• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA

2. Ranah Afektif

2. Ranah Afektif

Taksonomi afektif yang paling terkenal dikembangkan Krathwohl, dkk. Pada dasarnya Krathwohl berusaha mengenbangkan taksonomi ini ke dalam lima tingkat perilaku. Dalam perumusan tujuan afektif dapat terjadi ketidak jelasan tingkat mana yang dimaksudkan, sebab pada tingkat-tingkat yang lebih tinggi batas perilaku menjadi tidak begitu tegas dan terjadi tumpang tindih.

Krathwohl, Bloom, dan Masia pada tahun 1964 mengembangkan taksonomi tujuan yang berorientasi kepada perasaan afektif. Taksonomi ini menggambarkan proses seseorang di dalam mengenali dang mengadopsi suatu nilai dan sikap tertentu yang menjadi

pedoman baginya dalam bertingkah laku. Krathwohl

mengelompokkan tujuan afektif ke dalam lima kelompok, yaitu:

1) Menerima

2) Merespon

3) Menghargai

4) Mengorganisasi

5) Pengamalan atau bertindak konsisten

Pengelompokkan ini juga bersifat hirarkhis dengan

menerima/pengenalan sebagai tingkat yang paling rendah (sederhana) dan pengamalan sebagai tingkat paling tinggi. Makin tinggi tingkat tujuan dalam hirarki semakin besar pula ketertiban dan komitmen seseorang terhadap tujuan tersebut.

21

a) Menerima/pengenalan

Ranah ini berkaitan dengan keinginan pebelajar untuk terbuka (peka) pada perangsang atau pesan-pesan yang berasal dari lingkungannya. Pada tingkat ini muncul keinginan menerima perangsang atau paling tidak menyadari bahwa perangsang itu ada. Dalam hal ini pebelajar masih bersikap pasif, sekedar mendengarkan atau memperhatikan saja. Melihat perbedaan penggunaan warna dalam desain pakaian atau cara pandang seorang terhadap suatu masalah termasuk dalam tujuan kelompok. Contoh kata kerja operasional: mendengarkan, mengahadiri, melihat, dan memperhatikan.

b) Merespon

Pada tingkat ini muncul keinginan untuk melakukan tindakan sebagai respon pada perangsang. Tindakan-tindakan ini dapat disertai dengan perasaan puas dan nikmat. Dalam hal ini pebelajar diharapkan untuk menunjukkan perilaku

yang diminta. Misalnya berpartisipasi, patuh atau

memberikan tanggapan secara sukarela bila diminta. Kesediaan untuk mendiskusikan perbedaan antara garis dengan sudut menunjukkan perilaku afektif pemberian

respon. Kata kerja operasionalnya: mengikuti,

22

c) Menghargai

Perasaan puas dan nikmat ketika melakukan respon pada perangsang, menyebabkan individu ingin secara konsisten menampilkan tindakan itu dalam situasi yang serupa. Pada tahap ini individu dikatakan menerima suatu nilai dan mengembangkannya serta ingin terlibat lebih jauh ke nilai itu. Dalam hal ini pebelajar secara konsisten berperilaku sesuai dengan suatu nilai meskipun tidak ada pihak lain yang meminta atau mengharuskan.

d) Mengorganisasi

Seorang pebelajar mempunyai anggapan bahwa

pengetahuan tentang IPTEK sangat penting sekali. Dia juga beranggapan bahwa pengetahuan IPTEK sangat penting tetapi tidak lebih penting dari pada pengetahuan tentang kemanusiaan. Sebab seharusnya pengetahuan kemanusiaan akan memberi pedoman dan kontrol terhadap pengembangan IPTEK.

e) Pengamalan

Seorang pebelajar yang berpandangan bahwa

keberhasilan studi penting untuk mencapai cita-cita yang diharapkan, kemungkinan akan belajar sebaik-baiknya dan tidak mudah menyerah. Dalam hal ini tingkah lakunya konsisten dengan nilai yang dipercayainya.

23

3. Ranah Psikomotor (Simpon)

Ranah psikomotor merupakan perilaku siswa yang diharapkan tampak setelah siswa mengikuti pembelajaran untuk mencapai kompetensi yang telah ditetapkan (Hamzah Uno dan Nurdin Mohamad, 2015: 65).

a. Persepsi

Proses munculnya kesadaran tentang adanya objek dan karakteristik-karakteristiknya melalui indra. Bentuk kata kerja

operasional: memilih, membedakan, mempersiapkan

menunjukkan, dll. Misalnya siswa mampu membedakan angka 6 dan 9 yang ditulis dipapan tulis.

b. Kesiapan

Kemampuan untuk mempersiapkan diri, baik mental, fisik, dan emosi, dalam menghadapi sesuatu. Contoh: melakukan pekerjaan sesuai urutan, menerima kelebihan dan kekurangan seseorang. Bentuk kata kerja operasioanl: memulai, mengawali, mempersiapkan, menanggapi.

c. Reaksi yang diarahkan

Kemampuan untuk memulai ketrampilan yang kompleks dengan bantuan/ bimbingan dengan meniru dan uji coba. Contoh: Mengikuti arahan dari instruktur. Bentuk kata kerja operasionalnya: mempraktekkan, mengikuti, mengerjakan, membuat, memasang, membongkar, dll.

24

d. Reaksi Natural (mekanisme)

Kemampuan untuk melakukan kegiatan pada tingkat ketrampilan tahap yang lebih sulit. Melalui tahap ini diharapkan siswa akan terbiasa melakukan tugas rutinnya. Contoh: menggunakan computer. Bentuk kata kerja operasionalnya: mengoperasikan, memperbaiki, menyusun, menggunakan, mendemonstrasikan, melaksanakan, dll.

e. Reaksi yang kompleks

Kemampuan untuk melakukan kemahirannya dalam melakukan sesuatu, dimana hal ini terlihat dari kecepatan, ketepatan, efesiensi dan efektivitasnya. Semua tindakan dilakukan secara spontan, lancar, cepat, tanpa ragu. Contoh: Keahlian bermain jarimatika. Bentuk kata kerja operasionalnya: membangun, memperbaiki, mengatur, dll.

f. Adaptasi

Kemampuan mengembangkan keahlian, dan memodifikasi pola sesuai dengan yang dibutuhkan, Contoh: Melakukan perubahan secara cepat dan tepat terhadap kejadian tak terduga tanpa merusak pola yang ada. Bentuk kata kerja operasional: mengubah, mengadaptasikan, mengatur kembali, membuat variasi, menyesuaikan diri.

25

g. Kreativitas

Kemampuan untuk menciptakan pola baru yang sesuai dengan kondisi/situasi tertentu dan juga kemampuan mengatasi masalah dengan mengeksplorasi kreativitas diri. Contoh: membuat formula baru, inovasi, produk baru. Bentuk kata kerja operasional: merancang, merencanakan, menciptakan, mengatur, dll (Aunurrahman, 2014:52-53).

Jadi dapat disimpulkan bahwa taksonomi Bloom ialah taksonomi yang disusun oleh ahli pendidikan yang bernama B.S Bloom. Bloom mengklasifikasikan tujuan pendidikan ke dalam tiga ranah yaitu ranah kognitif mencakup: pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, evaluasi. Ranah afektif mencakup: Penerimaan, Pemberian respon, Penghargaan terhadap nilai, organisasi, pembentukan pola hidup. Sedangkan ranah psikomotorik mencakup: persepsi, kesiapan, reaksi yang diarahkan, reaksi natural, reaksi yang kompleks, adaptasi, kreativitas.

B. Pembelajaran Matematika

1. Matematika

Kata matematika sudah tidak asing lagi bagi kita, matematika merupakan ilmu pengetahuan dimana materi matematika diperlukan disemua jenjang pendidikan yang dipelajari oleh semua orang. Dalam dunia pendidikan, matematika sangatlah diperlukan. Di

sekolah-26

sekolah mulai dari sekolah dasar hingga perguruan tinggi, bahkan dalam dunia pendidikan prasekolah, misalnya taman kanak-kanak, keberadaan matematika selalu diperlukan. Kehadiran matematika dalam dunia pendidikan maupun dalam kehidupan sehari-hari tentu sangat bermanfaat, karena dapat digunakan untuk berhitung, mengelola data, berdagang dan dapat membantu bidang studi lainnya seperti bidang akutansi, perpajakan, dan lain-lain.

Matematika adalah bahasa yang memiliki fungsi praktis untuk mengekspresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keuangan. Selanjutnya, menurut Lerner dalam (Delphie, 2009: 2) matematika

merupakan bahasa universal yang memungkinkan manusia

memikirkan, mencatat, serta mengkomunikasikan ide-ide mengenai elemen dan kuantitas.

Menurut Ruseffendi dalam (Heruman, 2010: 1) matematika adalah bahasa symbol ilmu deduktif yang tidak menerima pembuktian secara induktif, ilmu tentang pola keteraturan, dan struktur yang terorganisasi, mulai dari unsur yang tidak terdefisinikan ke unsur yang terdefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.

Jadi dapat disimpulkan bahwa matematika adalah bahasa yang yang memiliki fungsi praktis yang memungkinkan manusia memikirkan, mencatat, serta mengkomunikasikan ide-ide mulai dari unsur yang tidak terdefinisikan sampai unsur yang terdefinisikan, ke aksioma atau postulat, dan akhirnya ke dalil.

27

2. Pembelajaran Matematika

Matematika mempunyai sifat logis. Oleh karena itu, diperlukan penalaran pada saat mempelajarinya. Pada saat melakukan pembelajaran matematika formal hendaknya siswa memahami bentuk, mengingat hubungan di antaranya memahami hubungan dasar, dan mampu membuat penggeneralisasian secara sederhana. Konsep tentang kesiapan belajar sangatlah penting dalam pembelajaran matematika. Hal yang diperlukan bagi siswa adalah pengetahuan dasar tentang fakta-fakta dan mampu mengoperasikan penambahan, pengurangan, perkalian serta pembagian.

Susanto (2013: 186) mengatakan bahwa pembelajaran matematika adalah suatu proses belajar mengajar yang dibangun oleh guru untuk mengembangkan kreativitas berfikir siswa yang dapat meningkatkan

kemampuan mengontruksi pengetahuan baru sebagai upaya

peningkatan penguasa yang baik terhadap materi matematika.

Dalam pembelajaran matematika diharapkan terjadi reinvention

(penemuan kembali). Penemuan kembali adalah menemukan suatu cara penyelesaian secara informal dalam pembelajaran di kelas. Tujuan dari strategi penemuan kembali adalah untuk memperoleh pengetahuan dengan suatu cara yang dapat melatih berbagai kemampuan intelektual siswa, merangsang keingintahuan dan memotivasi kemampuan mereka. Dengan demikian siswa akan terlatih dalam mengasah kemampuan untuk bisa lebih mandiri dalam menyelesaikan suatu

28

masalah yang terkait dalam pembelajaran matematika (Heruman, 2010: 4).

Dalam proses pembelajaran matematika, baik guru maupun siswa bersama-sama menjadi pelaku terlaksananya tujuan pembelajaran. Tujuan pembelajaran ini akan mencapai hasil yang maksimal apabila pembelajaran berjalan secara efektif. Pembelajaran yang efektif adalah pembelajaran yang mampu melibatkan seluruh siswa secara efektif. Kualitas pembelajaran dapat dilihat dari segi proses dan segi hasil. Pertama, dari segi proses, pembelajaran dikatakan berhasil dan berkualitas apabila seluruhnya atau sebagian besar peserta didik terlibat secara aktif baik fisik, mental maupun sosial dalam proses pembelajaran. Kedua, dari segi hasil, pembelajaran dikatakan efektif apabila terjadi perubahan tingkah laku ke arah positif dan tercapainya tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan.

3. Tujuan Pembelajaran Matematika

Menurut Sodjadi (2000: 43) secara umum tujuan diberikannya matematika di sekolah adalah untuk membantu siswa mempersiapkan diri agar sanggup menghadapi perubahan keadaan di dalam kehidupan dan di dunia yang selalu berkembang, melalui latihan bertindak atas dasar pemikiran yang logis, rasional, dan kritis. Serta mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematikan dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari dan dalam mempelajari ilmu pengetahuan.

29

Secara khusus, tujuan pembelajaran matematika di sekolah dasar, sebagaimana yang disajikan oleh Depdikas dalam (Susanto, 2013: 190), sebagai berikut:

a. Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar

konsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma.

b. Menggunakan penalaran pada pola dan sifat, melakukan

manipulasi matematika dalam generalisasi, menyusun bukti atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika.

c. Memecahkan masalah yang meliputi kemampuan memahami

masalah, merancang model matematika, menyelesaikan model dan menafsirkan solusi yang diperoleh.

d. Mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau

media lain untuk menjelaskan keadaan atau masalah.

e. Memiliki sikap menghargai penggunaan matematika dalam

kehidupan sehari-hari.

4. Fungsi Pembelajaran Matematika

a. Mengembangkan kemampuan menghitung, mengukur,

menurunkan, dan menggunakan rumus matematika sederhana yang diperlukan dalam kehidupan sehari-hari melalui materi bilangan, pengukuran, geometri dan pengolahan data.

b. Mengembangkan kemampuan mengkomunikasikan gagasan

dengan bahasa melalui model matematika yang dapat berupa kalimat dan persamaan matematika, grafik, atau tabel.

30

5. Ruang Lingkup Pembelajaran Matematika SD/MI

Menurut Abdurrahman dalam (Delphie, 2009: 2), mata pelajaran matematika yang diajarkan di sekolah dasar mencakup tiga cabang yaitu: aritmatika, aljabar, dan geometri.

Ruang lingkup matematika meliputi pengoperasian penghitungan, pengukuran, aritmatika, kalkulasi, geometri, dan aljabar.

C. Implementasi taksonomi Bloom dalam pembelajaran matematika

Subini (2012: 244-245) menjelaskan bahawa saat ini sudah banyak diketahui oleh umum bahwa apa yang dikenal sebagai taksonomi Bloom sebenarnya merupakan hasil kelompok penilai di Universitas yang terdiri dari B.S. Bloom Editor M.D. Engelhart, E. Furst, W.H. Hill. dan D.R. Krathwohl, yang kemudian didukung pula oleh Ralp W. Tyler.

Selanjutnya, B.S. Bloom bersama rekan-rekannya yang berpikir sehaluan, menjadi kelompok pelopor dalam menyumbangkan suatu klasifikasi tujuan instruksional (educational objectives). Pada tahun 1956 terbitlah karya “Taxonomy of Educational Objectives, Obyectives, Affective Domain”. Kelompok pelopor ini tidak berhasil menerbitkan suatu taksonomi yang menyangkut tujuan instruksional di bidang

psikomotorik (psychomotor domain). Orang lain lah yang

mengembangkan suatu klasifikasi di bidang ini, antara lain E. Simpon pada tahun 1967 dan A. Harrow pada tahun 1972.

Adapun suatu taksonomi merupakan suatu sistem klasifikasi yang khusus, yang berdasarkan data penelitian ilmiah mengenai hal-hal yang

31

digolong-golongkan dalam sistematika. Misalnya klasifikasi atas genus dan spesies terhadap tumbuh-tumbuhan dan binatang, sebagaimana dikembangkan dalam ruang lingkup Ilmu Biologi. Taksonomi-taksonomi di tiga ranah kognitif, afektif dan psikomotor, yang dikembangkan oleh kelompok pelopor ini dan beberapa orang lain, memang disebut “taxonomy”, tetapi menurut beberapa ahli psikologi belajar, mungkin tidak seluruhnya memenuhi tuntutan suatu taksonomi sebagaimana dijelaskan di atas, khususnya dalam ranah kognitif. Meskipun demikian, nama taksonomi akan tetap dipertahankan di sini, sesuai dengan sumber-sumber yang asli kecuali untuk sistematika yang dikembangkan oleh Simpon dalam ranah psikomotorik yang menggunakan nama/judul “klasifikasi (classification). Adapun taksonomi atau klasifikasi adalah sebagai berikut:

1. Ranah kognitif menurut Bloom dan kawan-kawan: pengetahuan,

pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, evaluasi.

2. Ranah afektif menurut taksonomi Kratwohl, Bloom dan

kawan-kawan: Penerimaan, partisipasi, penilaian/penentuan sikap, organisasi, pembentukan pola hidup.

3. Ranah psikomotorik menurut klasifikasi Simpon: persepsi, kesiapan,

Dokumen terkait