnya atas kejadian tersebut, pada tanggal 16 Desember 2009, Penggugat telah mengirimkan faksimile kepada Tergugat, atas saran petugas Costumer Service dari Tergugat (melalui layanan 116 milik Tergugat), untuk membuka blokir tersebut sesuai dengan apa yang dianjurkan oleh petugas Costumer Service

yang tertuang dalam formulir layanan pelanggan tertanggal 20 November 2009. Kemudian permintaan Penggugat agar Tergugat membuka blokir Kartu Halo milik Penggugat tersebut tidak ditanggapi sesuai dengan komitmen antara Tergugat dan Penggugat, terlebih-lebih Tergugat memaksa Penggugat untuk membayar sisa cicilan terakhir terlebih dahulu kalau blokir Kartu Halo milik Penggugat hendak dibuka. Uraian di atas jelas, menurut penggugat, perbuatan Tergugat dapat dikualifikasi telah melakukan perbuatan yang melanggar hak-hak Penggugat selaku konsumen sebagaimana yang diatur secara tegas dalam Undang-Undang R.I. No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, khususnya Pasal 4 huruf (a), (c), (d), dan (g). Karena Penggugat: kehilangan hak atas kenyamanan, keamanan dalam mengkonsumsi jasa yang diperdagangkan oleh para Tergugat; tidak mendapat hak informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi jasa yang telah diperjanjikan oleh Tergugat kepada Penggugat; kehilangan hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas jasa yang digunakan; kehilangan hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur.

42 Atas perbuatan Tergugat yang tidak memegang komitmen dengan kesepakatan tersebut di atas, jelas telah menginjak-injak hak Penggugat selaku konsumen yang telah beriktikad baik dalam penyelesaian pembayaran tagihan Kartu Halo Penggugat. Dengan dibuktikannya pembayaran Tergugat sebagaimana telah diuraikan di atas, akibat perbuatan semena-mena Tergugat kepada Penggugat, dengan pemblokiran sepihak Kartu Halo tersebut, sangat menimbulkan rasa yang tidak nyaman kepada Penggugat. Terlebih-lebih, Penggugat adalah termasuk pelanggan corporate dari Kartu Halo dalam jajaran Perwira Tinggi pada Markas Besar Kepolisian Negara Republik Indonesia. Selanjutnya, nomor Kartu Halo Penggugat sudah lama dikenal di kalangan kolega Penggugat sejak saat Penggugat menjadi Guru Besar sekaligus Gubernur Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian/Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Kepolisian, dan terlebih lagi nomor Kartu Halo Penggugat pun telah dikenal oleh khalayak ramai karena kedudukan Penggugat yang pernah menjadi staff pada Dewan Pertimbangan Presiden.

Saat ini nomor Kartu Halo Penggugat dikenal lebih luas lagi oleh para kolega, konstituen, serta khalayak umum karena Penggugat saat ini adalah Anggota dari Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia. Karena kedudukan Penggugat sebagaimana terurai di atas, maka telah tergambar jelas betapa besar dan betapa penting nomor Kartu Halo milik Penggugat dengan nomor 0811969697 terhadap kelancaran pengabdian Penggugat kepada bangsa dan negara ini. Pemnblokiran sepihak terhadap nomor Kartu Halo milik Penggugat yang telah dilakukan oleh Tergugat, semakin nyata menimbulkan kerugian citra bagi Penggugat. Bahkan, berpotensi menjadi penghambat tugas-tugas negara yang

43 diemban oleh Penggugat sebagai akibat terputusnya saluran komunikasi terhadap Penggugat karena pemblokiran nomor Kartu Halo milik Penggugat secara sepihak yang dilakukan oleh Tergugat, yang juga mengakibatkan kerugian selain terhadap Penggugat juga kerugian negara sebagai terhambatnya aktivitas Penggugat karena perbuatan sepihak Tergugat secara nyata.

Perbuatan semena-mena Tergugat kepada Penggugat, dengan pemblokiran sepihak Kartu Halo tersebut, Penggugat sebagai public figure yang mempunyai citra baik pada jaringan–jaringan perkenalannya telah kehilangan peluang untuk mendapatkan penguatan dukungan-dukungan moril sebagai public figure yang kredibel. Hal ini terjadi karena Penggugat yang sudah memang sering kali menjadi nara sumber bagi media baik cetak maupun elektronik, akibat perbuatan Tergugat seperti yang dimaksud dalam gugatan ini, sejak pemblokiran nomor Kartu Halo sepihak oleh Tergugat, hingga saat ini banyak media baik cetak maupun elektronik yang tidak dapat menghubungi Penggugat untuk dimintai pendapatnya akan kasus-kasus atau isu-isu yang sedang hangat dalam pemberitaan Pers. Sehingga Penggugat kehilangan peluang untuk memperkuat dukungan publik yang telah menimbulkan potensi dampak politik akan menurunnya popularitas dan kredibilitas citra Penggugat dihadapan umum.

Sejalan dengan itu juga, Penggugat telah kehilangan peluang popularitas di mata para orang-orang penting. Pejabat yang menjabat pada lembaga eksekutif, lembaga legislatif, maupun lembaga yudikatif yang selama ini telah mempunyai hubungan baik dan hubungan yang sangat spesifik dengan Penggugat. Lagi-lagi tindakan sepihak Tergugat telah menimbulkan dampak negatif terhadap citra

44 Penggugat. Pada hal, justru Penggugat tengah membangun penguatan citra akan kredibilitas dan popularitasnya juga di hadapan orang-orang penting.

Sebagai akibat pemblokiran sepihak Kartu Halo oleh Tergugat, sangat susah menghubungi kolega sejawatnya baik yang berada dan menjabat pada lembaga eksekutif, lembaga legislatif maupun lembaga yudikatif, yang sebelumnya tidak pernah terjadi pada Penggugat. Hal ini terjadi karena Penggugat sudah tidak dapat lagi menghubungi koleganya dimaksud melalui nomor Kartu Halo yang diblokir oleh Tergugat. Padahal hanya nomor Kartu Halo Penggugat lah, yang dikenal oleh kolega-koleganya dimaksud. Walaupun Penggugat sudah memberitahukan koleganya melalui SMS, akan nomor barunya, akan tetapi karena Penggugat tetap mengalami kesulitan bahwa koleganya mau membaca atau menerima pesan dari nomor baru Penggugat karena merupakan nomor yang tidak dikenal ataupun yang bukan terdaftar pada koleganya seperti nomor Kartu Halo Penggugat. Begitu juga sebaliknya, keluhan datang dari kolega Penggugat yang tidak dapat menghubungi Penggugat ke nomor Kartu Halo Penggugat.

Berdasarkan uraian di atas, semakin jelas akibat perbuatan semena-mena Tergugat kepada Penggugat, dengan pemblokiran sepihak Kartu Halo tersebut, maka Penggugat telah mengalami kerugian immaterial yang sangat besar, bahkan kehilangan potensi/peluang mempertahankan citra bahkan memperkuat citranya sebagai seorang public figure yang akan didapatnya jika nomor Kartu Halo Penggugat tidak diblokir sepihak oleh Tergugat, sehingga perbuatan Tergugat pun telah menimbulkan image negatif tehadap Penggugat, sehingga timbul perasaan tidak nyaman dan bahkan kerugian immateril yang sangat besar bagi Penggugat,

45 hal-hal tersebut di atas, perbuatan Tergugat yang telah memblokir secara sepihak Kartu Halo milik Penggugat tanpa ada alasan yang jelas, tanpa pemberitahuan terlebih dahulu kepada Penggugat, serta tanpa dasar hukum yang kuat, maka Perbuatan Tergugat merupakan wanprestasi atau cedera janji terhadap Penggugat selaku Konsumen sebagaimana yang diisyaratkan oleh Undang Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Tergugat selaku penyelenggara telekomunikasi di Indonesia juga telah melanggar ketentuan seperti yang diisyaratkan Pasal 7 huruf (a), (b), dan (c) jo. Pasal 26 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen jo

Pasal 17 huruf a. Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi Pasal 7 huruf a Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya. Pasal 7 huruf b Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan Pasal 7 huruf (c) Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif. Pasal 26 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan Pasal 17 huruf (a) Undang-undang No. 36 Tahun 1999 tentang Telekomunikasi, Penyelenggaraan jaringan telekomunikasi dan atau penyelenggaraan jasa telekomunikasi wajib menyediakan pelayanan telekomunikasi berdasarkan,

46 prinsip perlakuan yang sama dan pelayanan yang sebaik-baiknya bagi semua pengguna.

Akibat perbuatan semena-mena dari Tergugat, maka Penggugat pada tanggal 8 Maret 2010 telah mengadukan dan menempuh upaya konsiliasi dalam penyelesaian permasalahan Penggugat dengan Tergugat di Badan Perlindungan Sengketa Konsumen (BPSK) DKI Jakarta dengan Nomor Register 012/REG/BPSKDKI/III/2010 tertanggal 12 Maret 2010. Akan tetapi upaya rekonsialisasi antara Penggugat dan Tergugat yang difasilitasi oleh BPSK DKI Jakarta, sebelum masuk ke dalam pokok materi pembahasan perkara, proses penyelesaian melalui konsiliasi tersebut telah dinyatakan tidak berhasil, sebelum masuk kepada pokok perkara, karena BPSK DKI Jakarta menyatakan ganti rugi immaterial seperti yang utamanya dimohonkan oleh Penggugat adalah bukan kompetensi dari BPSK DKI Jakarta. Ganti rugi immaterial yang merupakan tuntutan utama ganti rugi yang diminta oleh Penggugat terhadap Tergugat pada proses rekonsiliasi di BPSK DKI Jakarta adalah berupa permohonan maaf dari Tergugat kepada Penggugat yang diumumkan melalui beberapa harian media nasional. Tujuan Penggugat akan permohonan maaf dimaksud adalah sebagai pembelajaran dan pendidikan bagi para Pelaku Usaha umumnya dan Tergugat khususnya dalam menghormati hak-hak Konsumen, sehingga dikemudian hari Penggugat berharap tidak ada lagi korban timbul seperti yang dialami oleh Penggugat, karena para Pelaku Usaha umumnya dan Tergugat khususnya lebih memperhatikan hak-hak Konsumen (pengguna jaringan telekomunikasi).

47 Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) DKI Jakarta juga menyarankan bahwa permohonan ganti rugi immaterial dapat dimintakan jika penyelesaian perkaranya melalui Pengadilan Negeri, maka karena dan untuk itu berdasarkan Pasal 45 ayat (4) Undang-undang Perlindungan Konsumen Gugatan, gugatan Wanprestasi dalam Perlindungan Konsumen ini diajukan oleh Penggugat. Sementara itu, kewajiban Penggugat terhadap Tergugat atas sisa pembayaran tagihan Kartu Halo telah terselesaikan dibayar oleh Penggugat pada tanggal 14 Mei 2010 sebesar tiga juta tiga ratus empat belas ribu empat ratus enam puluh dua rupiah, sebelum diajukan dan ditandatanganinya gugatan ini. Hal mana pembayaran ini merupakan pelunasan sisa pembayaran biaya tagihan Kartu Halo Penggugat. Jumlah pembayaran seperti dimaksud dalam posita ini sebesar tiga juta tiga ratus empat belas ribu empat ratus enam puluh dua rupiah telah membuktikan terjadinya peningkatan jumlah tagihan dari sisa tagihan terakhir yaitu dari sebesar satu juta dua ratus lima puluh ribu tujuh ratus enam puluh empat rupiah menjadi tiga juta tiga ratus empat belas ribu empat ratus enam puluh dua rupiah, alasan Penggugat untuk menyelesaikan kewajiban Penggugat terhadap Tergugat atas sisa pembayaran tagihan Kartu Halo telah terselesaikan dibayar oleh Penggugat pada tanggal 14 Mei 2010 sebesar tiga juta tiga ratus empat belas ribu empat ratus enam puluh dua rupiah, sebelum diajukan dan ditandatanganinya gugatan ini dikarenakan Penggugat merasa hak-haknya sebagai konsumen yang sedang mengajukan keluhan Tergugat tidak terlindungi.

Terbukti dengan adanya peningkatan jumlah tagihan dari sisa kewajiban Penggugat yang diantaranya berupa denda dan/ atau bunga dan/atau tambahan tagihan lainnya, yang seharusnya tidak terjadi dan tidak dibebankan oleh Tergugat

48 kepada Penggugat jika pemblokiran sepihak oleh Tergugat tidak dilakukan dan/atau Tergugat segera menyelesaikan kelalaian dalam pelayanan jasanya tersebut kepada Penggugat.

Bahwa berdasarkan uraian di atas jelas-jelas Tergugat tidak mempunyai iktikad baik, maka dalam konteks itu jelas Tergugat mengingkari relevan spirit

lahirnya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang menjadi payung hukum bagi terciptanya perlindungan terhadap Konsumen, terbukti secara hukum berdasarkan uraian di atas, formulir layanan pelanggan atas nama Penggugat yang diterima pada tanggal 20 November 2009 adalah bentuk Perjanjian antara Penggugat dan Tergugat yang sah dan mengikat secara hukum. Fakta hukum dan uraian yang dikemukakan di atas, jelas sikap dan perbuatan Tergugat dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan wanprestasi yang menimbulkan kerugian pada Penggugat baik secara materiil maupun secara immaterial atas wanprestasi/cedera janji yang dilakukan Tergugat tersebut di atas, jelas telah menimbulkan kerugian-kerugian moril (immateril) dan/atau materiil terhadap diri Penggugat.

Adapun kerugian-kerugian moril (immateril) dan/atau materiil yang harus diderita Penggugat adalah: Akses telekomunikasi Penggugat dengan Nomor 0811969697 tidak dapat digunakan karena diblokir yang dilakukan oleh Tergugat, sehingga Penggugat harus mengeluarkan sejumlah uang untuk pembelian Kartu GSM nomor perdana baru beserta pulsanya, Penggugat harus kecewa dan lelah fisik serta psikis untuk mengurus blokir nomor selularnya, Bahwa Penggugat terpaksa harus mengeluarkan tenaga, waktu, pikiran dan biaya untuk mengajukan

49 gugatan terhadap Tergugat guna mempertahankan dan menuntut hak-hak Penggugat dalam perkara ini sesuai dengan undang-undang yang berlaku, Tergugat telah menjanjikan kepada Penggugat mau membayar kewajibannya terhadap tergugat dengan cara mencicil, yang pembayar cicilan pertama dilakukan oleh Penggugat kepada Tergugat pada tanggal 21 Oktober 2009.

Kemudian untuk meyakinkan Penggugat akan keleluasaan Penggugat dalam menyelesaikan kewajiban terhadap Tergugat, maka Tergugat telah membuat janji-janjinya akan cicilan dimaksud ke dalam sebuah tulisan sebagaimana yang tercantum dalam formulir layanan pelanggan yang pada akhirnya pada tanggal 21 Oktober 2009 ditandatangani oleh Penggugat dan Tergugat. Akan tetapi ternyata Tergugat hanya memberikan janji-janji palsu sehingga Penggugat sebelum jatuh tempo pelunasan cicilan kewajiban sebagaimana yang dijanjikan oleh Tergugat pada tanggal 21 Oktober 2009 jo. tanggal 20 November 2009 tidak dapat lagi menggunakan nomor kartu halonya. Bahwa jelas-jelas Penggugat sebagai korban atas rangkaian janji-janji palsu atau kata-kata bohong yang diperbuat oleh Tergugat, sehingga Penggugat mencari keadilan melalui gugatan ini.

Penggugat merasa harkat martabatnya tercoreng, karena pemblokiran dimaksud menimbulkan image yang negatif bagi Penggugat. Dalam hal ini harga diri Penggugat telah jatuh karena perlakuan Tergugat. Semula Penggugat yang seharusnya mendapat perlakuan khusus (privillage) sebagai pelanggan korporat yang berasal dari kelompok Perwira Tinggi Mabes Polri, akan tetapi faktanya, Penggugat telah diperlakukan oleh Tergugat tidak lebih dari pelanggan biasa. Hal ini terbukti karena faktanya, terhadap penyelesaian permasalahan Penggugat, oleh

50 Tergugat, Penggugat tetap harus mengurusnya kesana kemari, harus menelepon nomor tertentu milik Penggugat, dan bahkan harus membayar dulu, agar blokir nomor milik Penggugat yang dilakukan sepihak oleh Tergugat dapat dibuka, Bahwa pemblokiran sepihak oleh Tergugat, telah menimbulkan dampak negatif lainnya terhadap Penggugat, berupa pandangan khalayak ramai yang menilai dengan diblokirnya nomor Penggugat, Penggugat dianggap bersalah dan/atau melakukan pelanggaran dan telah dihukum dan/atau dikenai sanksi oleh Tergugat dengan cara pemblokiran nomor Penggugat. Pandangan khalayak ramai telah menganggap Penggugat, bahwa Penggugat dianggap telah lalai dan/ atau tidak mampu melunasi kewajibannya kepada PT. Telkomsel (Tergugat atau Penyelenggara jaringan telekomunikasi).

Kerugian-kerugian moril (immateril) yang dialami Penggugat sangat sulit dinilai dengan sejumlah uang, namun dikarenakan Tergugat adalah para pelaku usaha yang melayani kepentingan umum, agar para pelanggannya (konsumen atau pengguna jaringan telekominikasi) termasuk Penggugat tidak selalu dikecewakan di kemudian hari oleh sikap dan tindakan yang tidak profesional serta sewenang-wenang dari Tergugat, dan agar Tergugat lebih memiliki rasa bertanggungjawab serta lebih-lebih berhati-hati di kemudian hari dalam melayani para pelanggannya, kiranya cukup beralasan hukum bagi Penggugat untuk menuntut agar para Tergugat membuat dan memuat suatu pengumuman pernyataan minta maaf kepada Penggugat selaku pelanggan dan konsumen dari Tergugat di tiga Harian Nasional, yakni Harian Kompas, Harian Tempo dan Harian Media Indonesia dengan ukuran setengah halaman pada bagian halaman terakhir selama tiga hari

51 berturut-turut dengan redaksi dan isi pengumuman sebagaimana tersebut dalam gugatan.

Apabila Tergugat tidak berkenan melaksanakan isi keputusan hukum tentang pengumuman pernyataan minta maaf sebagaimana yang diuraikan di atas,

Dokumen terkait