• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rancangan struktural adalah analisis dari komponen-komponen alat yang akan dibuat yang telah dibahas pada rancangan fungsional. Bentuk, ukuran, dan bahan dari masing-masing komponen ditentukan dari rancangan struktural.

Hopper

Hopper didesain dengan menggunakan bahan akrilik ketebalan 5 mm. Pemilihan akrilik dilakukan karena kuat dan tahan terhadap karat yang ditimbulkan oleh pupuk. Volume hopper dapat ditentukan dengan melihat dosis pupuk per hektar, berat jenis pupuk, dan efisiensi pengisian pupuk. Volume kotak pupuk ditentukan dengan persamaan berikut ini:

... 29 Keterangan:

Vhp : volume hopper (cm3)

A : luas pemupukan sekali mengisi kotak pupuk (1000 m2) D : dosis pemupukan (kg/ha)

u : jumlah unit mesin pemupuk dalam satu lintasan operasi (1 unit) ρP : kerapatan pupuk (g/cm3)

Hasil perhitungan dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Hasil perhitungan kebutuhan volume hopper pupuk

Jenis pupuk A (m2) Dosis (kg/ha) p (g/cm3) Vhp (cm3)

Urea 1000 150 1.09 13736.26

TSP 1000 200 1.26 15873.02

Hopper pupuk diletakkan di atas penjatah pupuk agar pupuk tersebut langsung mengalir pada ruang penjatah pupuk. Agar pupuk dapat mengalir dengan lancar, bidang miring kotak pupuk dipertimbangkan melalui sudut curah pupuk. Sudut curah pupuk berkisar antara 27° hingga 31°. Sehingga kemiringan kotak pupuk dirancang sebesar 45°. Ukuran kotak pupuk dengan panjang 40 cm, lebar 8 cm, dan tinggi 40 cm. Bentuk profil kotak pupuk dirancang seperti Gambar 21 berikut. Adapun gambar teknik hopper dapat dilihat pada Lampiran 11.

Gambar 21 Desain dasar hopper pupuk Rotor

Perancangan penjatah pupuk disesuaikan dengan kebutuhan pupuk untuk tanaman jagung (150 kg/ha urea, 200 kg/ha TSP, dan 100 kg/ha KCl) dengan menggunakan jarak tanam 75 cm.

Rotor yang dibuat pada penelitian kali ini berbeda dengan penelitian sebelumnya. Terdapat 6 buah sudu pada rotor dan bentuk disesuaikan dengan hopper yang tersedia. Roda penggerak memiliki 14 gigi sedangkan poros rotor menggunakan sproket dengan 18 gigi. Putaran motor ditransmisikan ke rotor menggunakan rantai dan sproket. Tahapan perancangan penjatah pupuk antara lain: menghitung jumlah pupuk yang harus dijatahkan per panjang alur. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

... 30 Keterangan:

Pplm : jumlah pupuk yang harus dijatahkan per meter panjang alur pupuk

(g/m)

Dp : dosis pemupukan (kg/ha)

a : jarak antar-baris tanaman (m)

Mekanisme perputaran rotor penjatah di lapangan menggunakan roda penggerak melalui transmisi rantai dan sproket dan memasukkan tingkat kemacetan roda penggerak. Sehingga jumlah pupuk yang harus dijatahkan dalam setiap putaran rotor dapat dihitung melalui rumus berikut ini:

Keterangan:

P1put : jumlah pupuk yang harus dijatahkan per putaran rotor penjatah (g) drp : diameter roda penggerak (m)

krp : tingkat kemacetan roda penggerak (desimal)

Nrt : jumlah gigi pada poros rotor

Nrp : jumlah gigi pada roda penggerak

Sehingga, hasil perhitungan pupuk per putaran rotor dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4 Hasil Perhitungan Penjatahan Pupuk per Putaran Rotor

Pupuk Dp (kg/ha) a (m) P1pm (g/m) P1put(g/putaran)

Urea 150 0.75 11.25 14.99

TSP 200 0.75 15.00 19.99

TSP+KCl (2:1) 300 0.75 22.50 29.99

Adapun perhitungan volume pupuk yang harus dijatahkan dalam satu putaran rotor (dalam cm3) menggunakan data kerapatan isi pupuk (dalam g/cm3) menggunakan rumus:

... 32 Dari bentuk penampang celah rotor seperti yang terdapat pada Gambar 22, luas penampang celah penjatah rotor (luasan daerah yang diarsir) dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan rumus sebagai berikut:

( - ) ( - ) ... 33 Keterangan:

Apc : luas penampang celah rotor penjatah (cm2)

AI : luas juring lingkaran (cm2)

AII : luas daerah II yang berbentuk segitiga (cm2)

AIII : luas daerah III yang berbentuk persegi panjang (cm2)

AIV : luasan daerah kurva lingkaran (cm2)

AV : luas daerah yang berbentuk seperempat lingkaran (cm2)

Secara ringkas, perhitungan luasan daerah penyusun celah penampang rotor ditampilkan dalam Tabel 5. Perhitungan lengkap luasan tersebut dapat dilihat pada Lampiran 5.

Tabel 5 Perhitungan luas penampang celah rotor

Keterangan Rumus Luas (cm2)

AI 1.22 AII 0.56 AIII 0.67 AIV ( ( ) ) 0.89 AV 0.16 Apc 1.04

Rotor penjatah ini memiliki 6 celah. Adapun hasil perhitungan panjang rotor dapat dilihat pada Tabel 6. Oleh karena itu, panjang rotor Lr ditentukan dengan rumus:

... 34

Tabel 6 Hasil perhitungan panjang rotor

Pupuk P1pm (g/putaran) V1put (cm3) Apc (cm2) Lr (cm)

Urea 14.99 13.73 1.038 2.20

TSP 19.99 15.87 1.038 2.55

TSP+KCl (2:1) 29.99 24.15 1.038 3.88

Untuk mengantisipasi kegiatan pemupukan dengan dosis yang jauh lebih besar, panjang rotor yang digunakan dalam penelitian adalah 8 cm. Saat pemupukan dengan dosis yang lebih kecil dilakukan penyesuaian berupa penggunaan selubung penutup celah yang dapat digeser untuk mengubah panjang celah rotor yang digunakan. Selubung rotor berasal dari sok pipa PVC dengan diameter 1.5 inci yang sesuai dengan diameter rotor. Kemudian, dop pipa PVC tersebut dibentuk sesuai bentuk sirip rotor agar mudah digeser (Gambar 23). Gambar teknik rotor dan selubung dapat dilihat pada Lampiran 11.

Penentuan kecepatan putar rotor berdasarkan pada kecepatan maju alat penanam dan pemupuk jagung rancangan Syafri (2010). Kecepatan prototipe mesin sebesar 0.48 m/s (1.73 km/jam) dan dapat ditingkatkan hingga 0.68 m/s (2.45 km/jam). Oleh karena itu, diambil kecepatan maju alat sebesar 1-3 km/jam. Penentuan kecepatan putar rotor dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini.

Tabel 7 Penentuan kecepatan putar rotor pada saat pengujian Kecepatan maju (km/jam) Kecepatan putar roda penggerak (RPM) Kecepatan putar poros rotor (RPM) Kecepatan pada pengujian (RPM) 1 16.12 12.54 15 2 32.24 25.07 25 3 48.35 37.61 35 Penjatah Pupuk

Model penjatah pupuk pupuk terlihat seperti pada gambar-gambar berikut ini. Perbedaan antara model lama dan model baru penjatah pupuk ada pada posisi penjatah pupuk terhadap hopper dan adanya sikat penjatah pada protitipe-3 untuk menjaga agar tidak ada pupuk berlebih yang ditampung celah penjatah.

Gambar 24 Bentuk dan letak penjatah pupuk prototipe-2

Letak penjatah pupuk prototipe-2 langsung berada di bawah hopper. Sehingga pupuk dari dalam hopper akan langsung mengalir ke bagian penjatah pupuk. Sedangkan pada penjatah pupuk yang telah dimodifikasi, letak penjatah pupuk tidak tepat berada di bukaan hopper, melainkan digeser sedikit ke samping bukaan hopper. Perbedaan lainnya ada pada posisi rotor terhadap rumah rotor. Jarak antara dinding rumah rotor dan ujung sudu rotor pada prototipe-2 dibuat serapat mungkin. Hal ini bertujuan untuk mencegah pupuk yang jatuh melewati sela-sela celah tersebut. Sebaliknya, dinding prototipe-3 berjarak cukup jauh dari dinding rotor. Tujuannya adalah untuk mengurangi gaya gesek antara dinding rumah rotor dan sudu rotor. Adanya gaya gesek ini mengakibatkan torsi yang dibutuhkan untuk memutar poros rotor semakin besar.

Selain itu, pada hopper juga dilengkapi sikat yang letaknya berada di atas penjatah pupuk. Fungsi sikat ini adalah untuk mengontrol kelebihan pengambilan pupuk yang dilakukan oleh penjatah pupuk sehingga pupuk yang berlebih tidak bergesekan dengan dinding penjatah. Gambar 25 berikut ini menunjukkan sketsa

penjatah pupuk yang telah dimodifikasi. Gambar teknik penjatah pupuk prototipe- 2 dan prototipe-3 dapat dilihat pada Lampiran 11.

Dokumen terkait