i
TESIS
PEMBERIAN GLUTATHION PADA MENCIT
JANTAN DEWASA YANG TERPAPAR ASAP ROKOK
DAPAT MENINGKATKAN MOTILITAS PROGRESIF
SPERMATOZOA
KARDI NIM 1290761004
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
ii
SPERMATOZOA
Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister pada Program Magister, Program Studi Ilmu Biomedik
Program Pascasarjana Universitas Udayana
KARDI NIM 1290761004
PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI ILMU BIOMEDIK
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING TESIS
Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI PADA TANGGAL 15 JANUARI 2015
Pembimbing I, Pembimbing II,
Prof. Dr. dr. Nyoman Mangku Karmaya, M. Repro NIP. 194612311969021001
Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M. Repro NIP. 196404171996011001
Mengetahui
Ketua Program Studi Magister Ilmu Biomedik Program Pascasarjana
Universitas Udayana,
Direktur
Program Pascasarjana Universitas Udayana,
Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp. And., FAACS NIP. 194612131971071001
Prof. Dr. dr. A. A. Raka Sudewi, Sp.S (K) NIP. 195902151985102001
iv
Tesis Ini Telah Diuji Pada Tanggal 15 Januari 2015
Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor
Universitas Udayana, No. : 029/UN14.4/HK/2015, Tanggal 2 Januari 2015
Ketua : Prof. Dr. dr. Nyoman Mangku Karmaya, M. Repro
Anggota :
1. Dr. dr. Bagus Komang Satriyasa, M. Repro
2. Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp. And., FAACS 3. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M. Sc., Sp. And. 4. Prof. dr. I Nyoman Tigeh Suryadhi, MPH., Ph.D.
vi
Pertama-tama penulis memanjatkan puji syukur ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa, karena hanya atas limpahan rahmat-Nya, tesis ini dapat diselesaikan.
Pada kesempatan ini perkenankanlah penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp. PD KEMD, selaku Rektor Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan pendidikan Program Magister di Universitas Udayana
2. Prof. Dr. dr. A.A. Raka Sudewi, Sp. S (K), selaku Direktur Program Pascasarjana Universitas Udayana yang telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menjadi mahasiswa Program Magister di Universitas Udayana 3. Prof. Dr. dr. Nyoman Mangku Karmaya, M. Repro, selaku pembimbing I yang
banyak memberikan masukan, saran ilmiah dan bimbingan serta dorongan selama penulis menyelesaikan tesis ini.
4. Dr. dr. Bagus Komang Satriasa, M. Repro selaku pembimbing II yang penuh perhatian dan kesabaran telah memberikan bimbingan dan saran kepada penulis dalam menyelesaikan tesis ini.
5. Prof. Dr. dr. Wimpie I. Pangkahila, Sp. And, FAACS, selaku Ketua Program Studi Ilmu Biomedik sekaligus sebagai penguji yang banyak memberikan ide, masukan, saran ilmiah dan bimbingan selama penulis menyelesaikan tesis ini.
vii
6. Prof. Dr. dr. J. Alex Pangkahila, M. Sc., Sp. And, yang telah memberikan masukan dan saran ilmiah selama penulis menyelesaikan tesis ini.
7. Prof. dr. I Nyoman Tigeh Suryadhi, MPH., Ph.D, yang telah memberikan sanggahan, masukan dan saran ilmiah yang berguna bagi penulis dalam menyusun tesis ini.
8. Drh.Wayan Bebas, M. Kes, yang telah membantu dan membimbing dalam pembedahan dan pengamatan motilitas spermatozoa mencit.
9. Drs. Tunas, M. Si, yang telah memberikan banyak masukan dan saran dalam bidang statistik bagi penulis dalam menyusun tesis ini.
10.I Gede Wiranatha, S.Si, yang telah membantu dan membimbing penulis selama melakukan penelitian terhadap hewan coba.
11.I Made Minggu, peternak mencit yang telah menyediakan mencit selama penelitian ini.
Pada kesempatan ini, penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tulus kepada orang tua, saudara-saudara kandung, teman-teman dan semua pihak yang telah memberikan dorongan moril dalam menyelesaikan program magister ini.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada semua pihak yang telah membantu pelaksanaan dan penyelesaian tesis ini, serta kepada penulis sekeluarga.
Denpasar, 13 November 2014 Penulis
viii
TERPAPAR ASAP ROKOK DAPAT MENINGKATKAN MOTILITAS PROGRESIF SPERMATOZOA
Radikal bebas yang terdapat pada asap rokok dapat menyebabkan timbulnya stress oksidatif, dimana stress oksidatif merupakan faktor utama penyebab infertilitas pada pria. Stress oksidatif ini disebabkan oleh adanya peningkatan ROS (Reactive Oxygen Spesies) yang akan mengakibatkan terjadinya aglutinasi sperma sehingga dapat menurunkan motilitas sperma. Produksi ROS dapat meningkat pada pria dengan kebiasaan merokok dan berada di lingkungan dengan polusi tinggi. Glutathion sebagai antioksidan memegang peranan yang sangat penting sebagai protektor spermatozoa terhadap ROS. Pemberian glutathion diharapkan dapat mengatasi stress oksidatif yang dapat menimbulkan infertilitas pada pria. Dalam hal ini peneliti menggunakan asap rokok sebagai oksidan yang dapat memicu terjadinya stress oksidatif. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh glutathion terhadap motilitas spermatozoa yang diberi paparan asap rokok.
Penelitian ini adalah penelitian eksperimental dengan menggunakan
posttest only control group design. Sampel dalam penelitian ini adalah mencit jantan dewasa Strain Balb/C dengan kriteria : sehat, berat badan 20-22 gram, dan umur 2-3 bulan. Secara random, 33 ekor mencit dibagi 3 kelompok yaitu 11 ekor mencit kelompok kontrol, 11 ekor mencit kelompok perlakuan 1 yang diberi paparan asap rokok dan injeksi aquades 0,2 ml, 11 ekor mencit kelompok perlakuan 2 yang diberi paparan asap rokok dan injeksi glutathione 3,7 mg yang dilarutkan dalam 0,2 ml aquades steril secara intraperitoneal selama 35 hari.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa terjadi peningkatan motilitas spermatozoa mencit secara bermakna (P<0,05) pada kelompok perlakuan 2 setelah pemberian glutathion, dimana rerata motilitas spermatozoa kelompok kontrol adalah 64,27±6,94, rerata motilitas spermatozoa kelompok perlakuan 1 adalah 46,09±11,50 dan rerata motilitas spermatozoa kelompok perlakuan 2 adalah 57,00±4,12.
Dari hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pemberian glutathion pada mencit jantan dewasa yang terpapar asap rokok dapat meningkatkan motilitas progresif spermatozoa. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai dasar penelitian lebih lanjut untuk mengetahui pengaruh glutathion terhadap fungsi organ reproduksi lainnya seperti fungsi sel leydig dan kadar hormon testosteron serta sebagai dasar untuk meneliti pengaruh pemberian glutathion terhadap motilitas spermatozoa manusia.
ix
ABSTRACT
THE ADMINISTRATION OF GLUTATHIONE ON ADULT MALE MICE EXPOSED TO CIGARETTE SMOKE INCREASED THE PROGRESSIVE
MOTILITY OF SPERMATOZOA
Free radicals contained in cigarette smoke can cause oxidative stress, in which oxidative stress is a major factor of infertility in men. Oxidative stress is caused by an increase in ROS (Reactive Oxygen Species) which will leads to agglutination of sperm that can decrease sperm motility. ROS production can increase in men with smoking and to those who are in an environment with high pollution. Antioxidant glutathione plays a very important role as the protector of spermatozoa against ROS. The administration of glutathione is expected to overcome the oxidative stress that can lead to infertility in men. In this case, cigarette smoke was used as an oxidant which led to oxidative stress. This study aimed to determine the effect of glutathione on the motility of spermatozoa which was given exposure to cigarette smoke.
This study was an experimental study, using the post-test only control group design. The samples in this study were adult male mice of strain Balb / C with criteria: healthy, weight of 20-22 grams, and the age of 2-3 months. Randomly, 33 mice were divided into 3 groups: the control group of 11 mice, the treated group 1of 11 mice, which were exposed to cigarette smoke and injection of 0.2 ml of distilled water, the treated group 2 of 11 mice, which were exposed to cigarette smoke and glutathione injection of 3.7 mg dissolved in 0.2 ml of sterile distilled water intra-peritoneally for 35 days.
The research results indicated that an increase in sperm motility of mice was significantly at (P<0.05) in treatment group 2 after administration of glutathione, where the average motility of spermatozoa of controlled group was 64,27±6,94, average motility of spermatozoa of treated group 1 was 46,09±11,50 and average motility of spermatozoa of treated group 2 was 57,00±4,12.
From these results it could be concluded that the administration of glutathione in adult male mice which were exposed to cigarette smoke increased the progressive motility of spermatozoa. The results of this study could be used as a basis for further research to determine the effect of glutathione on the function of the reproductive organs such as the function of Leydig cells and testosterone levels and as a basis for research on the influence of glutathione provision on motility of human spermatozoa.
x
SAMPUL DALAM... i
PRASYARAT GELAR ... ii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ... iv
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT ... v
UCAPAN TERIMA KASIH ... vi
ABSTRAK ... viii
ABSTRACT ... ix
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TABEL ... xiii
DAFTAR GAMBAR ... xiv
DAFTAR SINGKATAN ... xv
DAFTAR LAMPIRAN ... xvi
BAB I PENDAHULUAN ... 1 1.1 Latar Belakang ... 1 1.2 Rumusan Masalah ... 5 1.3 Tujuan Penelitian ... 5 1.4 Manfaat Penelitian ... 6 1.4.1 Manfaat Teoritis ... 6
BAB II KAJIAN PUSTAKA ... 7
2.1 Infertilitas ... 7
2.2 Motilitas Spermatozoa ... 8
2.3 Asap Rokok ... 12
2.4 Teori Radikal Bebas... 17
2.5 Antioksidan ... 19
2.5.1 Mekanisme Kerja Antioksidan... 21
2.5.2 Penggolongan Antioksidan ... 22
xi
2.7 Glutathion Sebagai Antioksidan ... 24
2.7.1 Glutathion ... 24
2.8 Peranan glutathion sebagai antioksidan terhadap spermatozoa ... 26
BAB III KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN ... 29
3.1 Kerangka Berpikir ... 29
3.2 Konsep Penelitian ... 30
3.3 Hipotesis Penelitian ... 30
BAB IV METODE PENELITIAN ... 31
4.1 Rancangan Penelitian ... 31
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian ... 32
4.3 Penentuan Sumber Data ... 32
4.3.1 Kriteria Sampel Penelitian ... 32
4.3.2 Besar Sampel... 33
4.3.3 Teknik Pengambilan Sampel ... 34
4.4 Variabel Penelitian... 34
4.4.1 Identifikasi Variabel ... 34
4.4.2 Klasifikasi Variabel ... 34
4.4.3 Definisi Operasional Variabel ... 34
4.4.4 Hubungan Antar Variabel ... 35
4.5 Bahan Penelitian ... 36
4.6 Alat Penelitian ... 36
4.7 Prosedur Penelitian ... 37
4.7.1 Pembuatan Persediaan Glutathion ... 37
4.7.2 Persiapan Hewan Coba ... 37
4.7.3 Jalannya Penelitian ... 37
4.7.4 Alur Penelitian ... 38
4.7.5 Cara Membuat Persediaan Mikroskopis ... 39
4.7.6 Cara Pengumpulan Data ... 39
xii
5.3 Motilitas spermatozoa ... 42
5.3.1 Kriteria Motilitas a (Sangat baik) ... 42
5.3.2 Kriteria Motilitas b (Baik) ... 44
BAB VI PEMBAHASAN ... 47
6.1 Distribusi dan Homogenitas Data Hasil Penelitian ... 47
6.2 Pengaruh Pemberian Glutathion Terhadap Peningkatan Motilitas Spermatozoa ... 47
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ... 52
7.1 Simpulan ... 52
7.2 Saran ... 52
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Daftar Elemen Dalam Daun Tembakau ... 13 5.1 Hasil Uji Normalitas Data Motilitas spermatozoa antar Kelompok
Perlakuan ... 41 5.2 Homogenitas Data Motilitas spermatozoa antar Kelompok Perlakuan .. 42 5.3 Perbedaan Rerata Motilitas spermatozoa antar Kelompok Sesudah
Diberikan Paparan Asap Rokok dan Glutathion Pada Kriteria Motilitas a ... 42 5.4 Analisis Komparasi Motilitas Spermatozoa Kriteria a Sesudah
Perlakuan Antar Kelompok ... 44 5.5 Perbedaan Rerata Motilitas spermatozoa antar Kelompok Sesudah
Diberikan Paparan Asap Rokok dan Glutathion Pada Kriteria Motilitas b ... 45 5.6 Analisis Komparasi Motilitas Spermatozoa Kriteria b Sesudah
xiv
2.1 Kandungan Kimia Asap Rokok ... 16
3.1 Bagan Konsep Penelitian ... 30
4.1 Bagan Rancangan Penelitian ... 31
4.2 Hubungan Antar Variabel ... 35
4.3 Alur Penelitian ... 38
5.1 Perbandingan Motilitas spermatozoa antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan Pada Kriteria Motilitas a ... 43
5.2 Perbandingan Motilitas spermatozoa antara Kelompok Kontrol dengan Kelompok Perlakuan Pada Kriteria Motilitas b ... 45
xv
DAFTAR SINGKATAN
ROS : Reactive Oxygen Species
SO : Stres Oksidatif
SOD : Superoksida Dismutase
tBHQ : Ter-butyl Hydroquinone
BHA : Butylated Hydroxyanisole
PG : Propil Galat
BHT : Butylated Hydroxytoluene
PUFAs : Poly Unsaturated Faty Acids
SOR : Senyawa Oksigen Reaktif
DHA : Docosahexaenoid
GR : Glutathion Reduktase
DNA : Deoxyribonukleid Acid
xvi
1. Surat Keterangan Kelaikan Etik (Ethical Clearance) ... 60
2. Prosedur Penanganan Hewan Coba ... 61
3. Foto-Foto Penelitian ... 65
4. Uji Normalitas Data ... 68
5. Uji One Way Anova ... 69
6. Test of Homogencity of Variances ... 70
1 BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Infertilitas merupakan suatu kegagalan konsepsi pada pasangan yang telah menikah lebih dari satu tahun dan tidak menghasilkan keturunan meskipun tidak mengikuti program keluarga berencana. Sekitar 50% dari kasus infertilitas disebabkan oleh kelainan pada pria, yaitu rendahnya motilitas sperma (asthenozoospermia), mengeluarkan cairan tapi tidak mengandung sperma (azoospermia), rendahnya jumlah sperma (oligoszoopermia), serta kelainan morfologis sperma (teratozoospermia). Masalah kesuburan atau fertilitas merupakan hal yang sangat penting dalam menentukan kelangsungan hidup manusia beserta keragaman genetiknya. Kesuburan atau fertilitas pasangan dapat dinilai dari jumlah dan kualitas sel-sel reproduksi yaitu spermatozoa pada pria dan sel telur (ovum) pada wanita.
Secara fungsional testis merupakan organ utama dari sistem reproduksi pria yang berperan penting dalam spermatogenesis dan steroidogenesis. Spermatogenesis berlangsung pada lapisan epithel tubulus seminiferus testis untuk menghasilkan spermatozoa, sedangkan steroidogenesis berlangsung di sel-sel Leydig jaringan interstisial testis untuk mensintesis hormon steroid pria yaitu androgen (Senger, 2005).
Proses glikolisis dapat menghasilkan energi berupa adenosine trifosfat (ATP). ATP dimanfaatkan oleh spermatozoa sebagai sumber energi dalam proses
pergerakan sehingga dapat tetap motil dan sekaligus untuk mempertahankan daya hidupnya (Souhoka et al., 2009). Bentuk morfologi sel spermatozoa berpengaruh terhadap pembuahan, jika jumlah abnormalitas spermatozoa terlalu tinggi maka akan menurunkan fertilitasnya (Sujoko et al., 2009). Aktifitas metabolisme spermatozoa yang meningkat akan menghasilkan asam laktat berlebih yang mampu membunuh spermatozoa. Demikian pula suplai energi akan menurun sehingga mengakibatkan penurunan motilitas spermatozoa (Varasofiari, 2013).
Pada tingkat molekuler, salah satu penyebab infertilitas adalah Stres Oksidatif
(OS) karena produk Reactive Oxygen Species (ROS). Sumber ROS (Reactive Oxygen Species) yang berasal dari faktor enzimatis (internal) di antaranya adalah pada sel leukosit. Pada kadar yang tinggi, ROS berpotensi menimbulkan efek toksik, sehingga dapat berpengaruh pada kualitas dan fungsi spermatozoa (Hayati 2011). Peroksidasi lipid pada membran spermatozoa dapat menurunkan permeabilitas membran untuk ion-ion spesifik. Hasil peroksidasi lipid dengan kadar yang tinggi merupakan tanda toksisitas pada membran sel, hal ini dapat mengganggu spermatogenesis, morfologi dan motilitas sperma sehingga fungsi sperma menjadi cacat dan menyebabkan infertilitas (Hayati, 2011).
Peningkatan kadar ROS akan menghasilkan stress oksidatif akibat kadar ROS melampaui batas pertahanan antioksidan tubuh sehingga akan menyebabkan kerusakan sel, jaringan dan organ (Sikka, 2004). Stress oksidatif adalah suatu kondisi dimana terjadi peningkatan kerusakan seluler yang disebabkan oleh oksigen yang lebih dikenal sebagai ROS. Proses ini adalah hasil dari ketidak seimbangan antara produksi ROS, dimana terjadi peningkatan pembentukan ROS
3
tanpa diimbangi oleh antioksidan dalam tubuh. Pembentukan ROS adalah proses fisiologi tubuh, namun apabila terjadi peningkatan yang berlebihan maka akan berpengaruh negatif terhadap tubuh. Tingginya kadar ROS pada sperma menyebabkan 40,88% pria mengalami infertilitas (Sikka, 2004).
Asap rokok termasuk ROS jenis lipid peroksida sehingga mekanisme asap rokok menganggu spermatogenesis yaitu dengan proses peroksida lipid. Sitoplasma sel spermatogenik memiliki sejumlah enzim intrasel yang dapat melindungi membran plasma dari serangan radikal bebas, namun karena asap rokok mengandung radikal bebas yang tidak dapat dinetralisir, maka terjadilah reaksi stres oksidatif. Akibat stres oksidatif yang meningkat, maka terjadi peroksida lipid (Safarinejad et al., 2009). Peroksidasi lipid dapat menyebabkan gangguan sintesis dan sekresi GnRH hipotalamus. Kegagalan ini akan menyebabkan kegagalan hipofisis untuk melakukan sintesis dan sekresi FSH maupun LH. Selanjutnya, akan diikuti oleh kegagalan sel Leydig mensintesis testosteron dan sel sertoli tidak mampu melakukan fungsinya sebagai nurse cell (Nugroho, 2007), sehingga pemberian paparan asap rokok dapat menyebabkan penurunan jumlah sel spermatogenik dan motilitas spermatozoa.
Kemajuan ilmu pengetahuan kemudian menemukan bahwa banyak sekali faktor penyebab terjadinya proses penuaan dini yaitu antara lain karena faktor genetik, gaya hidup, lingkungan, mutasi gen, rusaknya sistem kekebalan dan radikal bebas. Dari semua faktor penyebab tersebut, teori radikal bebas merupakan teori yang paling sering diungkapkan (Kosasih et al., 2006).
Radikal bebas juga dapat menyebabkan gangguan sistem reproduksi manusia. Adanya radikal bebas dapat menyebabkan gangguan pada spermatozoa sebesar 30-80% dari kasus infertil (Tremellen, 2008). Radikal bebas ini akan menimbulkan gangguan pada spermatogenesis dan membran spermatozoa sehingga menurunkan motilitas spermatozoa untuk menembus sel telur (ovum). Gangguan membran sel ini disebabkan karena membran sel merupakan salah satu target utama kerusakan atau cedera sel yang diakibatkan oleh berbagai stimuli dari luar termasuk radikal bebas (Sutarina & Edward, 2004).
Membran sel spermatogenik mengandung sejumlah besar asam lemak tak jenuh rantai panjang (PUFA) sehingga rentan terhadap peroksidasi lipid (Wresdati
et al., 2006). Radikal bebas juga dapat menyebabkan kerusakan DNA spermatozoa khususnya pada integritas DNA pada inti selanjutnya dapat menimbulkan kematian sel (Aitken & Krausz, 2001; Tremellen, 2008).
Antioksidan baik endogen maupun eksogen sangat penting bagi fungsi tubuh, karena antioksidan tersebut mampu meredam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan endogen misalnya enzim superoksida dismutase (SOD), katalase, dan glutathion peroksidase (GSH-Px), sedangkan antioksidan eksogen misalnya vitamin E, vitamin C, β-karoten, flavonoid, karotenoid (Astaxanthin), asam urat, bilirubin dan albumin. Pemanfaatan senyawa antioksidan eksogen secara efektif sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya stres oksidatif. Antioksidan eksogen merupakan sistem pertahanan preventif, dimana sistem kerja antioksidan ini adalah dengan memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya (Winarsi, 2007).
5
Glutathion (GSH) adalah tripeptida yang tersusun atas asam amino glutamat (Glu), sistein (Cys), glisin (Gly). Sebagai antioksidan, glutathion secara kimia dapat bereaksi dengan singlet oksigen, radikal superoksida, hidroksil, dan secara langsung dapat berperan sebagai scavenger radikal bebas. Glutathion juga dapat menstabilkan struktur membran dengan cara menghilangkan atau meminimalkan pembentukan peroksida dalam reaksi peroksidasi lipid (Winarsi, 2007).
Berdasarkan beberapa acuan hasil penelitian dan teori tersebut, maka timbul ide untuk melakukan penelitian mengenai pengaruh pemberian glutathion dalam meningkatkan motilitas spermatozoa mencit jantan dewasa yang terpapar asap rokok, karena sepengetahuan penulis pemberian glutathion terhadap motilitas spermatozoa mencit jantan yang terpapar asap rokok belum diteliti.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut : Apakah pemberian glutathion pada mencit jantan dewasa yang terpapar asap rokok dapat meningkatkan motilitas progresif spermatozoa ?
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan penulisan proposal penelitian ini adalah : Untuk mengetahui pengaruh glutathion dalam meningkatkan motilitas progresif spermatozoa mencit jantan dewasa yang terpapar asap rokok.
1.4 Manfaat Penelitian
1.4.1 Manfaat Teoritis
Menambah ilmuan mengenai peranan glutathion dalam meningkatkan motilitas spermatozoa mencit jantan dewasa yang terpapar asap rokok.
7 BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Infertilitas
Ketidaksuburan (infertil) adalah suatu kondisi dimana pasangan suami istri belum mampu memiliki anak walaupun telah melakukan hubungan seksual dalam kurun waktu 1 tahun tanpa menggunakan alat kontrasepsi (Djuwantono, 2008). Secara medis infertil dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
a. Infertil primer
Berarti pasangan suami istri yang belum mampu dan belum pernah memiliki anak setelah satu tahun berhubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi.
b. Infertil sekunder
Berarti pasangan suami istri pernah memiliki anak sebelumnya tetapi saat ini belum mampu memiliki anak lagi setelah satu tahun berhubungan seksual tanpa menggunakan alat kontrasepsi (Djuwantono, 2008).
Berdasarkan hal yang telah disebutkan di atas, dapat disimpulkan bahwa pasangan suami istri dianggap infertil apabila memenuhi syarat-syarat berikut: a. Pasangan tersebut berkeinginan untuk memiliki anak.
b. Selama satu tahun atau lebih berhubungan seksual, istri belum mendapatkan kehamilan.
d. Istri maupun suami tidak pernah menggunakan alat ataupun metode kontrasepsi, baik kondom, obat-obatan dan alat lain yang berfungsi untuk mencegah kehamilan (Djuwantono, 2008).
2.2 Motilitas Spermatozoa
Kecepatan motilitas spermatozoa sangat dipengaruhi oleh pergerakan ion-ion, transport membran spermatozoa, serta integritas membran spermatozoa. Pemberian asap rokok akan manghasilkan senyawa radikal bebas atau ROS. Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan sel diantaranya melalui reaksi peroksidasi lipid dan kolesterol membran yang mengandung asam lemak tidak jenuh majemuk atau disebut poly unsaturated fatty acid (PUFA) (Haliwell dan Gutteridge, 1999 dalam Wresdati et al., 2006).
Proses metabolisme bertujuan untuk menghasilkan ATP dan ADP yang dipergunakan untuk motilitas sel spermatozoa. Bila persediaan fosfat organik dalam ATP habis, maka kontraksi fibril sel spermatozoa akan berhenti sehingga motilitas menjadi terganggu. Motilitas spermatozoa juga dipengaruhi oleh temperatur lingkungan (Ax et al., 2000).
Kriteria spermatozoa normal pada mencit di antaranya harus memiliki konsentrasi 3,75 x 106/ml dan memiliki tingkat motilitas progresif 57,5 % (Jannes
et al., 1998).
Spermatozoa memiliki kromosom seks yang mengandung kromosom X dan kromosom Y. Spermatozoa yang mengandung kromosom X dikenal dengan spermatozoa X dan spermatozoa yang mengandung kromosom Y disebut sebagai
9
spermatozoa Y. Kedua jenis spermatozoa ini memiliki karakteristik yang berbeda. Spermatozoa X karateristiknya lebih tahan suasana asam, gerakan lamban, ukuran kepala lebih besar dan masa jenis lebih berat, sedangkan spermatozoa Y lebih tahan suasana basa, kepala lebih kecil, gerakan nya lebih cepat dan masa jenisnya lebih ringan (Sari, 2001).
Berbagai teori jenis kelamin telah lama dilaporkan oleh para peneliti melalui percobaannya pada hewan tingkat rendah hingga mamalia. Salah satu dari teori tersebut adalah teori kromosom, yang pertama kali dilaporkan oleh McLung (1902), dalam Sari (2001). Penelitiannya dilakukan pada spermatozoa belalang, dan menetapkan bahwa spermatozoa terdiri dari dua macam bentuk yaitu spermatozoa X dan spermatozoa Y. Penelitian lainya, Steven (1905), dalam Sari (2001), menegaskan bahwa pada ovum berisi kromosom X, sedangkan spermatozoa terdiri dari spermatozoa pembawa kromosom X dan pembawa kromosom Y. Jenis kelamin anak sangat tegantung spermatozoa yang membuahi ovum, jika spermatozoa yang membuahi ovum adalah kromosom spermatozoa X, maka zigot baru akan memiliki kromosom seks XX (homogametik) dengan jenis kelamin perempuan, jika yang membuahi ovum adalah spermatozoa yang mengandung kromosom Y, maka terbentuk zigot yang berkromosom XY (heterogametik) yang berjenis kelamin laki-laki.
Kriteria spermatozoa yang baik antara lain sebagai berikut : a. pH Sperma
Reactive Oxygen Species adalah radikal bebas yang berasal dari metabolisme oksigen yang dapat mengakibatkan kerusakan membran sel
spermatozoa. Proses metabolisme secara terus menerus akan menyebabkan penimbunan asam laktat yang selanjutnya akan menurunkan pH dan sebagai akibatnya motilitas spermatozoa akan menurun (Thuwanut et al., 2008). Daya tahan hidup spermatozoa juga dipengaruhi oleh pH semen. Perubahan pH ke arah yang lebih asam terjadi akibat tertimbunnya asam laktat yang merupakan hasil metabolisme sel, yakni pemecahan fruktosa (Sugiarti, 2004). Rata-rata pH semen yang normal adalah 6,4-7,8 (Garner dan Hafez, 2008).
b. Motilitas Spermatozoa
Motilitas spermatozoa dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain : waktu pemeriksaan setelah ejakulasi, waktu antara ejakulasi, temperatur, komposisi ionik, radiasi elektromagnetik, reactive oxygen species (ROS), viskositas, pH, tekanan osmotik, aspek imunologi serta adanya faktor stimulasi dan inhibisi motilitas. Kerusakan spermatozoa yang disebabkan oleh ROS dapat menghambat reaksi akrosom dan kerusakan ekor yang sangat berpengaruh terhadap motilitas spermatozoa (Sanocka dan Kurpiz, 2004). Kadar ROS yang tinggi akan dapat merusak membran mitokondria sehingga menyebabkan hilangnya fungsi potensial mitokondria yang akan mengganggu motilitas spermatozoa karena energi motilitas spermatozoa disuplai dalam bentuk ATP yang disintesis oleh mitokondria pada badan ekor (Aryosetyo, 2009).
Enzim ATP-ase berfungsi mempertahankan homeostasis internal untuk ion natrium dan kalium. Jika aktivitas enzim ATP-ase terganggu, maka homeostasis ion natrium dan kalium akan terganggu sehingga konsentrasi Na+ intrasel meningkat, gradien Na+ melintasi membran sel akan menurun
11
sehingga pengeluaran Ca2+ juga akan mengalami penurunan (Ganong, 2001). Apabila ion Ca2+ berkurang maka membran akan kehilangan kemampuannya untuk mengangkut bahan-bahan terlarut ke dalam sitoplasma (Salisbury dan Ross, 1995 dalam Haryati, 2003). Dengan terganggunya permeabilitas membran sperma akan menyebabkan terganggunya transpor nutrien yang diperlukan oleh spermatozoa untuk pergerakannya.
Sinar ultraviolet dan sinar X dapat mempengaruhi motilitas spermatozoa. Radiasi sinar X 100 mGy yang dipancarkan dapat mempengaruhi konsentrasi dan motilitas spermatozoa (Fauziah et al., 2012). Dosis radiasi 0,15 Gy juga dapat mengakibatkan penurunan jumlah sel spermatozoa (Oligosperma) (Alatas, 2004). Penurunan jumlah sperma dapat berpengaruh terhadap fertilitas.
Penilaian semen berdasarkan motilitas massa dapat ditentukan sebagai berikut :
a. Sangat baik (+++), jika terlihat adanya gelombang-gelombang besar, banyak, gelap, tebal dan aktif bergerak.
b. Baik (++), jika terlihat gelombang-gelombang kecil, kurang jelas dan bergerak lamban.
c. Cukup (+), jika tidak terlihat gelombang melainkan hanya gerakan-gerakan individual aktif progresif.
c. Morfologi Spermatozoa
Molekul glikoprotein yang berada dipermukaan spermatozoa akan dikenali oleh sistem imun dan merupakan tanda bahwa sel tersebut (spermatozoa) harus dilenyapkan dari tubuh. Ketika spermatozoa meninggalkan testis, perlindungan terhadap sistem imun menjadi berkurang sehingga banyak spermatozoa yang rusak atau mati. Selain itu sumber ROS yang berasal dari faktor enzimatis (internal) diantaranya adalah pada sel leukosit. Pada kadar yang tinggi ROS berpotensi menimbulkan efek toksik, sehingga dapat berpengaruh pada kualitas dan fungsi spermatozoa (Hayati, 2011).
Abnormalitas spermatozoa dapat dikelompokkan dalam tiga katagori, yaitu primer (mempunyai hubungan erat dengan kepala spermatozoa dan akrosom), sekunder (keberadaan droplet pada bagian tengah ekor) dan tersier (kerusakan pada ekor) (Ax et al., 2000).
2.3 Asap Rokok
Merokok merupakan penyebab morbiditas dan mortalitas pada populasi dunia yang seharusnya bisa dicegah. Angka kematian dini ini diperkirakan mencapai 4,8 juta orang tiap tahunnya diseluruh dunia pada tahun 2000 dengan 2,4 juta orang yang diantaranya terjadi dinegara-negara maju (Burn, 2005; McPhee dan Pignone, 2007). Angka itu kini meningkat menjadi 5,4 juta kematian setiap tahunya pada tahun 2006, WHO memperkirakan angka tersebut masih akan terus naik dan mencapai 10 juta kematian pertahun pada tahun 2030 (Jaya, 2009). Data hasil penelitian juga menunjukkan bahwa prilaku perokok dapat mengurangi angka
13
harapan hidup sampai 8,8 tahun (Streppel, et al., 2007). Menurut data hasil laporan Lembaga Demografi Universitas Indonesia, jumlah perokok di Indonesia mencapai 57 juta orang (Barber et al., 2008). Diperkirakan lebih dari separuh jumlah itu akan mengalami kematian akibat berbagai macam penyakit yang ditimbulkannya dalam jangka panjang, dengan rata-rata 427.948 kematian per tahun (Barber et al., 2008).
Tabel 2.1
Daftar Elemen Dalam Daun Tembakau
Elemen Simbol Persentase Berat Kering (%)
Oksigen O 43 Karbon K 43 Hydrogen H 6.0 Nitrogen N 5.0 Phosphor P 0.2 Potassium K 0.1 Calcium Ca 0.35 Magnesium Mg 0.20 Sulfur S 0.15 Chloride Cl 0.10 Besi Fe 0.10 Molybdenum Mo 0.05 Zinc Zn 0.02 Borron B 0.02 Copper Cu 0.01 Lainnya 0.80 Sumber : Allan, 2009.
Kandungan yang terdapat pada rokok yaitu : a. Tar
Tar adalah senyawa polinuklir hidrokarbon aromatika yang bersifat karsinogenik (PP. RI. No. 19, 2003). Tar terbentuk selama pemanasan
tembakau dan kadar tar yang terdapat asap rokok inilah yang menyebabakan adanya resiko kanker (Suryo, 2007).
b. Nikotin
Nikotin adalah zat, atau bahan senyawa pirolidin yang terdapat dalam Nikotiana Tobacum, Nicotiana Rustica dan spesies lainnya atau sistesisnya yang bersifat adiktif dapat mengakibatkan ketergantungan (PP. RI. No. 19, 2003). Formula kimia dari nikotin adalah C10 H14 N2 yaitu cairan berminyak yang beracun dan tidak berwarna atau terkadang berwarna kekuningan. Nikotin merupakan obat perangsang yang memiliki efek berlawanan yaitu memberikan rangsangan sekaligus menenangkan. Nikotin menyababkan ketagihan karena dapat memicu dopamine yaitu unsur kimia di dalam otak yang berhubungan dengan perasaan senang (Yumaria, 2002).
c. Karbon Monoksida
Merupakan gas beracun yang tidak berwarna dan terdapat pada rokok dengan kandungan 2% - 6%. Karbon monoksida pada paru- paru mempunyai daya pengikat (afinitas) dengan hemoglogin (Hb) sekitar 200 kali lebih kuat dibandingkan dengan daya ikat oksigen (O2) dengan Hb. Berbagai macam anggota tubuh dapat terkena penyakit yang disebabkan oleh rokok. Berikut adalah bagian-bagian tubuh dan penyakit yang ditimbulkan akibat rokok (Yumaria, 2002; Suryo, 2007).
Rokok menyebabkan mortalitas secara tidak langsung dengan meningkatkan insiden berbagai penyakit degeneratif pada beberapa sistem organ, yaitu sistem pernapasan, sistem kardiovaskuler, sistem gastrointestinal, sistem
15
musculoskeletal, kulit, sistem saraf, dan sistem imun (Hukkanen et al., 2005; McPhee dan Pignone, 2007). Kerusakan pada berbagai sistem organ tersebut disebabkan oleh berbagai macam zat toksik, iritan dan radikal bebas yang ada dalam asap rokok. Berbagai zat dalam asap rokok ini dapat mempercepat proses penuaan intrinsik melalui akumulasi kerusakan seiring berjalannnya waktu dan menimbulkan berbagai macam penyakit atau gangguan terkait proses penuaan, misalnya penyakit jantung koroner, stroke, osteoporosis, kanker, penyakit paru obstruktif, serta mempercepat proses skin aging berupa munculnya garis-garis keriput, dan meningkatnya proses degradasi kolagen (Burns, 2005; Schroeder et al., 2006; Benowitz dan Fu, 2007).
Asap rokok merupakan sumber radikal bebas yang dapat mengakibatkan kerusakan sel secara umum melalui tiga cara, yaitu : peroksidasi komponen lipid dari membran sel yang menyebabkan serangkaian reaksi asam lemak (otokatalisis) yang berakibat kerusakan membran dan organel sel, merusak DNA yang mengakibatkan mutasi DNA bahkan kematian sel, dan modifikasi protein teroksidasi karena terbentuknya cross linking protein melalui mediator sulfhidril atas beberapa asam amino labil seperti : sistein, metionin, lisin dan histidin (Eberhardt, 2001; Kumar et al., 2005).
Gambar 2.1 Kandungan Kimia Asap Rokok (Latukonsina, 2010)
Terjadinya proses peroksidasi pada spermatozoa akan diikuti oleh perubahan struktur membran plasma, sehingga mengubah kestabilan dan fungsi membran, serta menurunkan fluiditas membran spermatozoa. Rusaknya membran plasma mitokondria mengakibatkan terganggunya metabolisme sel spermatozoa, sehingga menyebabkan penurunan motilitas spermatozoa (Tremellen, 2008).
Sebuah studi menyatakan bahwa merokok dapat meningkatkan ROS dan menurunkan antioksidan di cairan semen (Agarwal et al., 2003) sehingga seorang perokok lebih rentan mengalami infertilitas karena meningkatnya produksi radikal bebas di dalam sperma (Agarwal dan Said, 2005). Radikal bebas yang berasal dari partikel gas rokok juga menyebabkan terjadinya aglutinasi pada sperma sehingga berakibat terhadap menurunnya motilitas sperma (Agarwal et al., 2003).
Peristiwa di atas tidak terlepas dari fakta bahwa perilaku merokok erat kaitannya dengan faktor ketergantungan fisik perokok pada nikotin.
17
Ketergantungan fisik pada nikotin merupakan faktor determinan seseorang mempertahankan perilaku merokok. Saat merokok, nikotin yang ada pada daun tembakau akan terhisap bersama asap rokok kedalam alveoli paru, kemudian masuk ke peredaran darah dan mencapai otak sebagai target organ hanya dalam waktu 7 detik (Hukkanen et al., 2005; O’Brian, 2006).
Dalam otak, nikotin menginduksi pelepasan neurotransmitter- neurotransmiter, terutama dopamine di brain reward system pada sistem limbik. Aktivitas nikotin pada brain reward system ini menimbulkan prilaku apetitif (motivasi mencari atau mendekati stimulus yang menyenangkan) individu terhadap rokok (O’Brian, 2006). Mekanisme dasar ketergantungan fisik ini telah diketahui sejak lama, akan tetapi masih banyak faktor lain yang berperan dalam patofisiologi ketergantungan fisik terhadap nikotin belum diketahui atau belum dapat dijelaskan secara pasti, mengingat sifatnya yang multifaktoral.
2.4 Teori Radikal Bebas
Teori ini menjelaskan bahwa suatu organisme menjadi tua karena terjadi akumulasi kerusakan oleh radikal bebas dalam sel sepanjang waktu. Radikal bebas sendiri merupakan suatu molekul yang memiliki elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas memiliki sifat reaktivitas tinggi, karena kecendrungan menarik elektron dan dapat mengubah suatu molekul menjadi suatu radikal oleh karena hilangnya atau bertambahnya satu elektron pada molekul lain. Radikal bebas dapat menyebabkan kerusakan sel, gangguan fungsi sel, bahkan kematian sel.
Molekul utama di dalam tubuh yang dirusak oleh radikal bebas adalah DNA, lemak, dan protein (Suryohudoyo, 2000).
Dengan bertambahnya usia maka akumulasi kerusakan sel akibat radikal bebas semakin mengambil peranan, sehingga mengganggu metabolisme sel, juga meransang mutasi sel, yang akhirnya menyebabkan kanker dan kematian, selain itu radikal bebas juga merusak kolagen dan elastin yang merupakan suatu protein yang menjaga kulit tetap lembab, halus, fleksibel, dan elastis. Jaringan tersebut akan menjadi rusak akibat paparan radikal bebas, terutama pada daerah wajah, dimana mengakibatkan lekukan kulit dan kerutan yang dalam akibat paparan yang lama oleh radikal bebas (Goldman dan Klatz, 2007).
Asap rokok mengandung 4800 macam senyawa kimia yang berbahaya salah satunya yaitu radikal bebas (Droge, 2002 & Valavanidis, 2009). Stress oksidatif merupakan kondisi dimana terjadi peningkatan ROS yang akan menyebabkan kerusakan sel, jaringan atau organ (Saleh et al., 2003). Pada kondisi stres oksidatif, radikal bebas dapat menyebabkan terjadinya peroksidasi lipid dan merusak membran sel. Membran sel ini sangat penting bagi fungsi reseptor dan fungsi enzim, sehingga terjadinya peroksidasi lipid pada membran sel oleh radikal bebas dapat mengakibatkan hilangnya fungsi sel.
Menurut Chen dan Zirkin (2009), penurunan jumlah sel Leydig pada testis dapat dipengaruhi oleh bertambahnya usia, dimana semakin tua secara histologis sel Leydig menampakkan struktur yang abnormal begitu pula dengan jumlahnya yang semakin berkurang. Penurunan jumlah sel Leydig juga dipengaruhi oleh faktor eksternal seperti tepapar zat kimia toksik dari asap rokok yang memiliki
19
efek negatif langsung pada sel atau jaringan di testis sesuai dengan hasil penelitian Trummer et al., (2002), bahwa menghirup asap rokok secara aktif maupun pasif akan mengakibatkan absorbsi subtansi pada asap tersebut oleh pembuluh darah di paru-paru, dan kemudian beredar pada sirkulasi darah serta memungkinkan terjadinya pengendapan dari subtansi toksik tersebut pada plasma seminal melalui berbagai cara seperti : difusi dan transport aktif. Pada akhirnya substansi tersebut akan menginduksi terjadinya kematian sel (apoptosis) seperti yang terjadi pada sel Leydig.
2.5 Antioksidan
Pengertian secara kimia, senyawa antioksidan adalah senyawa pemberi elektron (electron donor), sedangkan secara biologis adalah senyawa yang mampu menangkal dan merendam dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara mendonorkan satu elektronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga aktifitas senyawa oksidan tersebut bisa terhambat (Winarsi, 2007).
Antioksidan merupakan senyawa pemberi elektron (electron donor) atau reduktan. Senyawa ini memiliki berat molekul kecil tetapi mampu mengaktifkan berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara mencegah terbentuknya radikal bebas. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat menghambat reaksi oksidasi dengan mengikat radikal bebas, sehingga kerusakan sel dapat dihambat (Winarsi, 2007). Kebanyakan senyawa ini (misalnya tokoferol) digunakan sebagai pengawet dalam berbagai produk (misalnya dalam lemak, minyak dan produk
makanan untuk menunda ketengikan dan perubahan-perubahan yang tidak diinginkan). Pengertian antioksidan yang lebih relevan secara biologis ialah senyawa alami atau sintetik yang ditambahkan ke dalam produk untuk mencegah atau menunda kerusakan yang disebabkan oleh udara.
Berdasarkan mekanisme kerjanya antioksidan digolongkan menjadi 3 kelompok yaitu antioksidan primer, sekunder dan tersier. Antioksidan primer meliputi enzim superoksida dismutase (SOD), katalase dan glutation peroksidase (GSH-Px). Antioksidan primer bekerja dengan cara mencegah pembentukan senyawa radikal bebas yang telah terbentuk menjadi molekul yang kurang aktif. Antioksidan sekunder merupakan antioksidan eksogenous atau non enzimatis (Winarsi, 2007). Antioksidan sekunder meliputi vitamin E, vitamin C, beta karoten, flavonoid, asam urat, bilirubin dan albumin (Soewoto, 2001). Antioksidan sekunder ini bekerja dengan cara memotong reaksi oksidasi berantai dari radikal bebas atau dengan cara menangkapnya. Akibatnya radikal bebas tidak beraksi dengan komponen seluler (Winarsi, 2007). Kelompok antioksidan tersier meliputi sistem enzim DNA-repair dan metionin sulfoksida reduktase, dimana enzim-enzim ini berfungsi dalam perbaikan biomolekuler yang rusak akibat reaktivitas radikal bebas.
Kemiripan sifat antara radikal bebas dan oksidan terletak pada agresivitas untuk menarik elektron di sekelilingnya. Berdasarkan sifat ini, radikal bebas dianggap sama dengan oksidan. Tetapi perlu diketahui, bahwa tidak setiap oksidan merupakan radikal bebas. Radikal bebas lebih berbahaya dibandingkan dengan senyawa oksidan non-radikal (Winarsi, 2007).
21
2.5.1 Mekanisme Kerja Antioksidan
Secara garis besar, mekanisme penangkapan radikal bebas dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu secara enzimatik dan non-enzimatik. Enzim yang dapat berperan sebagai antioksidan adalah superoksida dismutase, katalase, glutation peroksidase, dan glutation reduktase (Winarsi, 2007).
Secara non-enzimatik, senyawa antioksidan bekerja melalui empat cara, yaitu sebagai berikut:
a. Penangkap radikal bebas, misalnya vitamin C dan vitamin E, b. Pengkelat logam transisi, misalnya EDTA,
c. Inhibitor enzim oksidatif, misalnya aspirin dan ibuprofen, dan
d. Kofaktor enzim antioksidan, misalnya selenium sebagai kofaktor glutation peroksidase.
Aktivitas senyawa polifenol sebagai antioksidan meliputi tiga mekanisme sebagai berikut :
a. Aktivitas penangkapan radikal seperti Reactive Oxygen Species (ROS) ataupun radikal yang dihasilkan dari peroksidasi lipid seperti R’, RO’ dan ROO’ dengan proses transfer elektron melalui atom hidrogen,
b. Interaksi dengan antioksidan lain, seperti lokalisasi dan penggabungan dengan antioksidan lainnya.
2.5.2 Penggolongan Antioksidan
Menurut sumbernya, antioksidan dapat digolongkan menjadi dua macam, yaitu antioksidan sintetik dan alami.
a. Antioksidan sintetik
Antioksidan sintetik merupakan antioksidan yang dibuat melalui sintesis secara kimia, contohnya: ter-butyl hidroquinone (tBHQ), butylated hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT), dan propil galat (PG). Konsentrasi rendah dari antioksidan tBHQ dan BHA telah lama digunakan untuk mencegah oksidasi dari produk makanan sehingga dapat menstabilkan produk tersebut (nutrisi, rasa, maupun warna). Dalam konsentrasi yang tinggi, tBHQ dapat menyebabkan kanker. Penyebabnya adalah metabolit dari oksidasi tBHQ, yaitu 2-tertbutyl-1,4-benzoquinone
(tBBQ) dan ROS (Gharavi et al., 2007). b. Antioksidan alami
Antioksidan alami merupakan antioksidan yang diproduksi langsung oleh tanaman maupun tubuh, contohnya : senyawa polifenol flavonoid, tanin, katalase dan glutation peroksidase bekerja dengan cara mengubah H2O2 menjadi H2O dan O2, sedangkan superoksid dismutase bekerja dengan cara mengkatalisis reaksi dismutasi dari radikal anion superoksida menjadi H2O2 (Winarsi, 2007).
2.5.3 Manfaat Antioksidan
Antioksidan bermanfaat dalam mencegah kerusakan oksidatif yang disebabkan radikal bebas dan ROS sehingga mencegah terjadinya berbagai macam
23
penyakit seperti penyakit kardiovaskuler, jantung koroner, kanker, serta penuaan dini.
Secara umum, antioksidan dikelompokkan menjadi 2 yaitu antioksidan enzimatik dan antioksidan non enzimatik yang berupa mikronitrien. Antioksidan enzimatis dapat dibentuk dalam tubuh, seperti super oksida dismutase (SOD),
glutation peroksida, katalase, dan glutation reduktase. Sedangkan antioksidan non enzimatis yang berupa mikronutrien masih dibagi dalam 2 kelompok lagi yaitu : a. Antioksidan larut lemak, seperti –tokoferol, karetenoid, flavonoid, quinon, dan
bilirium
b. Antioksidan larut air, seperti asam askorbat, asam urat, protein pengikat logam, dan protein pengikat heme. Beta karoten merupakan scavengers
(pemulung) oksigen tunggal, vitamin C pemulung superoksida dan radikal bebas yang lain, sedangkan vitamin E merupakan pemutus rantai peroksida lemak pada membran dan Low Density Lipoprotein. Vitamin E yang larut dalam lemak merupakan antioksidan yang melindungi Poly Unsaturated Faty Acids (PUFAs) dan komponen sel serta membran sel dari oksidasi oleh radikal bebas (Hariyatmi 2004).
Berdasarkan fungsinya, antioksidan dapat dibagi menjadi 4 (Hariyatmi, 2004) :
a. Tipe pemutus rantai reaksi pembentuk radikal bebas, dengan menyumbangkan atom H, misalnya vitamin E.
b. Tipe pereduksi, dengan mentransfer atom H atau oksigen, atau bersifat pemulung, misalnya vitamin C.
c. Tipe pengikat logam, mampu mengikat zat peroksidan, seperti Fe2+ dan Cu2+, misalnya flavonoid.
d. Antioksidan sekunder, mampu mendekomposisi hidroperoksida menjadi bentuk stabil, pada manusia dikenal SOD, katalase, glutation peroksidase. Mekanisme kerja antioksidan seluler adalah sebagai berikut :
a. Berinteraksi langsung dengan oksidan, radikal bebas atau oksigen tunggal b. Mencegah pembentukan jenis oksigen reaktif
c. Mencegah kemampuan oksigen reaktif d. Memperbaiki kerusakan yang timbul.
2.6 Glutathion Sebagai Antioksidan
2.6.1 Glutathion
Glutathion (GSH) adalah tripeptida yang tersusun atas asam amino glutamat (Glu), sistein (Cys), glisin (Gly). Meskipun bukan merupakan enzim namun keberadaannya merupakan kosubstrat bagi enzim glutathion peroksidase. Oleh sebab itu, glutathion juga berperan sebagai antioksidan. Sebagai antioksidan, glutathion secara kimia dapat bereaksi dengan singlet oksigen, radikal superoksida, hidroksil, dan secara langsung dapat berperan sebagai scavenger
radikal bebas. Glutathion juga dapat menstabilkan struktur membran dengan cara menghilangkan atau meminimalkan pembentukan peroksida dalam reaksi peroksidasi lipid (Winarsi, 2007).
25
Kerja antioksidan glutathion ini bekerja sebagai scavenger/penangkap radikal bebas dan mengubah radikal bebas yang telah terbentuk dengan cara memutus reaksi berantai menjadi molekul yang kurang aktif (Winarsi, 2007).
Membran sel merupakan salah satu target utama kerusakan atau cidera sel yang diakibatkan oleh berbagai stimuli dari luar, termasuk radikal bebas. Senyawa Oksigen Reatif (ROS) yang berlebihan akan memicu terjadinya rangkaian reaksi yang melibatkan fosfolipid yang terdapat dalam membran sel, yang dikenal dengan reaksi peroksidasi lipid (Sutarina & Edward, 2004). Serangan radikal bebas tidak saja mempengaruhi fluiditas membran spermatozoa namun radikal bebas juga dapat mempengaruhi integritas DNA pada inti sel yang selanjutnya dapat menimbulkan kematian sel (Aitken & Krausz, 2001).
Radikal bebas menyebabkan kerusakan sel dengan tiga cara yaitu (Eberhardt, 2001; Kumar et al., 2005) :
1. Peroksidasi komponen lipid dari membran sel dan sitosol, yang menyebabkan serangkaian reduksi asam lemak (otokatalisis) yang dapat merusak membran dan organel sel.
2. Kerusakan DNA, yang berakibat mutasi DNA bahkan kematian sel.
3. Modifikasi protein teroksidasi, oleh karena terbentuknya cross linking protein, melalui mediator sulfidril atas beberapa asam amino labil seperti sistein, metionin, lisin dan histidin.
Glutathion dapat berfungsi sebagai antioksidan melalui berbagai mekanisme. Senyawa tersebut secara kimia dapat bereaksi dengan oksigen singlet, radikal superoksida, hidroksil, dan secara langsung dapat berperan sebagai
scavenger radikal bebas. Glutathion juga menstabilkan struktur membran dengan cara menghilangkan atau meminimalkan pembentukan asil peroksida dalam reaksi peroksidasi lipid (LOOH).
LOOH + 2GSH LOH + GSSG + H2O
Glutathion dapat pula berperan sebagai agen pereduksi yang mampu memanfaatkan kembali asam askorbat dari bentuk teroksidasi menjadi bentuk tereduksi oleh enzim dehidroaskorbat reduktase (Winarsi, 2007).
Kebanyakan glutathion (GSH) dalam sirkulasi disintesa di liver dari endogenous atau dietary asam amino yang baru terbentuk. Difisiensi glutathion (GSH) berhubungan dengan banyak kelainan fisiologis seperti penurunan rasio GSH : GSSG dan peningkatan peroksidasi lipid di otot skeletal akibat radikal bebas.
2.7 Peranan Glutathion Sebagai Antioksidan Terhadap Spermatozoa
Spermatozoa sangat rentan terhadap serangan Reactive Oxygen Species
(ROS) seperti anion superoksida dan hidrogen peroksida sebagai konsekuensi dari proses lipid peroksidasi. Kerentanan spermatozoa dari stress oksidatif karena struktur dari membran sel spermatozoa sangat tinggi jumlah asam lemak tak jenuh khususnya docosahexaenoic (DHA), dimana penting dalam mempertahankan proses spermatogenesis dan fluiditas membran spermatozoa mature (Sanocka & Kurpisz, 2004).
27
Glutathion (γ-glutamylcsysteinylglycine)/GSH terbentuk dari tiga asam amino yang mekanisme kerjanya menginaktivasi Reactive Oxygen Species (ROS) dalam metabolisme oksigen sel. Glutathion peroksidase intraseluler berpotensi mengubah molekul hidrogen peroksida dengan cara mengoksidasi glutathion bentuk reduksi (GSH) menjadi bentuk teroksidasi (GSSG). Glutathion bentuk tereduksi (GSH) mencegah lipid membran dan unsur-unsur sel lainnya dari kerusakan oksidasi dengan cara merusak molekul hidrogen peroksida dan lipid hidroperoksida. Agar enzim ini bisa bekerja, selalu diperlukan adanya substrat yaitu glutathion, yang merupakan substrat enzim glutathion peroksidase (Winarsi, 2007).
Sebagai antioksidan, tripeptida tersebut difasilitasi oleh gugus sulfidril dari sistein. Senyawa ini sangat rentan terhadap reaksi oksidasi. Sistein yang teroksidasi akan membentuk ikatan disulfide (GSSG). Restorasi GSSG (bentuk oksidasi) menjadi GSH (bentuk reduksi) dikatalisis oleh enzim glutathion reduktase (GR) melalui penggunaan NADPH (Winarsi, 2007).
Glutathion tidak hanya penting untuk pertahanan antioksidan spermatozoa tapi penting untuk pembentukan phospolipid hydroproksidase glutathion peroksidase yang merupakan enzim pada spermatid yang akan menjadi struktur protein dalam mid-piece dari spermatozoa mature. Defisiensi substansi ini dapat menurunkan motilitas. Scanvenger seperti glutathion dapat digunakan untuk memulihkan kondisi dari asam lemak tak jenuh pada membran sel spermatozoa (Shah, 2004).
Saat ini lebih dari 100 mutasi titik (point mutation) pada mitokondria telah ditemukan dan berhubungan dengan penyakit-penyakit manusia, namun baru beberapa mutasi mtDNA yang dilaporkan terjadi pada spermatozoa (Venkatesh et al., 2009).
Berbagai metode pemeriksaan digunakan untuk mengidentifikasi infertilitas mengingat etiopatologi infertilitas yang bervariasi, antara lain pemeriksaan nDNA dan mtDNA semen menggunakan teknik PCR, gel elektroforesis, ekstraksi semen, pengukuran aktivitas flagela, imunositokimia, analisis aktivitas enzim dan determinasi biokimiawi mitokondria (Saleh et al., 2006).
29 BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP DAN HIPOTESIS PENELITIAN
3.1 Kerangka Berpikir
Pemberian paparan asap rokok dapat menyebabkan timbulnya berbagai radikal bebas sehingga terjadi ketidakseimbangan antara antioksidan dengan oksidan hal ini dapat menimbulkan stress oksidatif. Akibat stress oksidatif yang meningkat, maka terjadi peroksida lipid. Peroksidasi lipid dapat menyebabkan gangguan sintesis dan sekresi GnRH hipotalamus. Kegagalan ini akan menyebabkan kegagalan hipofisis untuk melakukan sintesis dan sekresi FSH maupun LH. Selanjutnya, akan diikuti oleh kegagalan sel leydig mensintesis testosteron dan sel sertoli tidak mampu melakukan fungsinya sebagai nurse cell, sehingga pemberian paparan asap rokok dapat menyebabkan penurunan motilitas spermatozoa.
Pemberian senyawa antioksidan alami glutathion dapat menangkal berbagai radikal bebas dari polusi di sekitar lingkungan. Terkait dengan sifatnya yang mampu menangkal radikal bebas, glutathion juga membantu menurunkan laju mutasi dalam tubuh dan mencegah terjadinya peroksidasi lipid sehingga risiko timbulnya berbagai penyakit degeneratif, seperti kanker dapat diturunkan. Pemberian glutathion diharapkan dapat meningkatkan motilitas spermatozoa mencit jantan dewasa yang terpapar asap rokok.
Motilitas spermatozoa dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan internal. Faktor eksternal yang mempengaruhi motilitas spermatozoa antara lain : makanan
(vitamin dan gizi), radikal bebas, zat kimia dan faktor fisik (suhu dan radiasi), sedangkan faktor internal yang mempengaruhi motilitas spermatozoa yaitu hormon khususnya hormon testosteron, genetik dan umur.
3.2 Konsep Penelitian
Gambar 3.1 Bagan Konsep Penelitian
3.3 Hipotesis Penelitian
Berdasarkan konsep penelitian di atas maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah : Pemberian glutathion pada mencit jantan dewasa yang terpapar asap rokok dapat meningkatkan motilitas progresif spermatozoa.
Faktor Internal 1. Hormon 2. Genetik 3. Umur Faktor Eksternal 1. Makanan 2. Radikal Bebas 3. Zat Kimia 4. Suhu
Mencit Jantan yang Terpapar Asap Rokok
Motilitas Spermatozoa
31 BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan rancangan Posttest Only Control Group Design (Marczyk et al., 2005). Dengan rancangan sebagai berikut :
Gambar 4.1 Bagan Rancangan Penelitian
Keterangan : P = Populasi R = Randomisasi S = Sampel
RA = Random Alokasi
O1 = Pemeriksaan motilitas spermatozoa posttest pada kelompok kontrol (tanpa perlakuan)
O2 = Pemeriksaan motilitas spermatozoa posttest pada kelompok perlakuan I yang diberi paparan asap rokok
P S O1 O2 O3 P1 P0 P2 R RA
O3= Pemeriksaan motilitas spermatozoa posttest pada kelompok perlakuan II yang diberi paparan asap rokok dan glutathion
P0 = Kontrol (tanpa perlakuan)
P1 = Perlakuan I, mencit di beri paparan asap rokok
P2 = Perlakuan II, mencit di beri paparan asap rokok dan glutathion
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di Laboratorium Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Udayana, sedangkan untuk pemeriksaan motilitas spermatozoa dilakukan di Laboratorium Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. Penelitian ini dilaksanakan dalam waktu 8 (minggu), dengan rincian sebagai berikut :
1. Satu minggu untuk persiapan 2. Lima minggu untuk perlakuan
3. Dua minggu untuk analisis statistik dan penyusunan seminar hasil.
4.3 Penentuan Sumber Data
4.3.1 Kriteria Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah mencit jantan dewasa Strain Balb-C dengan kriteria sebagai berikut :
4.3.1.1Kriteria Inklusi 1. Mencit Jantan
33
3. Umur 2-3 bulan 4. Sehat
4.3.1.2Kriteria Drop Out
Mencit tidak mau makan atau mati. 4.3.2 Besar Sampel
Besar sampel yang diperlukan dalam penelitian ini didasarkan pada rumus Federer (2008) : (n-1) (t-1) ≥ 15
Keterangan : n = Jumlah sampel
t = Jumlah kelompok perlakuan (treatment)
Dengan menggunakan rumus di atas maka diperoleh hasil sebagai berikut : (n-1) (t-1) ≥ 15 (n-1) (3-1) ≥ 15 (n-1) ≥ 15 : 2 (n-1) ≥ 7,5 n ≥ 7,5 + 1 n ≥ 8,5
Jumlah sampel (n) yang didapat 8,5 dan untuk mengantisipasi adanya sampel yang mati maka ditambah 20% dari sampel yang didapat dengan perhitungan (8,5 x 20% = 1,7). Jumlah sampel 8,5 + 1,7 = 10,2 dibulatkan menjadi 11. Sehingga dalam penelitian ini, pada masing-masing kelompok terdapat 11 ekor mencit. Jadi total mencit yang diperlukan adalah 33 ekor mencit jantan dewasa.
4.3.3 Teknik Pengambilan Sampel
Oleh karena sampel ini bersifat homogen yaitu mencit jantan yang memenuhi syarat sebagai sampel penelitian berdasarkan kriteria inklusi, maka diambil secara acak sederhana untuk mendapatkan jumlah sampel. Sampel yang dipilih dibagi menjadi 3 kelompok yaitu kelompok kontrol (P0) tanpa perlakuan, kelompok perlakuan (P1) dengan pemberian paparan asap dan kelompok perlakuan (P2) dengan paparan asap rokok dan glutathion.
4.4 Variabel Penelitian
4.4.1 Identifikasi Variabel
Variabel penelitian yang akan diukur adalah tingkat motilitas spermatozoa mencit jantan dewasa sesudah perlakuan baik pada kelompok kontrol (P0), kelompok (P1) yang diberi paparan asap rokok maupun kelompok (P2) yang diberi glutathion dan paparan asap rokok.
4.4.2 Klasifikasi Variabel
4.4.2.1Variabel Bebas : Larutan Glutathion dan Asap Rokok 4.4.2.2Variabel Tergantung : Motilitas spermatozoa.
4.4.2.3Variabel Terkendali : Strain Balb/C mencit jantan, umur, berat badan, lingkungan (suhu, kelembaban, cahaya), kesehatan mencit.
4.4.3 Definisi Operasional Variabel
4.4.3.1Glutathion adalah sediaan antioksidan dalam bentuk serbuk yang diberikan 1 kali sehari dengan dosis 6 Mmol/kg berat badan mencit yang dilarutkan
35
dalam 0,2 ml aquades steril secara intraperitoneal (Ji, 1998 dalam Indira, 2008).
4.4.3.2Motilitas spermatozoa adalah kemampuan gerak spermatozoa untuk dapat melakukan fertilitas. Motilitas spermatozoa dalam mikroskop yang diamati secara teliti dan sistematik dibedakan dalam 4 katagori yaitu :
a. Sangat baik (+++), jika terlihat adanya gelombang-gelombang besar, banyak, gelap, tebal dan aktif bergerak.
b. Baik (++), jika terlihat gelombang-gelombang kecil, kurang jelas dan bergerak lamban.
c. Cukup (+), jika tidak terlihat gelombang melainkan hanya gerakan-gerakan individual aktif progresif.
d. Buruk (0), jika tidak ada gerakan sama sekali (Susilawati, 2011). 4.4.3.3Paparan asap rokok adalah asap rokok kretek merk Surya yang diberikan
kepada mencit jantan selama ± 15 menit perhari selama 35 hari. 4.4.4 Hubungan Antar Variabel
Variabel Bebas Larutan Glutathion dan Asap Rokok
Bagan 4.2 Bagan Hubungan Antar Variabel Variabel Terkendali 1. Strain Balb-C 2. Berat Badan 3. Umur 4. Kesehatan Mencit Variabel Tergantung Motilitas Spermatozoa Mencit
4.5 Bahan Penelitian
Bahan penelitian yang di gunakan antara lain : a. Glutathion
b. Mencit putih jantan
c. Makanan mencit berupa pellet dan air minum d. Aquabides pro-injeksi
e. PBS (Phospat Buffered Saline) f. Rokok
4.6 Alat Penelitian
Alat yang digunakan dalam pengambilan data penelitian ini adalah sebagai berikut :
a. Kandang mencit, di dalamnya terdapat sekam dan botol minuman b. Mikroskop
c. Alat timbang d. Spuit injeksi 1 cc
e. Alat bedah minor (pisau bedah, pinset dan gunting bedah) f. Tissue
g. Peralatan untuk pemeriksaan motilitas sperma seperti scalpel, gelas objek dan kaca penutup
h. Aerator i. Stop Watch
37
4.7 Prosedur Penelitian
4.7.1 Pembuatan Persediaan Glutathion Yang di Dapat dari PT. Elo Karsa
Utama Surabaya)
Glutathion dengan berat molekul 307,33 gr/mol. Dosis yang digunakan adalah 6 Mmol/kg berat badan mencit, dimana untuk berat badan mencit dengan rata-rata 20-22 gram maka dosis yang diberikan 3,7 mg dan dilarutkan dalam 0,2 ml aquades steril (Indira, 2008).
4.7.2 Persiapan Hewan Coba
Mencit jantan dewasa, sehat, berumur 2-3 bulan dengan berat badan 20-22 gram dilakukan penyesuaian diri dengan lingkungan selama 1 minggu di tempat penelitian. Setelah itu mencit-mencit dikelompokkan secara random menjadi 3 kelompok yaitu : kelompok (P0) sebagai kontrol tanpa perlakuan, kelompok (P1) diberi paparan asap rokok dan kelompok (P2) diberi glutathion dan paparan asap rokok, kemudian dimasukkan ke dalam kandang masing-masing. Selama penelitian hewan coba diberikan makan dan minum secara teratur, kebersihan dan kenyamanan kandang tetap dijaga.
4.7.3 Jalannya Penelitian
Setelah dilakukan persiapan hewan coba maka dilakukan penelitian dengan urutan kerja sebagai berikut :
1. Pada minggu pertama, mencit telah dipisahkan masing-masing ke dalam 3 buah kandang dan diberi nama kelompok kontrol (tanpa perlakuan), perlakuan I (kelompok yang diberi paparan asap rokok dan aquades) dan perlakuan II (kelompok yang diberi glutathion dan paparan asap rokok).
2. Kemudian 11 (sebelas) ekor mencit pada masing-masing kelompok diberi perlakuan. Mencit dimasukkan kedalam bak karet kemudian ditutup dengan penutup plastik yang telah dihubungkan dengan aerator, pemaparan dilakukan selama ± 15 menit untuk 1 (satu) ekor mencit dengan 1 batang rokok, prosedur paparan asap rokok sama dengan kelompok II dan selanjutnya setelah 1 jam diberi glutathion secara intraperitoneal. Perlakuan ini dilakukan selama 35 hari.
3. Pada hari ke-36, 11 (sebelas) ekor mencit pada masing-masing kelompok dibedah dan diambil testisnya (bagian kauda epididymis) untuk pemeriksaan motilitas sperma (post-test). Pemeriksaan motilitas sperma dikerjakan di Laboratorium Reproduksi Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Udayana. 4.7.4 Alur Penelitian
Mencit (33 ekor)
Perlakuan I (11 ekor) Perlakuan II (11 ekor) Kontrol (11 ekor)
Kontrol (tanpa perlakuan)
Paparan asap rokok dan aquades
Glutathion dan paparan asap rokok
Posttest (11 ekor) Posttest (11 ekor) Pemeriksaan Motilitas Spermatozoa
Gambar 4.3 Bagan Alur Penelitian
Posttest
(11 ekor)
Adaptasi
(1 Minggu)
39
4.7.5 Cara Membuat Sediaan Mikroskopis
Mencit dibunuh dengan cara dipingsankan dengan eter lalu dibedah dan di ambil bagian testisnya, kemudian dimasukkan ke dalam PBS (Phospat Buffered Saline) dalam petri dis, insisi pada bagian kauda epididymis, homogenkan, ambil 0,05 ml cairan PBS yang sudah tercampur semen lalu diteteskan pada objek gelas yang di tutup oleh coper gelas kemudian amati bentuk spermatozoa yang bergerak progresif secara objektif dibawah mikroskop dengan pembesaran 450 X, motilitas spermatozoa di ukur dalam bentuk persen (%).
4.7.6 Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan pada penelitian ini diperoleh dari hasil pemeriksaan Posttest terhadap ketiga kelompok yang diambil testisnya dan diamati tingkat motilitas spermatoa secara mikroskopis.
4.8 Analisis Data
Data yang di peroleh dalam penelitian ini di analisis sebagai berikut :
1. Analisis deskriptif dilakukan pada semua data variabel penelitian untuk memperoleh rerata dan simpang bakunya.
2. Uji normalitas data dilakukan dengan tes Shapiro-Wilk, untuk mengetahui data berdistribusi normal atau tidak. Data berdistribusi normal bila p>0,05.
3. Uji homogenitas dilakukan dengan Levene’s Test, untuk mengetahui mengetahui apakah variabel antar kelompok homogen atau tidak. Data dinyatakan homogen bila p>0,05.
4. Uji komparabilitas yang dipakai meliputi :
a. Untuk mengetahui efek pemberian Glutation, maka dibandingkan rerata motilitas spermatozoa post-test pada kelompok kontrol, kelompok perlakuan I dengan pemberian asap rokok serta kelompok perlakuan II dengan pemberian glutathion dan paparan asap rokok. Jika data berdistribusi normal dan homogen maka digunakan uji parametrik yaitu uji One Way Anova dan dilanjutkan dengan uji Least Significant Difference (LSD).
b. Analisis data menggunakan tingkat kepercayaan 95% atau dinyatakan berbeda bila p<0,05.
41 BAB V
HASIL PENELITIAN
5.1 Hasil Analisis Data
Penelitian ini merupakan penelitian eksperimental dengan menggunakan rancangan Post Test Only Control Group Design, menggunakan 33 ekor mencit jantan dewasa Strain Balb-C dengan berat badan 20-22 gram, umur 2-3 bulan sebagai sampel, yang terbagi menjadi 3 (tiga) kelompok, yaitu kelompok kontrol (tanpa perlakuan), kelompok perlakuan I yang diberikan paparan asap rokok dan aquades, sedangkan kelompok perlakuan II diberikan paparan asap rokok dan glutathion. Dalam bab ini diuraikan uji normalitas data, uji homogenitas data, uji komparabilitas, dan uji efek perlakuan.
5.2 Uji Normalitas Data
Data motilitas spermatozoa diuji normalitasnya dengan menggunakan uji
Shapiro-Wilk. Hasilnya menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,05), disajikan pada Tabel 5.1.
Tabel 5.1
Hasil Uji Normalitas Data Motilitas spermatozoa antar Kelompok Perlakuan
Kelompok Subjek n p Keterangan
Motilitas spermatozoa a control Motilitas spermatozoa a perlakuan I Motilitas spermatozoa a perlakuan II Motilitas spermatozoa b kontrol Motilitas spermatozoa b perlakuan I Motilitas spermatozoa b perlakuan II
11 11 11 11 11 11 0,086 0,324 0,171 0,179 0,417 0,080 Normal Normal Normal Normal Normal Normal