ANALISIS PEREKONOMIAN KOTA DEPOK
PERIODE 2003-2007
(ANALISIS
SHIFT SHARE
DAN LQ)OLEH
RININTA PUTRI PURWANTINA H14053762
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
RINGKASAN
RININTA PUTRI PURWANTINA, Analisis Perekonomian Kota Depok Periode 2003-2007 (Analisis Shift Share dan LQ) (dibimbing oleh MUHAMMAD FINDI ALEXANDI).
Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan dengan tujuan akhir meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Indikator keberhasilan pembangunan suatu wilayah dapat dilihat dengan mengukur tingkat perubahan sektor-sektor ekonomi wilayah tersebut melalui Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) masing-masing wilayah. Perkembangan pembangunan perekonomian daerah tergantung dari kondisi dan potensi sumberdaya yang dimiliki masing-masing daerah. Pembangunan daerah lebih memprioritaskan kepada pembangunan dan penguatan sektor-sektor di bidang ekonomi dengan mengembangkan, meningkatkan dan mendayagunakan sumberdaya yang ada secara optimal dengan tetap memerhatikan kesinergisan pembangunan antar sektor-sektor perekonomian.
Kota Depok sebagai salah satu kota satelit atau daerah penyangga Kota DKI Jakarta yang memiliki lokasi strategis, berada diantara dua kota besar yaitu Kota DKI Jakarta dan Kabupaten Bogor. Hal ini memberikan dampak positif terhadap perekonomian Kota Depok, terutama tercermin dari semakin maraknya perkembangan dan pembangunan infrastruktur serta fasilitas-fasilitas jasa sesuai dengan fungsi Kota Depok yang dikembangkan sebagai pusat pemukiman, pendidikan, perdagangan dan jasa. Adanya optimisme pemerintah daerah Kota Depok terhadap kemajuan pembangunan daerah akibat otonomi daerah serta cukup besarnya laju pertumbuhan PDRB Kota Depok, mengilhami peneliti untuk melakukan penelitian mengenai perekonomian di Kota Depok.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kontribusi, laju pertumbuhan, dayasaing, profil pertumbuhan dan pergeseran bersih sektor-sektor perekonomian Kota Depok serta mengidentifikasi sektor unggulan Kota Depok periode 2003-2007. Dilengkapi dengan analisis regulasi-regulasi yang diterapkan pemerintah Kota Depok terhadap sektor-sektor perekonomian untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kota Depok.
Pada penelitian ini, untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor ekonomi digunakan analisis Shift Share dan untuk mengidentifikasi sektor-sektor unggulan digunakan analisis Location Quotient (LQ). Data yang digunakan adalah data sekunder berupa nilai PDRB Kota Depok dan PDRB Provinsi Jawa Barat menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 periode 2003-2007.
perdagangan, hotel dan restoran sebesar 37,64 persen. Sedangkan sektor yang memiliki laju pertumbuhan yang terendah adalah sektor pertambangan dan penggalian (karena ketidaktersediaan data) dan sektor pertanian sebesar 5,24 persen. Dayasaing sektor-sektor perekonomian Kota Depok pada umumnya masih kurang baik jika dibandingkan dengan sektor-sektor perekonomian di wilayah lain di Provinsi Jawa Barat, kecuali sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sektor unggulan Kota Depok adalah sektor listrik, gas dan air minum; sektor bangunan atau konstruksi; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Kelompok sektor progresif Kota Depok terdiri atas sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Regulasi yang diterapkan Pemerintah Kota Depok pada tiap sektor perekonomian mendukung pelaksanaan pembangunan Kota Depok ke arah perekonomian modern yang lebih fokus pada sektor tersier dengan dukungan sektor sekunder.
ANALISIS PEREKONOMIAN KOTA DEPOK
PERIODE 2003-2007
(ANALISIS
SHIFT SHARE
DAN LQ)
Oleh
RININTA PUTRI PURWANTINA H14053762
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Rininta Putri Purwantina
Nomor Registrasi Pokok : H14053762
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Perekonomian Kota Depok Periode
2003-2007 (Analisis Shift Share dan LQ)
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Muhammad Findi Alexandi, M.E. NIP.19730124 200710 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, 7 Agustus 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Rininta Putri Purwantina lahir pada tanggal 3 Januari
1987 di Jakarta, ibukota Provinsi DKI Jakarta. Penulis anak kedua dari tiga
bersaudara, dari pasangan Suherman dan Purwati. Jenjang pendidikan penulis
dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDI. PB.
Sudirman I Jakarta, kemudian melanjutkan ke SLTP. PB. Sudirman Plus Jakarta
dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMAN 39
Jakarta dan lulus pada tahun 2005.
Pada tahun 2005 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan
studi ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan
penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan
pola pikir, sehingga menjadi sumberdaya yang berguna bagi keluarga, agama,
masyarakat dan negara. Penulis masuk IPB melalui jalur SPMB dan diterima
sebagai mahasiswi Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada
Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif di
beberapa organisasi seperti SES-C (Sharia Economy Student Club), HIPOTESA (Himpunan Profesi Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan), dan banyak
berpartisipasi dalam berbagai jenis kepanitiaan lainnya seperti GENUS (Gebyar
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul
skripsi ini adalah “Analisis Perekonomian Kota Depok Periode 2003-2007
(Analisis Shift Share dan LQ)”. Kajian tentang Perekonomian Kota Depok
sangat menarik untuk diangkat terkait dengan pesatnya perkembangan ekonomi
yang terjadi di Kota Depok serta berbagai fenomena menarik yang menyertainya
belakangan ini.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1)Dr. Muhammad Findi Alexandi, M.E. selaku dosen pembimbing skripsi yang
dengan sabar membimbing penulis baik secara teknis maupun psikologis
selama proses penyusunan skripsi sehingga dapat memotivasi penulis
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2)Ibu Wiwiek Rindayanti, M.Si. selaku dosen penguji utama dan Bapak Alla
Asmara, M.Si. selaku dosen penguji dari Komisi Pendidikan atas saran dan
kritiknya yang membuat skripsi ini menjadi lebih baik.
3)Orangtua tercinta, Ayahanda Suherman dan Ibunda Purwati, kakak dan adik
tersayang atas doa dan motivasi yang membuat penulis tetap bersemangat
dalam menyelesaikan skripsi ini.
4)Teman-teman satu bimbingan: Ethy, Dewinta, dan Diana atas motivasi, doa,
kebersamaan dan kesediaannya dalam membantu penulis.
5)Merlynda Dewi (Nenech), Khairani Putri (Miehput), Tia Rahmina (Tia), Katrin
Nada (Nada), Lina Sulistiawati (Lina), Mamieh, Maryam, Icha Septi, Rina,
Tanjung, Echa, Wina, Secha, Vivi, Dhamar, Elby, Lesty, Uci, Fitri, Tias Arum,
yang telah banyak membantu penulis.
6)Teman-teman Raciz’s : Tezza, Rara, Yulia, Citra, Aulia dan Tessa atas waktu,
7)Semua teman-teman seperjuangan IE’42 yang namanya tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, namun penulis mengucapkan banyak terima kasih atas
doa, dukungan dan motivasi yang telah diberikan selama ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, 7 Agustus 2009
ANALISIS PEREKONOMIAN KOTA DEPOK
PERIODE 2003-2007
(ANALISIS
SHIFT SHARE
DAN LQ)OLEH
RININTA PUTRI PURWANTINA H14053762
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
RINGKASAN
RININTA PUTRI PURWANTINA, Analisis Perekonomian Kota Depok Periode 2003-2007 (Analisis Shift Share dan LQ) (dibimbing oleh MUHAMMAD FINDI ALEXANDI).
Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan dengan tujuan akhir meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Indikator keberhasilan pembangunan suatu wilayah dapat dilihat dengan mengukur tingkat perubahan sektor-sektor ekonomi wilayah tersebut melalui Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) masing-masing wilayah. Perkembangan pembangunan perekonomian daerah tergantung dari kondisi dan potensi sumberdaya yang dimiliki masing-masing daerah. Pembangunan daerah lebih memprioritaskan kepada pembangunan dan penguatan sektor-sektor di bidang ekonomi dengan mengembangkan, meningkatkan dan mendayagunakan sumberdaya yang ada secara optimal dengan tetap memerhatikan kesinergisan pembangunan antar sektor-sektor perekonomian.
Kota Depok sebagai salah satu kota satelit atau daerah penyangga Kota DKI Jakarta yang memiliki lokasi strategis, berada diantara dua kota besar yaitu Kota DKI Jakarta dan Kabupaten Bogor. Hal ini memberikan dampak positif terhadap perekonomian Kota Depok, terutama tercermin dari semakin maraknya perkembangan dan pembangunan infrastruktur serta fasilitas-fasilitas jasa sesuai dengan fungsi Kota Depok yang dikembangkan sebagai pusat pemukiman, pendidikan, perdagangan dan jasa. Adanya optimisme pemerintah daerah Kota Depok terhadap kemajuan pembangunan daerah akibat otonomi daerah serta cukup besarnya laju pertumbuhan PDRB Kota Depok, mengilhami peneliti untuk melakukan penelitian mengenai perekonomian di Kota Depok.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis kontribusi, laju pertumbuhan, dayasaing, profil pertumbuhan dan pergeseran bersih sektor-sektor perekonomian Kota Depok serta mengidentifikasi sektor unggulan Kota Depok periode 2003-2007. Dilengkapi dengan analisis regulasi-regulasi yang diterapkan pemerintah Kota Depok terhadap sektor-sektor perekonomian untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kota Depok.
Pada penelitian ini, untuk melihat pertumbuhan sektor-sektor ekonomi digunakan analisis Shift Share dan untuk mengidentifikasi sektor-sektor unggulan digunakan analisis Location Quotient (LQ). Data yang digunakan adalah data sekunder berupa nilai PDRB Kota Depok dan PDRB Provinsi Jawa Barat menurut lapangan usaha atas dasar harga konstan 2000 periode 2003-2007.
perdagangan, hotel dan restoran sebesar 37,64 persen. Sedangkan sektor yang memiliki laju pertumbuhan yang terendah adalah sektor pertambangan dan penggalian (karena ketidaktersediaan data) dan sektor pertanian sebesar 5,24 persen. Dayasaing sektor-sektor perekonomian Kota Depok pada umumnya masih kurang baik jika dibandingkan dengan sektor-sektor perekonomian di wilayah lain di Provinsi Jawa Barat, kecuali sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sektor unggulan Kota Depok adalah sektor listrik, gas dan air minum; sektor bangunan atau konstruksi; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan dan sektor jasa-jasa. Kelompok sektor progresif Kota Depok terdiri atas sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Regulasi yang diterapkan Pemerintah Kota Depok pada tiap sektor perekonomian mendukung pelaksanaan pembangunan Kota Depok ke arah perekonomian modern yang lebih fokus pada sektor tersier dengan dukungan sektor sekunder.
ANALISIS PEREKONOMIAN KOTA DEPOK
PERIODE 2003-2007
(ANALISIS
SHIFT SHARE
DAN LQ)
Oleh
RININTA PUTRI PURWANTINA H14053762
Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Rininta Putri Purwantina
Nomor Registrasi Pokok : H14053762
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Perekonomian Kota Depok Periode
2003-2007 (Analisis Shift Share dan LQ)
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Muhammad Findi Alexandi, M.E. NIP.19730124 200710 1 001
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, 7 Agustus 2009
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Rininta Putri Purwantina lahir pada tanggal 3 Januari
1987 di Jakarta, ibukota Provinsi DKI Jakarta. Penulis anak kedua dari tiga
bersaudara, dari pasangan Suherman dan Purwati. Jenjang pendidikan penulis
dilalui tanpa hambatan, penulis menamatkan sekolah dasar pada SDI. PB.
Sudirman I Jakarta, kemudian melanjutkan ke SLTP. PB. Sudirman Plus Jakarta
dan lulus pada tahun 2002. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMAN 39
Jakarta dan lulus pada tahun 2005.
Pada tahun 2005 penulis meninggalkan kota tercinta untuk melanjutkan
studi ke jenjang yang lebih tinggi. Institut Pertanian Bogor (IPB) menjadi pilihan
penulis dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan
pola pikir, sehingga menjadi sumberdaya yang berguna bagi keluarga, agama,
masyarakat dan negara. Penulis masuk IPB melalui jalur SPMB dan diterima
sebagai mahasiswi Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada
Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswi, penulis aktif di
beberapa organisasi seperti SES-C (Sharia Economy Student Club), HIPOTESA (Himpunan Profesi Peminat Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan), dan banyak
berpartisipasi dalam berbagai jenis kepanitiaan lainnya seperti GENUS (Gebyar
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul
skripsi ini adalah “Analisis Perekonomian Kota Depok Periode 2003-2007
(Analisis Shift Share dan LQ)”. Kajian tentang Perekonomian Kota Depok
sangat menarik untuk diangkat terkait dengan pesatnya perkembangan ekonomi
yang terjadi di Kota Depok serta berbagai fenomena menarik yang menyertainya
belakangan ini.
Penulis juga ingin mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya
kepada :
1)Dr. Muhammad Findi Alexandi, M.E. selaku dosen pembimbing skripsi yang
dengan sabar membimbing penulis baik secara teknis maupun psikologis
selama proses penyusunan skripsi sehingga dapat memotivasi penulis
menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
2)Ibu Wiwiek Rindayanti, M.Si. selaku dosen penguji utama dan Bapak Alla
Asmara, M.Si. selaku dosen penguji dari Komisi Pendidikan atas saran dan
kritiknya yang membuat skripsi ini menjadi lebih baik.
3)Orangtua tercinta, Ayahanda Suherman dan Ibunda Purwati, kakak dan adik
tersayang atas doa dan motivasi yang membuat penulis tetap bersemangat
dalam menyelesaikan skripsi ini.
4)Teman-teman satu bimbingan: Ethy, Dewinta, dan Diana atas motivasi, doa,
kebersamaan dan kesediaannya dalam membantu penulis.
5)Merlynda Dewi (Nenech), Khairani Putri (Miehput), Tia Rahmina (Tia), Katrin
Nada (Nada), Lina Sulistiawati (Lina), Mamieh, Maryam, Icha Septi, Rina,
Tanjung, Echa, Wina, Secha, Vivi, Dhamar, Elby, Lesty, Uci, Fitri, Tias Arum,
yang telah banyak membantu penulis.
6)Teman-teman Raciz’s : Tezza, Rara, Yulia, Citra, Aulia dan Tessa atas waktu,
7)Semua teman-teman seperjuangan IE’42 yang namanya tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu, namun penulis mengucapkan banyak terima kasih atas
doa, dukungan dan motivasi yang telah diberikan selama ini.
Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, 7 Agustus 2009
DAFTAR ISI
2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi ... 9
2.2. Konsep Perencanaan dan Pembangunan Wilayah ... 13
2.3. Konsep Wilayah ... 15
2.4. Analisis Shift Share ... 20
2.4.1. Kegunaan Analisis Shift Share ... 20
2.4.2. Komponen Pertumbuhan Wilayah ... 21
2.4.3. Kelemahan Analisis Shift Share ... 23
2.5 Pengertian Sektor Unggulan ... 24
2.6. Penelitian Terdahulu ... 25
3.3.1. Analisis PDRB Kota Depok dan PDRB Provinsi Jawa Barat .. 31
3.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah ... 34
3.3.4. Analisis Profil Pertumbuhan Wilayah dan Pergeseran Bersih . 38
3.4. Metode Analisis Location Quotient (LQ) ... 42 3.5. Konsep dan Definisi Data ... 44
3.5.1. Sudut Pandang PDRB dari Berbagai Perspektif ... 44
3.5.2. Uraian Sektoral ... 49
IV. GAMBARAN UMUM ... 66
4.1. Letak Geografis ... 66
4.2. Wilayah Administratif ... 67
4.3. Jumlah dan Pertumbuhan Penduduk ... 67
4.4. Pendidikan ... 70
4.5. Ketenagakerjaan ... 71
V. PEMBAHASAN ... 73
5.1. Analisis Perubahan PDRB Kota Depok dan Provinsi Jawa Barat
Periode 2003-2007 ... 73
5.2. Rasio PDRB Kota Depok dan Provinsi Jawa Barat
Periode 2003-2007 ... 77
5.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah Kota Depok
Periode 2003-2007 ... 79
5.4. Profil Pertumbuhan dan Pergeseran Bersih Sektor-Sektor
Perekonomian Kota Depok Periode 2003-2007 ... 83
5.5. Sektor Unggulan Kota Depok Periode 2003-2007 ... 86
5.6. Sektor Nonunggulan Kota Depok Periode 2003-2007 ... 89
5.7. Implikasi Kebijakan Sektor-Sektor Perekonomian Kota Depok ... 90
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ... 105
6.1. Kesimpulan ... 105
6.2. Saran ... 106
DAFTAR PUSTAKA ... 108
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1.1. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk
di Kota Depok Periode 2003-2008 ... 3
1.2. PDRB Kota Depok Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan
Harga Konstan 2000 Periode 2003-2007 ... 5
4.1. Kecamatan di Kota Depok Tahun 2008 ... 67
4.2. Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Laju Pertumbuhan Penduduk di Kota Depok Periode 2003-2007 ... 68
4.3. Penduduk Menurut Jenis Kelamin dan Kelompok Umur
di Kota Depok Tahun 2007 ... 69
4.4. Persentase Penduduk 10 Tahun Keatas Menurut Jenis Kelamin dan Ijazah Tertinggi yang Dimiliki Penduduk Kota Depok
Periode 2003-2007 ... 71
4.5. Persentase Penduduk Usia Kerja (15 Tahun Keatas) Menurut
Kegiatan Utama di Kota Depok Periode 2003-2007 ... 72
5.1. Perubahan PDRB Kota Depok Menurut Lapangan Usaha
Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2003 dan 2007 ... 73
5.2. Perubahan PDRB Provinsi Jawa Barat Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2003 dan 2007 ... 75
5.3. Rasio PDRB Kota Depok dan PDRB Provinsi jawa Barat Periode 2003-2007 (Nilai Ra, Ri dan ri) ... 77
5.4. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Kota Depok Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Regional (PR),
Periode 2003-2007 ... 79
5.5. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Kota Depok Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP),
Periode 2003-2007 ... 81
5.6. Analisis Shift Share Menurut Sektor Perekonomian di Kota Depok Berdasarkan Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW), Periode 2003-2007 ... 82
5.7. Pergeseran Bersih Kota Depok Periode 2003-2007 ... 85
5.9. Target dan Realisasi Pajak Penghasilan Daerah Kota Depok
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
2.1. Model Analisis Shift Share ... 23 2.2. Kerangka Pemikiran ... 29
3.1. Profil Pertumbuhan PDRB ... 39
5.1. Profil Pertumbuhan Sektor Perekonomian Kota Depok
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. PDRB Provinsi Jawa Barat Tahun 2003-2007 Menurut
Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000 ... 111
2. PDRB Kota Depok Tahun 2003-2007 Menurut
Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000 ... 113
3. Rasio PDRB Kota Depok dan PDRB Provinsi Jawa Barat
(Ra, Ri dan ri) ... 115
4. Perhitungan Rasio PDRB Kota Depok dan PDRB Provinsi Jawa Barat (Ra, Ri dan ri) ... 116
5. Komponen Pertumbuhan Regional (PR) dan Perhitungannya ... 119
6. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) dan Perhitungannya ... 120
7. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) dan perhitungannya 121
8. Komponen Pergeseran Bersih (PB) dan Pergeserannya ... 122
9. Nilai Location Quotient Tahun 2007 dan perhitungannya
(Dalam Juta Rupiah) ... 123
10. Jumlah Angkutan Kota Menurut Trayek di Kota Depok Tahun 2008 ... 124
11. Jumlah Penumpang Kereta Api Menurut Stasiun Kereta Api di Kota Depok Tahun 2008 ... 125
12. Jumlah Karcis Kereta Api Menurut Stasiun Kereta di Kota Depok
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan merupakan proses yang berkesinambungan dengan tujuan
akhir meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Strategi pembangunan harus
ditekankan pada bidang pembangunan sektor produksi maupun infrastruktur untuk
memacu pertumbuhan ekonomi serta peningkatan kualitas sumberdaya manusia.
Indikator keberhasilan pembangunan suatu wilayah dapat dilihat dengan
mengukur tingkat perubahan sektor-sektor ekonomi wilayah tersebut melalui
Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) masing-masing wilayah.
Pertumbuhan ekonomi merupakan proses bagaimana suatu perekonomian
berkembang atau berubah dari waktu ke waktu. Proses perkembangan tersebut
terjadi dalam jangka waktu yang cukup lama, dimana dapat terjadi penurunan atau
kenaikan perekonomian, namun secara umum menunjukkan kecenderungan untuk
meningkatkan perekonomian wilayah.
Perkembangan pembangunan perekonomian daerah tergantung dari
kondisi dan potensi sumberdaya yang dimiliki masing-masing daerah.
Pembangunan daerah lebih memprioritaskan kepada membangun dan memperkuat
sektor-sektor di bidang ekonomi dengan mengembangkan, meningkatkan dan
mendayagunakan sumberdaya yang ada secara optimal dengan tetap
memerhatikan kesinergisan antar sektor-sektor perekonomian.
Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang
disebabkan karena Provinsi Jawa Barat memiliki sumberdaya alam yang beragam
seperti sumberdaya air, lahan dan sumberdaya pendukung yang meliputi
infrastruktur wilayah yang memadai dan sumberdaya manusia yang meliputi
kesediaan tenaga kerja yang melimpah dan berkualitas. Provinsi Jawa Barat juga
memiliki posisi geografis yang strategis berdekatan dengan Provinsi DKI Jakarta
sebagai ibukota negara, pusat industri dan pusat perdagangan sehingga
memungkinkan terjadinya pengembangan dan pertumbuhan ekonomi yang relatif
lebih cepat dibandingkan daerah lainnya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah bersama atribut-atribut lainnya yang telah direvisi menjadi
UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan Undang-Undang No.
25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan
Daerah yang telah direvisi menjadi UU No. 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan
Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah, pelaksanaan otonomi
daerah sebagai bentuk pelimpahan kekuasaan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah merupakan suatu upaya agar permasalahan yang timbul pada
suatu daerah dapat segera ditanggulangi oleh pemerintah daerahnya sendiri
dengan menggunakan segala potensi dan keragaman yang dimiliki daerah
tersebut.
Banyak daerah di Provinsi Jawa Barat yang menunjukkan pertumbuhan
ekonomi yang cukup pesat, salah satunya adalah Kota Depok. Kota Depok
sebagai salah satu kota satelit Kota DKI Jakarta yang memiliki lokasi strategis,
ini memberikan dampak positif terhadap perekonomian Kota Depok, terutama
tercermin dari semakin maraknya perkembangan dan pembangunan infrastruktur
serta fasilitas-fasilitas jasa seperti perdagangan, perbankan, jasa-jasa dan
sebagainya sesuai dengan fungsi Kota Depok yang dikembangkan sebagai pusat
pemukiman, pendidikan, perdagangan dan jasa.
Kota Depok sebagai wilayah termuda di Provinsi Jawa Barat dengan luas
wilayah sekitar 200,29 km², terbentuk pada tahun 1999 berdasarkan UU Nomor
15 Tahun 1999 tentang Pembentukan Kotamadya Daerah Tingkat II Depok dan
Kotamadya Daerah Tingkat II Cilegon. Sebagai daerah penyangga Kota DKI
Jakarta, Kota Depok mendapatkan tekanan migrasi penduduk yang cukup tinggi
sebagai akibat dari meningkatnya jumlah kawasan permukiman, pendidikan,
perdagangan dan jasa. Arus migrasi dan kelahiran yang tinggi mendorong laju
pertumbuhan dan kepadatan penduduk Kota Depok.
Tabel 1.1. Jumlah Penduduk, Luas Wilayah dan Kepadatan Penduduk di Kota
Sumber : BPS dan Bappeda Kota Depok, 2000-2008.
sebesar 4.699 jiwa per Km2 yang kemudian mengalami pertumbuhan yang cukup signifikan hingga mampu mencapai angka 6.014 jiwa per Km2 pada tahun 2001. Setiap tahunnya selalu mengalami peningkatan dan pada akhirnya mampu
mencapai 7.092 jiwa per Km2 pada tahun 2006, meningkat menjadi 7.339 jiwa per Km2 pada tahun 2007 dan 7.507 jiwa per Km2 pada tahun 2008.
Peningkatan Pendapatan Domestik Regional Bruto (PDRB) Kota Depok
dapat menjadi indikator pesatnya pertumbuhan ekonomi Kota Depok dari tahun
ke tahun. PDRB adalah total nilai barang dan jasa yang diproduksi dalam waktu
tertentu (satu tahun) di wilayah regional tertentu, dalam kasus ini adalah Kota
Depok. Perkembangan dan pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kota Depok
baik dari segi perubahan besarnya distribusi maupun kontribusi tiap sektor dapat
terlihat dengan jelas dalam PDRB Kota Depok (rincian per subsektor seperti pada
Tabel 1.2. PDRB Kota Depok Menurut Lapangan Usaha Berdasarkan Harga Konstan 2000 Periode 2003-2007 (Dalam Juta Rupiah)
Sektor 2003 2004 2005 2006 2007
pengolahan memiliki kontribusi terbesar terhadap PDRB yaitu sebesar 40,10
persen pada tahun 2003 dan mengalami peningkatan menjadi 40,39 persen pada
tahun 2007. Adapun beberapa sektor yang memiliki kontribusi yang cukup
rendah, persentase distribusi sektor berada dibawah lima persen yaitu sektor
listrik, gas dan air bersih; sektor pertanian dan sektor keuangan, persewaan dan
jasa perusahaan.
Adanya optimisme pemerintah daerah Kota Depok terhadap kemajuan
pertumbuhan PDRB Kota Depok, mengilhami peneliti untuk melakukan
penelitian mengenai perekonomian dan sektor unggulan di Kota Depok.
1.2. Perumusan Masalah
Dalam penelitian yang akan penulis lakukan, terdapat beberapa
permasalahan yang akan penulis bahas dalam skripsi ini. Adapun permasalahan
yang akan diangkat adalah sebagai berikut.
1. Bagaimana kontribusi dan laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kota
Depok periode 2003-2007 ?
2. Bagaimana dayasaing sektor-sektor perekonomian Kota Depok periode
2003-2007 ?
3. Bagaimana profil pertumbuhan dan pergeseran bersih sektor-sektor
perekonomian Kota Depok periode 2003-2007 ?
4. Sektor-sektor apa saja yang menjadi sektor unggulan di Kota Depok periode
2003-2007 ?
5. Regulasi apa saja yang diterapkan Pemerintah Kota Depok terhadap
sektor-sektor perekonomian untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Kota
Depok ?
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Menganalisis kontribusi dan laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian
2. Menganalisis dayasaing sektor-sektor perekonomian Kota Depok periode
2003-2007.
3. Menganalisis profil pertumbuhan dan pergeseran bersih sektor-sektor
perekonomian Kota Depok periode 2003-2007.
4. Mengidentifikasi sektor unggulan di Kota Depok periode 2003-2007.
5. Menganalisis regulasi-regulasi yang diterapkan Pemerintah Kota Depok
terhadap sektor-sektor perekonomian untuk meningkatkan pertumbuhan
ekonomi di Kota Depok.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Bagi Pemerintah Kota Depok, diharapkan dapat lebih memerhatikan sektor
perekonomian yang benar-benar mendukung dan menjadikan perekonomian
Kota Depok menjadi unggul.
2. Bagi para Akademisi, diharapkan dapat menjadi salah satu referensi bagi
penelitian-penelitian selanjutnya yang lebih mendalam mengenai Kota Depok.
3. Bagi Masyarakat Umum, penelitian ini diharapkan dapat memberikan
pengetahuan umum tentang Kota Depok.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup dalam penelitian ini terbatas pada :
1. Kontribusi dan laju pertumbuhan sektor-sektor perekonomian Kota Depok
2. Dayasaing sektor-sektor perekonomian Kota Depok periode 2003-2007.
3. Profil pertumbuhan dan pergeseran bersih sektor-sektor perekonomian Kota
Depok periode 2003-2007.
4. Sektor-sektor unggulan Kota Depok periode 2003-2007.
5. Regulasi yang diterapkan pemerintah daerah terhadap sektor-sektor
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Konsep Pertumbuhan Ekonomi
Menurut Smith, bahwa perkembangan penduduk akan mendorong
pembangunan ekonomi. Penduduk yang bertambah akan memperluas pasar dan
perluasan pasar akan mempertinggi tingkat spesialisasi dalam perekonomian suatu
wilayah. Sebagai akibat dari adanya spesialisasi yang terjadi, maka tingkat
kegiatan ekonomi akan bertambah tinggi. Perkembangan spesialisasi dan
pembagian pekerjaan diantara tenaga kerja yang ada akan mempercepat proses
pembangunan ekonomi, karena spesialisasi akan mempertinggi tingkat
produktivitas tenaga kerja dan mendorong perkembangan teknologi.
Menurut konsep pola kutub pertumbuhan (growth pole), fakta dasar dari perkembangan spasial adalah (Glasson, 1974) :
1. Pertumbuhan tidak terjadi di sembarang tempat dan juga tidak terjadi secara
serentak.
2. Pertumbuhan terjadi pada titik-titik atau kutub perkembangan, dengan
intensitas yang berubah-ubah.
3. Perkembangan itu menyebar sepanjang saluran-saluran yang beraneka ragam
dan dengan efek yang beranekaragam terhadap keseluruhan perekonomian.
Dalam pola ini, daerah dianggap terdiri dari suatu pusat pertumbuhan
daerah sekitarnya. Dalam hierarki wilayah, Kota Depok sebagai wilayah inti
berfungsi sebagai pusat pertumbuhan bagi daerah-daerah di sekitarnya. Intensitas
kekuatan-kekuatan terhadap semua bidang perekonomian sehingga menimbulkan
efek yang beranekaragam terhadap semua bidang tersebut. Melalui berbagai
proses sosial dan ekonomi, investasi di berbagai sektor akan meningkat dan akan
mendorong pertumbuhan wilayah. Dengan demikian, adanya pertumbuhan di
wilayah inti sebagai kutub yang berkekuatan memencar dan menarik pada
gilirannya akan mendorong pertumbuhan wilayah sekitar, pengaruh ini merupakan
“spread effect” yang merupakan proses berkebalikan. Namun masih terdapat keraguan yang cukup besar mengenai kekuatan relatif dari “spread effect” dibandingkan dengan “backwash effect”.
Sebagai gambaran, jika suatu usaha di pusat pertumbuhan dapat
berkembang dengan baik, maka keadaan ini akan memberikan manfaat kepada
daerah di sekitarnya karena mekanisme pasar lebih berperan sebagai penghubung,
dan keadaan ini harus ditunjang oleh pengadaan infrastruktur yang
berkesinambungan. Pada gilirannya kesempatan kerja akan meningkat dan akan
mendorong terciptanya peluang-peluang lainnya, selain menarik kelebihan tenaga
kerja dari desa sekitarnya.
Menurut W.W.Rostow, dapat dikatakan bahwa sejarah perkembangan
ekonomi itu melalui beberapa tingkat yaitu :
1. Masyarakat Tradisional
Fase ini ditandai dengan adanya fungsi produksi yang terbatas. Namun,
dalam kenyataan yang sebenarnya perubahan-perubahan ekonomi selalu ada.
Ini dapat dilihat dari adanya perubahan didalam perdagangan dan tingkat
dalam hasil industri (pabrik), jumlah penduduk dan pendapatan riil.
Perkembangan ini dibatasi oleh tingkat teknologi. Masyarakat pada fase ini
tidak kekurangan akan penemuan-penemuan dan inovasi, tetapi belum ada
pengertian sistematis terhadap alam sekitarnya yang dapat mendorong
perkembangan lebih lanjut. Pengertian masyarakat pada fase ini terhadap
perkembangan masa depan masih kurang.
Tingkat produksi yang dapat dicapai masih terbatas, karena ilmu
pengetahuan dan teknologi modern belum ada atau belum digunakan secara
sistematis, sehingga dengan terbatasnya produktivitas maka sebagian besar
sumber tenaga kerja berada di sektor pertanian. Hubungan keluarga masih erat
dan berpengaruh besar dalam organisasi-organisasi sosial. Kekuasaan dipegang
oleh mereka yang mempunyai tanah yang luas.
2. Masyarakat Prasyarat untuk Lepas Landas (precondition for take-off)
Merupakan fase yang diperlukan agar perkembangan ekonomi dapat lepas
landas (take off). Proses seluruhnya diperbaiki dengan adanya perluasan pasar dan koloni. Faktor-faktor nonekonomi juga tidak dapat diabaikan peranannya
dalam perkembangan ekonomi. Terdapat dua keadaan yang saling
memengaruhi satu sama lain yaitu : (1) pertumbuhan perlahan-lahan (evolusi)
dalam ilmu pengetahuan modern, (2) banyaknya inovasi yang dilakukan
bersama-sama dengan penemuan daerah-daerah baru dalam sektor-sektor yang
cukup penting, perluasan pasar untuk memajukan perdagangan dan
ketergantungan satu daerah dengan daerah lainnya dan adanya perluasan
lembaga-lembaga keuangan.
Masyarakat yang memasuki fase ini ditandai dengan tiga perubahan
radikal. Pertama, adanya pembangunan fasilitas prasarana umum terutama
dibidang transportasi. Kedua, revolusi teknik di bidang pertanian yang ditandai
dengan kenaikan produksi menggunakan teknik baru serta banyaknya
urbanisasi. Ketiga, perluasan impor yang dibiayai oleh perdagangan komoditi
sumber-sumber alam yang ada.
Secara positif dikatakan apabila pemerintah belum menaruh perhatian
pada tiga sektor perkembangan tersebut, yaitu fasilitas umum, pertanian, dan
perdagangan, maka fase lepas landas akan tertunda. Ketiga sektor tersebut
adalah sektor-sektor yang penting untuk mengadakan perkembangan industri
secara terus menerus.
3. Masyarakat Lepas Landas (take off)
Fase ini ditandai dengan penerapan teknik-teknik baru dalam industri
sudah berjalan dengan sendirinya. Untuk masuk fase ini selain prasarana
umum, pertanian dan perdagangan, harus ditambahkan dengan adanya
golongan wiraswasta dan teknik-teknik baru serta sumber-sumber kapital yang
teratur. Fase ini biasanya menandakan kemenangan-kemenangan sosial, politik
dan kebudayaan. Perkembangan ini selanjutnya mendorong masyarakat untuk
memusatkan pada usaha-usaha teknik modern diluar sektor-sektor yang telah
4. Masyarakat Menuju Kematangan (drive to maturity)
Periode ketika masyarakat secara efektif menerapkan teknologi modern
terhadap sumber-sumber ekonomi. Perluasan industrialisasi bukan lagi
merupakan tujuan pokok, dikarenakan berlaku hukum the law of diminishing marginal utility. Sektor-sektor penting bukan hanya ditentukan oleh adanya teknologi tetapi juga kualitas persediaan sumber-sumber ekonomi. Bila suatu
masyarakat berkembang ke kematangan teknologi, maka struktur dan kualitas
tenaga kerja berubah terutama pada perbandingan jumlah antara yang bekerja
di sektor pertanian dan non pertanian.
5. Masyarakat Konsumsi yang Berlebih (high mass consumption)
Cara-cara yang digunakan dalam fase ini adalah (1) menyediakan atau
menawarkan jaminan yang lebih baik, kemakmuran dan leisure kepada angkatan kerja dan disesuaikan dengan ukuran masyarakat setempat, (2)
menyediakan konsumsi bagi setiap individu dalam porsi yang lebih banyak
dan (3) mencari perluasan pengaruh bagi negara yang bersangkutan di mata
dunia.
2.2. Konsep Perencanaan dan Pembangunan Wilayah
Pembangunan wilayah merupakan bagian integral dan penjabaran dari
pembangunan nasional dalam rangka pencapaian sasaran pembangunan yang
untuk lebih mengembangkan dan menyerasikan laju pertumbuhan antardaerah,
antarkota, antardesa dan antarkota dengan desa. Pembangunan daerah bertujuan
untuk meningkatkan taraf hidup dan kesejahteraan rakyat di wilayah atau daerah
melalui pembangunan yang serasi antarsektor maupun antara pembangunan
sektoral dengan perencanaan pembangunan oleh daerah yang efisien dan efektif
menuju terciptanya kemandirian daerah dan kemajuan yang merata di seluruh
pelosok tanah air (Soegijoko, 1997).
Menurut Anwar dalam Pertiwi (2007), pembangunan wilayah diarahkan
pada tiga tujuan, yaitu :
1. Pertumbuhan (growth)
Tingkat pertumbuhan yang tinggi akan tercapai dengan adanya
pengalokasian sumberdaya alam dan sumberdaya manusia secara maksimal,
sehingga dapat meningkatkan kegiatan yang produktif.
2. Pemerataan (equity)
Seluruh masyarakat dapat menikmati hasil-hasil pembangunan secara adil
dan merata.
3. Berkelanjutan (sustainability)
Pemanfaatan sumberdaya yang diperoleh baik melalui sistem pasar
maupun diluar sistem pasar tidak melebihi kapasitas produksi yang ada.
Menurut Jhingan (2002), syarat utama bagi pembangunan ekonomi adalah
dalam negeri. Hasrat untuk memperbaiki nasib dan prakarsa untuk menciptakan
kemajuan material harus muncul dari warga masyarakatnya sendiri dan tidak
dapat dipengaruhi atau diintimidasi oleh daerah luar.
Menurut Hanafiah (1987), pembangunan tidak lagi dapat dilihat sebagai
subjek yang tunggal tetapi harus dilihat secara komprehensif atau berdimensi
banyak. Hal ini disebabkan karena Pendapatan Domestik Bruto (PDB) tidak lagi
menjadi tujuan dan tongkat pengukur keberhasilan pembangunan. Perencanaan
pembangunan yang dilaksanakan hendaknya berorientasi pada aspek regional,
dimana dalam pelaksanaan pembangunan ekonomi nasional, setiap wilayah dilihat
fungsi dan peranannya untuk masing-masing wilayah serta dilihat juga peranan
dan fungsinya dalam pembangunan ekonomi nasional. Hanafiah menyatakan
bahwa kegiatan perencanaan wilayah mencakup tiga kegiatan yang saling
berkaitan, yaitu : (1) perencanaan antarwilayah dalam suatu negara, (2)
perencanaan antarlokasi dalam suatu wilayah dan (3) perencanaan lokasi dalam
tiap sektor.
2.3. Konsep wilayah
Menurut Budiharsono (2001), mendefinisikan wilayah sebagai suatu unit
geografi yang bagian-bagiannya tergantung secara internal dan dibatasi oleh
kriteria tertentu. Batas-batas wilayah didasarkan atas kriteria homogenitas,
1. Konsep Homogenitas
Menurut konsep ini, wilayah dapat dibatasi berdasarkan beberapa
persamaan unsur tertentu, seperti persamaan dalam unsur ekonomi, keadaan sosial
politik dan sebagainya. Dengan demikian, apabila terjadi perubahan pada satu
wilayah akan berpengaruh terhadap wilayah lainnya dengan proses yang sama.
2. Konsep Nodalitas
Konsep ini menekankan pada perbedaan struktur tata ruang di dalam
wilayah, dimana terdapat hubungan saling ketergantungan yang bersifat
fungsional dan menjadi dasar dalam penentuan batas wilayah. Hubungan saling
ketergantungan dapat dilihat dari hubungan antara pusat (inti) dengan daerah
belakang (hinterland). Batas wilayah nodal dapat dilihat dari pengaruh suatu inti kegiatan perekonomian jika digantikan oleh pengaruh inti kegiatan ekonomi
lainnya. Pada wilayah ini perdagangan secara intern mutlak dilakukan, daerah
hinterland akan menjual bahan baku dan tenaga kerja kepada daerah inti untuk proses produksi. Contoh wilayah nodal adalah provinsi DKI Jakarta dan
BODETABEK (Bogor, Depok, Tanggerang, Bekasi) dimana provinsi DKI Jakarta
sebagai daerah inti dan BODETABEK sebagai daerah belakangnya (hinterland).
3. Konsep Administratif atau Unit Program
Wilayah administratif merupakan wilayah yang batas-batasnya didasarkan
atas perlakuan kebijakan yang seragam, seperti sistem ekonomi, tingkat pajak
yang menyebutkan bahwa negara terbagi atas beberapa provinsi, provinsi terbagi
atas beberapa kabupaten atau kota, kabupaten atau kota terbagi atas beberapa
kecamatan dan kecamatan terbagi atas beberapa desa dalam tata ruang
ekonominya.
Selain penggunaan batasan berdasarkan konsep homogenitas, nodalitas
dan administratif, klasifikasi wilayah dapat pula dibedakan atas dasar wilayah
formal, fungsional dan perencanaan (Hanafiah, 1987). Wilayah formal adalah
wilayah yang mempunyai beberapa persamaan dalam beberapa kriteria tertentu,
sedangkan wilayah fungsional didefinisikan sebagai wilayah yang
memperlihatkan adanya suatu hubungan fungsional yang saling tergantung dalam
kriteria tertentu. Kadang-kadang wilayah fungsional diartikan juga sebagai
wilayah nodal atau wilayah polaritas yang secara fungsional saling tergantung.
Perpaduan antara wilayah formal dengan wilayah fungsional menciptakan
wilayah perencanaan. Boudeville dalam Budiharsono (2001), mengemukakan
bahwa wilayah perencanaan adalah wilayah yang memperlihatkan koherensi atau
kesatuan keputusan-keputusan ekonomi. Wilayah perencanaan dirancang
sedemikian rupa berdasarkan potensi yang dimiliki oleh wilayah tersebut sehingga
dapat meningkatkan kondisi perekonomian dan tingkat kesejahteraan masyarakat
yang berada di wilayah tersebut.
Menurut Klassen dalam Budiharsono (2001) menyatakan bahwa wilayah
perencanaan harus memiliki ciri-ciri : (1) cukup besar untuk mengambil
keputusan-keputusan investasi yang berskala ekonomi, (2) mampu mengubah
yang homogen, (4) mempunyai sekurang-kurangnya satu titik pertumbuhan, (5)
menggunakan suatu cara pendekatan perencanaan pembangunan dan (6)
masyarakat dalam wilayah itu mempunyai kesadaran bersama terhadap
persoalan-persoalannya. Contohnya adalah Pulau Batam, daerah perencanaan ini sudah
lintas batas wilayah administratif.
Menurut Gunawan (2000), pertumbuhan suatu wilayah seringkali tidak
seimbang dengan wilayah lainnya. Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu
perbedaan karakteristik potensi sumberdaya manusia, demografi, potensi lokal,
aksesibilitas dan kekuasaan dalam pengambilan keputusan serta aspek potensi
pasar. Berdasarkan perbedaan ini, wilayah dapat diklasifikasikan menjadi empat
wilayah sebagai berikut.
1. Wilayah Tidak Berkembang
Karakteristik wilayah ini diidentifikasikan dengan tidak adanya
sumberdaya alam, sehingga secara alamiah tidak berkembang. Selain itu, tingkat
kepadatan penduduk, kualitas sumberdaya manusia dan tingkat pendapatan masih
tergolong rendah dan pembangunan infrastruktur tidak lengkap, sehingga
aksesibilitas pada wilayah lain pun sangat rendah.
2. Wilayah Belum Berkembang
Potensi sumberdaya alam yang terdapat pada wilayah ini, keberadaannya
masih belum dikelola dan dimanfaatkan. Tingkat pertumbuhan, kepadatan
wilayah didominasi oleh sektor primer dan belum mampu membiayai
pembangunan secara mandiri.
3. Wilayah Sedang Berkembang
Wilayah ini memiliki karakteristik pertumbuhan penduduk yang cepat
sebagai implikasi dari peranannya sebagai penyangga wilayah maju. Wilayah
sedang berkembang juga mempunyai tingkat pendapatan dan kesempatan kerja
yang tinggi, potensi sumberdaya alam yang melimpah, keseimbangan antara
sektor pertanian dan industri serta mulai berkembangnya sektor jasa.
4. Wilayah Maju
Wilayah maju merupakan wilayah yang telah berkembang dan
diidentifikasikan sebagai wilayah pusat pertumbuhan, pemusatan penduduk,
industri, pemerintahan, pasar potensial, tingkat pendapatan yang tinggi dan
memiliki sumberdaya manusia yang berkualitas. Perkembangan wilayah maju
didukung oleh potensi sumberdaya yang ada di wilayah tersebut maupun wilayah
belakangnya (hinterland) dan potensi lokasi yang strategis. Sarana pendidikan yang memadai serta pembangunan infrastruktur yang lengkap seperti jalan,
pelabuhan, alat komunikasi dan sebagainya, mengakibatkan adanya aksesibilitas
2.4. Analisis Shift Share
Analisis Shift Share adalah salah satu alat analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi sumber pertumbuhan ekonomi, baik dari segi pendapatan
maupun dari sisi tenaga kerja pada suatu wilayah tertentu (Budiharsono, 2006).
Melalui analisis Shift Share dapat dianalisis besarnya sumbangan pertumbuhan dari tenaga kerja dan pendapatan pada masing-masing sektor perekonomian di
wilayah yang bersangkutan.
Keunggulan utama dari analisis Shift Share adalah dapat melihat perkembangan produksi atau kesempatan kerja di suatu wilayah hanya dengan
menggunakan dua waktu titik data. Data-data yang digunakan juga mudah
diperoleh dan relatif tersedia di setiap wilayah, yaitu Produk Domestik Regional
Bruto (PDRB), Pendapatan Domestik Bruto (PDB) dan penyerapan tenaga kerja
di masing-masing sektor.
2.4.1. Kegunaan Analisis Shift Share
Analisis Shift Share mempunyai banyak kegunaan, diantaranya adalah untuk melihat :
1. Perkembangan sektor perekonomian di suatu wilayah terhadap perkembangan
sektor perekonomian di wilayah yang lebih luas.
2. Perkembangan sektor-sektor perekonomian jika dibandingkan secara relatif
dengan sektor-sektor lainnya.
3. Perkembangan suatu wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya, sehingga
dapat membandingkan besarnya aktivitas suatu sektor pada wilayah tertentu
4. Perbandingan laju sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah dengan laju
pertumbuhan perekonomian nasional serta sektor-sektornya.
2.4.2. Komponen Pertumbuhan Wilayah
Secara umum, terdapat tiga komponen utama dalam analisis Shift Share (Budiharsono, 2006). Ketiga komponen pertumbuhan wilayah yang dimaksud
adalah sebagai berikut.
1. Komponen Pertumbuhan Regional (Regional Growth Component)
Komponen Pertumbuhan Regional (PR) adalah perubahan produksi suatu
wilayah yang disebabkan oleh perubahan produksi regional secara umum,
perubahan kebijakan ekonomi regional atau perubahan dalam hal-hal yang
memengaruhi perekonomian semua sektor dan wilayah. Bila diasumsikan
bahwa tidak ada perbedaan karakteristik ekonomi antarsektor dan antarwilayah,
maka adanya perubahan akan membawa dampak yang sama pada semua sektor
dan wilayah. Akan tetapi pada kenyataannya, beberapa sektor dan wilayah
tumbuh lebih cepat daripada sektor dan wilayah lainnya.
2. Komponen Pertumbuhan Proporsional (Proportional Mix Growth Component) Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) tumbuh karena perbedaan
sektor dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan
subsidi dan price support) serta perbedaan dalam struktur dan keragaman pasar.
3. Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (Regional Share Growth Component)
Komponen Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW) timbul karena
peningkatan atau penurunan PDRB atau kesempatan kerja dalam suatu wilayah
dibandingkan dengan wilayah lainnya. Cepat lambatnya pertumbuhan suatu
wilayah dibandingkan dengan wilayah lainnya ditentukan oleh keunggulan
komparatif, akses ke pasar, dukungan kelembagaan, prasarana sosial ekonomi
serta kebijakan ekonomi regional pada wilayah tersebut.
Berdasarkan Gambar 2.1, dapat ditentukan dan diidentifikasikan
perkembangan suatu sektor ekonomi pada suatu wilayah. Apabila PP + PPW > 0,
maka dapat dikatakan bahwa pertumbuhan sektor ke i di wilayah j termasuk ke
dalam kelompok progresif (maju). Sementara itu, PP + PPW < 0 menunjukkan
bahwa pertumbuhan sektor ke i pada wilayah j tergolong pertumbuhan lambat.
Sumber : Budiharsono dalam Priyarsono dan Sahara, 2006.
Gambar 2.1. Model Analisis Shift Share
2.4.3. Kelemahan Analisis Shift Share
Kemampuan analisis Shift Share dalam memberikan informasi mengenai petumbuhan sektor-sektor perekonomian di suatu wilayah tidak terlepas dari
kelemahan-kelemahan. Kelemahan-kelemahan dalam analisis Shift Share adalah : 1. Persamaan Shift Share hanyalah identity equation dan tidak mempunyai
implikasi-implikasi keperilakuan. Metode Shift Share merupakan teknik pengukuran yang mencerminkan suatu sistem perhitungan semata dan tidak
analitik.
2. Komponen pertumbuhan regional secara implisit mengemukakan bahwa laju
memerhatikan sebab-sebab laju pertumbuhan yang bersumber dari wilayah
tersebut.
3. Kedua komponen pertumbuhan wilayah (PP dan PPW) mengasumsikan bahwa
perubahan penawaran dan permintaan, teknologi dan lokasi diasumsikan tidak
berpengaruh terhadap pertumbuhan wilayah. Disamping itu, analisis
Shift Share juga mengasumsikan bahwa semua barang dijual secara regional, padahal dalam kenyataannya tidak semua demikian.
2.5. Pengertian Sektor Unggulan
Sektor unggulan adalah sektor yang salah satunya dipengaruhi oleh
keberadaan faktor anugerah (endowment factors). Selanjutnya faktor ini
berkembang lebih lanjut melalui kegiatan investasi dan menjadi tumpuan kegiatan
ekonomi. Kriteria sektor unggulan akan sangat bervariasi. Menurut Sambodo
dalam Usya (2006), hal ini didasarkan atas seberapa besar peranan sektor tersebut
dalam perekonomian daerah, diantaranya :
1. Sektor unggulan tersebut memiliki laju pertumbuhan yang tinggi.
2. Sektor unggulan tersebut memiliki angka penyerapan tenaga kerja yang relatif
besar.
3. Sektor unggulan tersebut memiliki keterkaitan antarsektor yang tinggi baik ke
depan maupun ke belakang.
4. Sektor unggulan tersebut mampu menciptakan nilai tambah yang tinggi.
Analisis pembangunan antarsektor dalam perekonomian masuk ke dalam
Bidang ilmu ini mulai memperhatikan bagaimana hubungan antara sektor-sektor
dalam pembangunan dan pertumbuhan.
2.6. Penelitian Terdahulu
Penelitian dengan menggunakan analisis Shift Share dan metode Location Quotient telah banyak dilakukan sebelumnya, seperti Restuningsih (2004) dalam penelitiannya mengenai pertumbuhan sektor-sektor perekonomian di provinsi DKI
Jakarta pada masa krisis ekonomi tahun 1997-2002 dengan menggunakan alat
analisis Shift Share. Restuningsih menyimpulkan bahwa krisis ekonomi yang melanda provinsi DKI Jakarta menyebabkan sebagian besar sektor-sektor
ekonomi tidak dapat bersaing dengan baik, yaitu sektor pertanian; sektor industri
pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan dan sektor
jasa-jasa. Sedangkan sektor yang dapat bersaing dengan baik adalah sektor
pertambangan dan galian; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor
perdagangan, hotel dan restoran serta sektor keuangan, persewaan dan jasa
perusahaan.
Menurut Usya (2006) yang meneliti tentang perubahan struktur ekonomi
di Kabupaten Subang dengan menggunakan analisis Shift Share menunjukkan bahwa tidak terjadi perubahan struktur ekonomi di Kabupaten Subang. Hal ini
ditandai dengan peranan sektor primer yang tetap mendominasi perekonomian
Kabupaten Subang walaupun pertumbuhannya lambat. Berdasarkan analisis
perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa. Terdapat lima sektor
nonbasis yang terdiri dari sektor pertambangan dan penggalian; sektor industri
pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor pengangkutan dan
komunikasi serta sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan.
Menurut Harisman (2007) yang mengidentifikasi struktur perekonomian
Provinsi Lampung dengan menggunakan analisis Shift Share dan Location Quotient. Hasil penelitian dengan analisis Shift Share menyimpulkan telah terjadi perubahan struktur ekonomi di Provinsi Lampung dari sektor primer ke sektor
sekunder yang terus meningkat melalui besarnya kontribusi terhadap PDRB
Provinsi Lampung. Hasil analisis dengan Location Quotient menyimpulkan bahwa di Provinsi Lampung terdapat tiga sektor basis yang unggul yaitu sektor
pertanian; sektor bangunan atau konstruksi serta sektor pengangkutan dan
komunikasi. Dan terdapat pula enam sektor nonbasis yaitu sektor pertambangan
dan galian; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor perdagangan, hotel dan
restoran; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; sektor industri
pengolahan dan sektor jasa-jasa.
Menurut Sondari (2007) yang membahas tentang sektor unggulan dan
kinerja ekonomi wilayah Provinsi Jawa Barat periode tahun 2001-2005 dengan
menggunakan analisis Location Quotient. Kesimpulan penelitian menunjukkan bahwa sektor yang menjadi sektor basis merupakan sektor unggulan di Provinsi
Jawa Barat yang terdiri atas sektor listrik, gas dan air bersih; sektor industri
pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Sedangkan sektor
bangunan atau konstruksi; sektor pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan,
persewaan dan jasa perusahaan serta sektor jasa-jasa.
Menurut Wahyuni (2007) yang melakukan penelitian tentang pertumbuhan
perekonomian di Kota Tangerang dengan menggunakan analisis Shift Share menyimpulkan bahwa persentase pertumbuhan ekonomi secara sektoral tertinggi
ditempati oleh sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan. Sektor ini
tumbuh dengan sangat pesat seiring dengan pertumbuhan kegiatan pemukiman
baru dan perindustrian. Enam sektor yang memiliki pertumbuhan progresif yaitu
sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan; sektor pengangkutan dan
komunikasi; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor bangunan atau konstruksi;
sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor jasa-jasa. Dan sektor yang
memiliki persentase pertumbuhan ekonomi secara sektoral terendah adalah sektor
pertanian.
2.7. Kerangka Pemikiran
Kondisi perekonomian suatu daerah dipengaruhi oleh demografi, potensi
sumberdaya alam dan sumberdaya manusia, aksesibilitas dan kekuasaan
pemerintah daerah dalam menjalankan pemerintahan sesuai dengan arah
pembangunan daerahnya. Pertumbuhan ekonomi Kota Depok dari tahun ke tahun
terus mengalami peningkatan, terlihat dari Produk Domestik Regional Bruto
(PDRB) yang terus menerus mengalami peningkatan pada tiap tahunnya.
Peningkatan PDRB Kota Depok dapat meningkatkan laju pertumbuhan
perekonomian yang terdiri atas sektor pertanian; sektor pertambangan dan
penggalian; sektor industri pengolahan; sektor listrik, gas dan air bersih; sektor
bangunan atau konstruksi; sektor perdagangan, hotel dan restoran; sektor
pengangkutan dan komunikasi; sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan
serta sektor jasa-jasa.
Kontribusi dan laju pertumbuhan tiap sektor terhadap PDRB, dayasaing,
profil pertumbuhan, pergeseran bersih serta identifikasi sektor basis (unggulan)
menurut sembilan sektor perekonomian tersebut dianalisis dengan menggunakan
analisis Shift Share dan analisis Location Quotient. Dengan kedua analisis tersebut diharapkan dapat menghasilkan kesimpulan dan saran-saran yang
membangun kepada pemerintah Kota Depok, yang dapat digunakan sebagai
rekomendasi dalam perencanaan dan penentuan kebijakan pembangunan serta
pengembangan Kota Depok dalam rangka mewujudkan visi Kota Depok sebagai
kota perdagangan dan jasa yang ramah lingkungan.
Kondisi Perekonomian Daerah
Sembilan Sektor Perekonomian Menurut Lapangan Usaha Atas Dasar Harga Konstan 2000
Rekomendasi
PDRB Kota Depok Periode 2003-2007
Sektor Unggulan Kota Depok Periode 2003-2007
Regulasi pemerintah Kota Depok Tiap Sektor Perekonomian
Analisis Location Quotient Analisis
Shift Share
: Hal yang dianalisis
: Alat analisis yang digunakan
Gambar 2.2. Kerangka Pemikiran Profil Pertumbuhan dan
Pergeseran Bersih Sektor PerekonomianKota Depok
III. METODE PENELITIAN
3.1. Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei 2009 sampai dengan Juli 2009.
Lokasi penelitian adalah Kota Depok, Provinsi Jawa Barat. Lokasi ini dipilih
sebagai objek penelitian karena : (1) Kota Depok mengalami perkembangan yang
pesat dari tahun ke tahun karena didukung oleh berbagai potensi sektor
perekonomian, seperti sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel
dan restoran; (2) Letak Kota Depok yang cukup strategis, yaitu antara Kabupaten
dan Kota Bogor, Provinsi Jawa Barat dengan Provinsi DKI Jakarta; (3)
Tersedianya data PDRB dan data pendukung lainnya yang relatif lengkap; (4)
belum adanya penelitian tentang sektor unggulan Kota Depok periode 2003-2007.
3.2. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan pada penelitian adalah data sekunder yang diperoleh
dari BPS Kota Depok dan instansi terkait lainnya. Data yang dibutuhkan adalah
data PDRB Kota Depok periode 2003-2007, dan data-data lainnya yang
mendukung.
3.3. Metode Analisis Shift Share
Pada analisis Shift Share diasumsikan bahwa perubahan indikator kegiatan
ekonomi di suatu wilayah antara tahun dasar analisis dengan tahun akhir analisis
Regional (PR), komponen Pertumbuhan Proporsional (PP) dan komponen
Pertumbuhan Pangsa Wilayah (PPW).
3.3.1. Analisis PDRB Kota Depok dan PDRB Provinsi Jawa Barat
Asumsikan dalam suatu wilayah perekonomian terdapat m wilayah kota
(j=1,2,3,…,m) dan n sektor ekonomi (i=1,2,3,…,n), maka perubahan dalam PDRB
dapat dinyatakan sebagai berikut :
∆Yij = PRij + PPij + PPWij (1)
dimana :
∆Yij = Perubahan PDRB sektor i pada wilayah ke j,
PRij = Persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan komponen
pertumbuhan regional,
PPij = Persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan komponen
pertumbuhan proporsional,
PPWij = Persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan komponen
pertumbuhan pangsa wilayah.
Untuk memperoleh nilai PR, PP dan PPW, ada beberapa rumusan yang
harus dipenuhi yang dapat dijelaskan sebagai berikut.
1. PDRB provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis :
Yi = ij
dimana :
Yi = PDRB provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis,
Yij = PDRB kota sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis.
2. PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis :
Y’i = Y′ij
dimana :
Y’i = PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis,
Y’ij = PDRB kota sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis.
3. Total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis :
Y.. = ∑ ∑ Yij
dimana :
Y.. = Total PDRB provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis,
Yij = Total PDRB kota sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis.
4. Total PDRB provinsi pada tahun akhir analisis :
Y’.. = ∑ ∑ Y ′ij
dimana :
Y’.. = Total PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis,
3.3.2. Rasio PDRB Kota Depok dan PDRB Provinsi Jawa Barat (Nilai Ra, Ri dan ri)
Nilai Ra, Ri dan ri digunakan untuk mengidentifikasi perubahan PDRB
dari sektor i di wilayah ke j pada tahun dasar analisis maupun tahun akhir analisis.
Menghitung nilai Ra, Ri dan ri menggunakan nilai PDRB yang terjadi pada dua
titik waktu, yaitu tahun dasar analisis dan tahun akhir analisis.
1. Nilai Ra
Ra merupakan selisih antara total PDRB provinsi pada tahun akhir analisis
dengan total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis dibagi total PDRB provinsi
pada tahun dasar analisis. Rumusannya adalah sebagai berikut.
Ra = Y’.. – Y.. Y..
dimana :
Ra = Rasio pendapatan nasional,
Y’.. = Total PDRB provinsi pada tahun akhir analisis,
Y.. = Total PDRB provinsi pada tahun dasar analisis.
2. Nilai Ri
Ri adalah selisih antara PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir
analisis dengan PDRB provinsi sektor i pada tahun dasar analisis dibagi PDRB
provinsi sektor i pada tahun dasar analisis. Rumusannya adalah sebagai berikut.
dimana :
Ri = Rasio pendapatan (nasional) dari sektor i,
Y’i. = PDRB provinsi dari sektor i pada tahun akhir analisis,
Yi. = PDRB provinsi dari sektor i pada tahun dasar analisis.
3. Nilai ri
ri adalah selisih antara PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada
tahun akhir analisis dengan PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun
dasar analisis dibagi dengan PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun
dasar analisis. Rumusannya adalah sebagai berikut.
ri = Y’ij – Yij Yij
dimana :
ri = Rasio pendapatan sektor i pada wilayah j,
Y’ij = PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun akhir analisis,
Yij = PDRB kota dari sektor i pada wilayah ke j pada tahun dasar analisis.
3.3.3. Analisis Komponen Pertumbuhan Wilayah
Nilai komponen PR, PP, dan PPW didapat dari perhitungan nilai Ra, Ri,
dan ri. Dari ketiga komponen tersebut apabila dijumlahkan akan didapatkan nilai
perubahan PDRB.
1. Komponen Pertumbuhan Regional (PR)
perubahan kebijakan ekonomi regional, atau perubahan dalam hal-hal yang
memengaruhi perekonomian suatu sektor dan wilayah. Bila diasumsikan bahwa
tidak ada perbedaan karakteristik ekonomi antarsektor dan antarwilayah, maka
adanya perubahan akan membawa dampak yang sama pada semua sektor dan
wilayah. Pada kenyataannya beberapa sektor dan wilayah tumbuh lebih cepat
daripada sektor dan wilayah lainnya. Komponen PR dirumuskan sebagai berikut.
PRij = (Ra) Yij (2)
dimana :
PRij = Komponen pertumbuhan regional sektor i pada wilayah ke j,
Ra = Persentase perubahan PDRB kota yang disebabkan oleh komponen
pertumbuhan regional,
Yij = PDRB kota dari sektor i pada wilayah j pada tahun dasar analisis.
Bila persentase total perubahan PDRB suatu wilayah lebih besar daripada
persentase komponen PR, maka pertumbuhan sektor-sektor ekonomi wilayah kota
tersebut lebih besar daripada pertumbuhan sektor-sektor ekonomi wilayah
diatasnya yaitu provinsi.
2. Komponen Pertumbuhan Proporsional (PP)
Komponen Pertumbuhan Proporsional terjadi karena perbedaan sektor
dalam permintaan produk akhir, perbedaan dalam ketersediaan bahan mentah,
perbedaan dalam kebijakan industri dan perbedaan dalam struktur dan keragaman
pasar. Komponen pertumbuhan proporsional dapat dirumuskan sebagai berikut.