• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II URAIAN TEORITIS

2.1.4 Radio Siaran

Dalam membicarakan radio siaran, kita perlu mengetahui secara sekilas sejarah radio siaran di tempat lahirnya, yakni Amerika Serikat dan Inggris. Radio siaran sebagai alat komunikasi ditemukan setelah mesin cetak ditemukan. Donald McNicol dalam bukunya Radio’s Conquest of Space menyatakan bahwa “terkalahkannya” ruang angkasa oleh radio siaran dimulai pada tahun 1802 oleh Dane dengan ditemukannya suatu pesan (message) dalam jarak pendek dengan menggunakan alat sederhana berupa kawat beraliran listrik.

Penemu kemajuan radio siaran berikutnya adalah tiga orang cendekiawan muda, di antaranya bernama James Maxwell berkebangsaan Inggris pada tahun 1865. Ia mendapat julukan scientific father of wireless, karena berhasil menemukan rumus-rumus yang diduga mewujudkan gelombang elektromagnetis, yakni gelombang yang digunakan radio siaran dan televisi. Adanya gelombang elektromagnetis telah dibuktikan oleh Heinrich Hertz dengan melalui eksperimennya pada tahun 1884.

Radio siaran yang digunakan sebagai alat atau media komunikasi massa yang selanjutnya disebut sebagai radio siaran (broadcasting) mula-mula diperkenalkan oleh David Sarnoff pada tahun 1915. Lee De Forest melalui radio siaran eksperimennya pada tahun 1916 telah menyiarkan kampanye pemilihan presiden Amerika Serikat antara Wilson dan Hughes kepada masyarakat umum, sehingga ia dianggap sebagai pelopor radio siaran dan dijuluki Bapak radio siaran juga yang mula-mula menyiarkan berita radio siaran, sedang yang melakukan eksperimen menyiarkan musik ialah Dr. Frank Conrad pada tahun 1919. Mulai tahun 1920 masyarakat Amerika Serikat telah dapat menikmati radio siaran secara teratur dengan berbagai programnya (Mulyana, 2004: 117).

UU No. 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran mendefinisikan penyiaran radio sebagai media komunikasi massa dengar, yang menyalurkan gagasan dan

informasi dalam bentuk suara secara umum dan terbuka, berupa program yang teratur dan berkesinambungan. Keberadaan radio siaran di Indonesia, mempunyai hubungan erat dengan sejarah perjuangan bangsa, baik semasa penjajahan, masa perjuangan proklamasi kemerdekaan, maupun di dalam dinamika perjalanan bangsa memperjuangkan kehidupan masyarakat yang demokratis, adil dan berkemakmuran.

Perkembangan radio siaran di Indonesia dimulai dari masa penjajahan Belanda, penjajahan Jepang, zaman kemerdekaan dan zaman Orde Baru. Radio siaran yang pertama di Indonesia (waktu itu bernama Nederlands Indie – Hindia Belanda), ialah Bataviase radio siaran Vereniging (BRV) di Batavia (Jakarta tempo dulu) yang resminya didirikan pada tanggal 16 Juni 1925 pada saat Indonesia masih dijajah Belanda, dan berstatus swasta. Setelah BRV berdiri, secara serempak berdiri pula badan-badan radio siaran lainnya di kota Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Surabaya, dan yang terbesar dan terlengkap adalah NIROM (Nederlandsch Indische Radio Omroep Mij) di Jakarta, Bandung dan Medan, karena mendapat bantuan dari pemerintah Hindia Belanda.

Ketika Belanda menyerah pada Jepang tanggal 8 Maret 1942, sebagai konsekuensinya, radio siaran yang tadinya berstatus perkumpulan swasta dinonaktifkan dan diurus oleh jawatan khusus bernama Hoso Kanri Kyoku, merupakan pusat radio siaran yang berkedudukan di Jakarta, serta mempunyai cabang-cabang yang dinamakan Hoso Kyoku di Bandung, Purwakarta, Yogyakarta, Surakarta, Semarang, Surabaya dan Malang. Rakyat Indonesia pada masa ini hanya boleh mendengarkan siaran dari Hoso Kyoku saja. Namun demikian di kalangan pemuda terdapat beberapa orang dengan resiko kehilangan jiwa, secara sembunyi-sembunyi mendengarkan siaran luar negeri, sehingga mereka dapat mengetahui bahwa pada tanggal 14 Agustus 1945 Jepang telah menyerah kepada sekutu (Ardianto dan Erdinaya, 2004: 118)

Teks proklamasi kemerdekaan Indonesia baru dapat disiarkan dalam bahasa Indonesia dan Inggris pukul 19.00 WIB namun hanya dapat didengar oleh penduduk di sekitar Jakarta. Baru pada tanggal 18 Agustus 1945, naskah bersejarah itu dapat dikumandangkan ke luar batas tanah air dengan resiko petugasnya diberondong senjata serdadu Jepang. Tak lama kemudian dibuat

pemancar gelap dan berhasil berkumandang di udara radio siaran dengan stasiun call “Radio Indonesia Merdeka”. Dari sinilah Wakil Presiden Mohammad Hatta dan pemimpin lainnya menyampaikan pidato melalui radio siaran yang ditujukan kepada rakyat Indonesia. Pada tanggal 11 September 1945 diperoleh kesepakatan dari hasil pertemuan antara para pemimpin radio siaran untuk mendirikan sebuah organisasi radio siaran. Tanggal 11 September itu menjadi hari ulang tahun RRI (Radio Republik Indonesia).

Sampai akhir tahun 1966 RRI adalah satu-satunya radio siaran di Indonesia yang dikuasai dan dimiliki oleh pemerintah. Selain berfungsi sebagai media informasi dan hiburan, pada masa orde baru, radio siaran melalui RRI menyajikan acara pendidikan dan persuasi. Sejalan dengan perkembangan sosial budaya serta teknologi, maka bermunculan radio siaran – radio siaran amatir yang diusahakan perorangan. Saat ini, radio siaran swasta di Indonesia tergabung dalam organisasi Persatuan Radio Siaran Swasta Nasional Indonesia (PRSSNI).

Sebagai media massa, radio siaran memiliki karakteristik unik dan khas, yang juga tentunya mempunyai keunggulan dan kelemahannya, dalam penyampaian pesan atau isi pernyataannya yang dikemas dalam suatu program, radio mempunyai cara tersendiri yang disebut dengan gaya radio meliputi bahasa kata-kata lisan, musik/lagu, dan efek suara yang menjadi kunci utama identitas sebuah stasiun radio dalam menyajikan programmnya untuk memikat pendengarnya. Menurut Triartanto (2010), gaya radio secara karakteristiknya mencakup:

• Imajinatif

Karena radio siaran hanya bisa didengar, ketika penyiar berbicara di depan microphone, maka ia dapat mengajak komunikannya untuk berimajinasi. Radio dapat menciptakan theatre of mind. Pendengar bisa terhanyut perasaannya saat ia mendengarkan drama radio yang disiarkan.

• Auditori

Radio adalah bunyi atau suara yang hanya bisa dikonsumsi oleh telinga, maka itu apa yang didengar oleh telinga kemampuannya cukup terbatas. Dengan demikian, pesan radio siaran harus disusun secara singkat dan

jelas (concise and clear) atau menurut istilah Mark W. Hall, pesan radio siaran itu harus be crystal clear (1974: 51).

• Akrab

Media radio siaran adalah intim karena penyiar menyampaikan pesannya secara personal/individu, walaupun radio itu didengarkan oleh orang banyak. Sapaan penyiar yang khas seolah ditujukan pada diri pendengar secara seorang diri, menjadikan si penyiar seakan-akan berada di sekitarnya. Sehingga radio bisa menjadi “teman” di kala seseorang sedang sedih ataupun gembira.

• Gaya Percakapan

Bahasa yang digunakan bukan tulisan, tapi gaya obrolan sehari-hari. Bahasa-bahasa percakapan yang unik muncul dari dunia radio yang diperkenalkan oleh penyiar menjadi sesuatu yang populer.

Sebagai media massa elektronik, radio siaran memiliki kekhasan sendiri, berikut keunggulan radio menurut Helena Olii (2007):

• Radio memengaruhi imajinasi pendengar. Radio mampu melibatkan dan merangsang imajinasi, memiliki dimensi waktu dan ruang, serta ide yang disampaikan oleh radio dapat dikembangkan. Radio membantu penemuan ide yang kreatif. Radio juga memiliki kemampuan untuk mengilhami dan memotivasi. Semua keunggulan tersebut dapat diperoleh dari hasil program radio yang efektif.

• Radio merupakan alat penerima program yang murah. Dengan sedikit biaya, radio berpontensi menjangkau seluruh penduduk, bahkan penduduk miskin dan terpencil.

• Radio mudah dibawa. Karena bentuknya kecil, radio merupakan pesawat penerima siaran yang mudah dibawa kemana-mana.

• Produksi program radio tergolong murah. Radio memiliki banyak program, banyak pesan dan banyak khalayak.

• Program radio disebarluaskan secara massal dan populer. Radio mampu mengatasi hambatan gregrafis, jarak jauh, dan kepekaan khalayak.

• Pesan komunikasi radio akan cepat sampai. Pesan komunikasi radio dapat diterima dengar segera, dengan hitungan detik. Pesan tersebut harus disajikan demi topik (topikal), terkini, memancing tanggapan yang segera. • Radio diterima sebagai hiburan. Pendengar biasanya tertarik

mendengarkan radio pada saat dia santai dan perlu teman, dia sedih sehingga perlu pelipur lara, dan pada saat dia selesai bekerja untuk menghilangkan rasa penat.

• Radio dipercaya sebagai sumber berita. Untuk informasi yang tidak bias (yang tidak berat sebelah), informasi dan petunjuknya dapat dipercaya dan merupakan media massa yang dapat diterima langsung oleh masyarakat pendengar.

• Radio dapat digunakan oleh semua orang. Pendengar tidak harus pandai baca tulis. Bahkan tuna netra pun dapat mendengar informasi melalui radio.

• Radio tidak memerlukan sajian visual. Berbeda dengan televisi, radio tidak menyajikan gambar. Pada penyajian nilai informasi itulah radio memiliki keunggulan.

Dokumen terkait