• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 3 METODE PENELITIAN

3.3 Rancangan Prosedur Kerja

3.3.1 Preparasi Sampel

1) Pengumpulan dan penyediaan lumut hati Mastigophora diclados. 2) Lumut hati Mastigophora diclados disortasi basah, dicuci dengan

air sampai bersih, dikeringanginkan dalam ruangan, disortasi kering, ditimbang kemudian dihaluskan dengan blender hingga menjadi serbuk.

21

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3.3.2 Pembuatan Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora

diclados

Pembuatan Ekstrak Etil Asetat Lumut Hati Mastigophora diclados dilakukan dengan cara remaserasi bertingkat, diawali dengan perendaman menggunakan pelarut n-heksan, kemudian etil asetat, dan terakhir metanol. Campuran bubuk daun dan pelarut tersebut dimaserasi /direndam sampai diperoleh filtrat jernih (Asmaliyah, 2010). Pada penelitian ini yang diambil adalah ekstrak etil asetat. Oleh karena itu, setelah dimaserasi dengan etil asetat, maserat disaring dan dipekatkan dengan rotary evaporator. Dihitung hasil % rendemen ekstrak dengan rumus :

% rendemen ekstrak = Bobot ekstrak yang didapat

Bobot serbuk simplisia yang diekstraksi

x

100%

3.3.3 Penapisan Fitokimia (Ayoola, et al., 2008)

1. Uji Antraquinon

Sejumlah ekstrak didihkan bersama asam sulfat (H2SO4) lalu

disaring selagi hangat. Filtrat yang dihasilkan ditambah dengan 5 mL kloroform dan dikocok. Lapisan kloroform dipipet dan dimasukkan kedalam tabung reaksi yang lain dan ditambahkan 1 mL ammonia. Perubahan warna yang terjadi pada larutan mengindikasikan adanya antraquinon.

2.Uji Terpenoid

Sejumlah ekstrak ditambahkan dengan 2 mL kloroform. Kemudian dengan hati-hati ditambahkan H2SO4 pekat (3 mL)

sampai membentuk lapisan. Terbentuknya warna merah kecoklatan menunjukkan adanya terpenoid.

22

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 3. Uji Flavonoid

Tiga metode yang digunakan untuk menguji flavonoid. 1) Amonia encer (5 mL) ditambahkan ke sebagian filtrat

encer dari ekstrak. Kemudian asam sulfat pekat (1 mL) ditambahkan. Sebuah warna kuning yang hilang menunjukkan adanya flavonoid.

2) Beberapa tetes larutan aluminium 1% ditambahkan ke sebagian dari filtrat. Terbentuknya warna kuning menunjukkan adanya flavonoid.

3) Sebagian dari ekstrak dipanaskan dengan 10 mL etil asetat yang telah diuapkan selama 3 menit. Campuran kemudian disaring dan 4 mL filtrat dikocok dengan penambahan 1 mL larutan amonia encer. Terbentuknya warna kuning menunjukkan adanya flavonoid.

4. Uji Saponin

Sejumlah ekstrak ditambahkan 5 mL aquades dalam tabung reaksi. Larutan dikocok kuat dan diamati. Terbentuknya busa stabil menunjukkan adanya saponin.

5. Uji Fenolik

Sejumlah ekstrak dalam 10 mL air dididihkan dalam tabung reaksi kemudian disaring. beberapa tetes besi klorida 0,1% ditambahkan dan diamati, terbentuknya warna hijau kecoklatan atau biru-hitam menunjukkan adanya fenolik.

6. Uji Alkaloid

Sejumlah ekstrak dilarutkan dalam asam klorida encer, dipanaskan kemudian disaring. 5 mL filtrat ditambahkan dengan 2 mL amonia dan 5 mL kloroform, dikocok. Lapisan kloroform ditambahkan etil asetat 10 mL. Filtrat kemudian dibagi dua.

23

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

1. Uji Mayer : Filtrat diberi reagen mayer, terbentuknya endapan berwarna kuning menunjukkan adanya alkaloid. 2. Uji Dragendroff : Filtrat diberikan reagen dragendroff,

terbentuknya endapan merah menunjukkan adanya alkaloid.

3.3.4 Uji Parameter Non-Spesifik Ekstrak (Depkes RI, 2000)

1. Uji Kadar Air

Ditimbang seksama 1 g ekstrak dalam krus porselen bertutup yang sebelumnya telah ditara. Krus yang berisi ekstrak kemudian dikeringkan pada suhu 1050C selama 5 jam dan ditimbang. Pengeringan dilanjutkan dan ditimbang pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara 2 penimbangan berturut-turut tidak lebih dari 0,25%.

2. Uji Kadar Abu Total

Ditimbang 2 g ekstrak dengan seksama ke dalam krus yang telah ditara, dipijarkan perlahan-lahan hingga arang habis, didinginkan, ditimbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, ditambahkan air panas, disaring melalui kertas saring bebas abu. Dipijarkan dalam krus yang sama. Filtrat dimasukkan ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang. Dihitung kadar abu total terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

3.3.4 Uji Efek Antiinflamasi

Uji aktivitas antiinflamasi atau anti radang dilakukan berdasarkan kemampuan ekstrak/fraksi/senyawa aktif mengurangi atau menekan derajat udema (pembengkakan karena radang) yang diinduksi zat penyebab radang pada hewan percobaan (Widiyantoro et al., 2011).

24

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Pada penelitian ini, induksi udema dilakukan pada kaki tikus dengan cara penyuntikan suspensi karagenan 1% 0,2 mL intraplantar.

a. Percobaan Pendahuluan

Percobaan pendahuluan dilakukan untuk mencari dosis yang mempunyai efek terhadap hewan percobaan. Dosis yang diberikan untuk percobaan pendahuluan adalah 10, 100, dan 1000 mg/kg BB. Dari hasil percobaan menunjukkan bahwa dosis 1000 mg/kg BB menyebabkan kematian semua hewan coba dalam satu kelompok dalam kurun waktu 24 jam. Sedangkan pada dosis 10 dan 100 mg/kg BB mampu menunjukkan efek positif dan setelah dianalisa secara statistik hasil hambat udem dari kedua dosis belum menunjukkan perbedaan yang bermakna

pada taraf uji statistik 0,05 (ρ ≥ 0,05), maka dilakukan pengujian lagi dengan penurunan dosis di bawah dosis 100 mg/kg BB, yaitu dosis 50 mg/kg BB dan penurunan dosis di bawah dosis 10 mg/KgBB, yaitu dosis 5 mg/Kg BB.

b. Pengelompokan Hewan Percobaan

Jumlah hewan percobaan yang digunakan menurut WHO adalah 5 ekor untuk tiap kelompok. Dalam penelitian ini digunakan 5 ekor tikus untuk masing-masing kelompok.

Tikus dikelompokkan menjadi 6 kelompok, dimana masing-masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus dengan rincian sebagai berikut :

25

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

Tabel 3.1 Pembagian Kelompok Hewan Uji Antiinflamasi

Kelompok Jumlah Tikus Perlakuan

1 5 Kelompok kontrol negatif : diberi suspensi Na CMC 0,5 %

2 5

Kelompok kontrol positif : diberi suspensi asetosal dalam Na CMC 0,5%

3 5

Kelompok uji 1: diberi suspensi ekstrak etil asetat Mastigophora diclados dalam Na CMC 0,5 % dengan dosis 5 mg/kg BB

4 5

Kelompok uji 2: diberi suspensi ekstrak etil asetat Mastigophora diclados dalam Na CMC 0,5 %dengan dosis 10 mg/kg BB

5 5

Kelompok uji 3: diberi suspensi ekstrak etil asetat Mastigophora diclados dalam Na CMC 0,5 % dengan dosis 50 mg/kg BB

6 5

Kelompok uji 4: diberi suspensi ekstrak etil asetat Mastigophora diclados dalam Na CMC 0,5 % dengan dosis 100 mg/kg BB

c. Penyiapan Hewan Percobaan

Tikus dipuasakan selama lebih kurang 18 jam sebelum perlakuan, namun air minum tetap diberikan. Pada awal penelitian, tiap tikus diberi tanda dengan spidol pada sendi belakang kiri, agar pemasukan kaki dalam air raksa setiap kali selalu sama, kemudian

26

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

tiap tikus ditimbang. Volume kaki tikus diukur dan dicatat sebagai volume dasar untuk tiap tikus (Fitriyani, 2011).

d. Perencanaan Dosis Asetosal

Dosis lazim asetosal untuk manusia adalah 325-650 mg untuk sekali pakai. Untuk dosis analgetik adalah 500 mg sekali pakai. Dosis asetosal sebagai antiinflamasi 2-3 x dosis analgetik (Tjay, 2007). Maka dosis untuk antiinflamasi (1000-1500) mg. Dosis yang dapat diberikan pada tikus (200 g) dihitung menggunakan rumus tabel konversi dosis hewan (Reagan-Shaw, et al., 2007) (Lampiran 12)

Pada penelitian ini digunakan asetosal dengan dosis 25 mg/200 g atau 125 mg/kgBB.

e. Pembuatan Suspensi Asetosal

Untuk dosis 25 mg/200 g atau 125 mg/kgBB, asetosal ditimbang sebanyak 625 mg, digerus perlahan dalam lumpang, kemudian ditambahkan sebagian NaCMC 0,5% diaduk sampai homogen dan ditambahkan Na CMC 0,5% sampai volume 25 mL.

f. Pembuatan Suspensi Bahan Uji

Ekstrak lumut hati Mastigophora diclados dibuat dalam sediaan suspense Na CMC 0,5%. Konsentrasi ekstrak pada dosis 5 mg/KgBB adalah 1 mg/mL, pada dosis 10 mg/KgBB adalah 2 mg/mL, pada dosis 10 mg/KgBB adalah 10 mg/mL, pada dosis 50 mg/KgBB adalah 20 mg/mL (Lampiran 10)

Untuk dosis 5 mg/KgBB, ditimbang sebanyak 10 mg ekstrak, didispersikan dalam suspensi Na CMC 0,5% yang telah dibuat sebelumnya, dicampur sampai homogen dan dicukupkan sampai 10 mL dengan Na CMC 0,5% (Lampiran 10).

27

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

g. Pembuatan Karagenan 1% (b/v)

Karagenan 1% dibuat dengan melarutkan 100 mg karagenan dalam 10 mL larutan fisiologis (NaCl 0,9%) (Annis Hidayati, 2008).

h. Prosedur Uji Efek Antiinflamasi (Patel, 2011)

1. Hewan percobaan (tikus putih) diaklimatisasi dalam ruang penelitian selama 4 minggu dan dipuasakan selama lebih kurang 18 jam sebelum perlakuan dan tetap diberi minum. 2. Tikus dikelompokkan menjadi 6 kelompok (kelompok kontrol

negatif, kelompok kontrol positif, kelompok uji 1, kelompok uji 2, kelompok uji 3, dan kelompok uji 4) secara acak, dimana masing masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus.

3. Setiap tikus diberi tanda dengan spidol pada sendi belakang kiri, agar pemasukan kaki dalam air raksa setiap kali selalu sama.

4. Menimbang berat badan setiap tikus.

5. Mengukur volume kaki tikus (sebagai volume dasar untuk setiap tikus) dengan pletismometer.

6. Pada kelompok kontrol negatif diberikan Na CMC 0,5 %, pada kelompok kontrol positif diberikan suspensi asetosal dalam Na CMC 0,5%, dan pada kelompok uji diberikan zat uji ekstrak dalam Na CMC 0,5% sesuai dosis yang direncanakan secara oral.

7. 1 jam setelah pemberian suspensi zat uji atau suspensi kontrol, disuntikkan larutan karagenan 1% pada telapak kaki tikus sebanyak 0,2 mL setelah sebelumnya kaki tikus dibersihkan dengan alkohol 70%.

8. Volume kaki tikus yang telah disuntik karagenan 1% dalam larutan NaCl 0,9% diukur dengan alat pletismometer dengan cara mencelupkan telapak kaki tikus ke dalam alat tersebut sampai tanda spidol. Pengukuran dilakukan setiap 1 jam

28

UIN Syarif Hidayatullah Jakarta

selama 6 jam yaitu pada jam ke-1, ke-2, ke-3, ke-4, ke-5, dan ke-6 (Buadonpri, 2009).

9. Mengukur volume udem telapak kaki masing-masing tikus. 10.Menghitung persentase udem dan persentase inhibisi

pembentukan udem dengan rumus :

 Perhitungan persentase radang tiap waktu ditentukan dengan rumus sebagai berikut (Hidayati, 2008) :

% radang = Vt Vo

Vo x 100% Dimana :

Vt = volume telapak kaki tikus pada waktu t

Vo= volume telapak kaki tikus sebelum injeksi

karagenan

 Persentase inhibisi radang dihitung dengan rumus sebagai berikut (Rustam, 2007):

% inhibisi radang = ( )x 100% Dimana :

a = volume udem pada kelompok hewan kontrol b = volume udem pada kelompok hewan uji

Dokumen terkait