• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PEMBAHASAN

4. Nilai Optimal untuk Parameter Handover

4.4 Rangkuman Hasil Simulasi

Dari hasil simulasi untuk kedua skenario yang telah dijelaskan pada Subbab 4.3.1 dan Subbab 4.3.2, maka korelasi antara parameter handover terhadap probabilitas dropping ditabelkan kembali dalam rangka memudahkan pengamatan nilai optimal. Adapun data korelasi parameter handover terhadap probabilitas

dropping tersebut untuk kecepatan 90 km/jam ditunjukkan pada Tabel 4.17.

Tabel 4.17 Rangkuman hasil simulasi dengan kecepatan 90 km/jam Parameter yang Berubah-ubah Skenario 1 Skenario 2

RSCPmin(UMTS)  -95 dBm  -96 dBm  -97dBm  -98 dBm  -99 dBm  -100 dBm Prob. Dropping  1  1  1  1  1  1 Prob. Dropping  1  1  1  1  1  1 RSRPmin(LTE)  -98 dBm  -99 dBm  -100 dBm  -101 dBm  -102 dBm  -103 dBm Prob. Dropping  0.99  0.89  0.71  0.41  0.31  0.17 Prob. Dropping  1  0.90  0.75  0.49  0.18  0.19 Handover Margin  1 dB  2 dB  3 dB  4 dB  5 dB Prob. Dropping  0.99  1  1  1  1 Prob. Dropping  0.99  1  1  1  1 Time-to-Trigger  0,2 detik  0,4 detik  0,6 detik  0,8 detik  1 detik Prob. Dropping  -  -  -  -  - Prob. Dropping  1  1  1  0.99  0.84 Optimalisasi Prameter Handover

RSRPmin = -102 dBm RSCPmin = -95 dBm HOM = 2 dB Prob. Dropping 0.23 Prob. Dropping 0.24

Berdasarkan data hasil rangkuman pada Tabel 4.17, maka didapatkan penjelasan sebagai berikut:

a) Untuk pengamatan perubahan nilai RSCPmin(UMTS), tidak terjadi banyak

perbedaan nilai probabilitas dropping untuk kedua skenario.

b) Keputusan dropping tidak diputuskan pada kondisi pemenuhan Power

Budget (mengacu pada model simulasi).

c) Untuk pengamatan perubahan nilai RSRPmin(LTE), terjadi perbedaan nilai

probabilitas dropping yang signifikan untuk kedua skenario.

d) Pada skenario 1, nilai RSRPmin(LTE) menjadi satu-satunya keputusan dropping dan pemenuhan kondisi Power Budget.

e) Pada skenario 2, kondisi Power Budget harus terpenuhi dalam waktu yang ditentukan (pada simulasi ini TTT = 200 ms), setelah itu kondisi RSRPmin(LTE) baru akan dipertimbangkan.

f) Pada skenario 1, semakin besar HOM maka probabilitas dropping semakin rendah. Sehingga banyak margin yang dimiliki user sehingga kondisi RSRP > RSRPmin(LTE) lebih mungkin terpenuhi.

g) Hasil pengamatan HOM pada skenario 1 tidak berlaku pada skenario 2, karena handover margin yang besar itu tidak dapat terpenuhi pada waktu yang ditentukan (pada model simulasi TTT = 200 ms).

h) Untuk pengamatan perubahan nilai TTT, didapat kecenderungan hasil probabilitas dropping yang menurun ketika TTT di-set semakin besar. i) Nilai optimal parameter handover untuk kedua skenario hampir memiliki

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pembahasan yang telah dilakukan terhadap keluaran simulasi

handover jaringan UMTS ke jaringan LTE maka dapat ditentukan kesimpulan

sebagai berikut:

1. Kecepatan user sangat berpengaruh terhadap fading namun sebaliknya kurang berpengaruh terhadap probabilitas dropping.

2. Dampak perubahan nilai RSCPmin(UMTS) dan RSRPmin(LTE) baik untuk

metode RSS based handover maupun metode RSS based handover with

time-to-trigger terhadap nilai perubahan probabilitas dropping adalah

sangat kecil, yakni perubahaan yang tidak signifikan.

3. Perubahan parameter RSRPmin pada metode RSS based handover dengan syarat Time-to-Trigger memiliki probabilitas dropping yang lebih kecil dibandingkan dengan metode RSS based handover with time-to-trigger. 4. Nilai optimal masing-masing RSCPmin(UMTS) dan RSRPmin(LTE) sebagai

parameter tradeoff handover untuk kedua metode adalah -95 dBm dan - 102 dBm.

5. Hasil HOM untuk kedua metode cenderung berbanding terbalik sebagai dampak adanya syarat TTT.

6. Untuk metode RSS based handover, semakin besar nilai HOM maka nilai probabilitas dropping yang diperoleh juga semakin besar.

7. Untuk metode RSS based handover with time-to-trigger, semakin besar nilai HOM maka probabilitas dropping yang dihasilkan semakin kecil sebagai akibat adanya syarat TTT.

8. Nilai optimal HOM untuk kedua metode dari tradeoff parameter handover adalah 2 dB.

9. Dengan waktu TTT yang semakin bertambah menghasilkan nilai probabilitas dropping yang semakin kecil.

10. Nilai optimal parameter TTT dari tradeoff parameter handover untuk kedua skenario adalah 400 ms.

5.2 Saran

Adanya saran untuk pengembangan Tugas Akhir selanjutnya adalah sebagai berikut:

1. Menggunakan model propagasi dan kanal fading yang direkomendasikan lainnya sebagai model yang berbeda untuk kanal jaringan.

2. Adanya penambahan beban trafik pada eNode B agar dapat dilihat pengaruhnya terhadap keberhasilan handover.

3. Melakukan penambahan eNode B menjadi 3 atau 4 dan mengamati pengaruhnya terhadap probabilitas dropping.

4. Melakukan perubahan waktu sampling dalam pengukuran sinyal dan mengamati pengaruhnya terhadap kinerja handover.

BAB II DASAR TEORI

2.1 Konsep Sel

Dalam sistem komunikasi seluler, informasi dipertukarkan di antara mobile

station (MS) dan base transceiver station (BTS) melalui sinyal radio. Setiap BTS

hanya dapat berkomunikasi dengan MS pada area terbatas berdasarkan daerah cakupan BTS. Dengan sebutan lain, bahwa pengiriman sinyal radio dibatasi pada rentang frekuensi tertentu, sehingga membutuhkan beberapa BTS supaya dapat melayani area luas.

Sebuah BTS yang mencakup area tertentu disebut sel. Umumnya pemodelan sel yang digunakan berbentuk heksagonal berulang dengan bentuk yang sama dalam seluruh area yang dilayani BTS. Setiap cakupan sel menyediakan sejumlah kanal tertentu, sehingga sebuah MS atau lebih, dapat berkomunikasi dengan BTS secara bersamaan. Biasanya kanal didefenisikan berdasarkan slot waktu, rentang frekuensi, kode sandi atau kombinasi dari TDMA, FDMA atau CDMA [5].

Dengan meningkatnya trafik user atau laju pertambahan MS, maka dibutuhkan penambahan kapasitas kanal. Dalam penambahan kapasitas kanal, tidak efektif jika hanya dengan mempertimbangkan teknik modulasi saja. Solusi untuk penambahan kapasitas kanal dapat juga dilakukan dengan mengecilkan area sel (mikro sel) dan penggunaan alokasi kanal secara dinamik dan frekuensi reuse. Dalam merencanakan penambahan kapasitas kanal pada sistem seluler, perlu dipertimbangkan interferensi yang terjadi, yaitu; interferensi co-channel dan

Bentuk jaringan sistem selular berkaitan dengan luas cakupan daerah pelayanan. Bentuk sel yang terdapat pada sistem komunikasi bergerak selular digambarkan dengan bentuk hexagonal dan lingkaran seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.1. Tetapi, bentuk hexagonal dipilih sebagai bentuk pendekatan jaringan selular, karena dari sel yang lebih sedikit dengan bentuk hexagonal diharapkan dapat mencakup seluruh wilayah pelayanan. Sel berbentuk hexagonal atau bentuk yang lain hanya digunakan untuk mempermudah penggambaran pada

layout perencanaan.

Gambar 2.1 Struktur sel [7]

Setiap sel memiliki alokasi sejumlah channel frekuensi tertentu yang berlainan dengan sebelahnya. Karena channel frequency merupakan sumber terbatas, maka untuk meningkatkan kemampuan pelayanan frekuensi yang terbatas tersebut dipakai secara berulang-ulang, yang dikenal dengan istilah pengulangan frekuensi (frequency reuse). Oleh karena itu, pengulangan frekuensi merupakan hal yang penting dalam komunikasi selular [7].

2.2 Propagasi Gelombang Radio

Pengetahuan tentang karakteristik propagasi radio merupakan prasyarat dalam perencanaan untuk mendesain sistem komunikasi seluler. Berbeda halnya dengan

komunikasi tetap, bahwa profil lingkungan komunikasi seluler sulit untuk diprediksi. Propagasi gelombang radio sangat ditentukan oleh profil daerah, faktor benda-benda bergerak, sifat frekuensi radio, kecepatan MS dan sumber-sumber interferensi.

Mekanisme propagasi sinyal di antara transmitter dan receiver adalah bervariasi, tergantung pada profil daerah di sekitar lingkungan komunikasi seluler. Mekanisme propagasi sinyal ini mengakibatkan sinyal yang diterima MS mengalami fluktuasi. Fluktuasi sinyal dapat terjadi dalam tiga mekanisme, yaitu;

reflection, difraction dan hamburan atau scatter [8].

2.2.1 Reflection

Reflection atau pemantulan sinyal terjadi ketika sinyal yang merambat

membentur permukaan benda yang dimensinya relatif besar dibandingkan panjang gelombang sinyal tersebut. Pemantulan sinyal ini mengakibatkan sinyal mengalami redaman. Redaman sinyal akibat reflection dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti; frekuensi radio, sudut sinyal memantul, sifat-sifat material dan ketebalan bidang permukaan pantulan. Reflection dapat terjadi melalui permukaan bumi, bangunan dan permukaan dinding [8].

2.2.2 Difraction

Difraction (pembelokan) atau difraksi terjadi ketika sinyal yang merambat di

antara transmitter dan receiver, dihalangi oleh sisi permukaan yang tajam. Pembelokan sinyal dapat terjadi ke berbagai arah yang bersumber dari sisi penghalang yang dilalui sinyal tersebut. Gelombang sekunder yang dihasilkan dari

permukaan penghalang dapat mencapai ruangan dan bahkan belakang penghalang, sehingga menyebabkan lenturan gelombang disekitar penghalang. Pada frekuensi tinggi, difraksi bergantung pada geometri objek, amplitudo, fasa dan polarisasi gelombang dimana titik terjadinya difraksi [8].

2.2.3 Scatter

Sinyal akan mengalami scatter atau hamburan ketika membentur benda yang memiliki dimensi disekitar atau lebih kecil dari dimensi panjang gelombang sinyal. Benda yang dapat menyebabkan hamburan sinyal, seperti: dedaunan, kendaraan, tiang-tiang lampu, rambu-rambu lalu lintas dijalan dan perabot dalam ruangan. Sinyal yang terhalangi oleh benda-benda tersebut, tersebar menjadi beberapa sinyal yang lebih lemah sehingga sinyal asli sulit diperkirakan [8].

Kinerja sistem komunikasi dipengaruhi oleh efek propagasi sinyal, sehingga efek propagasi sinyal perlu dipertimbangkan dalam perencanaan. Bila sinyal yang langsung diterima oleh receiver (mobile station) secara LOS (line of sight), maka pengaruh difraction dan scatter merupakan masalah kecil, meskipun reflection dapat berakibat besar. Bila sinyal diterima tidak ada LOS, maka penerimaan sinyal terutama terjadi melalui difraction dan scatter [8]. Pada Gambar 2.2 memperlihatkan mekanisme propagasi radio (scatter, reflection dan difraction).

2.3 Model Propagasi

Dalam sistem komunikasi seluler, MS menerima sinyal dari BTS secara bervariasi. Variasi level sinyal ini dikelompokkan menjadi tiga komponen, yaitu; model pathloss, shadowing dan multipath. Pada Gambar 2.3 menunjukkan ketiga komponen dari variasi sinyal.

Gambar 2.3 Pathloss, shadowing dan fast fading terhadap jarak [9]

Masing-masing pathloss, shadow fading dan fast fading dijelaskan sebagai berikut [9].

2.3.1 Pathloss

Pada komponen pathloss, sinyal diterima MS dari BTS dipengaruhi oleh tiga sumber rugi-rugi (loss), yaitu; rugi-rugi ruang bebas, rugi-rugi gelombang tanah dan rugi-rugi difraction. Hal ini mengakibatkan sinyal mengalami redaman yang bergantung pada beberapa variabel, yaitu: variabel yang dapat dikontrol seperti: frekuensi, tinggi antena; variabel yang dapat diukur seperti: jarak; dan variabel tidak dapat dikontrol juga tidak dapat diukur secara pasti seperti: bukit, topografi

pathloss [10]. Faktor pathloss terjadi akibat sinyal mengalami rugi-rugi dari

pemancar dan pengaruh propagasi dalam kanal radio. Variasi daya sinyal akibat pathloss terjadi pada jarak 100 sampai 1000 meter.

2.3.2 Shadow Fading

Shadowing atau slow fading merupakan fluktuasi daya rata-rata sinyal terima

disekitar letak kejadian fluktuasi cepat, dengan perubahan sinyal yang lambat. Fenomena shadowing terjadi karena adanya penghalang antara pemancar dan penerima dilingkungan yang memiliki kontur menonjol seperti: pegunungan, hutan, bangunan dan persimpangan jalan. Sinyal yang terhalangi akan mengalami redaman karena sinyal mengalami absorption, reflection, difraction dan scatter. Variasi sinyal karena shadowing, sebanding dengan panjang objek penghalang antara pemancar dan penerima, yang terjadi pada jarak 10 sampai 100 m.

2.3.3 Fast Fading

Fast fading terjadi karena sinyal yang merambat dari transmitter ke receiver

dapat melalui beberapa jalur propagasi atau disebut dengan propagasi multipath.

Multipath terjadi karena sinyal dipantulkan dari objek seperti; bangunan, dinding

dan pegunungan, sehingga level sinyal yang diterima merupakan penjumlahan dari sinyal multipath yang mengalami perubahan amplitudo, fasa dan sudut datang dipenerimaan. Hal ini dapat menyebabkan sinyal saling menguatkan (konstruktif) atau menurunkan (destruktif). Fenomena multipath ini menyebabkan sinyal diterima mengalami fluktuasi daya cepat atau fast fading dalam waktu singkat.

2.4 System Architecture Evolution (SAE)

SAE adalah arsitektur jaringan yang dirancang untuk menyederhanakan jaringan berdasarkan komunikasi IP. SAE menggunakan eNB untuk melebur Node B dan RNC dari arsitektur jaringan 3G, untuk membuat jaringan mobile sederhana. Hal ini memungkinkan jaringan yang akan dibangun sebagai arsitektur jaringan berbasis "All-IP". SAE juga mencakup entitas yang memungkinkan jaringan secara penuh bekerja dengan teknologi nirkabel lain seperti: WCDMA, WiMAX, WLAN, dll [11]. Arsitektur SAE dan hubungan dengan jaringan LTE ditunjukkan pada Gambar 2.4.

Gambar 2.4 SAE (system architecture evolution) UMTS dan LTE network [11]

2.4.1 E-UTRAN (Evolved Universal Terrestrial Radio Access Network)

Sederhananya, eNodeB adalah radio base station yang mengendalikan semua fungsi radio dicakupan sistem tesebut. BTS seperti eNodeB biasanya didistribusikan ke seluruh area cakupan jaringan, masing-masing eNodeB berada di dekat antena radio yang sebenarnya. ENodeB bertindak sebagai penghubung antara UE dan EPC, dengan menjadi titik terminasi dari semua protokol radio yang menuju UE, dan menyampaikan data antara koneksi radio dan konektivitas berbasis IP yang

sesuai terhadap EPC. Dalam peran ini, eNodeB melakukan pengkodean/menguraikan data, dan juga dekompresi/kompresi header IP, yang berarti menghindari berulannya pengiriman data yang sama atau penghematan penggunaan resource. Fungsi utama dan koneksi antar eNodeB ditunjukkan pada Gambar 2.5.

ENodeB juga bertanggung jawab untuk fungsi control plane (CP). ENodeB bertanggung jawab atas radio resourse management (RRM), yaitu mengendalikan penggunaan interface radio, yang mencakup, mengalokasikan sumber daya berdasarkan permintaan, prioritas dan penjadwalan traffic sesuai dengan yang dibutuhkan quality of service (QoS).

Selain itu, eNodeB memiliki peran penting dalam management mobility (MM). eNodeB mengontrontrol dan menganalisis pengukuran radio signal level yang dilakukan oleh UE, membuat pengukuran yang sama itu sendiri, dan menjadikan dasar pembuatan keputusan untuk menyerahkan UE antara sel-sel [12].

2.4.2 EPC (Evolved Packet Core)

Mobility management entity (MME) adalah elemen kontrol utama di EPC.

Biasanya MME akan diletakkan di lokasi yang aman di tempat operator. MME hanya beroperasi di control plane, dan tidak terlibat dalam jalur data (user plane). Berikut fungsi utama dari MME pada konfigurasi dasar yang ditunjukkan pada Gambar 2.6 [12]:

Authentication dan Security

Ketika UE akan mendaftar ke jaringan untuk pertama kalinya, MME akan melakukan inisialisasi otentikasi.

Mobility Management

MME melacak lokasi dari semua UE di wilayah layanan tersebut. Ketika UE membuat pendaftaran pertama untuk jaringan, MME akan menciptakan sebuah entri untuk UE, dan memberikan sinyal ke lokasi HSS di jaringan asal UE itu.

Managing Subscription Profile and Service Connectivity

Pada waktu UE mendaftar ke jaringan, MME akan bertanggung jawab untuk mengambil profil berlangganan dari jaringan asal. MME akan menyimpan informasi ini untuk durasi melayani UE.

Home Subscriber Server (HSS)

Home Subscriber Server (HSS) adalah repositori data pelanggan untuk semua

data pengguna permanen. Hal ini juga mencatat lokasi pengguna, seperti MME. HSS adalah database server dipertahankan terpusat di tempat operator. HSS menyimpan salinan master dari profil pelanggan, yang berisi informasi tentang layanan yang berlaku ke pengguna, termasuk informasi tentang koneksi PDN diperbolehkan, dan apakah roaming ke jaringan dikunjungi tertentu diperbolehkan atau tidak.

Serving Gateway (SGW)

Selama mobilitas antara eNodeB, SGW bertindak sebagai pengikat mobilitas lokal. MME perintah SGW untuk beralih tunnel ke eNodeB lain. MME juga dapat meminta SGW untuk menyediakan sumber daya tunneling untuk

forwarding data, ketika ada kebutuhan untuk meneruskan data dari eNodeB

sumber ke eNodeB target. Skenario mobilitas juga mencakup perubahan dari satu SGW ke yang lain, dan MME kontrol perubahan ini sesuai, dengan menghapus tunnel di S-GW lama dan pengaturan mereka di S-GW baru.

Packet Data Network Gateway (PDN GW)

Packet gateway (PGW, juga sering disingkat sebagai PDN-GW) adalah router

ujung antara EPS dan paket data jaringan eksternal. Ini adalah tingkat tertinggi mobilitas penghubung di sistem. Ia melakukan traffic gating dan fungsi penyaringan yang diperlukan oleh layanan yang bersangkutan. Demikian pula dengan S-GW, P-GWS ditempatkan operator di lokasi yang terpusat.

2.5 Konsep Dasar Jaringan UMTS

UMTS adalah pengembangan dari GSM yang merupakan standar Release 99/4 yang dikembangkan oleh 3GPP dengan kemampuan yang lebih baik dari sisi data

rate karena memiliki banyak pengembangan. Dari sisi downlink UMTS dapat

mencapai 2 Mbps dan uplink 384 Kbps. Voice rate dapat mencapai 12.2 Kbps. Teknologi yang paling mencolok dari teknologi sebelumnya adalah wideband-code

division multiple acces (WCDMA) [13].

2.5.1 Wideband-Code Division Multiple Acces (WCDMA)

WCDMA merupakan teknik multiple access yang berdasarkan penyebaran spektral, dimana sinyal informasi disebar pada pita frekuensi yang lebih besar daripada lebar pita sinyal aslinya (informasi). Sistem WCDMA hanya memerlukan satu channel frekuensi radio untuk semua pemakainya, masing-masing pemakai diberi kode yang membedakan antara pengguna satu dengan yang lain. Skema metode akses yang digunakan untuk penyebaran sinyal WCDMA adalah direct

sequence dimana code sequence digunakan secara langsung untuk memodulasi

sinyal radio yang dipancarkan dengan menggunakan sinyal penebar.

WCDMA adalah sistem CDMA pita lebar. Bit-bit informasi user disebar melalui bandwidth lebar (5 MHz) dengan cara mengkalikan dengan kode spreading sebelum ditransmisikan dan dikembalikan ke kode asal dengan cara di-decode di penerima [13].

2.5.2 Universal Mobile Telecommunication System (UMTS)

UMTS merupakan suatu revolusi dari GSM yang mendukung kemampuan generasi ketiga (3G). UMTS menggunakan teknologi akses WCDMA dengan sistem DS-WCDMA (direct seqence - wideband CDMA). Terdapat dua mode yang digunakan dalam WCDMA dimana yang pertama menggunakan FDD (frequency

division duplex) dan kedua dengan menggunakan TDD (time division duplex). FDD

dikembangkan di Eropa dan Amerika sedangkan TDD dikembangkan di Asia. Pada WCDMA FDD, digunakan sepasang frekuensi pembawa 5 MHz pada uplink dan

downlink dengan alokasi frekuensi untuk uplink yaitu 1945 MHz – 1950 MHz dan

untuk downlink yaitu 2135 MHz – 2140 MHz. Adapun gambar arsitektur jaringan UMTS dapat ditunjukkan pada Gambar 2.7 [14]:

Gambar 2.7 Architecture UMTS Release 99 [14]

Dari Gambar 2.7 terlihat bahwa arsitektur jaringan UMTS terdiri dari perangkat- perangkat yang saling mendukung, yaitu sebagai berikut:

UE (User Equipment)

UE merupakan perangkat yang digunakan oleh pelanggan untuk dapat memperoleh layanan komunikasi bergerak.

UTRAN (UMTS Terresterial Radio Access Network) o Node B

Node B adalah node fisik yang bertanggung jawab untuk transmisi radio dan penerimaan antara peralatan pengguna (UE) dan sel UMTS. Node B dapat dikatakan sebagai BTS pada sistem UMTS. Dimana Node B tunggal dapat mendukung baik mode FDD maupun TDD dan dapat colocated dengan GSM BTS.

o RNC (Radio Network Controller)

RNC berfungsi sebagai pengontrol Node B (controlling RNC) dengan memanajemen sumber radio yang tersedia pada Node B dan serving RNC yang menghubungkan UE ke CN, SRNC sendiri mengontrol sumber radio yang digunakan oleh UE dan mengakhiri interface Iu ke d an dari CN. CN (Core Network)

CN berfungsi sebagai switching pada jaringan UMTS, memanajeman jaringan serta sebagai interface antara jaringan UMTS dengan jaringan yang lainnya. Komponen core network UMTS terdiri dari:

o MSC (Mobile Switching Center)

MSC didesain sebagai switching untuk layanan berbasis circuit switch seperti

video, video call.

VLR merupakan database yang berisi informasi sementara mengenai pelanggan terutama mengenai lokasi dari pelanggan pada cakupan area jaringan.

o HLR (Home Location Register)

HLR merupakan database yang berisi data-data pelanggan yang tetap. Data- data tersebut antara lain berisi layanan pelanggan, service tambahan serta informasi mengenai lokasi pelanggan yang paling akhir (update location). o SGSN (Serving GPRS Support Node)

Fungsi SGSN sama seperti fungsi MSC pada GSM, Mobility management,

Chipering, kompresi dan paging, Namun pembedanya pada MSC adalah

SGSN meng-handle Jaringan Paket. o GGSN (Gateway GPRS Support Node)

GGSN berfungsi sebagai gerbang penghubung dari jaringan GPRS ke jaringan paket data standard (PDN). GGSN berfungsi dalam menyediakan fasilitas internetworking dengan eksternal packet-switch network dan dihubungkan dengan SGSN via internet protocol (IP).

2.6 Konsep Dasar Jaringan LTE (Long Term Evolution)

LTE adalah sebuah nama yang diberikan pada sebuah projek dari third

generation partnership project (3GPP) tepatnya pada release 8 untuk memperbaiki

standar mobile phone generasi sebelumnya UMTS. Pada sisi air interface LTE menggunakan OFDMA (orthogonal frequency division multiple access) pada sisi

downlink dan menggunakan SC-FDMA (single carrier – frequency divison multiple

multiple-antenna (MIMO). Bandwidth operasi pada LTE fleksibel yaitu up to 20

MHz, dan maksimal bekerja pada kisaran bandwidth bervariasi antara 10 – 20 MHz. LTE diciptakan untuk memperbaiki teknologi sebelumnya. Kemampuan dan keunggulan dari LTE terhadap teknologi sebelumnya selain dari kecepatannya dalam transfer data tetapi juga karena LTE dapat memberikan coverage dan kapasitas dari layanan yang lebih besar, mengurangi biaya dalam operasional, mendukung penggunaan multiple-antena, fleksibel dalam penggunaan bandwidth operasinya dan juga dapat terhubung atau terintegrasi dengan teknologi yang sudah ada [15].

2.6.1 Konfigurasi Jaringan LTE

Arsitektur LTE berbeda dengan generasi sebelumnya. Pada RAN (radio

access network) yang menggabungkan fungsi node B dan RNC (radio network controler) menjadi eNode B LTE (long term evolution) diperkenalkan suatu

jaringan baru yang diberi nama EPS (evolved packet system). EPS terdiri dari jaringan akses yang pada LTE disebut dengan E–UTRAN (evolved UMTS

terrestrial access network) dan jaringan core yang pada LTE disebut SAE. SAE

merupakan istilah yang menggambarkan evolusi jaringan core yang disebut EPC (evolved packet core). Pada LTE konfigurasinya merupakan pengembangan dari teknologi sebelumnya, yaitu baik UMTS (3G) dalam hal ini merupakan release 99/4 dan HSPA release 6, LTE merupakan standar release 8.

LTE mempunyai radio access dan core network yang dapat mengurangi

network latency dan meningkatkan performansi sistem dan menyediakan interoperability dengan teknologi 3GPP dan non-3GPP yang sudah ada [15].

Gambar 2.8 Arsitektur LTE [15]

Terlihat dari Gambar 2.8 ada perbedaan antara arsitektur kedua jaringan. Pada LTE fungsi dari Node B dan RNC yang terdapat pada UMTS dilebur menjadi satu, yaitu eNB (evolved node B). Dan pada bagian core network-nya LTE menggunakan EPC (evolved packet core).

Gambar 2.9 Arsitektur core LTE [15]

Elemen – elemen dari arsitektur jaringan LTE yang ditunjukkan pada Gambar 2.9 adalah [15]:

UE (User Equipment)

Merupakan terminal radio yang digunakan untuk melakukan hubungan ke jaringan LTE.

E – UTRAN :

o ENB (Elvoved Node B)

Peran dari radio access network (RAN) yaitu Node B dan RNC digantikan dengan ENB ini, sehingga dapat mengurangi biaya perawatan dan operasional dari perangkat selain itu arsitektur jaringan lebih sederhana.

Core Network. terdiri dari :

o Mobility Management Entity (MME)

- MME ini merupakan pengontrol setiap node pada jaringan akses LTE. Pada saat UE dalam kondisi idle (idle mode), MME bertanggung jawab dalam melakukan prosedur tracking dan paging yang didalamnya mencakup

Dokumen terkait