• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancangan percobaan untuk penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan perlakuan adalah prosentase bubuk cincau hijau yang diberikan pada pakan hewan coba, yaitu 0,88%, 1,76% dan 2,64%. Analisis data pada penelitian ini menggunakan analisis sidik ragam dan analisa deskriptif. Uji statistik terhadap data terdiri dari uji homogenitas data menggunakan uji Barletts, dan uji Kolmogorov Smirnov untuk uji normalitas pada taraf 5%. Analisa sidik ragam (ANOVA) satu arah dilakukan untuk melihat beda antara perlakuan. Jika tingkat signifikansi < 0,05 pada uji ANOVA maka kemudian dilanjutkan dengan DMRT (duncan’s multiple range test) untuk melihat perlakuan yang memberikan perbedaan nyata.

4. 1. Pakan Mencit C3H

Pakan pada penelitian ini menggunakan pakan standar AIN (1976). Pada penelitian Chalid (2003) digunakan dua jenis perlakuan pakan uji yaitu perlakuan bubuk cincau hijau dan seduhan cincau hijau dari C.berbata L.Miers dan

P.oblongifolia Merr. masing-masing jenis cincau dan perlakuan uji menggunakan prosentase penambahan 0,88% baik pada bubuk daun cincau hijau maupun pada pakan dengan seduhan daun cincau hijau.

Pada penelitian ini digunakan satu jenis cincau hijau yaitu

P.oblongifolia Merr. dengan prosentase bertingkat pada bubuk daun cincau hijau pada perlakuan pakan uji yaitu : 0,88%, 1,76% dan 2,64%. Pemilihan jenis cincau ini berdasar pada penelitian-penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa bubuk daun cincau hijau P.oblongifolia Merr. memiliki beberapa kelebihan jika dibanding dengan bubuk daun cincau hijau C.barbata L.Miers. Bentuk bubuk daun dipilih karena lebih mudah disimpan. Komposisi dosis sendiri dibuat untuk mengetahui lebih dalam mengenai pengaruh peningkatan dosis terhadap perkembangan jaringan kanker payudara mencit C3H.

4. 2. Perkembangan Berat Badan dan Jaringan Kanker Mencit C3H

Parameter yang diamati untuk pertumbuhan mencit pada penelitian ini meliputi berat badan mencit, masa laten, volume jaringan kanker dan berat jaringan kanker. Untuk masing-masing parameter yang telah disebutkan sebelumnya, perlu dilakukan uji normalitas dan homogenitas terlebih dahulu sebelum dilakukan uji beda.

4. 2. 1. Berat Badan Mencit

Berat badan hewan coba diukur dua kali dalam sepekan selama perlakuan pakan uji sebelum transplantasi yaitu selama 30 hari. Pada penelitian ini tidak dilakukan masa adaptasi, karena hewan coba yang digunakan tidak mengalami perubahan tempat pemeliharaan yaitu Laboratorium Patologi Eksperimental, Departemen Patologi Anatomik, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Masa adaptasi untuk pakan uji juga tidak dilakukan karena pada penelitan Chalid (2003) dengan menggunakan pakan uji yang diberi bubuk daun cincau hijau

P.oblongifolia Merr. tidak memberi dampak negatif bagi hewan coba dan disukai, yang dibuktikan dengan data konsumsi pakan. Mencit menjalani masa uji sebelum transplantasi selama 30 hari. Pergantian pakan dilakukan setiap hari agar mencit selalu mendapat makanan yang segar dan untuk mengetahui jumlah konsumsi pakan mencit setiap harinya.

Data berat badan mencit baik pada kelompok kontrol maupun kelompok uji sebelum mendapat perlakuan dilakukan uji normalitas menggunakan Kolmogorov-Smirnov, hasilnya menunjukkan data berdistribusi normal (p>0,5) secara lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 2. Setelah diuji normalitas, dilakukan pula pengujian homogenitas menggunakan metode Bartlett – Levene, hasil analisis data memperlihatkan berat badan mencit homogen ditunjukkan oleh nilai p>0,5 (Lampiran 3).

Pada masa sebelum transplantasi setiap kelompok mencit mengalami variasi kenaikan berat badan, rata-rata semua mencit pada kelompok perlakuan mengalami kenaikan berat badan hal ini dapat dilihat dari delta kenaikan berat badan pada awal perlakuan (Lampiran 4). Hasil uji sidik ragam berat badan mencit pada masa sebelum transplantasi memperlihatkan bahwa pada kelompok C 21,147±1,60 g dan D 20,818±1,40 g secara nyata lebih besar daripada mencit kelompok kontrol A (19,567±1,70 g) dan B (19,531±2,00 g). Mencit kelompok E memiliki rata-rata berat badan sebesar 17,227±1,00 g yang nyata lebih kecil dibandingkan dengan kelompok kontrol, maupun kelompok perlakuan yaitu kelompok C dan D secara lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 5. Grafik berat badan mencit tersaji pada Gambar 9.

=kel kontrol negatif = kel kontrol positif = kel 0,88% = kel 1,76% = kel 2,64%

Gambar 9. Grafik pertumbuhan berat badan mencit C3H selama penelitian 0,0 5,0 10,0 15,0 20,0 25,0 30,0 1 6 9 13 16 20 23 27 30 31 34 37 41 44 48 52 B er at ba da n (g) Hari ke-A B C D E

Berat badan mencit pada masa sebelum trasnplantasi, mengalami perkembangan berat badan yang fluktuatif. Pada pengukuran hari ke-6 dan ke-9 rata-rata berat badan menurun, namun pada pengukuran berat badan hari ke-13 sampai hari ke-30 berat badan mecit mengalami peningkatan. Penurunan berat badan yang terjadi disebabkan karena pengaruh adaptasi mencit terhadap pakan yang diberikan, hal ini ditunjang oleh data delta berat badan yaitu selisih angka rata-rata berat badan mencit pada pengukuran hari ke-30 dikurangi rata-rata berat badan mencit pada pengukuran pertama, semua kelompok mencit percobaan mengalami kenaikan berat badan. Rata-rata delta berat badan mencit pada awal perlakuan kelompok A (1,30g), B (1,30g), C (1,80g), D (2,10g) dan E (2,10g) secara lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 4.

Hasil analisis sidik ragam terhadap delta pertumbuhan berat badan mencit pada masa sebelum transplantasi (Lampiran 6) menujukkan hasil yang tidak beda nyata (p = 0,697). Hal ini menunjukkan bahwa pemberian bubuk daun cincau hijau tidak memberikan pengaruh terhadap kenaikan berat badan mencit, hal ini dibuktikan dengan pertumbuhan mencit melalui pengukuran berat badan yang diberi pakan dengan bubuk daun cincau hijau 0% yang merupakan kelompok kontrol (mencit kelompok A dan B), maupun kelompok perlakuan yang meliputi 0,88% (mencit kelompok C), 1,76% (mencit kelompok D) serta 2,64% (mencit kelompok E) semua mengalami peningkatan berat badan pada awal perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa penurunan dan kenaikan berat badan pada pertumbuhan mencit C3H pada awal perlakuan merupakan hal yang normal dan pada masa ini semua kelompok mencit belum dilakukan proses transplantasi sel kanker.

Pertumbuhan mencit melalui pengukuran berat badan tersebut didukung dengan hasil perhitungan jumlah konsumsi pakan. Rata-rata jumlah pakan yang dikonsumsi mencit perlakuan kelompok C, D dan E secara berturut-turut adalah 1,77±0,21 g, 1,80±0,31 g dan 1,83±0,13 g dan mencit kontrol A dan B secara berurutan adalah 2,24±0,28 g dan 1,78±0,19 g (Lampiran 7).

Jumlah konsumsi pakan tidak berbeda nyata dengan prosentasi bubuk daun cincau hijau yang meningkat. Hasil uji sidik ragam terhadap jumlah konsumsi pakan pada masa sebelum transplantasi tidak beda nyata antara

kelompok kontrol B dengan kelompok perlakuan C,D dan E. Pada kelompok A konsumsi pakan paling besar yaitu sebesar 2,24±0,28 g (Lampiran 8) dibanding kelompok lainnya namun jika diuji lebih lanjut menggunakan uji korelasi Pearson antara delta kenaikan berat badan mencit pada masa sebelum transplantasi dan rata-rata konsumsi pakan masa sebelum transplantasi tidak memiliki hubungan

yang signifikan dengan ditunjukkan oleh nilai p-value sebesar 0,386 (Lampiran 9). Hal ini menegaskan bahwa bubuk daun cincau yang ditambahkan

pada kelompok uji C, D dan E tidak mempengaruhi konsumsi pakan mencit kelompok tersebut, karena tidak beda nyata dengan kelompok B dan A yang diberi pakan standar tanpa penamhan bubuk daun cincau hijau.

Pada hari ke-31 dilakukan proses transplantasi sel kanker dari mencit donor kepada mencit kelompok perlakuan (C,D dan E) dan kontrol positif (B), pada masa ini tetap dilakukan monitoring perkembangan berat badan dua kali dalam satu minggu.

Berat badan mencit secara umum mengalami peningkatan pada masa setelah transplantasi sel kanker (Lampiran 10) karena pada masa ini terjadi pertumbuhan jaringan kanker. Pengukuran berat badan berarti melakukan pengukuran berat badan mencit ditambah dengan berat jaringan kanker. Hal ini didukung dengan pernyataan Chalid (2003), yang menyatakan bahwa pertambahan berat badan mencit diduga ditunjang oleh pertumbuhan jaringan kanker yang juga membesar.

Rata-rata berat badan mencit pada pengukuran pada hari ke-31, yaitu hari pertama setelah proses transplantasi meliputi mencit kelompok A sebesar 22,7+1,4 g , B (21,2+0,5g), C (22,5+0,5 g), D (22,0+0,4g) dan E (18,4+1,3g) pada akhir perlakuan ini, sedangkan rata-rata delta berat badan mencit meliputi mencit kelompok A (3,3 g), B (1,2g), C (1,3g), D (-1,3 g) dan E (2,5 g). Tanda negatif pada nilai rata-rata delta menunjukkan terjadinya penurunan berat badan, sedangkan tanda positif pada nilai rata-rata delta menunjukkan terjadinya peningkatan berat badan.

Hasil uji sidik ragam pertumbuhan berat badan setelah transplantasi secara detil dapat dilihat pada Lampiran 11. Mencit kelompok D memiliki berat badan yang tidak berbeda nyata baik dengan kelompok kontrol negatif (A), kelompok

kontrol positif (B). Rata-rata berat badan mencit kelompok kontrol negatif (A),

dan kelompok kontrol positif (B) dan kelompok perlakuan D (1,76%) secara berturut-turut adalah 22,731±1,40g, 22,220±0,50g dan 22,037±0,40g.

Pertumbuhan berat badan pada kelompok E adalah yang paling kecil yaitu sebesar 18,429±1,3 g, dan berbeda nyata dengan keempat kelompok lainnya

Meskipun demikian jika dilihat dari perkembangan berat badan mencit percobaan, dihitung dari delta kenaikan berat badan mencit pada masa setelah transplantasi yaitu dengan cara menghitung selisih kenaikan berat badan mencit pada akhir perlakuan dengan berat badan pada hari pertama setelah dilakukan transplantasi, pada mencit kelompok D (1,76%) mengalami penurunan berat badan sebesar 1,3 g sedangkan mencit kelompok lainnya mengalami kenaikan berat badan. Kenaikan berat badan yang paling besar terjadi pada kelompok kontrol negatif (A) yaitu sebesar 3,3 g. Kenaikan berat badan pada kelompok kontrol negatif ini didukung dengan data konsumsi pakan pada kelompok A setelah perlakuan sebesar 2,45±0,58 g merupakan rata-rata konsumsi pakan mencit yang paling besar. Analisis sidik ragam dari rata-rata delta berat badan mencit baik kelompok kontrol maupun kelompok perlakuan menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05) tersaji pada Lampiran 12.

Konsumsi pakan mencit pada masa setelah transplantasi secara detil dapat dilihat pada Lampiran 13. Rata-rata jumlah konsumsi pakan mencit kelompok kontrol negatif (A) dan kontrol positif (B) berturut-turut adalah 2,45±0,58 g dan 1,66±0,25 g. Rata-rata jumlah konsumsi pakan pada mencit kelompok perlakuan C, D dan E tidak berbeda nyata pada akhir perlakuan (Lampiran 14). Rata-rata jumlah pakan yang dikonsumsi mencit kelompok C, D dan E secara berturut-turut adalah 1,91±0,05 g, 1,83±0,23 g dan 1,91±0,21 g. Jumlah konsumsi pakan tidak berbeda nyata dengan prosentase bubuk daun cincau hijau semakin meningkat. Konsumsi pakan kelompok kontrol negatif (A) berbeda nyata dengan konsumsi pakan kontrol positif (B) hal ini disebabkan karena pada masa ini kelompok B sudah diberikan perlakuan transplantasi sedangkan kelompok A tidak. Perbedaan inilah yang menyebabkan perbedaan konsumsi pakannya, walaupun pada kedua kelompok tersebut sama-sama tidak diberikan bubuk daun cincau hijau pada pakannya (0%). Hasil tersebut menunjukkan bahwa transplantasi sel kanker

memberikan pengaruh yang nyata terhadap jumlah konsumsi pakan dan pertumbuhan mencit setelah transplantasi sel kanker. Hal ini ditunjang oleh hasil uji korelasi antara delta berat badan akhir dan konsumsi pakan setelah transplantasi (Lampiran 15) yang menunjukkan nilai p-value sebesar 0,023. Terdapat korelasi positif dan signifikan antara delta berat badan setelah transplantasi dan konsumsi pakan akhir.

Perbedaan delta berat badan mencit pada masa setelah transplantasi ini kemungkinan disebabkan oleh interaksi antara metabolit sekunder yang terkandung dalam cincau hijau dengan sel kanker yang di transplantasikan pada mencit. Menurut Nahrstedt dan Butterweck (1997) kandungan metabolit sekunder dari tumbuhan sangat bervariasi dalam jenis dan jumlahnya tergantung dari lingkungan sekitar dimana tumbuhan itu hidup. Hasil uji fitokimia terhadap bubuk daun cincau hijau dilakukan oleh Aryudhani (2011) yang menyatakan bahwa pada bubuk daun cincau hijau P.oblongifolia Merr. memiliki hasil uji positif pada alkaliod, saponin, fenol hidrokuinon, molisch, benedict dan tanin.

4. 2. 2. Masa Laten

Masa laten adalah waktu pertumbuhan kanker dari awal transplantasi

sampai jaringan kanker dapat diraba dengan menggunakan kepekaan tangan (Liebelt & Liebelt 1967). Masa laten bisa berbeda-beda pada setiap individu.

Masa laten yang terdeteksi pada penelitian ini merupakan rata-rata dari waktu pertama kali terasa munculnya benjolan jaringan kanker pada mencit dalam hitungan hari. Perabaan untuk mengetahui munculnya benjolan tersebut mulai dilakukan pada hari pertama setelah transplantasi sampai jaringan kenker dapat diraba.

Masa laten jaringan kanker pada penelitian ini (Lampiran 18), sedangkan hasil Analisis sidik ragam terhadap masa laten jaringan kanker pada semua kelompok mencit tersaji pada Lampiran 19, hasil uji sidik menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (p>0,05), sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan Chalid (2003).

Masa laten pada kelompok B (kontrol positif) adalah 4,6 hari. Jaringan kanker pada mencit dengan bubuk cincau hijau 0,88% (C) memiliki masa laten

5,4 hari, jaringan kanker pada mencit dengan bubuk cincau hijau 1,76% (D) memiliki masa laten 4 hari, dan jaringan kanker pada kelompok mencit dengan bubuk cincau hijau 2,64% (E) memiliki masa laten 4,8 hari. Hasil tersebut menunjukkan bahwa walaupun secara uji statistik tidak beda nyata namun, secara umum bubuk daun cincau hijau P. oblongifolia Merr. yang diberikan pada mencit memiliki kemampuan menghambat munculnya pertumbuhan jaringan kanker pada mencit. Mencit kelompok C (0,88%) dan E (2,64%) memiliki masa laten yang lebih lama dari pada mencit kelompok kontrol positif (B), secara berturut-turut masa laten nya adalah 5,4 hari, 4,8 hari dan 4,6 hari.

4. 2. 3. Volume Jaringan Kanker

Pertumbuhan jaringan kanker secara umum cenderung naik, kecuali pada mencit kelompok E yang mengalami penurunan. Peningkatan pertumbuhan jaringan kanker secara jelas terlihat pada mencit kelompok B (Gambar 10). Rata-rata volume jaringan kanker secara berturut-turut dari mencit B, C, D, dan E adalah 0,55±0,69 cm3, 0,21±0,11 cm3, 0,15±0,08 cm3 dan 0,20±0,06 cm3 (Lampiran 20). Hal ini sesuai dengan pernyataan Setiawati (2003), bahwa mencit yang telah mengkonsumsi cincau tetap mengalami pertumbuhan pada jaringan kankernya karena interaksi sel kanker di dalam tubuh sangat kompleks. Grafik ukuran volume jaringan kanker disajikan pada Gambar 10.

= kel kontrol positif

= kel 0,88 %

= kel 1,76 % = kel 2,64%

Gambar 10. Grafik ukuran volume jaringan kanker menvit C3H yang diberi bubuk daun cincau hijau.

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 1,6 1,8 34 37 41 44 48 52 V ol um e j ar ingan k ank er ( c m 3) Hari ke-B C D E

Gambar 10 menunjukkan bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan pada pertumbuhan jaringan kanker antara mencit kelompok B dan mencit kelompok perlakuan lain (C, D dan E). Volume jaringan kanker mencit B meningkat secara signifikan pada 11 hari setelah tranplantasi sel kanker. Hal ini sesuai dengan pernyataan Pranoto (2003), bahwa sel kanker yang ditransplantasikan dari mencit donor sudah berada dalam tahap propagasi atau mungkin metastasis. Pada tahap tersebut sel kanker bisa beredar ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah maupun limfatik sehingga sulit untuk dicegah. Walaupun hasil analisis sidik ragam menunjukkan bahwa pertambahan volume jaringan kanker pada mencit kontrol (B) dan perlakuan C, D dan E tidak berbeda nyata (p>0,05) (Lampiran 21), namun jika dilihat dari data pengukuran volume jaringan kanker (Lampiran 20) terlihat bahwa kelompok B memiliki volume jaringan kanker dua kali lipat lebih besar jika dibandingkan dengan kelompok perlakuan C, D dan E.

Ukuran volume jaringan kanker pada penelitian ini menunjukkan adanya kemungkinan pengaruh konsumsi bubuk daun cincau hijau dalam menghambat pertambahan volume jaringan kanker pada mencit perlakuan, sehingga diduga bubuk daun cincau hijau mengandung senyawa atau komponen yang mampu mengganggu pertumbuhan jaringan kanker yang dapat menghambat pertambahan volume jaringan kanker. Sejalan dengan Chalid (2003) yang menyatakan bahwa pemberian cincau hijau pada pakan mampu menekan pertumbuhan jaringan kanker. Selain itu Pranoto (2003) melaporkan bahwa cincau hijau mampu meningkatkan jumlah limfosit T dan B serta memiliki daya sitotoksik yang baik.

Komponen atau senyawa kimia seperti antioksidan, termasuk senyawa fitokimia pada tanaman, menunjukkan kemampuan selektif dalam hal membunuh sel kanker dengan cara apoptosis, serta mengambat angiogenesis tumor dan metastasis (Borek 2004). Alkaloid yang terdapat pada tomat, baik hijau maupun merah, menunjukkan kemampuan untuk menghambat pertumbuhan sel kanker. Ekstrak tomat hijau aktif melawan semua galur sel kanker dan lebih mampu menghambat sel kanker dibandingkan tomat merah. Komponen alkaloid yang diduga bertanggung jawab dalam efek antikarsinogenik adalah glikoalkaloid, yang

(Friedman et al. 2009). Reaksi biokimia kompleks juga berperan mempengaruhi metabolisme seperti enzim pencernaan, senyawa pembawa untuk absorbsi, sistem transportasi, dan gangguan metabolisme pada penderita kanker (Almatsier 2001). Penjelasan tersebut menunjukkan bahwa adanya senyawa atau komponen yang mampu mengganggu pertumbuhan jaringan kanker dapat menghambat pertambahan volume jaringan kanker.

4. 2. 4. Berat Jaringan Kanker

Data berat jaringan kanker diperoleh pada akhir penelitian (pada akhir masa pemeliharaan mencit) melalui proses terminasi mencit. Berat jaringan kanker mencit kelompok B, C, D dan E secara berturut-turut adalah 0,87±0,81 g, 1,17±0,12 g, 0,15±0,09 g dan 0,27±0,28 g (Lampiran 22). Analisa sidik ragam berat jaringan kanker secara lengkap tersaji pada Lampiran 23, hasil uji sidik ragam menyatakan beda nyata antara kelompok kontrol dan kelompok perlakuan. Grafik berat jaringan kanker mencit disajikan pada Gambar 11.

Kelompok Mencit

Keterangan : A= kelompok kontrol negatif; B= kelompok kontrol positif; C= kelompok 0,88% cincau hijau; D= kelompok 1,76% cincau hijau; E= kelompok 2,64% cincau hijau.

Gambar 11. Grafik berat jaringan kanker mencit C3H.

Berat jaringan kanker pada kelompok perlakuan D dan E yang diberikan prosentase bubuk daun cincau hijau meningkat secara berturut-turut 1,76% dan

0,0 0,2 0,4 0,6 0,8 1,0 1,2 1,4 B C D E B er a t jar ingan k ank er ( g)

2,64% menunjukkan berat jaringan kanker yang beda nyata dengan berat jaringan kanker kelompok B (0%) dan C (0,88%).

Pada kelompok mencit yang diberikan bubuk cincau hijau pada pakan sebanyak 0,88% belum bisa memberikan daya hambat yang signifikan terhadap perkembangan jaringan kanker, hal ini didukung oleh hasil analisa sidik ragam yang menyatakan bahwa tidak beda antara berat jaringan kanker kelompok mencit C dan berat jaringan kanker kelompok mencit B. Daya hambat pertumbuhan jaringan kanker secara nyata terjadi pada mencit yang diberikan bubuk daun cincau hijau 1,76% (D) dan 2,64% (E). Hal tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi aktivitas penghambatan pertumbuhan jaringan kanker dengan prosentase bubuk daun cincau yang digunakan.

4. 2. 5. Gambarn Histopatologis Jaringan Kanker Menggunakan Pewarnaan HE Penentuan derajat diferensiasi jaringan kanker hasil pewarnaan HE meliputi kepadatan sel tumot, tingkat mitosis sel dan tingkat pleomorfisme sel. Profil umum jaringan kanker mencit C3H dianalisa menggunakan pewarnaan hematoksilin eosin (HE) kemudian, diberi skor dan secara rinci disajikan pada Tabel 4. Berikut ini merupakan keterangan terhadap skor yang diberikan pada hasil pewarnaan HE :

Tabel 4 Rincian hasil pewarnaan HE jaringan kanker mencit C3H

Kelompok Mencit Jumlah lapang pandang Derajat diferensiasi Skor rata-rata kepadatan sel tumor rata-rata pleomorfisme inti sel rata-rata tingkat mitosis sel B (5) 5 2,5 1,8 2 6,3 Stdev 0,469 0,374 0,616 C (5) 5 1,6 1,6 1,6 4,8 Stdev 0,316 0,268 0,409 D(5) 5 1,4 1,5 1,4 4,3 Stdev 0,414 0,219 0,296 E(5) 5 1,4 1,3 1,3 4 Stdev 0,296 0,279 0,228

Hasil pewarnaan HE dinilai dengan cara memberikan skor berupa angka terhadap jaringan kanker berdasarkan derajat diferensiasi (Elston & Ellis 1991).

Diferensiasi pada sel kanker menunjukkan seberapa banyak kemiripan sel kanker dengan sel asal yang normal, baik dalam hal morfologi maupun fungsi sel. Diferensiasi pada sel kanker menunjukkan semakin tidak berdiferensiasi (beda dengan sel asal) maka akan semakin mendekati keganasan. Sel yang tidak berdiferensasi disebut dengan anaplasia. Perbedaan bentuk sel (pleomorfis) bisa diamati dari hiperkromatik dimana sel akan berwarna lebih gelap dari sel normal, bentuk dan ukuran inti sel tidak teratur, dan terjadi banyak mitosis.

Pada penelitian ini derajat diferensiasi menggunakan tiga parameter meliputi kepadatan sel, pleomorfisme dan mitosis. Contoh hasil pewarnaan HE pada kelompok B tersaji pada Gambar 12.

Gambar 12. Contoh hasil pewarnaan HE jaringan kanker mencit C3H perbesaran 200 kali.

Kelompok kontrol positif Kelompok 0,88% cincau hijau

Kelompok 1,76% cincau hijau Kelompok 2,64% cincau hijau

B C

Hasil analisa uji sidik ragam pada pewarnaan HE untuk setiap kelompok mencit perlakuan menunjukkan hasil bahwa kepadatan sel kanker pada kelompok kontrol positif (B) berbeda nyata dengan kelompok perlakuan lainnya yaitu C,D dan E. Nilai rata-rata setiap kelompok adalah sebagai berikut : B (2,5±0,5), C (1,6±0,3), D (1,4±0,14) dan E (1,5±1,22). Hal ini menunjukkan bahwa pada jaringan kanker kelompok B merupakan jaringan kanker yang solid dan padat, hal ini merupakan salah satu indikasi keganasan pada kanker. Hal ini diperkuat dengan hasil skor pleomorfisme atau variasi nyata dalam bentuk maupun ukuran sel, walaupun hasil uji sidik ragam tidak berbeda nyata namun skor pleomorfisme kelompok kontrol positif (B) paling tinggi yaitu 1,8±0,4 dibandingkan kelompok perlakuan C, D dan E. Keganasan pada kanker juga dapat dilihat dari banyaknya pembelahan sel (mitosis). Prosentase bubuk daun cincau hijau pada pakan mencit tidak berpengaruh nyata terhadap skor mitosis HE pada mencit, namun mitosis terjadi lebih banyak pada kelompok B ditunjukkan dengan skor mitosis paling tinggi yaitu 2±0,6 dibandingkan dengan kelompok C, D dan E.

Skor derajat diferensiasi pada jaringan kanker mencit kelompok B adalah 6,3 dimana skor tersebut termasuk dalam kelompok diferensiasi sedang. Pada kelompok perlakuan (C, D dan E) memiliki skor derajat diferensiasi yang termasuk dalam kelompok berdiferensiasi baik (nilai derajat diferensiasi 3-5) dengan tren semakin menurun. Skor derajat diferensiasi pada kelompok perlakuan secara berturut-turut adalah sebagai berikut, skor derajat diferensiasi untuk kelompok C adalah 4,8, kelompok D adalah 4,3 dan kelompok E adalah 4. Hal ini menunjukkan bahwa bertambahnya prosentase bubuk daun cincau hijau yang ditambahkan pada pakan memiliki korelasi positif skor derajat diferensiasi jaringan kanker.

Pada kelompok B dimana skor derajat diferensiasi termasuk dalam kelompok sedang, ditandai dengan kepadatan sel kanker yang tinggi dan pleomorfime sedang ke buruk karena ukuran dan bentuk sel tidak beraturan, serta teridentifikasi banyak terjadi mitosis. Persentase bubuk daun cincau hijau yang ditambahkan pada pakan mencit mampu mempertahankan derajat diferensiasi pada kelompok D dan E lebih baik dibanding kelompok kontrol postif (B) dan kelompok C.

4. 2. 6. Gambaran Histopatologis Jaringan Kanker Menggunakan Pewarnaan IHK

Untuk analisa IHK digunakan empat jenis antibodi primer yaitu antiphospho-JNK 1/2, antikaspase-7, anti-COX-2, dan antiphospho-ERK 1/2, namun tidak semua jaringan mencit digunakan hanya sediaan jaringan kanker yang memiliki berat paling kecil dan yang paling besar pada setiap kelompok perlakuan. Data hasil uji IHK dianalisa secara deskriptif.

Perubahan histopatologi yang terlihat pada jaringan berdasarkan pewarnaan IHK dikelompokkan berdasarkan warna coklat DAB yang tersekpresi pada setiap bidang pandang. Warna coklat DAB dihitung berdasarkan analisis semikuantitatif. Hal ini dilakukan dengan memberikan skor terhadap tingkat kepekatan warna coklat pada area yang terbentuk (Esteva et al. 2004). Skor tersebut meliputi 0 (tidak terdapat area berwarna coklat, 0%), 1= <10% sel yang positif, 2=10-50% sel yang positif, 3=> 50% sel positif. Data hasil uji IHK dianalisa secara deskriptif. Data hasil uji IHK tersaji pada Tabel 5.

Dokumen terkait