C. Identifikasi Spesimen
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Ragam Jenis Ektoparasit pada Biawak. .1Biawak Kuning (Varanus melinus)
Jumlah biawak kuning di dalam kandang kurang lebih terdapat 13 ekor, namun koleksi ektoparasit dilakukan terhadap empat ekor biawak sebagai sampel. Pada biawak kuning tidak ditemukan caplak, namun satu dari empat biawak yang diambil ditemukan tungau di sekitar kloaka. Berdasarkan hasil identifikasi, jenis tungau yang ditemukan berasal dari famili Macrochelidae. Struktur tubuh tungau seperti yang ditunjukkan pada Gambar 11.
Keterangan : perbesaran 250x
Gambar 11 Tungau Macrochelidae yang ditemukan pada biawak kuning.
Tungau dari famili Macrochelidae ini umum ditemukan pada setiap feses hewan. Menurut Krantz (1998) Macrochelidae merupakan tungau kosmopolitan, banyak yang ditemukan di habitat yang spesifik, sering juga ditemukan di habitat yang tidak stabil. Famili ini berasosiasi dengan kumbang feses. Menurut Hartini dan Takaku (2003), terdapat dua belas jenis tungau Macrochelidae dari genus
Macrocheles yang ditemukan di Indonesia, diantaranya adalah Macrocheles jabarensis, M. sukabumiensis, dan M. jonggolensis. Menurut Levine (1990) secara umum siklus hidup tungau terdiri dari telur, lalu berubah menjadi larva. Larva akan berganti kulit menjadi protonimfa, selang beberapa hari akan berubah menjadi deutonimfa hingga akhirnya mencapai stadium dewasa.
Penelitian Katiaho dan Simmons (2000) mengatakan tungau jenis
Marchoceles merdarius dari famili Macrochelidae yang berasosiasi dengan kumbang feses Onthophagus binodis, menyebabkan kumbang jantan yang terinfestasi Macrocheles merdarius mati rata-rata 15 hari lebih cepat dibandingkan dengan kumbang jantan yang tidak terinfestasi.
5.1.2 Biawak Ekor Biru (Varanus doreanus)
Jumlah populasi biawak ekor biru kurang lebih 18 ekor yang dipelihara dalam tujuh kandang. Berdasarkan hasil pengambilan sampel biawak ekor biru didapatkan ektoparasit jenis caplak dari genus Aponomma dan genus Amblyomma. Berikut adalah jumlah caplak per regionya yang ditujukkan di Tabel 4.
Tabel 4 Infestasi dan sebaran caplak tiap regio biawak ekor biru Jenis Biawak Regio Individu 1 2 3 4 5 6 7 V. doreanus Kepala - - - - - - - Kaki depan - - - - - - - Kaki belakang + - - - - - - Ekor - - + - - - - Punggung - +++ - + - - - Perut - - + - + + ++
Keterangan : - = tidak ada, + = 1-5 , ++ = 6-10 , +++ = >11
Ektoparasit diambil dari tujuh ekor biawak. Masing-masing pengambilan sampel dilakukan sebanyak satu kali ulangan. Tabel hasil menunjukkan letak caplak yang paling sering dijumpai adalah di regio perut (Gambar 12b), ditemui pada individu 3, 5, 6 dan 7. Selain ditemukan di perut caplak juga ditemukan di kaki belakang (Gambar 12c) , ekor, dan punggung. Pada kaki belakang, caplak ditemukan di daerah sekitar ketiak sedangkan pada ekor dan punggung, caplak ditemukan di lipatan-lipatan kulit dan diantara sisik-sisik kulit biawak. Beberapa jenis caplak ada yang menyerupai sisik biawak.
Pada tabel 4 terlihat bahwa derajat infestasi yang beragam di setiap regio pada beberapa individu. Derajat infestasi tinggi pada individu kedua di punggung, (gambar 12b). Caplak pada regio tubuh ini relatif masih kecil-kecil dibandingkan
24
dengan regio lainnya. Derajat infestasi sedang pada individu ketujuh di regio perut. Sedangkan untuk beberapa regio lainnya pada setiap individu masih dalam derajat infestasi ringan.
Gambar 12 Letak caplak yang ditemukan pada biawak : (a) punggung (b) perut (c) kaki belakang.
Caplak yang ditemukan pada biawak ekor biru adalah genus Aponomma
dan genus Amblyomma :
Keterangan : perbesaran 25x
Gambar 13 Caplak yang ditemukan pada biawak ekor biru : (a) Amblyomma sp ♀. (b) Aponomma sp ♀, (c) Aponomma sp. ♂
(a) (b)
a b
c
Caplak Aponomma sp. hampir ditemukan diseluruh regio biawak ekor biru. Dibandingkan dengan genus Amblyomma sp. yang terbatas pada biawak ekor biru. Oleh karena itu untuk memudahkan dalam proses identifikasi maka caplak-caplak yang sudah didapat dibuat preparat, agar tubuhnya dapat terlihat.
5.1.3 Biawak Dumeril (Varanus dumerilii)
Biawak dumeril yang ada di penangkaran PT. Mega Citrindo berjumlah dua ekor yang berjenis kelamin jantan dan betina. Dibandingkan dengan biawak ekor biru, jumlah caplak pada biawak dumeril lebih sedikit. Dari data hasil ditemukan caplak di kaki depan dan badan atas. Tabel 5 menunjukkan jumlah caplak yang ditemukan di biawak dumeril.
Tabel 5 Infestasi dan sebaran caplak tiap regio biawak dumerili.
Jenis Biawak Regio Individu
1 2 V. dumerilii Kepala - - Kaki depan - ++ Kaki belakang - - Ekor - - Punggung + - Perut - -
Keterangan : - = tidak ada, + = 1-5 , ++ = 6-10 , +++ = >11
Berdasarkan dari tabel di atas, sampel yang diambil sebanyak dua ekor biawak dumeril dengan masing-masing pengambilan sebanyak satu kali. Tabel 5 menunjukkan bahwa pada biawak individu pertama caplak hanya ditemukan di punggung dengan derajat infestasi ringan, sedangkan pada biawak kedua ditemukan di bagian kaki depan dengan derajat infestasi sedang. Caplak yang ditemukan pada biawak dumeril hanya dari genus Aponomma (Gambar 13b dan 13c).
Pada reptil, caplak yang umumnya ditemukan adalah dari genus
Aponomma dan Amblyomma. Perbedaan secara morfologi yang menjadi dasar kunci identifikasi antara Aponomma sp. dengan Amblyomma sp. adalah adanya mata. Aponomma sp. tidak memiliki mata sedangkan Amblyomma sp. memiliki
26
mata. Aponomma sp. dan Amblyomma sp. sama-sama memiliki palpus yang panjang. (Levine 1990). Menurut Levine (1990) genus Amblyomma biasanya ornata (memiliki hiasan skutum), memiliki palpus panjang, terutama segmen kedua. Sedangkan genus Aponomma memiliki bentuk oval, termasuk ke dalam caplak ornata dan inornata, parasit terhadap ular-ular besar dan biawak, dan memiliki spesifikasi inang sehingga apabila ditemukan bukan pada inang definitifnya maka itu suatu kebetulan / accidental (Elbl dan Anastos 1966). Beberapa jenis caplak yang juga ditemukan pada reptil yaitu pada ular besar famili Boidae yaitu caplak jenis Aponomma latum dan Aponomma transversale. Pada ular beracun famili Viperidae dan Elabidae ditemukan caplak jenis
Aponomma latum (Tandon 1991).
Menurut Tandon (1991) genus Aponomma sp. yang ditemukan pada biawak adalah jenis Aponomma exornatum dan untuk genus Amblyomma sp. menurut Theiler (1962) dalam Tandon (1991) jenis Amblyomma marmoreum baik pada stadium dewasa dan larva. Sedangkan menurut Elbl dan Anastos (1966a) jenis caplak yang ditemukan pada Varanus sp. adalah Amblyomma nuttali. Aponomma exornatum, Amblyomma marmoreum dan Amblyomma nuttali
penyebarannya meliputi Negara Republik Afrika Selatan dan sekitarnya
Kolonin (2009) mengatakan caplak yang terdapat pada famili Varanidae di Indonesia antara lain Amblyomma robinsori, Amblyomma helvolum, Aponomma soembawensis, Aponomma trimaculatum, Aponomma fibriatum, dan Aponomma varenense. Amblyomma robinsori wilayah penyebarannya di Pulau Komodo.
Amblyomma helvolum wilayah penyebarannya di Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Pulau Komodo, Flores, dan Tanimbar. Aponomma soembawensis
penyebarannya di Pulau Sumba, Sumbawa, Semau, Timor, dan Sabu. Aponomma
trimaculatum wilayah penyebarannya di Sulawesi, Tornate, Liki, Aru, Seram, dan Pulau Simelue. Aponomma fibriatum wilayah penyebarannya di Pulau Sulawesi dan Kalimantan. Dan Aponomma varenense wilayah penyebarannya di Sumatra, Jawa, dan Kalimantan.
Aponomma sp. dan Amblyomma sp. termasuk famili Ixodidae yaitu golongan caplak keras, dan ordo Acarina. Baik genus Aponomma maupun
Kolonin 2009). Menurut Levine (1990) Amblyomma sp. memiliki inang yang sama untuk setiap stadium. Menurut Elbl dan Anastos (1996b) stadium nimfa dan larva pada Aponomma sp kadang-kadang berada pada inang yang sama, bersama dengan yang dewasa. Caplak Amblyomma americanum dapat bertelur 1.000 hingga 8.000 butir. Secara umum caplak memiliki ukuran tubuh 0,3-1 cm, dan dapat bertambah besar apabila sudah menghisap darah (Levine 1990).
Di alam caplak memiliki variasi inang yang lebih banyak dibandingkan di dalam penangkaran, sehingga terdapat kemungkinan adanya perbedaan inang di setiap stadium. Menurut Kolonin (2009) Amblyomma javanense hampir seluruh stadiumnya ditemukan pada trenggiling, dan kadang-kadang juga ditemukan pada inang yang lain yaitu ular, biawak, dan mamalia.
Infestasi caplak pada satwa memberikan dampak negatif untuk kesehatan satwa. Akibat dari infestasi ektoparasit antara lain kekurangan darah (anemia), kerusakan kulit atau iritasi, alergi sehingga menyakiti diri sendiri atau self wounding dengan mencakar atau pun menggigit bagian tubuh yang terasa gatal akibat ektoparasit (Wall & Shearer 2001). Menurut Hoogstraal (1956a) caplak
Aponomma exornatum sebagai vektor penyakit demam Q (Q fever) yang disebabkan oleh bakteri patogen intraseluler Coxiella burnetii, A. exornatum juga
transmitter bermacam-macam hemogregarines (Elbl dan Anastos 1996b) yakni organisme uniselular bersifat parasit pada sel darah merah, dan menyerang vertebrata berdarah dingin (Merino et al 2008).
5.2Manajemen Penangkaran