• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

B. Kerangka Teori

5. Rasio Keuangan

a. Pengertian Rasio Keuangan

Menurut Hery (2015) rasio keuangan merupakan suatu perhitungan rasio dengan menggunakan laporan keuangan yang berfungsi sebagai alat ukur dalam menilai kondisi keuangan dan kinerja perusahaan. Rasio keuangan adalah angka yang diperoleh dari hasil perbandingan antara satu pos laporan keuangan dengan pos lainnya yang mempunyai hubungan yang relevan dan signifikan. Perbandingan dapat dilakukan antara satu pos dengan pos lainnya dalam satu laporan keuangan atau pos yang ada di antara laporan keuangan.

b. Bentuk-bentuk Rasio Keuangan

Sujarweni (2017) bentuk rasio keuangan berdasarkan sumbernya, maka rasio-rasio dapat digolongkan dalam 3 golongan, yaitu:

1) Rasio-rasio Neraca, yaitu rasio-rasio yang bersumber dari akun-akun neraca.

2) Rasio-rasio Laporan Laba-Rugi, yaitu rasio-rasio yang bersumber dari Income Statement.

3) Rasio-rasio antar Laporan, yaitu rasio-rasio yang berasal baik bersumber dari Income Statement / laporan laba-rugi.

Menurut Sujarweni (2016), bentuk-bentuk rasio keuangan berdasarkan akunnya, maka rasio-rasio keuangan dapat digolongkan sebagai berikut:

1) Rasio Liquiditas

Rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban keuangan jangka panjang pendek yang berupa hutang-hutang jangka pendek. Rasio ini ditunjukkan dari besar kecilnya aktiva lancar. Seberapa cepat (liquid) perusahaan memenuhi kinerja keuangannya, umumnya kewajiban jangka pendek (kewajiban kurang dari 1 periode / tahun). Rasio liquiditas terdiri dari: a) Current Ratio (Rasio Lancar)

b) Quick Ratio (Rasio Cepat) c) Cash Ratio (Rasio Lambat), dan

d) Working capital to total assets ratio

2) Rasio Solvabilitas / Laverage

Rasio ini digunakan mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya baik jangka pendek maupun jangka panjang, seberapa efektif perusahaan menggunakan

sumberdaya yang dimiliki, sumber daya yang dimaksud seperti piutang dan modal maupun aktiva.

a) Total Debt to Equity Ratio (Rasio Hutang terhadap Ekuitas)

b) Total Debt to Total Asset Ratio (Rasio Hutang terhadap Total Aktiva)

c) Long term debt to Equity Ratio

d) Tangible assets debt coverage, dan

e) Times interest earned ratio

3) Rasio Aktivitas

Rasio yang digunakan untuk mengukur tingkat efektifitas penggunaan aktiva atau kekayaan perusahaan, seberapa jauh aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang atau dibiayai oleh pihak luar. Pihak luar di sisni bisa berupa investor maupun bank.

a) Total assets turnover b) Receivable turnover c) Average collection periode d) Inventory turnover

e) Working capital turnover, dan

f) Average day’s inventory

Rasio ini digunakan untuk mengukur tingkat imbalan atau perolehan (keuntungan) dibanding penjualan atau aktiva, mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan memperoleh laba dalam hubungan dengan penjualan, aktiva maupun laba dan modal sendiri.

a) Gross Profit Margin (Margin Laba Kotor) b) Net Profit Margin (Margin Laba Bersih)

c) Earning Power of Total Investment (Rate of return an total assets / ROA)

d) Rate of return for the owners (Rate of Return on net worth)

e) Operating income ratio / Operating profit margin

f) Operating Ratio, dan

g) Net earning power ratio (Rate of return on investment / ROI)

Menurut Najmudin (2011), rasio keuangan menurut tujuannya dapat dibagi menjadi lima jenis klasifikasi. Pertama adalah rasio likuiditas, yaitu rasio yang mengukur kemampuan perusahaan untuk memenuhi kewajiban finansial jangka pendek. Kedua adalah rasio leverage (rasio hutang), yaitu rasio yang digunakan untuk mengukur berapa besar aktiva perusahaan dibiayai dengan hutang atau pihak luar.

Ketiga adalah rasio aktivitas, yaitu rasio yang mengukur seberapa efektif perusahaan menggunakan sumber daya yang dimiliki, atau sejauh mana efisiensi perusahaan dalam menggunakan aset untuk memperoleh penjualan. Keempat adalah rasio profitabilitas, yaitu rasio yang mengukur berapa besar kemampuan perusahaan memperoleh laba, baik dalam hubungannya dengan penjualan, aset, maupun modal sendiri. Kelima adalah rasio saham (valuation ratio), yaitu rasio yang menunjukkan bagian dari laba perusahaan, deviden, dan modal yang dibagikan pada setiap saham.

6. Teori Sinyal (Signal Theory)

Menurut Fahmi (2015) pengertian signaling theory adalah teori yang membahas tentang naik turunnya harga di pasar, sehingga akan memberikan pengaruh pada keputusan investor. Tanggapan para investor terhadap sinyal positif dan negatif adalah sangat mempengaruhi kondisi pasar, mereka akan bereaksi dengan berbagai cara dalam menaggapi sinyal tersebut, seperti memburu saham yang dijual atau melakukan tindakan dalam bentuk tidak bereaksi seperti “wait and see” atau tunggu dan lihat dulu perkembangan yang ada baru kemudian mengambil tindakan.

Menurut Brigham dalam Susilowati (2011) teori sinyal menjelaskan tentang bagaimana para investor memiliki informasi yang sama tentang prospek perusahaan sebagai manajer perusahaan ini

disebut informasi asimetris. Namun dalam kenyataannya manajer lebih sering memiliki informasi lebih baik dari investor luar. Hal ini disebut informasi asimetris, dan ini memiliki dampak penting bagi struktur modal yang optimal.

Menurut Minar dalam Susilowati (2011) signaling theory juga menjelaskan mengapa perusahaan mempunyai dorongan untuk memberikan informasi laporan keuangan pada pihak internal. Dorongan perusahaan untuk memberikan informasi tersebut adalah karena terdapat asimetri informasi antara perusahaan dan pihak investor karena perusahaan mengetahui lebih banyak mengenai perusahaan dan prospek yang akan datang dibanding pihak luar (investor, kreditor). Pada motivasi signaling manajemen melakukan kebijakan akrual yang mengarah pada presistensi laba. Motivasi

signaling mendorong manajemen menyajikan laporan laba yang dapat mencerminkan laba yang sesungguhnya.

Menurut Nico dan Nicken (2013) teori ini menyatakan bahwa laporan keuangan yang baik yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat dijadikan tanda bahwa perusahaan telah beroperasi secara baik. Menurut Sunardi dalam Nico dan Nicken (2013) informasi yang diberikan perusahaan melalui laporan keuangan dapat dijadikan sinyal bagi investor untuk mengambil keputusan dalam berinvestasi. Jika laporan tersebut memberikan nilai yang positif, maka diharapkan pasar dapat memberikan reaksi. Reaksi pasar ditunjukkan dengan

adanya perubahan volume perdagangan saham yang dikarenakan investor menggunakan informasi yang ada untuk dianalisis sehingga terjadi perubahan volume dalam perdagangan saham.

7. Earning Per Share (EPS)

Menurut Kasmir (2013) Earning Per Share (EPS) merupakan laba per lembar saham atau disebut juga rasio nilai buku, merupakan rasio untuk mengukur keberhasilan manajemen dalam mencapai keuntungan per lembar saham. Menurut Endraswati dan Novianti (2015) Earning Per Share (EPS) adalah bentuk pemberian keuntungan yang diberikan kepada para pemegang saham dari setiap lembar saham yang dimiliki.

Adapun rumus EPS menurut Fahmi (2015) adalah sebagai berikut:

Keterangan:

EPS = Earning Per Share

EAT = Earning After Tax atau pendapatan setelah pajak J (sb) = Jumlah saham yang beredar.

8. Net Profit Margin (NPM)

Menurut Hanafi dan Halim (2012), profit margin menghitung sejauh mana kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih pada tingkat penjualan tertentu. Rasio ini dilihat secara langsung pada

analisis common-size laporan rugi laba (baris pada akhir). Rasio ini bisa diinterpretasikan juga sebagai kemampuan perusahaan menekan biaya-biaya (ukuran efisien) di perusahaan pada periode tertentu. Menurut Hutami (2012) NPM menunjukkan berapa besar persentase laba bersih yang diperoleh dari setiap penjualan.

Menurut Hery (2015) Margin laba bersih atau Net Profit Margin (NPM) merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur besarnya persentase laba bersih atas penjualan bersih. Rasio ini dihitung dengan membagi laba bersih terhadap penjualan bersih. Laba bersih sendiri dihitung sebagai hasil pengurangan antara laba sebelum pajak penghasilan dengan beban pajak penghasilan. Yang dimaksud dengan laba sebelum pajak penghasilan di sini adalah laba operasional ditambah pendapatan dan keuntungan lain-lain, lalu dikurangi dengan beban dan kerugian lain-lain.

Menurut Hery (2015) berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung margin laba bersih:

9. Current Ratio (CR)

Menurut Kusumawardani (2010) CR menunjukkan tingkat keamanan kreditor jangka pendek, atau kemampuan perusahaan untuk membayar hutang-hutang tersebut. Luklukiyah (2015), Current Ratio

pendek) yaitu kemampuan untuk membayar hutang yang segera harus dipenuh dengan aktiva lancar.

Menurut Hery (2015) Current Ratio (CR) atau hutang lancar merupakan rasio yang digunakan untuk mengukur kemampuan perusahaan dalam memenuhi kewajiban jangka pendeknya yang segera jatuh tempo dengan menggunakan aset lancar yang tersedia. Dengan kata lain, rasio lancar ini menggambarkan seberapa besar jumlah ketersediaan aset lancar yang dimiliki perusahaan dibandingkan dengan total kewajiban lancar.

Menurut Hery (2015) berikut adalah rumus yang digunakan untuk menghitung rasio lancar:

Dokumen terkait