• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ragam Kriik Sastra Feminis

Dalam dokumen kritik Sastra Feminis (Halaman 50-56)

KRITIK SASTRA FEMINIS

B. Materi Pembelajaran 1 Pengerian Kriik Sastra

3. Ragam Kriik Sastra Feminis

Dalam perkembangannya ada beberapa ra gam kriik sastra feminis. Showalter (1986) membedakan adanya dua jenis kriik sastra femi nis, yaitu: 1) kriik sastra feminis yang melihat perempuan sebagai pembaca (the woman as reader/feminist

criique), dan 2) kriik sastra feminis yang melihat perempuan sebagai penulis (the­woman­as­writer/­gynocriics).

Kriik sastra feminis aliran perempuan se bagai pembaca (woman as reader) mem fokuskan kajian pada adalah citra dan

stereoipe perempuan dalam sastra, penga baian dan kesa- lahpahaman tentang perem puan dalam kriik sebelumnya, dan celah-celah dalam sejarah sastra yang dibentuk oleh laki-laki (Showalter, 1986: 130). Kriik sastra feminis ginokriik menelii sejarah karya sas tra perempuan (perempuan sebagai penulis), gaya penulisan, tema, genre, struktur tulisan perempuan, kreaivitas penulis perem puan, profesi pe nulis perem puan seba- gai suatu perkumpulan, serta perkembangan dan per aturan tradisi penulis perempuan (Sho walter, 1986: 131).

Selain kedua jenis kriik sastra feminis ter sebut Humm (1986) membedakan adanya iga jenis kriik sastra feminis, yaitu: 1) kriik feminis psikoanalisis, dengan tokoh antara lain Julia Kristeva, Monique Wiig, Helene Cixous, Luce Irigaray, Mary Daly; 2) kriik feminis marxis, de ngan tokoh antara lain Michele Barret dan Patricia Stubbs; dan 3) kriik feminis hitam dan lesbian, dengan tokoh antara lain Barbara Smith, Elly Bulkin, dan Barbara Greir.

Kriik sastra feminis psikoanalisis mem fokuskan kajian pada tulisan-tulisan perempuan karena para feminis percaya bah wa pembaca pe rempuan biasanya mengiden iikasikan dirinya dengan atau menem patkan dirinya pada si tokoh perempuan, sedangkan tokoh perempuan tersebut pada umumnya merupakan cermin penciptanya. Munculnya kriik sastra feminis psikoanalisis berawal dari penolakan para feminis terhadap teori kom pleks kastrasi Sigmund Freud (Tong, 2006: 196–197). Kompleks kastrasi menurut Freud (2006: 106) adalah kecemasan (guncangan emosional) yang dialami oleh anak laki-laki yang memiliki pandangan yang salah keika melihat perbedaan alat kelaminnya dengan saudara perempuannya. Menurutnya, perempuan sebenarnya juga memiliki penis, tetapi telah dipotong. Anggapan tersebut diperkuat oleh ancaman yang sering disampaikan oleh orang tua akan mengebirinya atau menghukumnya karena ingkah laku seksualnya. Itulah sebabnya, dia mangalami kecemasan kastrasi.

Perbedaan alat kelamin perempuan dengan laki-laki, teelebih karena perempuan idak memiliki penis, menurut Freud menimbulkan inferioritas perempuan, yang diisilahkann sebagai kecembu ruan anak perempuan akan penis (penis envy) (Tong, 2006: 196). Para feminis, seperi Bety Freidan menolak teori Freud tersebut dan berargumen bahwa posisi serta keidak berdayaan sosial perempuan terhadap laki-laki kecil hubung annya de ngan biologi pe rempuan, tetapi sangat berhu bungan dengan konstruksi sosial atas feminisme (Tong, 2006: 196).

Menurut Freidan (via Tong, 2006: 196) ga gasan Freud dibentuk oleh kebudayaanya yang digambarkan sebagai “Victo rian” (pengaruh budaya Inggris yang hidup pada era Ratu Victoria, 1837–1910). Kriik

Freidan ter hadap teori Freud juga didukung oleh Firestone dan Millet (Tong, 2006: 198). Menurut Firestone, bahwa pasiv itas seksual perempuan bukanlah suatu hal yang alam iah, melainkan semata-mata karena hasil sosial dari keber gantungan isik, eko nomi, emo sional perempuan pada laki-laki. Oleh karena itu, untuk mengakhiri opresi terhadap perem puan dan anak-anak, Firestone (via Tong, 2006: 198) mengan jurkan agar manusia seha rusnya menghapuskan keluarga ini, dan bersamaan de ngan itu juga menghapuskan tabu inses yang merupakan akar penyebab kom pleks oedipus. Sementara itu, Millet (via Tong, 2006: 198) me nganggap bahwa konsep kecemburuan terhadap penis merupakan contoh transparan dari egoisme laki-laki.

Kriik Freidan, Firestone, dan Millet ter hadap teori Freud tersebut juga didukung oleh para feminis psikoanalisis berikutnya, seperi Alfred Adler, Karen Horney, dan Clara Thompson, yang menyakini bahwa idenitas gender, perilaku gender, serta orientasi seksual perempuan (dan laki-laki) bukanlah hasil dari fakta biologis, tetapi merupakan hasil dari nilai-nilai sosial dalam struk- tur patriarki. Oleh karena itu, perempuan se ha rusnya melawan hal tersebut (Tong, 2006: 197–200). Melalui kriik sastra feminis psiko analisis diseli diki hasrat, idenitas gen der, dan konstruksi linguisik feminis untuk mendekonstruksi heirarki gender dalam sas tra dan masyarakat (Humm, 1986: 71).

Kriik sastra feminis marxis menelii tokoh-tokoh perempuan dari sudut pandang sosialis, yaitu kelas-kelas masyarakat. Pe- ngriik mencoba meng ungkapkan bahwa kaum perempuan yang menjadi tokoh dalam karya sastra merupakan kelas masyarakat yang terindas (Humm, 1986: 72). Dengan meng gunakan dasar teori marxis dan ideolgi kelas Karl Marx, kriik sastra feminis

Marxis akan mengideniikasi kelasisme sebagai penyebab opresi (penindasan) terhadap pe rempuan. Dalam hal ini penindasan terha dap perempuan tersebut bukanlah hasil indakan sengaja dari satu indi vidu, melainkan produk dari struktur poliik, sosial, dan ekonomi tempat individu itu hidup.

Pembagian kerja berdasarkan gender yang menempatkan perempuan dalam ranah domesik, sementara laki-laki dalam ranah publik jelas me nim bulkan kesenjangan kelas karena sebagai pekerja di ranah publik, laki-laki akan menguasai wilayah prodiksi. Secara ekonomi, laki-lakilah yang meng hasilkan materi, sementara perempuan, walaupun me ngeluarkan tenaga dan menggu- nakan hampir seliruh waktunya untuk bekerja di rumah dia idak mendapatkan penghasilan. Bah kan, secara ekomoni perempuan sebagai ibu ru mah tangga tergantung kepada laki-laki. Perempuan idak menguasai materi (kepemilikan benda maupun uang) karena sebagai ibu rumah tangga dia idak mendapatkan penghasilan. Oleh karena itu, dia harus tunduk dan patuh kepada suaminya. Hal inilah yang memungkinkan perempuan terindas.

Kriik feminis hitam (black­feminis­criicsm) dan lesbian, dengan tokoh antara lain Barbara Smith, Elly Bulkin, dan Barbara Greir. Kriik feminis hitam dan lesbian mencoba memberikan perhaian kepada pe rempuan kulit hitam dan kaum lesbian yang selama ini dimarginalkan, ter utama dalam hubungannya dengan perempuan dan laki-laki kulit puih dan kaum heteroseksual. Kriik feminis ini memberikan perhaian kepada keberadaan para perempuan kulit hitam dan kaum lesbian yang menjadi tokoh-tokoh dalam karya sastra yang selama ini menjadi korban penindasan kaum laki-laki maupun perempuan, khususnya kulit puih (Humm, 1986: 73).

C. Rangkuman

Kriik sastra merupakan suatu cabang studi sastra yang langsung berhubungan dengan karya sastra dengan melalui inter- pretasi (penafsiran), analisis (penguraian), dan penilaian (evaluasi). Kri ik sastra feminis merupakan salah satu ragam kriik sastra (kajian sastra) yang mendasarkan pada pemi kiran feminisme yang menginginkan adanya keadilan dalam me mandang eksistensi perem puan, baik sebagai penulis maupun dalam karya sastra- karya sastranya. Kriik sastra feminis idak dapat dipisahkan dari gerakan feminisme yang pada awalnya muncul di Amerika Serikat pada 1700-an (Madsen, 2000: 1).

Sejak kemunculannya pertama kali di Ameri ka, Eropa, dan Prancis, feminisme telah mengalami perkembangan dan penye baran yang pesat ke ber bagai negara di penjuru dunia. Perkembangan dan penye baran femi nisme tersebut telah memuncul kan isilah feminisme gelombang pertama, feminisme gelom bang kedua, feminisme gelombang kei ga, pos feminisme, bahkan juga feminisme Islam dan feminisme dunia keiga. Feminisme juga dibedakan berbadarkan aliran pemikirannya, sehingga menun- culkan isilah feminisme liberal, feminisme radikal, femi nisme marxis dan sosialis, feminisme psiko analisis dan gender, feminisme eksistensialis, femi nisme posmodern, feminisme muli kul tural dan glo bal, ekofeminisme, dan feminisme Islam.

Dalam pa radigma per kem bangan kriik sastra, kriik sastra feminis dianggap sebagai kriik yang bersi fat revo lusioner yang ingin menumbangkan wacana yang dominan yang dibentuk oleh suara tradisional yang bersifat patriarki. Tujuan utama kriik

sastra feminis adalah menga nalisis relasi gender, situasi keika perem puan berada dalam dominasi laki-laki. Kriik sastra feminis memiliki berbagai ra gam, yaitu: 1) Kriik sastra feminis perempuan sebagai pembaca (the­woman­as­reader/feminist­criique), yang mema hami karya sastra dari perspekif pe rempuan; 2) kriik sastra femi nis yang me li hat pe rempuan sebagai penulis (the woman as

writer/­gynocriics); 3) kriik feminis psikoanalisis; 4) kriik feminis

mar xis; 5) kriik feminis hitam dan lesbian.

D. Latihan dan Tugas

1. Jelaskan pengerian kriik sastra feminis!

2. Jelaskan keterkaitan antara kriik sastra feminis dengan aliran dan gerakan feminisme!

3. Sebutkan dan jelaskan karakterisik dari ma cam-macam kriik sastra feminis!

4. Jelaskan kondisi apakah yang melatar belakangi imbulnya aliran dan gerakan feminisme di Eropa!

5. Uraikan secara singkat sejarah perkem bangan feminisme sebagai aliran dan gerakan sosio kultural!

6. Sebutkan dan jelaskan macam-macam aliran pemi kiran feminisme dan kekhasan tujuan perjuangannya!

36

PENERAPAN KRITIK SASTRA

Dalam dokumen kritik Sastra Feminis (Halaman 50-56)