• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Rasio Profitabilitas

Profitabilitas merupakan hasil bersih dari sejumlah kebijakan dan keputusan perusahaan. Rasio profitabilitas mengukur seberapa besar kemampuan perusahaan dalam menghasilkan keuntungan. Profitabilitas merupakan faktor

yang seharusnya mendapat perhatian penting karena untuk dapt melangsungkan hidupnya, suatu perusahaan harus berada dalam keadaan yang menguntungkan (profitable). Tanpa adanya keuntungan (Profit), maka akan sulit bagi perusahaan untuk menarik modal dari luar. Dalam melakukan analisis perusahaan, disamping mellihat laporan keungan perusahaan, juga bisa dilakukan dengan menggunakan analisis rasio keuangan. Home dan Wachowics (2005 : 222) menjelaskan rasio profitabilitas adalah ‘’rasio keuangan yang menghubungkan laba dengan penjualan investasi pada perusahaan’’.

Rasio profitabilitas merupakan rasio yang mengukur efektivitas badan usaha dalam menghasilkan laba. Rasio ini menggambarkan kinerja operasional, risiko, dan pengaruh tuas (leverage). Ratio profitabilitas (profitability ratio) terdiri dari dua jenis rasio yang menunjukkan profitabilitas dalam kaitannya dengan penjualan dan rasio yang menunjukan profitabilitas dalam kaitannya dengan investasi.

Profitabilitas suatu perusahaan dapat diukur dengan menghubungkan antara keuntungan atau laba yang diperoleh dari kegiatan pokok perusahaan dengan kekayaan atau asset yang dimiliki untuk menghasilkan keuntungan perusahaan (Operating Asset).

Kasmir ( dalam Lumban 2010:3) menyatakan bahwa

hasil pengukuran dapat dijadikan sebagai alat evaluasi kinerja manajemen selama ini, apakah mereka telah bekerja secara efektif atau tidak. Kegagalan atau keberhasilan dapat dijadikan sebagai bahan acuan untuk perencanaan laba ke depan, sekaligus kemungkinan untuk menggantikan manajemen yang baru terutama setelah manajemen lama mengalami kegagalan. Oleh karena itu, rasio profitabilitas ini sering disebut sebagai salah satu alat ukur kinerja manajemen.

Dalam penellitian ini Rasio profitabilitas yang peneliti gunakan

dalam menganalisis perubahan harga harga suatu saham adalah GPM (Gross

Profit Margin), NPM (Net Profit Margin), dan ROI (Return on Investment).

2.3.1 Gross Profit Margin (GPM)

GPM digunakan untuk mengukur efisiensi pengendalian harga pokok dan mengindikasikan kemampuan perusahaan untuk berproduksi secara efisien.

Rasio GPM (Gross Profit Margin) menggambarkan efisiensi pengendalian harga

pokok atau biaya produksinya.

Rumus yang digunakan sbb: ��������� ���������

2.3.2 Net Profit Margin (NPM)

NPM digunakan untuk mengukur laba bersih sesudah pajak dibandingkan dengan volume penjualan.

Rumus yang digunakan sbb: ���� ����� ℎ������ ℎ����� ����� ������

NPM yang tinggi menandakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi pada tingkat penjualan tertentu, sedangkan NPM yang rendah menandakan penjualan yang terlalu rendah untuk biaya tertentu, atau biaya yang terlalu tinggi untuk tingkat penjualan tertentu, atau kombinasi dari kedua hal tersebut. Jadi apabila NPM semakin meningkat maka kinerja perusahaan semakin membaik dan berdampak pada peningkatan harga saham perusahaan. Dengan meningkatnya NPM perusahaan, maka harga saham perusahaan tersebut di pasar modal juga semakin meningkat.

Menurut Home dan Wachowicz (dalam Nugraha, 2009:9)

mengemukakan bahwa “Net profit margin secara umum digunakan untuk

mengukur keuntungan berkenaan dengan peningkatan penjualan, pendapatan bersih dari 1 dollar penjualan”.

Jadi NPM adalah indikator seberapa besar laba bersih dari setiap

rupiah pendapatan. Net profit margin yang tinggi tidak hanya sekedar menunjukan

kekuatan bisnis tetapi juga semangat yang kuat pihak manajemen untuk melakukan kontrol terhadap biaya. Dengan demikian perusahaan tersebut memiliki efisiensi yang tinggi dan juga berarti menunjukan kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba yang tinggi dari penjualannya.

Rasio margin laba (profit margin) menurut Sofyan (dalam Nugraha

2009:9) merupakan bagian dari rasio profitabilitas dan menunjukan berapa besar persentase pendapatan bersih yang diperoleh dari setiap penjualan. Margin laba dapat ditulis dalam bentuk rumus sebagai berikut

Marjin Laba (Profit Margin) =

Pendapatan Bersih Penjualan

Lukman Syamsudin (dalam Nugraha, 2009:9) menyatakan bahwa “Net

profit margin adalah merupakan rasio antara laba bersih (Net Profit) yaitu

penjualan sesudah dikurangi dengan seluruh expense termasuk pajak

dibandingkan dengan penjualan. Semakin tinggi NPM, semakin baik operasi suatu perusahaan”.

Rumus NPM dapat ditulis sebagai berikut :

Menurut Bambang Riyanto (dalam Nugraha, 2009:10) net profit margin diartikan sebagai keuntungan netto per rupiah penjualan. Menurut beliau, rumus perhitungan net profit margin dapat ditulis sebagai berikut :

Net Profit margin = ���������� ������ ℎ����� (���) ��������� ����

Tidak jauh berbeda dengan definisi para ahli sebelumnya, Helfert

(dalam Nugraha, 2009:10) mengartikan bahwa “Net profit margin adalah

hubungan antara laba bersih setelah pajak dengan penjualan”. Menurut pendapat

beliau net profit margin menunjukan kemampuan manajemen perusahaan sampai

cukup berhasil memulihkan harga pokok barang dagang atau jasa, beban operasi (termasuk penyusutan) dan biaya pinjaman. Rasio ini juga menunjukan kemampuan manajemen menyisihkan marjin tertentu sebagai kompensasi yang wajar bagi pemilik yang telah menyediakan modalnya dengan suatu resiko.

Dari pendapat di atas, net profit margin menunjukan seberapa besar

imbal jasa atau kompensasi yang sanggup diberikan perusahaan terhadap investor.

2.3.3 ROI (Return on Investment)

ROI digunakan untuk menunjukkan kemampuan perusahaan menghasilkan laba dari aktiva yang digunakan atau untuk menilai kompensasi keuangan kepada penyediaa pendanaan ekuitas dan utang. Dibawah ini terdapat beberapa pendapat para ahli di bidang ekonomi yang menjelaskan tentang pengertian Return On Invesment (ROI).

Lukman Syamsudin (dalam Rijah, 2009:8) menyatakan bahwa “Return On Investmen (ROI) adalah pengukuran kemampuan perusahaan secara

keseluruhan didalam menghasilkan keuntungan dengan jumlah keseluruhan aktiva yang tersedia diperusahaan.” Sedangkan menurut Riyanto (dalam Rijah, 2009:8)

menyatakan bahwa “Return On Investment sama dengan laba bersih terhadap

total aktiva. Rasio ini mencoba mengukur efektivitas sumber daya perusahaan. Uraian ini khususnya dapat diterapkan dalam mengukur kinerja masing-masing segment atau divisi dari suatu perusahaan.”

Dari pengertian yang telah diuraikan di atas dapat diambil kesimpulan

bahwa Return On Investment (ROI) menunjukan seberapa banyak laba bersih

yang bisa dihasilkan dari seluruh pemanfaatan kekayaan yang dimiliki perusahaan. Sehingga dipergunakan angka laba setelah pajak dan kekayaan perusahaan.

Analisis rasio Return On Investmen (ROI) dalam analisis keuangan

mempunyai arti yang sangat penting karena merupakan salah satu tekhnik analisis

yang bersifat menyeluruh (comprehensive). Analisis rasio Return On Investment

(ROI) merupakan teknik analisis yang lazim digunakan untuk mengukur tingkat

efektivitas dari keseluruhan operasi perusahaan. Return On Investment (ROI)

merupakan salah satu rasio profitabilitas yang mengukur kemampuan perusahaan dengan keseluruhan investasi yang ditanamkan dalam total asset yang digunakan untuk memperoleh keuntungan.

Menurut Riyanto (dalam Rijah, 2009:9) besarnya Return On

Investment (ROI) dapat dihitung berdasarkan rumus sebagai berikut :

Return On Investment =

Net Profit After Tax

× 100%

Uraian dari rumus diatas adalah:

a. Net Profit After Tax

Merupakan pendapatan bersih hasil usaha yang merupakan suatu pos dalam income statement (laporan rugi laba).

b. Total Assets

Yang termasuk ke dalam total asset adalah keseluruhan assets yang ditanamkan perusahaan dalam kegiatannya, yaitu yang terdiri dari :

Current Assets, yaitu kas dan assets lainnya yang diharapkan dapat dikonversikan ke dalam kas, dijual atau dikonsumsikan baik dalam satu tahun atau dalam suatu siklus operasi. Adapun yang termasuk dalam

current assets adalah : marketable securities, account receivable, inventories.

Long Term Investment, umumnya terdiri dari tiga jenis yaitu:

- Investasi dalam saham seperti obligasi, capital stocks atau longterm

notes.

- Investment tanggible fixed assets yang tidak secara langsung digunakan dalam operasi, seperti misalnya tanah yang dibeli dengan modif spekulasi.

- Investasi dalam dana khusus seperti dana pensiun atau dana perluasan

pabrik, juga termasuk disini adalah dana asuransi.

Property, plant equipment, dan intangible assets yaitu terdiri dari peralatan fisik seperti tanah, bangunan, mesin, alat-alat, dan sumber daya seperti hutan dan mineral.

Other Assets yang termasuk dalam klasifikasi ini adalah biaya-biaya yang ditangguhkan (Deffered changes) misalnya : biaya-biaya organisasi yaitu biaya-biaya yang terjadi pada saat pertama berdirinya perusahaan.

Dokumen terkait