• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN PUSTAKA

2.4 Teori Radikal Bebas

Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas sendiri merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas memiliki sifat reaktivitas tinggi, karena kecendrungan menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel.

Molekul utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, lemak, dan protein (Suryohudoyo, 2000).

Dengan bertambahnya usia maka akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas semakin mengambil peranan, sehingga mengganggu metabolisme sel, juga meransang mutasi sel, yang akhirnya menyebabkan kanker dan kematian, selain itu radikal bebas juga merusak kolagen dan elastin yang merupakan suatu protein yang menjaga kulit tetap lembab, halus, fleksibel, dan elastis. Jaringan tersebut akan menjadi rusak akibat paparan radikal bebas, terutama pada daerah wajah, dimana mengakibatkan lekukan kulit dan kerutan yang dalam akibat paparan yang lama oleh radikal bebas (Goldman dan Klatz, 2007).

Asap rokok mengandung 4800 macam senyawa kimia yang berbahaya salah satunya yaitu radikal bebas (Droge, 2002 & Valavanidis, 2009). Stress oksidatif merupakan kondisi dimana terjadi peningkatan ROS yang akan menyebabkan kerusakan sel, jaringan atau organ (Saleh et al., 2003). Pada kondisi stres oksidatif, radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid dan merusak membran sel. Membran sel ini sangat penting bagi fungsi reseptor dan fungsi enzim, sehingga terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel oleh radikal bebas dapat mengakibatkan hilangnya fungsi sel.

Menurut Chen dan Zirkin (2009), penurunan jumlah sel Leydig pada testis dapat dipengaruhi oleh bertambahnya usia, dimana semakin tua secara histologis sel Leydig menampakkan struktur yang abnormal begitu pula dengan jumlahnya yang semakin berkurang. Penurunan jumlah sel Leydig juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti tepapar zat kimia toksik dari asap rokok yang memiliki

19

efek negatif langsung pada sel atau jaringan di testis sesuai dengan hasil penelitian Trummer et al., (2002), bahwa menghirup asap rokok secara aktif maupun pasif akan mengakibatkan absorbsi subtansi pada asap tersebut oleh pembuluh darah di paru-paru, dan kemudian beredar pada sirkulasi darah serta memungkinkan terjadinya pengendapan dari subtansi toksik tersebut pada plasma seminal melalui berbagai cara seperti : difusi dan transport aktif. Pada akhirnya substansi tersebut akan menginduksi terjadinya kematian sel (apoptosis) seperti yang terjadi pada sel Leydig.

2.5 Antioksidan

Pengertian secara kimia, senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electron donor), sedangkan secara biologis adalah senyawa yang mampu menangkal dan merendam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktifitas senyawa oksidan tersebut bisa terhambat (Winarsi, 2007).

Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil tetapi mampu mengaktifkan berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal bebas. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas, sehingga kerusakan sel dapat dihambat (Winarsi, 2007). Kebanyakan senyawa ini (misalnya tokoferol) digunakan sebagai pengawet dalam berbagai produk (misalnya dalam lemak, minyak dan produk

makanan untuk menunda ketengikan dan perubahan-perubahan yang tidak diinginkan). Pengertian antioksidan yang lebih relevan secara biologis ialah senyawa alami atau sintetik yang ditambahkan ke dalam produk untuk mencegah atau menunda kerusakan yang disebabkan oleh udara.

Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu antioksidan primer, sekunder dan tersier. Antioksidan primer meliputi enzim superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase (GSH-Px). Antioksidan primer bekerja dengan cara mencegah pembentukan senyawa radikal bebas yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang aktif. Antioksidan sekunder merupakan antioksidan eksogenous atau non enzimatis (Winarsi, 2007). Antioksidan sekunder meliputi vitamin E, vitamin C, beta karoten, flavonoid, asam urat, bilirubin dan albumin (Soewoto, 2001). Antioksidan sekunder ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya. Akibatnya radikal bebas tidak beraksi dengan komponen seluler (Winarsi, 2007). Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-repair dan metionin sulfoksida reduktase, dimana enzim-enzim ini berfungsi dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas.

Kemiripan sifat antara radikal bebas dan oksidan terletak pada agresivitas untuk menarik elektron di sekelilingnya. Berdasarkan sifat ini, radikal bebas dianggap sama dengan oksidan. Tetapi perlu diketahui, bahwa tidak setiap oksidan merupakan radikal bebas. Radikal bebas lebih berbahaya dibandingkan dengan senyawa oksidan non-radikal (Winarsi, 2007).

21

2.5.1 Mekanisme Kerja Antioksidan

Secara garis besar, mekanisme penangkapan radikal bebas dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu secara enzimatik dan non-enzimatik. Enzim yang dapat berperan sebagai antioksidan adalah superoksida dismutase, katalase, glutation peroksidase, dan glutation reduktase (Winarsi, 2007).

Secara non-enzimatik, senyawa antioksidan bekerja melalui empat cara, yaitu sebagai berikut:

a. Penangkap radikal bebas, misalnya vitamin C dan vitamin E, b. Pengkelat logam transisi, misalnya EDTA,

c. Inhibitor enzim oksidatif, misalnya aspirin dan ibuprofen, dan

d. Kofaktor enzim antioksidan, misalnya selenium sebagai kofaktor glutation peroksidase.

Aktivitas senyawa polifenol sebagai antioksidan meliputi tiga mekanisme sebagai berikut :

a. Aktivitas penangkapan radikal seperti Reactive Oxygen Species (ROS) ataupun radikal yang dihasilkan dari peroksidasi lipid seperti R’, RO’ dan ROO’ dengan proses transfer elektron melalui atom hidrogen,

b. Interaksi dengan antioksidan lain, seperti lokalisasi dan penggabungan dengan antioksidan lainnya.

2.5.2 Penggolongan Antioksidan

Menurut sumbernya, antioksidan dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu antioksidan sintetik dan alami.

a. Antioksidan sintetik

Antioksidan sintetik merupakan antioksidan yang dibuat melalui sintesis secara kimia, contohnya: ter-butyl hidroquinone (tBHQ), butylated

hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT), dan propil galat

(PG). Konsentrasi rendah dari antioksidan tBHQ dan BHA telah lama digunakan untuk mencegah oksidasi dari produk makanan sehingga dapat menstabilkan produk tersebut (nutrisi, rasa, maupun warna). Dalam konsentrasi yang tinggi, tBHQ dapat menyebabkan kanker. Penyebabnya adalah metabolit dari oksidasi tBHQ, yaitu 2-tertbutyl-1,4-benzoquinone (tBBQ) dan ROS (Gharavi et al., 2007).

b. Antioksidan alami

Antioksidan alami merupakan antioksidan yang diproduksi langsung oleh tanaman maupun tubuh, contohnya : senyawa polifenol flavonoid, tanin, katalase dan glutation peroksidase bekerja dengan cara mengubah H2O2

menjadi H2O dan O2, sedangkan superoksid dismutase bekerja dengan cara mengkatalisis reaksi dismutasi dari radikal anion superoksida menjadi H2O2

(Winarsi, 2007).

2.5.3 Manfaat Antioksidan

Antioksidan bermanfaat dalam mencegah kerusakan oksidatif yang disebabkan radikal bebas dan ROS sehingga mencegah terjadinya berbagai macam

23

penyakit seperti penyakit kardiovaskuler, jantung koroner, kanker, serta penuaan dini.

Secara umum, antioksidan dikelompokkan menjadi 2 yaitu antioksidan enzimatik dan antioksidan non enzimatik yang berupa mikronitrien. Antioksidan enzimatis dapat dibentuk dalam tubuh, seperti super oksida dismutase (SOD),

glutation peroksida, katalase, dan glutation reduktase. Sedangkan antioksidan non

enzimatis yang berupa mikronutrien masih dibagi dalam 2 kelompok lagi yaitu : a. Antioksidan larut lemak, seperti –tokoferol, karetenoid, flavonoid, quinon, dan

bilirium

b. Antioksidan larut air, seperti asam askorbat, asam urat, protein pengikat logam, dan protein pengikat heme. Beta karoten merupakan scavengers (pemulung) oksigen tunggal, vitamin C pemulung superoksida dan radikal bebas yang lain, sedangkan vitamin E merupakan pemutus rantai peroksida lemak pada membran dan Low Density Lipoprotein. Vitamin E yang larut dalam lemak merupakan antioksidan yang melindungi Poly Unsaturated Faty

Acids (PUFAs) dan komponen sel serta membran sel dari oksidasi oleh radikal

bebas (Hariyatmi 2004).

Berdasarkan fungsinya, antioksidan dapat dibagi menjadi 4 (Hariyatmi, 2004) :

a. Tipe pemutus rantai reaksi pembentuk radikal bebas, dengan menyumbangkan atom H, misalnya vitamin E.

b. Tipe pereduksi, dengan mentransfer atom H atau oksigen, atau bersifat pemulung, misalnya vitamin C.

c. Tipe pengikat logam, mampu mengikat zat peroksidan, seperti Fe2+ dan Cu2+, misalnya flavonoid.

d. Antioksidan sekunder, mampu mendekomposisi hidroperoksida menjadi bentuk stabil, pada manusia dikenal SOD, katalase, glutation peroksidase. Mekanisme kerja antioksidan seluler adalah sebagai berikut :

a. Berinteraksi langsung dengan oksidan, radikal bebas atau oksigen tunggal b. Mencegah pembentukan jenis oksigen reaktif

c. Mencegah kemampuan oksigen reaktif d. Memperbaiki kerusakan yang timbul.

2.6 Glutathion Sebagai Antioksidan

Dokumen terkait