• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

2.3 Rangkuman

Analisis terhadap stuktur prosa tokoh dalam cerpen Kukila Karya M. Aan Mansyur ini bisa disimpulkan bahwa tokoh utama yaitu Kukila dan tokoh pendamping adalah Rusdi dan Pinlang menunjukkan bahwa cinta segitiga yang terjadi antara mereka bertiga tetap ada walaupun perjodohan sempat memisahkan.

Cinta segitiga yang ada antara Kukila kepada Pinlang dan Rusdi kepada Pinlang.

Tokoh Kukila sebagai tokoh utama yang selama ini menyembunyikan rahasianya.

Rahasia dimana ia menikah dengan Rusdi namun tidak pernah berhubungan dengan suaminya. Sang suami yang ternyata tidak memiliki keinginan untuk menyetubuhi Kukila karena ternyata memiliki penyimpangan rasa terhadap temannya dan juga mantan kekasih dari Kukila yakni Pinlang.

Sudut pandang yang terdapat pada cerpen Kukila karya M. Aan Manyur ini memiliki sudut pandang campuran yang dianalisis adalah dalam kategori sudut pandang “aku” yang terbagi menjadi tiga yaitu sudut pandang aku tokoh utama,

“aku” tokoh pendamping , dan sudut pandang orang ke tiga pengamat. Analisis terhadap latar dalam cerpen Kukila karya M. Aan Manyur menujukan bahwa terdapat latar tempat. Latar tempat meliputi : Mabela, rumah (kamar, ranjang, meja makan, beranda, halaman, jendela), sekolah (perpustakaan, kantin), lobi hotel, pelaminan, kantor, dan Macawe.

Analisis terhadap struktur sastra ini yang mendasari bagaimana habitus maskulinitas bisa terlihat dari penjelasan para tokoh melalui sudut pandang, dan juga latar tempat dalam cerpen “Kukila” karya M. Aan Mansyur. Hal ini bisa terlihat pada bab III.

46 BAB III

HABITUS MASKULINITAS

DALAM CERITA PENDEK “KUKILA” KARYA M. AAN MANSYUR

Dalam bab ini, penulis akan mendeskripsikan hasil analisis habitus maskulinitas yang dimiliki oleh tokoh utama dan tokoh tambahan dalam kehidupan pernikahan mereka. Kukila, Rusdi, dan Pinlang memiliki habitus maskulinitasnya masing-masing. Dalam bab ini akan dideskripsikan habitus yang mereka miliki.

Habitus menurut Bourdieu (dalam Fashri 2014: 103) habitus berkerja di bawah aras kesadaran bahasa, melampaui jangkauan pengamatan introspektif atau kontrol oleh keinginan aktor. Karena mengarahkan praktik secara praktis, skema-skema habitus menyatu pada apa yang paling otomatis, seperti cara berjalan, membuang ingus, cara makan maupun gaya bicara.

Menurut Bourdieu (2010), pembagian-pembagian hubungan sosial dominasi dan eksploitasi itu dengan demikian hadir secara progresif dalam dua kelas habitus yang dilembagakan antargender. Dua kelas habitus tersebut hadir dalam bentuk habitus korporal saling beroposisi dan komplementer, dan dalam bentuk prinsip-prinsip dan pembagian yang mengarahkan orang untuk mengklasifikasikan segala sesuatu yang ada di dunia dan semua prakrik berdasarkan perbedaan yang bisa diruntut kembali kepada oposisi maskulin dan feminim. Laki-laki ditempatkan di sisi segala yang eksterior, resmi, publik, lurus,

kering, tinggi, dan diskontinu. Dengan demikian, laki-laki memegang segala tindakan dan keputusan dalam kehidupan yang teratur. Sebaliknya, perempuan ditempatkan di sisi segala yang interior, basah, rendah, melengkung, dan kontinu.

Keadaan tersebut memberikan perempuan memegang tugas rumah tangga dan segala pekerjaan pribadi yang tersembunyi, bahkan terlihat memalukan.

Pretensi dari “feminitas” seringkali semata-mata hanyalah bentuk kesenangan yang ditunjukkan untuk memenuhi harapan-harapan maskulin, baik yang nyata maupun yang diandaikan terutama dalam hal penyanjungan ego lelaki. Karenanya, hubungan dependensi terhadap orang lain (bukan terhadap laki-laki) cenderung menjadi hakikat bagi keberadaan perempuan (Bourdieu, 2010 : 94). Sebagaimana halnya yang terjadi dalam kehidupan bermasyarakat bahwa keadaan wanita adalah tunduk dan taat kepada laki-laki. Hal ini sering di buktikan tidak hanya pada lingkup keluarga dan masyarakat sekitar bahkan adat dan agama yang mengikat kehidupan manusia juga ikut serta dalam membandingkan kualitas dari laki-laki dan perempuan.

3.1 Habitus Homoseksualitas

Dalam Cerpen “Kukila” ditemukan habitus homo seksual. Habitus ini adalah habitus yang paling dominan dalam cerpen “Kukila”. Habitus homoseksualitas memiliki peranan penting dalam jalan cerita dikarenakan menjadi alasan permasalahan muncul dalam cerita. Habitus homoseksualitas yang dimiliki oleh tokoh Rusdi (Tumbra).

Habitus homoseksual dalam Cerpen “Kukila” ditemukan pertama kali pada tokoh Rusdi, hal ini terlihat pada kutipan berikut.

(66) Bukan cemburu kepadamu karena tidur dengan istriku, karena telungkup diatas tubuh telantang Kukila. Aku cemburu pada Kukila. Kepada Kukila. Kepada perempuan yang istriku sendiri.

Bukan kepadamu. Sejak SMP aku menyukaimu. Kau mungkin tidak pernah sadar aku sering diam-diam dengan dada berdebar-debar mengamatimu dari balik pintu kelas. Bukan sekedar menyukaimu, Aku mencintaimu (Mansyur, 2012: 43).

Kutipan (66) adalah isi surat yang ditulis oleh Rusdi untuk Pilang.

Berdasarkan kutipan tersebut rusdi menggungkapakan bahwa dirinya sebagai laki-laki mencintai Pilang yang juga adalah laki-laki-laki-laki. Hal tersebut dengan jelas menunjukan bahwa Rusdi memiliki habitus homo seksual dalam dirinya.

Tumbra dalam Cerpen “Kukila” adalah nama lain dari tokoh Rusdi. Tokoh ini juga memiliki habitus homoseksualitas yang terlihat pada kutipan berikut.

(67) Dengan menikahi Kukila, Pilang yang aku cintai tak akan menjadi milik siapa-siapa lagi. Sebab aku tahu pasti, Pilang tak akan mengingakari janjinya yang tak mau menikah kecuali dengan Kukila. Aku akan menikah Kukila (Mansyur, 2012: 63).

Kutipan (67) menjelaskan bahwa tokoh Tumbra juga memiliki kesamaan dengan tokoh Rusdi yang adalah suami Kukila. Kedua tokoh mencintai laki-laki.

Sama halnya dengan Rusdi, Tumbra juga menikah seorang gadis bukan karena mencintainya, melainkan agar laki-laki yang dicintainya tidak dimiliki oleh perempuan tersebut hal ini di buktikan dalam kutipan berikut ini;

(68) Sesungguhnya Tumbra mencitai pinlang dan bukan mencintai Kukila (Mansyur, 2012: 63).

Kutipan (68) menjelaskan bagaimana perasaan dan hasrat yang Rusdi rasakan tidak ada pada Kukila perempuan yang dijodohkan orangtuanya dengan dia, tapi cintanya hanya kepada Pinlang laki-laki yang telah lama dia sembunyikan perasannya itu. Kutipan-kutipan ini juga membuktikan habitus maskulinitas yang ada dalam cerpen ini. Bagaimana perasaan cinta dari seorang laki-laki kepada laki-laki.

3.2 Habitus Kawin Paksa

Habitus kawin paksa ditemukan juga di dalam cerpen “Kukila”. Habitus kawin paksa terdapat dalam cerita ini. Habitus kawin paksa terjadi karena yang di sponsori oleh tokoh laki-laki. Tokoh laki-laki yang di maksud disini adalah kedua ayah dari tokoh Rusdi dan Kukila.

Kukila tokoh utama yang menjadi korban perjodohan dalam kawin paksa ini harus menerima kenyataan bahwa cintanya harus kandas dengan pujaan hati dan harus menikahi anak dari kepala adat yang di pilih oleh ayahnya. Habitus kawin paksa ini terdapat dalam kutipan berikut;

(69) Kukila akan dinikahkan dengan anak pemangku adat, Tumbra namanya. Orang tuanya menerima lamaran tumbra. Kukila tidak bisa menolak kemauan orang tuanya (Mansyur, 2012: 60).

Hal ini terlihat bagaimana habitus maskulinitas yang dimiliki oleh orang tua Kukila sangat besar dan menyebapkan kukila menjadi korban perasaan. Hal ini menjadi bukti dominasi maskulinitas dalam habitus kawin paksa yang ada dalam cerpen ini.

Selain Kukila, Rusdi juga menjadi korban dalam habitus kawin paksa ini, hal ini bisa terlihat dalam kutipan berikut;

(70) Waktu itu, rasanya aku ingin memilih bunuh diri daripada harus pergi darimu. Mungkin ini kedengaran memuakkan tetapi begitu adanya. Aku menikahi Kukila karena aku mencintaimu (Mansyur, 2012: 43-44).

Dalam kutipan (70) ini, ditemukan bahwa Rusdi juga merasakan pergejolakan batin yang membuatnya merasa ingin segera mengakhiri hidupnya dari pada harus menikahi orang yang dijodohkan Ayahnya yaitu menikah dengan Kukila.

3.3 Habitus Perceraian

Dalam Cerpen “Kukila” ditemukan juga habitus perceraian. Habitus perceraian adalah habitus yang menjadi dasar awal yang menggerakan jalan cerita dalam cerpen “kukila”. Habitus perceraian yang dimaksud dalam hal ini adalah kehancuran bahtera rumah tangga, beserta dampak yang dirasakan oleh Kukila dan Rusdi.

Kukila tokoh utama dalam cerpen, adalah seorang istri, Kukila yang bercerai dengan suaminya Rusdi. Kehancuran rumah tangga tersebut memberikan dampak buruk bagi diri Kukila dalam menyikapi persoalan rumah tangga. Hal tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut.

(71) Entah sudah berapa September berlalu, aku sendiri. Sepi. Rusdi tidak mau menemaniku mempertahankan rumah tangga. Kami pisah. Pohon mangga harus ditebang. Pohon mangga pernikahan (hal 8).

(72) Aku ingin mati di bulan september yang kemarau seperti bunga-bunga di halaman. Tetap mati tidak bisa dipesan lalu seseorang mengantarnya serupah pesanan dari lestoran cepat saji yang iklannya ada di televisi. Aku ingin ditebang serupa pohon mangga.

Dibakar di tempat sampah dan abuku menyuburkan rerumputan liar di halaman. Tetapi mati yang kuingnkan separuhnya dibawa Rusdi pergi, selebihnya dibagi-bagi diantara kalian. Aku tubuh semata.

percuma tubuh kosong tanpa apa-apa di dalamnya, kecuali perasaan-perasaan yang berubah kalimat-kalimat ini. aku telah mati, rupanya. aku telah mati jauh setelah malam sebelum doa-doaku tiba di alamat Tuhan (Mansyur, 2012: 12).

Kutipan (71) menjelaskan perpisahan di dalam pernikahan Kukila dan rusdi yang telah berakhir. Akibat perceraian tersebut Kukila merasa sangat kesepian. Separuh dari kehidupannya hancur dan hanya menyisakahn kekosongan dalam diri Kukila. Hal tersebut dijelaskan pada kutipan ke (72).

Habitus Perceraian juga terlihat dalam diri tokoh Rusdi suami Kaila.

Kehamcuran rumah tangganya menyisakan bekas kenangan yang memilukan di dalam hidupnya. Hal ini dibuktikan pada kutipan berikut.

(73) Kenangan dan ingatan yang menghidupkannya adalah perang paling hebat bagi manusia, atau setidaknya bagi rusdi sendiri (Mansyur, 2012: 54).

(74) Kini, di sanalah Rusdi berada, di satu rumah sederhana. Ia menyembunyikan masa lalunya. Ia sembunyi dari masa lalu, tepatnya. Rahasia, katanya, akan aman di batang-batang pohon.

Tetapi, nama-nama itu, Kukila, Pilang, dan anak-anak mereka, selalu datang sebagai musuh meminta diadakan perundingan. setiap malam, selalu saja setidaknya seorang dari mereka tiba menyusul dan mengajaknya berdamai atau berperang (Mansyur, 2012:55).

Berdasarkan kutipan di atas, digambarkan bahwa tokoh rusdi menyesalai kehancuran rumah tangganya. Ia harus berperang dnegan masa lalu yang semakin menyiksanya. Meski demikian, Rusdi tetap berusaha untuk berdamai dengan masa lalu yang masih mengusiknya.

3.4 Habitus Perselingkuhan

Persoalan di cerpen “Kukila” ini salah satunya adalah perselingkuhan yang terjadi antara Kukila dan Pinlang, hal ini terbukti bahwa ada perasaan cinta yang memang kuat di antara kedua manusia itu, dan masih belum bisa terselesaikan hingga Kukila memiliki suami Rusdi yang pada kenyataanya tidak punya hasrat terhadap Kukila dan terutama kepada wanita.

Perselingkuhan ini tercipta karena habitus dari ayah Rusdi dan Kukila yang mengharapkan keturunan. Hal ini tentu saja tidak akan pernah bisa tersanggupi oleh Rusdi karena dia hanya bernafsu kepada Pinlang dengan adanya alasan ini Rusdi mengijinkan Kukila untuk bercumbu dan menghasilkan keturunan baginya. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut.

(75) “Awalnya Rusdi sepakat Aku tidur dengan lelaki itu. Tetapi aku mau punya anak satu lagi, seorang anak lelaki. Suatu pagi, ia menemukan aku melakukannya lagi dengan orang itu. ia sudah tidak kuat lagi menahan semua yang ada di dadanya” (Mansyur, 2012: 17).

(76) Masa lalu tidak pernah hilang. Ia ada tetapi tidak tau jalan pulang, untuk itu ia menitipkan surat kadang pada sesuatu yang tidak kita duga. Kita meyebutnya kenangan (Mansyur, 2012:23).

Kutipan di atas, menjelaskaan alasan utama perselingkuhan yang terjadi terhadap kedua tokoh: Kukila dan Pinlang. Awalnya perselingkuhan ini direstui oleh Rusdi suami Kukila. Namun, kisah cinta masa lalu Kukila dan Pinlang membuat keduanya terjerumus pada cinta masa lalu. Pada kutipan (75) dijelaskan bahwa

Hal ini menjadi dasar dimana habitus perselingkuhan mulai terjadi. Setelah menghasilkan keturunan, Kukila tetap ingin menambah keturunan dengan Pinlang. Akibatnya Kukila dan Pinlang melanjutkan hubungan terlarang tersebut dilandasi oleh rasa cinta, bukan lagi hanya sekedar memberikan keturunan pada rumah tangga Rusdi dan Kukila.

Namun semua itu ternyata adalah dorongan Rusdi, untuk Pinlang menyetubuhi Kukila. Dengan adanya kutipan ini membuktikan bahwa Habitus perselingkuhan juga didasari oleh dorongan suami Kukila yang tidak bisa memberikan keturunan. Hal ini bisa terlihat dalam kutipan berikut.

(77) Pinlang aku sudah membicarakanya dengan Kukila. Hal ini mungkin akan membuatmu berpikir aku gila. Tetapi, ini pilihan buruk paling baik. Kau harus menolong kami. Aku mohon, tidurlah di ranjang kami, bersama Kukila (Mansyur, 2012: 35)

Salah satu tokoh memiliki habitus perselingkuhan adalah tokoh Kukila.

Perselingkuhan yang dilakukan Kukila dibuktikan dalam kutipan berikut.

(78) Hari itu, kau ada dikamar bersama Pilang. Aku anak kelas lima sekolah dasar yang bingung dan seharusnya tidak melihat kejadian dari balik pintu kamar yang tidak sepenuhnya tertutup. Aku melihatmu telanjang ditindih tubuh telanjang Pilang. Sangat jelas aku melihatmu. Kau tidak melihatku, tentu saja. Pilang juga. Aku menangis di kamarku dengan suara isak direndam bantal.

(Mansyur, 2012: 38).

Kutipan di atas adalah sudut pandang anak pertama Kukila yang menyaksikan langsung perselingkuhan ibunya di dalam kamar. Kutipan tersebut dengan jelas menjelaskan bahwa tokoh Kukila melakukan perselingkuhan dengan Pilang kekasih dari masa lalunya.

Pilang adalah tokoh yang berperan sebagai orang ketiga yang memasuki hubungan rumah tangga yang dimiliki oleh Kukila dan Rusdi. Pilang juga merupakan tokoh yang sangat mencintai dan dicintai oleh Kukila di masa lalu. Hal terbut dibuktikan dalam kutipan berikut.

(79) Aku tau dua hari lalu kalian melakukannya lagi tanpa sepengetahuanku. Kau tidak perlu merahasiakannya. Aku tau kalian sering melakukan itu, diam-diam melakukannya tanpa sepengetahuanku. Saat aku kembali dari kantor, aroma tubuh dan peluhmu selalu kutemui di kamar (Mansyur, 2012: 42).

(80) Pilang, aku sudah memutuskan bercerai dengan Kukila. Kukila telah sepakat, mungkin dengan terpaksa. Ia menangis. Tetapi itu karena ia merasa tidak lagi punya dewa pelindung yang akan menyembunyikan perselingkuhan kalian. Setelah keputusan percaraian itu, aku tidak lagi lagi mau tau kalian akan meneruskan perselingkuhan atau tidak. Tetapi jka jau mau mendengar saranku, sebaiknya kalian menghentikannya (Mansyur, 2012:45).

Kutipan di atas adalah ungkapan perasaan Rusdi suami Kukila kepada Pilang selingkuhan Kukila. Dari ungkapan rusdi digambarkan bahwa habitus perselingkuhan juga dimiliki oleh Rusdi.

3.5 Habitus Hukum Adat

Habitus hukum adat dalam Cerpen “Kukila” terdapat pada kisah Kukila, Rusdi, dan Pilang dalam cerpen ini. Habitus ini dimiliki oleh ketiga tokoh ini yang sebenarnya didorong oleh tokoh lain yang menyebabkan kehidupan ketiga tokoh ini menjadi korban. Namun hal ini terlihat jelas hanya dalam tokoh Rusdi karena dia adalah seorang anak pemangku adat dan dia mencintai sesama jenis.

Habitus hukum adat yang berlaku adalah seperti pada kutipan berikut.

(81) lelaki yang mencintai sesama laki-laki adalah aib besar, tentu saja akan sangat berang. Masalahnya lagi hukum adat tak mengenal

anak atau keluarga. Siapapun yang bersalah harus dihukum (Mansyur, 2012: 64).

(82) Di sini, di cabangku, pernah sepasang kekasih digantung karena melanggar hukum adat—mereka mencoba lari, namun tertangkap di tengah jalan. Mereka diseret seperti binatang untuk dibawa ke tengah padang ini, dan di cabangku akhirnya mereka mati, dibiarkan tergantung berhari-hari seperti orang-orang sawah (Mansyur, 2012: 60).

(83) Tetapi, Kamu tahu apa hukuman bagi orang-orang yang bercerai di kampong ini, bukan? Apakah kau pernah mendengar, dulu jika ada orang bercerai, mereka akan diikat bersama dan diberi pemberat batu, kemudian ditenggelamkan di perigi? (Mansyur, 2012: 61-62).

Dalam kutipan (81) sampai (83) menjelaskan bagaimana habitus hukum adat yang tidak dapat dilanggar oleh siapapun yang berada di sana. Habitus hukum adat yang berlaku ini memiliki akhir dengan kematian yang menjadikan hukum adat tidak mungkin bisa dibantah. Hal ini yang menyebapkan Rusdi (Tumbra) anak pemangku adat tidak berani menceraikan Kukila begitu saja, walaupun hatinya tidak pernah mencintai wanita. Hal ini terbukti pada kutipan berikut;

(84) Tumbra anak pemangku adat, ia tak mungkin melanggar hukum adat (Mansyur, 2012: 62).

Dalam kutipan (84) adalah pernyataan bagaimana Rusdi (Tumbra) harus menjadi sosok yang seharusnya tunduk kepada habitus hukum adat, karena ayahnya adalah seorang pemangku adat.

3.6 Habitus Cinta Segitiga

Habitus cinta segitiga yang didominasi oleh tokoh laki-laki yaitu Rusdi dan Pinlang. Habitus cinta segitiga adalah habitus paling dasar dalam cerpen

“Kukila” hal ini dikarenakan Setiap konflik dalam ini cerpen di sebabkan oleh parasan satu tokoh pada tokoh lainnya. Perasaan cinta yang tidak dapat bersatu membuat masing-masing tokoh terpaksa mengorbankan kebebasan dan jati dirinya demi mempertahankan perasaan yang saling tidak menyatu.

Dalam cerpen “Kukila” tokoh Rusdi adalah kotoh yang menyukai sesama jenis. Rusdi sangat mencintai Pilang teman semasa SMP dulu. Akibat cinta terlarang ini, Rusdi memutuskan untuk menikahi Kukila mantan kekasih Pilang yang sanagat dicintai Pilang ia terpaksa juga menikahi kukila karena perjodohan yang dilakukan oleh ayahnya dan ayah Kukila. Hal ini ia lakukan agar Pilang seorang yang ia cintai tidak dapat dimiliki oleh siapapun. Hal ini terlihat dalam kutipan berikut.

(85) Sejak kita SMP, aku menyukaimu. Kau Mungkin tidak sadar aku sering diam-diam dengan dada sekadar mengamatimu dari balik pintu kelas. bukan sekedar menyukaimu, aku mencintaimu, aku mencintaimu. Aku yang salah tidak pernah menyampaikan perasaanku kepadamu. Alasanya sederhana: aku tidak mau kau menghindariku. Aku memilih menjadi sahabatmu, saudaramu (Mansyur, 2012:43).

Kutipan di atas adalah isi surat pengakuan yang dikirimkan Rusdi untuk Pilang. Dalam Surat tersebut Rusdi mengakui perasaan cintanya pada Pilang sejak masih SMP. Cinta ini berujung pada pengakuan dan pengorbanan Rusdi pada kutipan berikut.

(86) Aku menikahi Kukila karena aku mencintaimu. Kau mungkin tidak menyadari bahwa setiap hal yang kau sarankan selalu aku lakukan.

Pilang, karena aku mencintaimu. Itulah mengapa aku bersedia menikah dengan Kukila karena itu saranmu. Meski sangat bertolak belakang sesungguhnya, sebab aku menikahi orang yang dicintai orang yang aku cintai (Mansyur, 2012:44).

Kutipan di atas menjelaskan bahwa pernikahan Rusdi dengan Kukila adalah pengorbanannya demi cintanya kepada Pilang. Walaupun hal tersebut bertolak belakang dengan perasaanya, ia tetap melakukan hal tersebut dengan alasan perasaan cintanya pada Pilang sang pujaan hati.

Habitus Perasaan cinta juga melekat padari tokoh Pilang. Perasaan cinta yang dimiliki oleh Pilang hanya untuk Kukila seorang. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.

(87) Kukila. Tahi lalat di ujung alis kirinya seperti jimat, ia meneluhku, membuatku mencintainya tidak kira-kira. Tetapi ia Islam, kata ibu.

Kaki-kakinya yang lincah membuatnya seperti seekor burung tidak lelah terbang. sungguh membuat aku bahagia. Tetapi ia Islam, kata Ibu. Maka tadi siang, aku memutuskan pergi darinya. aku seperti bajingan, pengecut. Memutuskan untuk berpisah tanpa penjelasan pasti menyakitki hati Kukila.

Kutipan di atas menjelaskan betapa Pilang sangat mencintai Kukila.

Namun, Percintaan ini mendapat penolakan dari Ibu Pilang yang disebabkan oleh perbedaan agama antara Pilang dan Kukila.

Habitus perasaan cinta yang dimiliki oleh Kukila adalah perasan cinta kepada Pilang. Hal ini terlihat pada kutipan berikut.

(88) Pilang. Namanya aneh. Kau tahu artinya? Diam-diam aku pernah mencari namanya di kamus di perpustakaan sekolah, pada suatu

hari. Ternyata, kata itu berarti pohon yang tingginya bisa mencapai 25 meter. Dalam pelajaran biologi, ia bernama Accaia leucopbloea, pohon Akasia. Aku sangat menghafalnya. Sunggu serasi ya? Aku seekor burung. Ia sebatang pohon lucu (Mansyur, 2012:31).

Kutipan di atas menjelaskan bahwa perasaan cinta juga tumbuh pada diri Kukila pada Pinlang ketika keduanya masih SMP. Perasaan cinta inilah yang membuat Kukila tega menghianati Rusdi suaminya.

Bentuk habitus maskulinitas yang ada pada cerpen “Kukila” dapat dilihat dari bagaimana bentuk dominasi maskulinitas yang terjadi kepada tokoh Rusdi, Kukila dan Pinlang dalam tabel 1 Hal ini akan dijabarkan bagaimana tingkatan dominasi maskulinitas, pada tabel 1 akan diabarkan sebagai berikut;

Tabel 1

Tingkat Habitus Maskulinitas pada tokoh dalam cerpen “Kukila” Karya M. Aan Mansyur.

No. Tokoh Jumlah Habitus Peringkat

(*)

1. Rusdi 5 1

2. Kukila 4 2

3. Pinlang 2 3

(*) Tingkat habitus ini dibuat untuk dominasi habitus dalam cerpen Kukila karya M. Aan Mansyur.

Berdasarkan Tabel 1, Rusdi menjadi Tokoh yang dengat peringat (1) karena kemunculannya yang menonjol dalam (5) lima habitus yaitu terdapat pada habitus homosesualitas, habitus perceraian, habitus kawin paksa, habitus hukum adat, dan habitus cinta segitiga. Tingkat dominasi maskulinitas pada tokoh Kukila yang menonjol pada tokoh Kukila dengan peringkat (2) adalah sebanyak empat

(4) kali yang terdapat pada habitus perceraian, habitus kawin paksa, habitus perselingkuhan, dan habitus cinta segitiga. Tingkat dominasi maskulinitas pada tokoh Pinlang dengan peringat (3) hanya dua (2) yaitu pada habitus perselingkuhan dan habitus cinta segitiga. Hal ini menunjukkan bahwa dominasi maskulinitas paling banyak terjadi pada tokoh Rusdi.

3.7 Rangkuman

Dari pembahasan yang dilakukan dapat disimpulkan, bagaimana habitus-habitus yang didasari oleh maskulinitas yang terjadi akan dibahas dalam tabel 2 adalah sebagai berikut;

Tabel 2

Habitus Maskulinitas dalam Cerpen “Kukila”

Karya M.Aan Mansyur

No. Habitus Maskulinitas Tokoh

1. Habitus Homoseksualitas a. Rusdi (Tumbra)

1. Habitus Homoseksualitas a. Rusdi (Tumbra)

Dokumen terkait