III. METODE PENELITIAN
3.3. Metode Analisis Shift Share
3.3.2. Rasio PDRB Kota Depok dan PDRB Provinsi Jawa Barat
Nilai Ra, Ri dan ri digunakan untuk mengidentifikasi perubahan PDRB dari sektor i di wilayah ke j pada tahun dasar analisis maupun tahun akhir analisis. Menghitung nilai Ra, Ri dan ri menggunakan nilai PDRB yang terjadi pada dua titik waktu, yaitu tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis.
1. Nilai Ra
Ra merupakan selisih antara total PDRB provinsi pada tahun akhir analisis dengan total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis dibagi total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis. Rumusannya adalah sebagai berikut.
Ra = Y’.. – Y.. Y.. dimana :
Ra = Rasio pendapatan nasional,
Y’.. = Total PDRB provinsi pada tahun akhir analisis, Y.. = Total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis.
2. Nilai Ri
Ri adalah selisih antara PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis dengan PDRB provinsi sektor i pada tahun dasar analisis dibagi PDRB provinsi sektor i pada tahun dasar analisis. Rumusannya adalah sebagai berikut.
Ri = Y’i. – Yi. Yi.
dimana :
Ri = Rasio pendapatan (nasional) dari sektor i,
Y’i. = PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis, Yi. = PDRB provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis.
3. Nilai ri
ri adalah selisih antara PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis dengan PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis dibagi dengan PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis. Rumusannya adalah sebagai berikut.
ri = Y’ij – Yij Yij dimana :
ri = Rasio pendapatan sektor i pada wilayah j,
Y’ij = PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis, Yij = PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis.
3.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah
Nilai komponen PR, PP, dan PPW didapat dari perhitungan nilai Ra, Ri, dan ri. Dari ketiga komponen tersebut apabila dijumlahkan akan didapatkan nilai perubahan PDRB.
1. Komponen Pertumbuhan Regional (PR)
perubahan kebijakan ekonomi regional, atau perubahan dalam hal-hal yang memengaruhi perekonomian suatu sektor dan wilayah. Bila diasumsikan bahwa tidak ada perbedaan karakteristik ekonomi antarsektor dan antarwilayah, maka adanya perubahan akan membawa dampak yang sama pada semua sektor dan wilayah. Pada kenyataannya beberapa sektor dan wilayah tumbuh lebih cepat daripada sektor dan wilayah lainnya. Komponen PR dirumuskan sebagai berikut.
PRij = (Ra) Yij (2) dimana :
PRij = Komponen pertumbuhan regional sektor i pada wilayah ke j,
Ra = Persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan regional,
Yij = PDRB kota dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis.
Bila persentase total perubahan PDRB suatu wilayah lebih besar daripada persentase komponen PR, maka pertumbuhan sektor-sektor ekonomi wilayah kota tersebut lebih besar daripada pertumbuhan sektor-sektor ekonomi wilayah diatasnya yaitu provinsi.
2. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)
Komponen Pertumbuhan Proporsional terjadi karena perbedaan sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah, perbedaan dalam kebijakan industri dan perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar. Komponen pertumbuhan proporsional dapat dirumuskan sebagai berikut.
dimana :
PPij = Komponen pertumbuhan proporsional sektor i pada wilayah ke j, Ri–Ra = Persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan oleh komponen
pertumbuhan proporsional,
Yij = PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis. Apabila PPij < 0, menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah ke j laju pertumbuhannya lambat. Sedangkan bila PPij > 0 menunjukkan bahwa sektor i pada wilayah ke j laju pertumbuhannya cepat.
3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW)
Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah timbul karena peningkatan atau penurunan PDRB atas kesempatan kerja dalam suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan ditentukan oleh akses pasar, keunggulan komparatif, dukungan kelembagaan, prasarana sosial dan ekonomi, serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut. Komponen PPW dirumuskan sebagai berikut.
PPWij = (ri-Ri) Yij (4) dimana :
PPWij = Komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i pada wilayah ke j, ri-Ri = Persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan oleh komponen
pertumbuhan pangsa wilayah,
Apabila PPWij < 0, maka sektor i pada wilayah ke j tidak dapat bersaing dengan baik bila dibandingkan dengan wilayah yang lainnya. Sedangkan bila PPWij > 0, menunjukkan bahwa wilayah ke j memiliki dayasaing yang baik untuk perkembangan sektor ke i bila dibandingkan dengan wilayah lainnya.
Berdasarkan nilai PR, PP dan PPW, maka akan didapat nilai perubahan PDRB, seperti yang dirumuskan pada persamaan (1). Perubahan PDRB juga dapat dirumuskan sebagai berikut :
∆Yij = Y’ij – Yij (5) Bila persamaan (2), (3), (4) dan (5) disubtitusikan ke persamaan (1), maka didapat :
∆Yij = PRij + PPij + PPWij
Y’ij – Yij = (Ra) Yij + (Ri-Ra) Yij + (ri-Ri) Yij dimana :
∆Yij = Perubahan PDRB sektor i pada wilayah ke j,
Yij = PDRB kota sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis, Y’ij = PDRB kota sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis,
Ra = Persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan regional,
Ri-Ra = Persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan proporsional,
ri-Ri = Persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan oleh komponen pertumbuhan pangsa wilayah.
3.3.4. Analisis Profil Pertumbuhan Wilayah dan Pergeseran Bersih
Analisis profil pertumbuhan PDRB bertujuan untuk mengidentifikasi pertumbuhan PDRB sektor ekonomi di suatu wilayah pada kurun waktu yang ditentukan dengan cara mengekspresikan persentase perubahan komponen pertumbuhan proporsional (PP.j) dengan pertumbuhan pangsa wilayah (PPW.j). data-data yang telah dianalisis akan diinterpretasikan dengan cara memplotkan persentase perubahan PP dan PPW ke dalam sumbu vertikal dan horizontal. Komponen PP diletakkan pada sumbu horizontal sebagai absis, sedangkan komponen PPW pada sumbu vertikal sebagai ordinat. Profil pertumbuhan PDRB lebih lanjut dapat digambarkan sebagai berikut.
Sumber : Budiharsono, 2001.
Gambar 3.1. Profil Pertumbuhan PDRB PPW
Kuadran I Kuadran IV
Kuadran III Kuadran II
a.) Kuadran I
Menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan yang cepat. Selain itu, sektor tersebut juga mampu bersaing dengan sektor-sektor perekonomian dari wilayah lain. Karena pertumbuhan sektor-sektor perekonomiannya tergolong dalam pertumbuhan yang cepat, maka wilayah tersebut merupakan wilayah yang progresif (maju).
b.) Kuadran II
Menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan yang cepat, tapi sektor tersebut tidak mampu bersaing dengan sektor perekonomian dari wilayah lain.
c.) Kuadran III
Menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian di suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan yang lambat dan tidak mampu bersaing dengan wilayah lain. Jadi wilayah tersebut tergolong pada wilayah yang memiliki pertumbuhan yang lambat.
d.) Kuadran IV
Menginterpretasikan bahwa sektor perekonomian pada suatu wilayah memiliki laju pertumbuhan yang lambat, tetapi sektor tersebut mampu bersaing dengan sektor perekonomian dari wilayah lain.
e.) Garis diagonal kuadran II dan IV
Garis diagonal yang membentuk sudut 45º yang memotong kuadran II dan IV, bagian atas garis diagonal menginterpretasikan bahwa suatu wilayah termasuk kedalam kelompok wilayah yang progresif, sedangkan bagian bawah garis menandakan bahwa suatu wilayah termasuk kedalam kelompok wilayah yang pertumbuhannya lambat.
Berdasarkan nilai persen PP.j dan PPW.j, maka dapat diidentifikasikan pertumbuhan suatu sektor atau suatu wilayah pada kurun waktu tertentu. Kedua komponen tersebut bila dijumlahkan akan didapat nilai pergeseran bersih (PB.j) yang mengidentifikasikan pertumbuhan suatu wilayah. PB.j dirumuskan sebagai berikut. PB.j = PP.j + PPW.j dengan, PP.j = PP1j + PP2j + PP3j + … + PPnj , PPW.j = PPW1j + PPW2j + PPW3j + … + PPWnj dimana :
PB.j = Pergeseran bersih wilayah ke j,
PP.j = Komponen pertumbuhan proporsional dari seluruh sektor untuk wilayah ke j,
PPW.j = Komponen pertumbuhan pangsa wilayah dari seluruh sektor untuk wilayah ke j.
Pada profil pertumbuhan sektor perekonomian dapat dilihat garis yang memotong kuadran II dan IV melalui sumbu yang membentuk sudut 45º. Garis
tersebut merupakan nilai PB.j = 0. Bagian atas garis tersebut menunjukkan PB.j > 0 yang mengindikasikan bahwa sektor-sektor perekonomian tersebut pertumbuhannya progresif (maju). Sebaliknya, di bawah garis 45º berarti PB.j < 0 mengindikasikan sektor-sektor perekonomian tersebut memiliki pertumbuhan yang lambat. Pergeseran bersih sektor i pada wilayah ke j dirumuskan sebagai berikut.
PBij = PPij + PPWij dimana :
PBij = Pergeseran bersih sektor i pada wilayah ke j,
PPij = Komponen pertumbuhan proporsional sektor i pada wilayah ke j, PPWij = Komponen pertumbuhan pangsa wilayah sektor i pada wilayah ke j.
Apabila PBij > 0, maka pertumbuhan sektor i pada wilayah ke j termasuk ke dalam kelompok progresif (maju). Sedangkan bila PBij < 0, maka pertumbuhan sektor i pada wilayah ke j termasuk ke dalam kelompok lambat.
Persentase perubahan PDRB, PR.j, PP.j dan PPW.j akan mengidentifikasi pemerataan suatu sektor atau suatu wilayah dalam hal pertumbuhan. Adapun rumusannya adalah sebagai berikut.
% ∆ PDRB.j = (PDRB tahun akhir – PDRB tahun dasar) x 100 % PDRB tahun dasar % PR.j = PR.j x 100 % PDRB tahun dasar % PP.j = PP.j x 100 % PDRB tahun dasar % PPW.j = PPW.j x 100 % PDRB tahun dasar
% PB.j = PP.j + PPW.j x 100 % PDRB tahun dasar
3.4. Metode Analisis Location Quotient (LQ)
Pada metode LQ, terdapat teori ekonomi basis. Dalam teori ekonomi basis, perekonomian di suatu daerah dibagi menjadi dua sektor utama, yaitu sektor basis dan nonbasis. Sektor basis adalah sektor yang mengekspor barang dan jasa ataupun tenaga kerja ke tempat-tempat di luar batas perekonomian daerah yang bersangkutan. Sektor nonbasis adalah sektor yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang bertempat tinggal di dalam batas-batas daerah itu sendiri. Sektor ini tidak mengekspor barang, jasa maupun tenaga kerja, sehingga luas lingkup produksi dan daerah pasar sektor nonbasis hanya bersifat lokal.
Pada metode analisis ini, penentuan sektor basis dan nonbasis dilakukan dengan cara menghitung perbandingan antara pendapatan (tenaga kerja) di sektor i pada daerah bawah terhadap pendapatan (tenaga kerja) total semua sektor di daerah bawah dengan pendapatan (tenaga kerja) di sektor i pada daerah atas terhadap pendapatan (tenaga kerja) semua sektor di daerah atasnya. Secara matematis, nilai LQ dapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
LQ = Sib / Sb Sia / Sa dimana :
LQ = Nilai Location Quotient
Sia = PDRB sektor i pada daerah Provinsi Jawa Barat, Sa = PDRB total semua sektor daerah Provinsi Jawa Barat.
Jika hasil perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut menghasilkan nilai LQ > 1, maka sektor i dikategorikan sebagai sektor basis. Nilai LQ yang lebih dari satu tersebut menunjukkan bahwa pangsa PDRB pada sektor i di daerah Kota Depok lebih besar dibandingkan dengan Provinsi Jawa Barat dan output pada sektor i tersebut lebih berorientasi ekspor. Sebaliknya, jika nilai LQ < 1 sektor i diklasifikasikan sebagai sektor nonbasis dan output pada sektor i tersebut lebih cenderung untuk diimpor.
3.5. Konsep dan Definisi Data
Analisis pertumbuhan sektor-sektor ekonomi dengan menggunakan analisis Shift Share dapat dipermudah dengan menggunakan software computer, yaitu program Microsoft Excel XP. Hasil perhitungan tersebut dapat dijadikan dasar untuk mengidentifikasi atau menganalisa pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kota Depok periode 2003-2007.
3.5.1. Sudut Pandang Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Dari Berbagai Perspektif
1. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB)
Data PDRB suatu daerah adalah salah satu indikator makro untuk mengetahui tingkat keberhasilan pembangunan suatu daerah dan untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam periode tertentu. Pada dasarnya PDRB merupakan jumlah nilai tambah (value added) yang dihasilkan
oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi.
PDRB disajikan atas dasar harga berlaku dan atas dasar harga konstan. Ini mengindikasikan agar perkembangan PDRB dapat ditelaah sebelum dan sesudah memperhitungkan pengaruh harga. PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu waktu tertentu sebagai tahun dasar (BPS, 2002).
Pada penelitian ini data PDRB yang dianalisis adalah PDRB atas dasar harga konstan tahun 2000 menurut lapangan usaha. Data-data PDRB yang dibutuhkan adalah PDRB Kota Depok dan PDRB Provinsi Jawa Barat periode 2003-2007, dapat dijadikan acuan untuk melihat struktur perekonomian dan sektor basis (unggulan) di Kota Depok.
Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) dapat diinterpretasikan melalui tiga pendekatan yaitu :
1. Pendekatan Produksi
PDRB adalah jumlah nilai barang dan jasa akhir (nilai tambah) yang dihasilkan oleh berbagai unit produksi di suatu daerah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Unit-unit produksi tersebut dalam penyajiannya dikelompokkan dalam sembilan sektor lapangan usaha, yaitu sektor pertanian; sektor pertambangan dan penggalian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan atau konstruksi; sektor perdagangan, hotel dan
restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa.
2. Pendekatan Pendapatan
PDRB merupakan jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor produksi yang ikut serta dalam proses produksi di suatu wilayah dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun). Balas jasa faktor produksi yang dimaksud adalah upah dan gaji, sewa tanah, bunga modal dan keuntungan, semuanya belum dipotong pajak penghasilan dan pajak langsung lainnya. Dalam pengertian PDRB, kecuali faktor pendapatan termasuk pula komponen penyusutan dan pajak langsung netto. Jumlah semua komponen pendapatan ini per sektor disebut sebagai nilai tambah bruto yang merupakan jumlah dari nilai tambah bruto sektoral. PDRB merupakan jumlah dari nilai tambah bruto seluruh sektor (lapangan usaha).
3. Pendekatan Pengeluaran
PDRB adalah semua komponen permintaan akhir seperti pengeluaran konsumen rumah tangga dan lembaga swasta yang tidak mencari keuntungan, konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap domestik bruto, perubahan stok dan ekspor netto. Ekspor netto yang dimaksud adalah ekspor netto dalam jangka waktu tertentu (biasanya satu tahun) yang jumlahnya merupakan hasil pengurangan ekspor terhadap impor.
Penghitungan PDRB atas dasar harga berlaku ini dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
a.) Metode Langsung
Pada penghitungan metode langsung ini dilakukan pendekatan produksi, pendekatan pendapatan dan pendekatan pengeluaran. Dari ketiga pendekatan tersebut akan memberikan hasil yang sama.
b.) Metode Tidak Langsung
Dalam metode ini, nilai tambah di suatu wilayah diperoleh dengan mengalokasikan nilai tambah suatu kegiatan ekonomi nasional ke dalam masing- masing kegiatan ekonomi pada tingkat regional dengan menggunakan indikator yang mempunyai pengaruh paling cepat dengan kegiatan ekonomi tersebut.
Selain itu, ada empat cara untuk menghitung nilai tambah bruto atas dasar harga konstan, yaitu :
a.) Revaluasi
Metode ini dilakukan dengan cara menilai produksi dan biaya antara masing-masing tahun dengan harga pada tahun dasar. Hasilnya merupakan output dan biaya antara atas dasar harga konstan. Selanjutnya nilai tambah bruto atas dasar harga konstan , diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara.
b.) Ekstrapolasi
Nilai tambah masing-masing tahun atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara mengalikan nilai tambah pada tahun dasar dengan indeks produksi.
Indeks produksi sebagai ekstrapolator dapat merupakan indeks dari masing- masing produksi yang dihasilkan ataupun indeks dari berbagai indikator produksi misalnya tenaga kerja, jumlah perusahaan dan lainnya yang dianggap cocok dengan jenis kegiatan yang dihitung. Ekstrapolasi dapat juga dilakukan terhadap penghitungan output atas dasar harga konstan. Kemudian dengan menggunakan rasio tetap nilai tambah terhadap output akan diperoleh perkiraan atas dasar harga konstan.
c.) Deflasi
Nilai tambah atas dasar harga konstan diperoleh dengan cara membagi nilai tambah atas dasar harga yang berlaku masing-masing tahun dengan indeks harga. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator biasanya merupakan Indeks Harga Konsumen (IHK), Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB), dan sebagainya. Indeks harga diatas dapat pula dipakai sebagai inflator dalam keadaan dimana nilai tambah atas dasar harga yang berlaku justru diperoleh dengan mengalikan nilai tambah atas dasar harga konstan dengan indeks harga tersebut.
d.) Deflasi Berganda
Dalam deflasi berganda ini, yang dideflasi adalah output dan biaya antaranya, sedangkan nilai tambah diperoleh dari selisih antara output dan biaya antara hasil deflasi tersebut. Indeks harga yang digunakan sebagai deflator untuk penghitungan output atas dasar harga konstan biasanya merupakan indeks harga
produsen atau IHPB sesuai dengan cakupan komoditinya. Sedangkan indeks harga untuk biaya antara adalah indeks harga dari komponen input terbesar.
2. Tahun Dasar Analisis dan Tahun Akhir Analisis
Tahun dasar analisis merupakan tahun dasar yang dijadikan acuan untuk menganalisis atau tahun yang dijadikan sebagai titik awal untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian. Sedangkan tahun akhir analisis merupakan tahun yang dijadikan sebagai titik akhir untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor perekonomian. Pada periode 2003-2007, tahun 2003 merupakan tahun dasar analisis dan tahun 2007 adalah tahun akhir analisis.
3. Sektor-sektor perekonomian
Sektor ekonomi adalah kesatuan dari unit-unit produksi yang dihasilkan oleh suatu wilayah tertentu. Sektor-sektor ekonomi yang ada di Kota Depok antara lain sektor : (1) pertanian, (2) pertambangan dan penggalian, (3) industri pengolahan, (4) listrik, gas dan air bersih, (5) bangunan atau konstruksi, (6) perdagangan, hotel dan restoran, (7) pengangkutan dan komunikasi, (8) keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, (9) jasa-jasa.
3.5.2. Uraian Sektoral 1. Sektor Pertanian
Sektor pertanian Kota Depok terdiri dari subsektor bahan makanan, perkebunan, peternakan dan hasil-hasilnya, kehutanan dan perikanan. Untuk lebih jelasnya subsektor-subsektor tersebut adalah sebagai berikut.
a.) Tanaman Bahan Makanan
Subsektor ini mencakup komoditi tanaman bahan makanan seperti padi, jagung, ketela pohon, ketela rambat, kacang tanah, kacang kedelai, sayur-sayuran, buah-buahan dan hasil-hasil produksi turunannya. Termasuk pula hasil-hasil pengolahan yang dilakukan secara sederhana seperti beras tumbuk, gaplek dan sagu. Data produksi sektor pertanian diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan dinas pertanian Kota Depok. Sedangkan data harga seluruhnya bersumber pada harga yang dikumpulkan BPS. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara pendekatan produksi yaitu mengalikan terlebih dahulu setiap jenis kuantum produksi dengan harganya, kemudian hasilnya dikurangi biaya antara. Biaya antara diperoleh dengan menggunakan rasio biaya antara terhadap output yang merupakan hasil Survei Khusus Pendapatan Regional (SKPR) yang dilakukan oleh BPS. Untuk nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung menggunakan metode revaluasi.
b.) Tanaman Perkebunan
Subsektor ini mencakup komoditi tanaman perkebunan yang diusahakan oleh rakyat dan perusahaan seperti komoditi karet, kelapa, kopi, teh, tebu,
tembakau, cengkeh dan sebagainya termasuk produksi turunannya. Data produksi diperoleh dari dinas pertanian sedangkan data harga berupa harga perdagangan besar dikumpulkan oleh BPS. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara pendekatan produksi yaitu mengalikan terlebih dahulu setiap jenis kuantum produksi dengan harganya, kemudian hasilnya dikurangi biaya antara. Biaya antara diperoleh dengan menggunakan rasio biaya antara terhadap output yang merupakan hasil SKPR yang dilakukan oleh BPS. Untuk nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung menggunakan metode revaluasi.
c.) Peternakan dan Hasil-Hasilnya
Subsektor ini mencakup produksi ternak besar, ternak kecil, unggas maupun hasil-hasil ternak seperti susu segar, kulit dan telur. Yang dimaksud dengan produksi peternakan adalah banyaknya ternak yang lahir dan penambahan berat ternak. Produksi peternakan dihitung berdasarkan perkiraan dengan menggunakan rumus :
Produksi = jumlah pemotongan + (populasi akhir tahun – populasi awal tahun) + (ternak keluar – ternak masuk)
Data jumlah ternak yang dipotong, populasi ternak dan keluar-masuk ternak diperoleh dari dinas pertanian, sedangkan data harga diperoleh dari BPS. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara pendekatan produksi yaitu mengalikan terlebih dahulu setiap jenis kuantum produksi dengan harganya, kemudian hasilnya dikurangi biaya antara. Biaya antara diperoleh
dengan menggunakan rasio biaya antara terhadap output yang merupakan hasil SKPR yang dilakukan oleh BPS. Untuk nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung menggunakan metode revaluasi.
d.) Kehutanan
Subsektor ini mencakup komoditi kayu pertukangan, kayu bakar, arang , rotan dan lain-lain. Data produksi dan harga diperoleh dari perum perhutani atau dari kantor wilayah kehutanan. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara pendekatan produksi yaitu mengalikan terlebih dahulu setiap jenis kuantum produksi dengan harganya, kemudian hasilnya dikurangi biaya antara. Biaya antara diperoleh dengan menggunakan rasio biaya antara terhadap output yang merupakan hasil SKPR yang dilakukan oleh BPS. Untuk nilai tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung menggunakan metode revaluasi.
e.) Perikanan
Subsektor ini mencakup kegiatan perikanan laut, perikanan darat dan pengolahan sederhana (pengeringan dan penggaraman ikan). Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku dihitung dengan menggunakan metode langsung yaitu output dikurangi biaya antara. Nilai ouput perikanan diperoleh dari dinas pertanian, sedangkan biaya antara diperoleh dari hasil perkalian biaya antara terhadap outputnya. Besarnya rasio biaya antara diperoleh dari SKPR. Nilai
tambah bruto atas dasar harga konstan 2000 dihitung menggunakan metode revaluasi.
2. Sektor Pertambangan dan Penggalian
Sektor ini mencakup kegiatan-kegiatan penggalian, pengeboran, pengambilan dan pemanfaatan segala macam barang seperti benda non biologis, barang-barang tambang, mineral dan barang galian yang tersedia di alam, baik yang berupa benda padat maupun benda gas.
a.) Pertambangan
Subsektor ini mencakup komoditi minyak mentah, gas bumi, batu bara, biji emas dan perak. Data produksi dan harga diperoleh dari BPS. Nilai tambah bruto atas dasar harga berlaku diperoleh dengan cara pendekatan produksi yaitu