RANCANGAN PETA
3.4 RANCANGAN SIMBOL-SIMBOL PETA
Pengertian mengenai tujuan-tujuan umum tersebut akhirnya membawa pada ketetapan mengenai simbol-simbol individual. Sebagaimana halnya seorang artis yang bekerja mulai dari hal-hal yang bersifat umum menuju ke arah yang terinci, dan seorang surveyor bekerja mulai dengan keseluruhan baru kemudian bagian-bagiannya, maka seorang ahli kartografi merancang peta, mula-mula dengan menciptakan pola umum dan kemudian memperhalus rinciannya. Kecuali untuk peta-peta yang sederhana, rancangan tidak terjadi atas dasar pemahaman sekilas secara seketika, tetapi dimulai dengan suatu hipotesis yang didasarkan pada penganalisisan isinya; mengujinya
dalam hubungannya dengan rincian khusus yang terdapat dalam bagian-bagian peta yang berlainan; dan akhirnya memperhalusnya dengan penyesuaian-penyesuaian kecil. Dalam beberapa kasus, penyesuaian tak akan menghasilkan jawaban yang memuaskan, sebab dasar dugaannya salah, dan hal ini biasanya timbul disebabkan skala peta tersebut sejak semula salah. Meskipun sekali sebuah hipotesis telah dibentuk, dalam kebanyakan kasus sangat sulit untuk mengetahui bahwa dugaan itu merupakan sumber malapetaka. Apabila suatu rancangan terbukti sulit, maka upaya harus dibuat dengan mempertanyakan pada kerangka dasar dari seluruh struktur peta.
a. Kategori-kategori yang Konsisten
Tidak peduli tipe peta apa yang diurusi, ada beberapa aturan yang dapat digunakan. Pokok bahasan harus dibagi menjadi kelompok-kelompok atau kategori-kategori yang serupa; misalnya, semua kenampakan perairan harus didaftar dan mendapat perlakuan sebagai suatu unsur dalam peta; semua sub bagian yang diinginkan dalam suatu kategori harus ditempatkan dalam tata urutan. Hal ini penting untuk dilaksanakan secara sistematik, dan dengan demikian tak akan ada satupun kenampakan yang secara visual tidak ada hubungannya dengan kategori utamanya. Dalam peta jalan (lalu-lintas) misalnya, semua simbol yang menggambarkan kenampakan-kenampakan yang berkaitan dengan jalan harus dikelompokkan, sehingga jumlah keseluruhan informasi mengenai jalan jelas kelihatan, dan ketetapan membuat sub kelompok yang sesuai dapat dilakukan. Dalam peta yang mempunyai warna beraneka macam, kelompok utama isianya biasanya ditangani dengan menggunakan warna-warna khusus. Walaupun demikian tidak mungkin atau tidak dikehendaki untuk menggambarkan semua sub kelompok dalam satu warna, harus ada pernyataan unsur grafik yang menggambarkan keseluruhan.
b. Bentuk-bentuk Dasar
Reaksi pertama dari setiap pemakai peta adalah mengidentifikasi keadaan fisik wilayah yang tercakup dalam peta untuk menentukan “di mana ia terdapat”. Bagi pemakai peta yang telah berpengalaman, ia akan memanfaatkan semua petunjuk yang diberikan oleh tata susunan daratan dan perairan, relief, tempat-tempat pemukiman, dan menyesuaikan pemikirannya dengan skala. Bagi pemakai peta yang tak berpengalaman tak akan mudah menyesuaikan diri dengan skala, dan mungkin tak memahami arti penting berbagai petunjuk yang tersajikan. Aspek orientasi ini bergantung sebagian besar pada pengenalan bentuk-bentuk
kenampakan topografi utama. Hal ini dapat dicapai secara mudah dengan membuat perbedaan visual yang jelas antara daratan dan perairan, sebab hal ini merupakan perbedaan utama yang terdapat dalam bentang alam. Manakala dimungkinkan, perbedaan ini harus dinyatakan dengan suatu perbedaan warna permukaan dan bukan hanya pola garisnya saja. Sehubungan dengan itu, warna permukaan menunjukkan setiap perbedaan wilayah yang ditimbulkan oleh penggunaan warna pada setiap bentuk yang ada di seluruh permukaan. Ini mencakup pula variasi warna abu-abu maupun variasi lainnya dalam warna, ketercahayaan, dan kejenuhan.
Untuk wilayah kecil dengan berskala besar mungkin dapat terjadi bahwa pembagian secara garis besar itu tidak akan terdapat dalam peta. Dalam kasus semacam itu tak akan terdapat dalam peta. Dalam kasus semacam itu kontras utama lain pada bentang alam perlu diberi penekanan; misalnya, dalam sebuah kawasan pembangunan, yaitu dengan pembedaan antara wilayah yang dibangun dan yang berupa tanah kosong. Pengenalan bentuk paling mudah ditentukan dengan cara pemisahan permukaan secara visual dalam wilayah-wilayah yang berbeda. Pembedaan ini tidak perlu disertai kekontrasan yang kuat; dalam banyak hal dengan sedikit pengubahan warna permukaan sudah mencukupi, sebab mata dengan sangat efisien dapat menangkap perbedaan-perbedaan itu. Penambahan suatu kesan warna yang amat pucat untuk suatu perairan terbuka umumnya sudah mencukupi untuk menghasilkan gambaran garis besar permukaan daratan.
c. Pengurangan/Reduksi Gambar Garis
Penggunaan warna permukaan dalam hubungannya dengan bentuk-bentuk global terkait dengan aturan dasar yang lain. Dalam kebanyakan peta, sebagian besar informasi ditampilkan dengan simbol-simbol garis. Dalam kenyataan banyak peta yang hampir seluruhnya tersusun dari gambar-gambar garis. Pola-pola garis yang sangat banyak dan bercampur baur merupakan unsur-unsur yang paling sulit bagi pemakai peta untuk menguraikannya dan mendapatkan informasi dari pola simbol itu. Oleh sebab itu, akan sangat baik untuk melakukan pengurangan gambar garis sejauh mungkin. Hal ini dapat dilakukan dengan memisahkan berbagai wilayah dengan menggunakan warna permukaan sebagai pengganti pemakaian garis-garis pembatas. Maka prosedur yang ditunjuk di atas juga berkaitan dengan pengurangan kerumitan gambar garis. Hal ini bertalian pula aturan mengenai intensitas warna wilayah. Apabila wilayah digambarkan dengan warna-warna gelap atau sangat jenuh maka jelas bahwa gambar garis perlu sesuai ketebalannya agar cukup kontras. Dengan demikian penggunaan kesan warna muda dan
warna-warna pucat perlu sedapat mungkin dipertimbangkan penggunaannya dalam rancangan dasar. Bilamana suatu wilayah ditentukan dengan suatu perubahan dalam warna permukaan, maka setiap garis pembatas, sekiranya tercakup juga dalam penggambaran, haruslah berupa garis halus. Hal ini disebabkan ia hanya bertugas mempertajam bagian tepi atau pun merupakan garis peralihan, dan bukan satu-satunya bukti visual pembagian wilayah-wilayah.
Pengurangan gambar garis yang kompleks dengan menggunakan warna permukaan
Apabila wilayah itu cukup kecil dan memiliki bentuk yang rumit, maka penampilan garis-garis halus untuk mempertajam tepi akan meningkatkan kejelasannya.
d. Penggunaan Warna Putih
Apabila prosedur ini digunakan maka ada pula konsekuensi-konsekuensinya. Yang paling penting terletak dalam hal perlakuan umum permukaan kertas putih yang tak tercetak. Secara sederhana ini dapat dipandang sebagai suatu latar belakang “kosong”, yang sementara ini hanya merupakan hal yang tidak penting. Namun dalam banyak peta, bila warna wilayah tersusun secara layak, maka warna putih dapat dipakai sebagai bagian dari perbendaharaan grafik, baik dengan mempertahankan wilayah tertentu itu hanya berwarna putih, atau pun untuk memanfaatkan kekontrasannya dengan warna-warna lain. Misalnya, beberapa peta topografi yang memakai warna permukaan secara meluas menggunakan jalan yang berwarna “putih” sebagai bagian dari klasifikasi jalan. Dalam hal ini terdapat perbedaan besar antara jenis hipotesis rancangan yang dengan sengaja menggunakan warna permukaan dan warna putih, dengan hipotesis rancangan yang membayangkan suatu gambar garis dan kemudian menambah dengan sejumlah warna terbatas warna permukaan untuk simbol-simbol wilayah tertentu. Dalam banyak hal, kebutuhan nyata akan lebih banyak warna bukanlah berpangkal dari rumitnya informasi peta, tetapi dari tidak adanya kemampuan kartografis untuk
memanfaatkan pelukis yang ada secara efektif. Kebanyakan pemecahan masalah-masalah ini didasarkan pada penanganan kondisi wilayah.
e. Subjek dan Latar Belakang
Perbedaan antara penggunaan gambar-gambar garis dan gambar-gambar wilayah dapat dipakai pula untuk menunjukkan hubungan isi peta yang utama. Dalam suatu peta subjek khusus, bila informasi yang digambarkan pada latar depan terdiri terutama dari simbol-simbol titik dan garis, maka kekontrasan dapat dengan mudah didapatkan dengan sejauh mungkin memanfaatkan perbedaan-perbedaan warna wilayah sebagai latar belakang.
a. Latar depan gambar garis, warna sebagai latar belakang b. Latar depan gambar wilayah, garis sebagai latar belakang
Misalnya, bila informasi utama terdiri dari pola-pola garis seperti garis isotermis, maka latar belakangnya harus dirancang demikian rupa sehingga bagian-bagian garis besar topografis digambarkan dengan variasi warna dan kesan-kesan warna. Sebaliknya, bila gambar yang dominan terdiri atas serangkaian wilayah-wilayah berwarna, maka relief permukaan tanah harus ditunjukkan dengan pola-pola garis, seperti garis-garis kontur.
f. Penyebaran Tumpang-Tindih
Sebagai kelanjutan hal tersebut di atas, suatu situasi yang sulit akan timbul apabila lebih dari unsur isi peta itu membutuhkan sejumlah kelas yang tersebar pada wilayah dan digambarkan dengan perubahan dalam warna, ketercahayaan, atau kejenuhan. Apabila sub kelompok tersebut digambarkan dengan variasi dalam warna misalnya, maka dua macam penyebaran akan tampak bertentangan, dan warna-warna yang jelas akan berubah. Ini akan terjadi misalnya, kalau terdapat beberapa kategori vegetasi atau penggunaan tanah, dan juga kesan-kesan warna hipsometrik akan dipakai untuk seluruh permukaan. Dalam situasi yang demikian, maka perlu dipakai cara yang memanfaatkan kekontrasan antara kesan warna dan
tekstur. Jika satu penyebaran digambarkan dengan variasi dalam warna, yang mungkin dinyatakan sebagai beberapa kesan warna dalam satu warna atau lebih, maka penyebaran lainnya harus ditunjukkan dengan variasi dalam tekstur, yaitu menggunakan pola-pola titik dan garis secara memadai dengan berbagai latar belakang warna intensitas yang berbeda, sehingga dengan demikian kesan yang membingungkan dapat dihindarkan.
Pengurangan gambar garis yang kompleks dengan menggunakan warna permukaan
g. Penekanan
Penggunaan kontras dalam warna harus dihubungkan dengan kenampakan-kenampakan visual yang dominan dan cukup penting. Dalam hal ini, warna-warna paling menonjol harus digunakan secara hemat agar tetap menarik. Misalnya, bila warna merah dipakai berlebihan, maka nilai penekanannya akan berkurang. Hal ini sangat penting untuk menjamin agar unsur-unsur dominan yang kecil dalam keluasan wilayah yaitu hanya memberikan kenampakan gambar yang kecil pada mata tampak dalam warna yang betul-betul jenuh, sehingga akan dapat memberikan kenampakan yang cukup kontras terhadap kenampakan-kenampakan lainnya. Warna merah, jingga, dan ungu adalah warna-warna yang bermanfaat untuk penekanan, terutama bila kenampakan-kenampakan terdapat ukuran kecil, tetapi hanya akan menjadi efektif pada warna latar belakang yang relatif muda dan tidak jenuh. Kontras-kontras utama secara visual perlu dipakai untuk hal-hal yang tidak serupa, dan bukan untuk sub-sub kelompok dalam hal yang sama.
Sepanjang pengembangan perancangan, harus disertai pertimbangan seksama mengenai perbedaan-perbedaan yang dapat terlihat dan pengaruh satu simbol terhadap lainnya. Sebelum rancangan akhirnya ditetapkan bagi suatu spesifikasi, ia harus diuji terhadap kemungkinan kombinasi serta pengaturan-pengaturan susunan simbol. Pembentukan seperangkat simbol-simbol grafik individual, khususnya bila setiap warna wilayah ditangani secara terpisah sebagai unit yang simetris seperti dalam penjelasan mengenai simbol-simbol, jarang dapat dilakukan dengan mengantisipasi pengaruh simbol-simbol itu dalam peta. Meskipun warna kuning pucat mungkin dapat terlihat bila ia diperkecil sampai beberapa milimiter persegi dengan berbagai garis-garis berwarna terletak di atasnya. Imajinasi ahli
kartografi akan diuji terutama dalam kemampuan melihat hubungan simbol-simbol yang beraneka ragam dalam penataan-penataan yang berbeda-beda, dan hal ini hanya dapat dicapai dengan tetap terus mempertimbangkan rancangan sebagai suatu keseluruhan.
3.5 KETINGGIAN
Ketinggian suatu titik tertentu, menunjukkan kenyataan bahwa ia dapat diukur, dapat dipandang sebagai atribut titik tersebut, yang dinyatakan dalam bentuk angka. Karena informasi angka pada peta merupakan salah satu perluasan bentuk simbol grafik, tampil dengan mengambil ruang di sekitarnya, maka ia hanya diperuntukkan bagi sejumlah terbatas titik-titik penting yang benar-benar telah terseleksi. Pada setiap skala, seleksi mengenai informasi ketinggian ini merupakan bagian penting dari peta topografi. Perlu diingat bahwa meskipun titik-titik tinggi, seperti puncak-puncak gunung, merupakan suatu pilihan yang jelas, mungkin sama perlunya untuk mencakup informasi lokasi-lokasi lain, seperti jalan sempit yang melintas pegunungan, pemukiman, dan bagian-bagian rendah (depresi). Informasi mengenai ketinggian absolut sangat penting dalam tiga tipe utama peta, yaitu : peta pelayaran, peta penerbangan, dan peta-peta perekayasaan yang berskala besar. Dalam peta-peta tersebut, informasi mengenai ketinggian dan kedalaman merupakan bagian isi peta yang bersifat sangat menentukan, dan oleh sebab itu memegang peranan yang lebih penting dalam penggambaran relief.
a. Kontur
Di samping ketinggian-ketinggian tempat tertentu tersebut, ketinggian permukaan daratan lainnya digambarkan menurut klasifikasi, yaitu dengan membaginya ke dalam suatu seri wilayah yang ditentukan berdasarkan tingkat-tingkat ketinggiannya. Garis-garis pembagi kelas-kelas wilayah itu disebut “kontur”, yaitu garis-garis yang mempunyai ketinggian sama dalam kaitannya dengan garis dasar peta. Meskipun garis kontur apabila selengkapnya diukur adalah merupakan suatu garis yang mempunyai nilai tetap, fungsinya bersifat kolektif; artinya garis-garis kontur tersebut merupakan alat untuk menggambarkan ketinggian setiap titik pada peta yang terdapat dalam batas-batas kelas tertentu.
b. Jarak Antara (Interval) Kontur
Ukuran setiap tingkat dalam klasifikasi tergantung pada interval vertikal, yaitu jarak vertikal di antara garis-garis kontur. Agar dapat efektif interval-interval kelas harus
sama, kalau tidak, tidaklah mungkin menghubungkan ukuran pada skala horisontal dengan ukuran pada ska0000la vertikal. Oleh sebab itu, seleksi interval vertikal merupakan suatu penetapan dasar dalam menggambarkan ketinggian. Ini dipengaruhi oleh sifat medan, skala peta, tuntutan kegunaan peta, dan kesulitan memperoleh informasi.
Bagaimana pun interval kontur, wilayah-wilayah yang memiliki perubahan ketinggian secara cepat akan memiliki garis-garis kontur yang lebih banyak dalam jarak tertentu daripada daerah-daerah yang mengalami perubahan ketinggian secara lambat. Makin besar perbedaan lereng, makin sulit untuk menentukan interval vertikal secara memuaskan. Suatu interval kontur yang besar mungkin diperlukan bagi wilayah-wilayah yang mempunyai lereng-lereng curam, di mana garis-garis kontur relatif masih akan saling berdekatan. Interval besar yang digunakan untuk wilayah-wilayah yang landai ataupun tak berlereng akan menghasilkan garis-garis kontur yang saling terpisah jauh yang sulit untuk menghubungkannya secara visual, dan hanya memiliki suatu kaitan yang tidak tetap dengan variasi bentuk nyata yang ada di lapangan.
Pemisahan kontur dan lereng
Secara teoritik agaknya diseyogyakan, paling tidak untuk peta topografi yang berskala besar, untuk menggunakan interval kontur sekecil mungkin agar dapat memberikan informasi ketinggian secara maksimal. Interval kontur yang kecil benar-benar diperlukan bagi peta perekayasaan yang digunakan untuk menghitung isi, dan hal ini biasa terjadi. Dalam berbagai situasi lainnya, intensitas informasi kontur dibatasi oleh tuntutan penggunaan peta yang nyata, pembiayaan serta sulitnya memperoleh informasi, dan pengaruh garis-garis kontur atas informasi peta lainnya.
Kebanyakan penggunaan peta lebih bertalian dengan ketinggian relatif dibanding dengan ketinggian absolutnya. Perbedaan ketinggian relatif menentukan lereng,
bentuk-bentuk permukaan secara terinci, arah aliran air, dan sebagainya. Pada peta topografi berskala besar, tipe yang biasa digunakan untuk orientasi (yaitu yang dipakai di lapangan), suatu interval kontur 10 meter berarti bahwa tiap titik pada permukaan tanah dapat ditemukan dalam jarak 5 meter, atau separo dari interval kontur. Dengan kata lain, bila garis-garis kontur yang bersebelahan dengan suatu titik menunjukkan 30 dan 40 meter, maka tiap titik di antara garis-garis kontur tersebut dapat ditandai dengan ketinggian sekitar 35 meter; dan ini tidak dapat memiliki kesalahan lebih dari 5 meter. Hanya pada titik-titik khusus saja yang agaknya memerlukan informasi yang lebih terinci dari ini. Pada skala-skala yang lebih kecil, garis kontur digunakan terutama untuk memperoleh pengetahuan tentang bentuk permukaan wilayah, sehingga ketentuan mengenai ketinggian absolut menjadi kurang penting, sebab ia bukan merupakan aspek penggunaan peta biasa. Oleh sebab itu, intensitas pembuatan kontur, yang biasanya menghabiskan sebagian besar pembiayaan survai, harus ditetapkan dalam kaitannya dengan kebutuhan minimal, dan bukan dengan kebutuhan maksimalnya.
c. Interval-interval Tambahan
Karena ketetapan mengenai interval vertikal merupakan suatu hasil kompromi, maka pada situasi-situasi khusus ia harus dimodifikasi ataupun ditambah sampai beberapa tingkat. Beberapa alternatif pemecahannya ialah dengan menggunakan interval-interval berbeda untuk wilayah-wilayah topografi yang berlainan, yaitu dengan menggunakan interval kontur yang tak sama. Cara terakhir hanya dipakai dalam hubungannya dengan kesan-kesan warna pada skala kecil, yang nanti akan dikemukakan pada topik tersendiri.
Informasi tambahan dapat berupa dalam dua macam bentuk; kontur-kontur tambahan (yang sebenarnya yang merupakan kontur-kontur) yang diukur dengan derajat keseksamaan yang sama sebagai kontur standar. Dengan demikian, kontur-kontur itu merupakan informasi pada tingkat yang sama. Garis-garis bentuk (form lines) dapat digambar dari hasil pengamatan di lapangan atau dari hasil interpelasi yang didasarkan pada kontur standar. Kontur-kontur ini memiliki tingkat ketepatan yang lebih rendah, oleh karenanya secara visual harus dibedakan dari kontur-kontur standar. Penggunaan interval vertikal yang berbeda-beda untuk daerah-daerah yang berlainan biasanya dijumpai pada peta-peta topografi yang berskala besar dan sedang, yang pemakaiannya mencakup seluruh wilayah negara atau pun daerah-daerah yang luas. Karena peta-peta semacam itu terdiri dari seri lembar-lembar yang terpisah, maka dimungkinkan untuk membaginya menjadi kelompok-kelompok yang bertalian dengan karakteristik topografi utama
wilayah; misalnya, seperti yang telah dibuat dalam seri peta topografi daerah Perancis.
d. Gambar Kontur
Masalah penggambaran grafik harus mempertimbangkan kualitas informasi yang dijadikan dasar garis-garis kontur, sifat informasi, perlu pemakai peta untuk mengenali ketinggian tempat secara individual, serta pengaruh pola kontur pada simbol-simbol lainnya.
Untuk pembicaraan dalam urutan sebaliknya, pengaruh pola kontur pada simbol-simbol sangat bervariasi pada berbagai wilayah topografi. Di satu pihak, apabila hanya terdapat sedikit garis kontur, adanya garis-garis halus yang tak teratur mungkin sulit untuk dibedakan, sebab adanya simbol-simbol informasi lainnya. Di lain pihak, garis-garis kontur yang mengelompok rapat akan sangat berpengaruh pada keseluruhan warna peta, dan mungkin mempersulit pada keseluruhan warna peta, dan mungkin mempersulit untuk mencakup simbol-simbol lainnya secara jelas. Akibat-akibat grafik dari hal itu ialah pada daerah dengan relief rendah khususnya yang berkarakteristik dengan banyak lereng kecil, mungkin memerlukan kontur tambahan untuk membantu pengenalan polanya. Pada daerah yang memiliki lereng-lereng curam, perlu untuk menggunakan garis-garis kontur yang halus guna memperkecil pengaruh yang timbul. Walaupun garis kontur yang lebih tebal akan menjadikan garis-garis kontur secara individual nampak jelas dalam peta, namun hal itu akan menimbulkan kesulitan grafik mengingat kontur-kontur tersebut saling berdekatan.
Meskipun garis-garis kontur sering digunakan secara kolektif untuk memperoleh kesan umum mengenai bentuk-bentuk permukaan tanah, namun harus tetap dapat mengidentifikasikan ketinggian-ketinggian daerah secara nyata. Karena secara grafik tidak mungkin untuk mencakup informasi ini sebagai bagian dari simbol garis, maka harus ditambah dengan menyelipkan angka-angka kontur. Bagaimana hal ini dikerjakan akan tergantung pada frekuensi dan arahnya.
e. Pemberian Angka Garis-garis Kontur
Apabila garis-garis kontur digunakan untuk menggambarkan lereng, maka masalah pertama dalam penggunaan peta biasanya ialah untuk menentukan arah lereng. Mengingat angka-angka hanya dapat dibaca dalam satu arah, maka ada alasan untuk menempatkan angka-angka sedemikian rupa sehingga selalu terbaca di “bagian atas lereng”. Apabila peta diorientasikan di lapangan, maka jika angka-angka kontur dapat dibaca pada suatu lereng, maka daerah permukaan tanah
menjadi makin tinggi di bagian yang terlebih jauh dari pengamat. Apabila angka-angka kontur terletak di bagian bawahnya, maka daerah permukaan tanah itu menjadi menurun. Akibatnya metode ini seringkali dipakai dalam peta-peta yang sering digunakan untuk di lapangan. Untuk peta-peta berskala kecil, yang biasanya tidak memiliki orientasi (arah) namun terbaca dalam standar arah baca, ada kelaziman untuk menjajarkan angka-angka kontur sedekat mungkin dengan arah baca tanpa mengingat arah lereng.
Frekuensi penomoran kontur harus dipertimbangkan, baik secara mendatar maupun vertikal. Suatu kontur yang tersendiri mungkin harus terus ditelusuri hingga dijumpai angka petunjuknya. Dalam pola-pola kontur yang tertutup, sekali suatu angka tertentu telah terbaca, maka relatif akan mudah untuk menghitung, baik ke atas maupun ke bawah, hingga mencapai tingkat yang diinginkan pada suatu lereng tertentu. Untuk daerah semacam itu, pembacaan garis-garis kontur dibantu dengan menyertakan angka-angka mendatar untuk setiap wilayah lereng hingga setiap kontur dapat ditentukan secara tepat dengan membacanya dari angka yang terdekat, dan pada kontur-kontur yang menimbulkan kesulitan interpretasi selalu diberi angka-angka. Hal ini biasanya menjadi sangat penting pada perubahan-perubahan dalam lereng serta pada lereng yang terputus-putus. Pembacaan ketinggian tempat juga dibantu dengan adanya kontur indeks. Dari