• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rantai Pasar Beberapa Komoditas Paludikultur dan Agroforestry

V. HASIL DAN PEMBAHASAN

5.4 Rantai Pasar Beberapa Komoditas Paludikultur dan Agroforestry

Umumnya, para petani di desa Sungai Beras menghasilkan berbagai hasil panen dari lahan miliknya yang didominasi oleh jenis sawit, pinang dan kelapa. Selain itu ada jenis jengkol, petai dari hasil panen di lahan petani yang dapat dijual ke pihak pembeli, namun dalam jumlah yang terbatas. Informasi tersebut diperoleh dari petani langsung terkait dengan penjualan hasil panen tersebut.

Ada beberapa jenis unggulan yang menjadi prioritas petani dalam menjual hasil komoditas gambut. Adanya kegiatan riset aksi paludikultur memiliki harapan bahwa petani

-60 -50 -40 -30 -20 -10 0 A1 A2 B1 B2 C1 C2 Rata-rata TMA ( cm)

yang terlibat dalam kegiatan ini dapat berkontribusi dalam peningkatan nilai jual pasar. Adapun jenis tanaman yang ditanam pada lokasi demplot paludikultur adalah jelutung, jengkol, petai, rambutan, alpukat, nangka, dan mangga.

Berdasarkan hasil wawancara dan pengisian kuisioner dengan para petani dengan jumlah responden sebanyak 20 petani. Hasilnya menunjukkan bahwa hanya ada 5 % petani yang menanam dan memperjualbelikan tanaman sesuai dengan tanaman yang ada didemplot yakni jengkol dan petai, sedangkan 95% masih didominasi oleh tanaman sawit, pinang dan kelapa. Hal ini menunjukkan bahwa petani belum melakukan jual beli yang intensif seperti sawit dan pinang. Hasil interview dengan petani setempat bahwa jengkol dan petai merupakan lauk atau makanan favorit di desa tersebut.

Ada beberapa jenis yang sudah ada atau ditanam oleh petani di Sungai Beras seperti jengkol dan petai, serta nanas. Namun, kegiatan penjualan dari petani kepada pembeli terjadi dalam tingkat lokal saja. Hal ini menunjukkan bahwa komoditas gambut perlu dikembangkan lebih luas untuk pemasarannya. Selain itu, perlu didukung dengan adanya sistem penanaman yang tepat sehingga dapat tersedia kebutuhannya komoditas pasar.

Untuk tingkat pemasaran, perlu dilakukan lebih intensif agar dapat memenuhi kebutuhan pasar pada tingkat lokal maupun interlokal. Berdasarkan hasil survey di lapangan menunjukkan bahwa para pedagang lokal menjual komoditas jengkol dan petai dalam jumlah terbatas yang berasal dari luar desa Sungai Beras, yakni dari pasar Angso Duo. Harga setiap komoditas beragam pada tingkat pedagang, namun dapat terjangkau pada tingkat pembeli yakni mulai dari Rp. 7000-Rp. 10,000 per kg untuk harga jengkol dan 8000-10.000/ ikat untuk harga petai.

Kegiatan jual beli di Desa Sungai Beras dilakukan setiap hari minggu atau disebut dengan pasar minggu dan untuk pembeli serta penjualnya tidak hanya dari warga desa Sungai Beras saja, tetapi juga berasal dari luar desa tersebut. Hasil wawancara dengan para pedagang di pasar tersebut, buah-buahan yang dijual seperti jengkol, petai, apel, jeruk umumnya berasal dari pasar Angso Duo, di kota Jambi. Hal ini mengindikasikan bahwa buah-buahan yang dijual berasal dari desa tersebut dan hanya dalam jumlah terbatas hasil jual beli secara langsung dengan pihak petani. Selain itu, informasi terkait dengan pembelian jengkol dan petai pada tingkat pembeli cukup tinggi. Hal ini mengindikasikan bahwa pasar lokal tersebut menjadi perantara aktif untuk kegiatan perekonomian desa tersebut.

Hasil survei di Pasar Angso Duo, Kota jambi adalah ketersediaan (supply) buah-buahan yang ada seperti jengkol dan petai tersedia dan cukup banyak. Kedua komoditas tersebut berasal dari kota Jambi dan dari luar kota Jambi. Untuk buah jengkol dikirim dari tengkulak yang ada disekitar kota Jambi dan ketersediaannya terus ada sesuai dengan musimnya. Pengiriman buah petai pengirimannya didominasi dari Provinsi Lampung dan sekitar kota Jambi. Ketersediaan petai dari petani provinsi Jambi masih terbatas sehingga masih dikirim (supplied) dari kota atau provinsi lain.

Oleh karena itu, rantai pasar komoditas gambut khususnya buah-buahan yang ditanam di demplot penelitian di Sungai Beras memiliki peluang yang cukup besar agar dapat dipasarkan baik tingkat lokal maupun interlokal (diluar Desa Sungai Beras).

Gambar 51 Rantai pasar komoditas buah-buahan gambut mulai dari petani sampai tingkat pedagang.

VI. TANTANGAN

Riset aksi berbasis masyarakat mempunyai tantangan tersendiri. Tidaklah mudah untuk mengajak masyarakat berpartisipasi dalam kegiatan restorasi gambut yang terdegradasi. Masyarakat di Desa Sungai beras pada umumnya sudah mempunyai matapencaharian yang mapan dari hasil tanaman pinang yang ditanam di lahan gambut dengan membuat kanal-kanal sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik dengan adanya proses drainase tersebut. Namun demikian areal yang digunakan adalah areal yang telah ditetapkan oleh Pemerintah sebagai Hutan Lindung Gambut. Hal ini menjadi delimatis meningingat masyarakat sudah berada di lokasi tersebut berpuluh puluh tahun yang lalu dan sudah merasa nyaman, sedangkan penetapan hutan lindung gambut yang ditetapkan juga sebagai hutan desa baru ditetapkan pada tahun 2014.

Namun demikian atas usaha yang dilakukan oleh sebuah LSM lingkungan yaitu WARSI, masyarakat di Sungai Beras telah menyadari pentingnya pengelolaan hutan lindung dan bagaimana sebaiknya mengelola hutan lindung dilakukan. Masyarakat Desa Sungai Beras telah mengakui bahwa lahan yang telah dibuka dan ditanami berbagai komoditas tanaman, yang dominannya adalah Sawit, adalah bukan lahan miliknya, sadar bahwa lahan tersebut adalah statusnya milik negara.

Atas dasar kesadaran tersebut, maka pada saat Tim Peneliti Riset Aksi melakukan sosialisasi kegiatan dan mengajak masyarakat untuk terlibat, maka dengan mudah dapat menerima dan merelakan lahannya untuk dijadikan sebagai tempat Riset Aksi, bahkan merelakan tanaman sawitnya yang telah berumur lebih dari 10 tahun untuk ditebang dan diganti dengan tanaman kayu-kayuan yang merupakan bagian dari pengelolaan hutan lindung.

Hasil panen dari luar kota Jambi (lampung)

Hasil panen dari kota Jambi Hasil Panen Petani di

Sungai Beras

Pembeli lokal

Pasar Lokal (pasar minggu di Sungai

Beras)

Namun demikian partisipasi masyarakat dalam kegiatan restorasi lahan gambut di Desa Sungai Beras belumlah dapat dikatakan sebagai partisipasi yang aktif, karena tingkat partsipasinya masih dengan syarat jika semua kegiatan yang melibatkan masyarakat perlu ada upah kerjanya. Masyarakat belum menyadari sepenuhnya bahwa hasil tanaman yang akan dipanen nantinya yang akan menikmati adalah masyarakat itu sendiri. Hal ini merupakan tantangan tersendiri bagi peneliti untuk meyakinkan masyarakat dan tetntunya memerlukan waktu yang cukup lama.

Dari sisi tujuan pembuatan demplot yang dapat ditru oleh masyarakat, kegiatan riset aksi ini telah membuahkan hasil, hal ini terbukti dengan adanya beberapa petani yang menginginkan lahannya untuk ditanam dengan kayu-kayuan dan merelakan tanaman kelapa sawitnya untuk ditebang dan diganti dengan tanaman kayu-kayuan. Total luas lahan petani yang ingin mengkonversi menjadi tanaman kayu-kayuan mencapai 8.5 hektar dan ini dapat dijadikan perluasan riset aksi ini.

Dari sisi keberhasilan pertumbuhan tanaman, tantangan utama yang dihadapi adalah adanya hama babi dan juga pertumbuhan gulma yang sangat cepat. Oleh karena itu penyiangan harus dilakukan sesering mungkin dan pencegahan hama babi dapat dilakukan dengan pemagaran, namun Teknik ini dirasa terlalu mahal, karena itu perlu dicari cara lain yang lebih murah.

Dari hasil monitoring pertumbuhan tanaman buah-buahan dikaitkan dengan tinggi muka air gambut, tampak bahwa tanaman buah-buahan tersebut dapat tumbuh baik pada gambut dengan tinggi muka air 40 cm. Hal ini perlu dimonitor dalam waktu yang lama untuk membuktikan bahwa tanaman buah-buahan dapat tumbuh baik dan berproduksi pada tinggi muka air 40 cm. Jika hal ini terbukti, maka pengelolaan lahan gambut secara produktif deningkan meningkatkan nilai ekonomi dapat terealisasi.

VII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI

Kesimpulan

1. Pertumbuhan tinggi, diameter dan kandungan klorofil jelutung dengan Teknik applied nucleation lebih tinggi dibandingkan dengan Teknik jalur

2. Jenis tanaman buah-buahan (Petai, Nangka, Rambutan dan Jengkol) dapat tumbuh baik pada tanah gambut dengan water level sekitar 40 cm baik pola paludikultur maupun agroforestry.

3. Hama Babi menjadi kendala utama dalam restorasi lahan Gambut ex Sawit

4. Partisipasi masyarakat cukup kondusif dan mendukung kegiatan restorasi lahan gambut 5. Peluang survey pasar buah-buahan sangat tinggi guna memenuhi kebutuhan pasar.

Rekomendasi

1. Model Penelitian ini dapat diadopsi BRG untuk mengkonversi lahan sawit masyarakat menjadi Paludikultur

2. Program ini dapat dilanjutkan oleh BRG karena banyaknya minat masyarakat lain yang ingin mengkonversi kebun sawitnya menjadi tanaman paludikultur

3. Restorasi lahan gambut partisipatif yang melibatkan kelompok tani akan meningkatkan tingkat keberhasilan

VIII. DAFTAR PUSTAKA

Agus, Fahmudin dan Subiksa I.G. Made. 2008. Lahan Gambut: Potensi untuk Pertanian dan Aspek Lingkungan. Bogor : Balai Penelitian Tanah dan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian

Balasubramanian V, Morales AC, Cruz RT, Thiyagarajan TM, Nagarajan M, Babu M, Abdulrachman S, Hai LH. 2000. Adaptation of the Chlorophyll meter (SPAD) technlogy for real-time N management in rice: a review. International Rice Reasearch Notes 25(1): 4-8.

Lambers H, Chapin FS, Pons TL. 1998. Plant Physiological Ecology. Journal of Arid Environments.31:83-90.

Emerson R. 1929. Chlorophyll content and rate of photosynthesis. Physiology 15:281-284. Heldt HW. 2005. Plant Biochemistry.3rd Ed. London (GB): Elsevier Inc.

Gitelson AA, Yuri G, Mark NM. 2003. Relationship between leaf chlorophyll content and spectral reflectance and algorithms for non-destructive chlorophyll assessment in higher plant leaves. Journal Plant Physiology 160:271-282.

Tata HL, Bastoni, Sofiyuddin M, Mulyoutami E, Perdana A, Janudianto. 2015. Jelutung rawa: Teknik Budidaya dan prospek Ekonominya. Bogor: World Agroforestry Centre (ICRAF)

Welch, D.N. and M. Adnan M. N. (1989): Drainage Works on Peat in Relation to Crop Cultivation – A Review of Problems. Nat. Seminar on Soil Management for Food and Fruit Crop Production, Malaysian Soc. of Soil Science, Kuala Lumpur, Malaysia, 28-29 March 1989.

VI. TIM PENELITI

Dokumen terkait