• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN dan ANALISIS DATA

4.3 Rasio Rata-rata Variabel

Dari hasil perhitungan data terhadap WCTO, CR dan CTR dari ketiga perusahaan Rokok di Indonesia maka selanjutnya peneliti menunjukkan Rasio

0 5 10 15 20 25 30 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 ROI

Rata-rata dari ketiga variabel independen dan variabel dependen pada ketiga perusahaan rokok di Indonesia.Rata-rata Rasio tiap perusahaan berikut ini didapatkan dari jumlah nilai setiap variabel dibagi banyaknya variabel tiap tahunnya.Selanjutnya, hasil rasio rata-rata perusahaan rokok di Indonesia diperoleh dari jumlah rasio rata-rata variabel pada tiap perusahaan dibagi banyaknya perusahaan rokok.Agar terlihat jelas mengenai perkembangan Rasio ketiga variabel yang digunakan dalam penelitian.

Tabel 4.18

Rasio Rata-rata variabel penelitian pada Perusahaan Rokok di Indonesia

Perusahaan WCTO CR CTR ROI

PT. HM Sampoerna 7.075 183.3475 4.76875 26.72125 PT. Gudang Garam 3.3325 203.9813 2.5925 9.35375 PT. Bentoel Investama 5.25125 237.695 7.165 4.7175 Rasio rata-rata Perusahaan

Rokok di Indonesia 5.219583 208.3413 4.842083 13.5975 Sumber : Data diolah, 2013

a. Rasio Perputaran Modal Kerja (WCTO)

Rasio rata-rata tingkat perputaran modal kerja perusahaan rokok di Indonesia adalah sebesar 5,22 kali. PT. HM Sampoerna dan PT. Bentoel Investama memiliki rasio rata-rata perputaran modal kerja diatas rasio rata-rata perusahaan rokok di Indonesia, dengan rasio tertinggi pada PT. HM Sampoerna Tbk. yaitu sebesar 7,075 kali.

Likuiditas perusahaan rokok di Indonesia cukup baik karena nilai rasio rata-ratanya sebesar 208,34% (>200%). Likuiditas rata-rata tertinggi adalah pada PT. Bentoel Investama yaitu sebesar 237,69%, sedangkan likuiditas terendah adalah PT. HM sampoerna dengan rasio rata-rata sebesar 183,34%.

c. Rasio Kecukupan Kas (CTR)

Rasio rata-rata Kecukupan Kas perusahaan rokok di Indonesia adalah sebesar 4,84%. Rasio kecukupan kas rata-rata yang tertinggi terdapat pada PT. Bentoel Investama sebesar 7,165% dan rasio kecukupan kas rata-rata yang terendah terdapat pada PT. Gudang Garam yaitu sebesar 2,59%.

d. Rasio Profitabilitas (ROI)

Rasio Rata-rata Profitabilitas perusahaan rokok di Indonesia adalah sebesar 13,597%. Dengan rasio tertinggi pada PT. HM sampoerna sebesar 26,72% dan rasio terendah pada PT. bentoel Investama yaitu sebesar 4,7175%.

4.4Pengujian Asumsi Regresi 4.4.1 Uji Multikolineritas

Masalah-masalah yang mungkin akan timbul pada penggunaan persamaan regresi berganda adalah multikolinearitas, yaitu suatu keadaan yang variabel bebasnya berkorelasi dengan variabel bebas lainnya atau suatu variabel bebas merupakan fungsi linier dari variabel bebas lainnya. Adanya Multikolinearitas dapat dilihat dari tolerance value atau nilai variance inflation factor (VIF). Jika nilai Variance Inflation Factor (VIF) tidak lebih dari 10 dan nilai tolerance dibawah 1 maka model terbebas dari

multikolinearitas. Berikut ditunjukkan hasil uji perusahaan Rokok di Indonesia dengan menggunakan SPSS 18.

Tabel 4.19

Uji Multikolinieritas Perusahaan Rokok di Indonesia Coefficientsa

Model Collinearity Statistics

Tolerance VIF

1 (Constant)

WCTO .721 1.387

CR .777 1.287

CTR .843 1.187

a. Dependent Variable: ROI

Berdasarkan tabel di atas, dapat kita lihat bahwa nilai tolerance dan VIF dari ketiga variabel pada perusahaan rokok go publik tidak lebih dari 10 dan nilai Tolerance ketiga variabel dibawah angka 1. Maka dapat disimpulkan bahwa pada ketiga variabel dalam penelitian ini yaitu Perputaran Modal Kerja (WCTO), Rasio Lancar (CR) dan Rasio Kecukupan Kas (CTR) tidak terjadi multikolinieritas antara ketiga variabel.

4.4.2 Uji Autokorelasi

Autokorelasi dapat diartikan sebagai korelasi yang terjadi di antara anggota-anggota dari serangkaian observasi yang berderetan waktu (apabila datanya time series) atau korelasi antara tempat berdekatan (apabila cross sectional).

Adapun uji yang dapat digunakan untuk mendeteksi adanya penyimpangan asumsi klasik ini adalah uji Durbin Watson (D-W stat) dengan ketentuan sebagai berikut :

1. 1,54< DW < 2,46 maka tidak ada autokorelasi.

2. 1,21< DW < 1,54 atau 2,46 < DW < 2,79 maka tidak dapat disimpulkan. 3. DW < 1,21 atau DW > 2,79 maka terjadi auto korelasi.

Tabel 4.20

Uji Autokorelasi Perusahaan Rokok di Indonesia Model Summaryb

Change Statistics

Durbin-Watson R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change

.685 13.772 3 19 .000 1.590

a. Predictors: (Constant), CTR, CR, WCTO b. Dependent Variable: ROI

Sumber : Data diolah, 2013

Berdasarkan hasil olah data diatas maka diketahui bahwa nilai DW adalah sebesar 1,590.Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi autokorelasi pada model regresi yang digunakan dalam penelitian ini.

4.4.3 Uji Heteroskedasitas

Uji heteroskedasitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke pengamatan yang lain. Model regresi yang baik adalah yang tidak terjadi heteroskedasitas. Pengujiannya gejala heteroskedasitas dapat dideteksi dengan melihat grafik plot antara nilai prediksi variabel terikat (ZPRED) dengan residualnya (SRESID). Jika titik-titik pada scatter plot tersebut membentuk pola tertentu yang teratur (misal bergelombang, melebar

kemudian menyempit), maka dapat diindikasikan telah terjadi heteroskedastisitas. Hasil pengujian heteroskedasitas pada ketiga perusahaan rokok yang dilakukan pada penelitian ini dapat dilihat pada gambar berikut :

Grafik 4.10

Uji heteroskedasitas Perusahaan Rokok di Indonesia

Berdasarkan scatter plot di atas terlihat bahwa titik-titik menyebar secara acak serta tersebar di atas maupun di bawah maupun diatas angka 0 pada sumbu Y. hanya.Maka secara garis besar dapat disimpulkan bahwa dalam model regresi ini tidak terjadi heteroskedasitas.

4.4.4 Uji Normalitas

Uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi, variabel terikat dan variabel bebas keduanya mempunyai distribusi normal atau tidak.Model regresi yang baik adalah memiliki distribusi data normal atau mendekati normal. Metode yang dapat dipakai untuk normalitas antara lain: analisis grafik dan analisis statistik.

Uji normalitas dalam penelitian ini dilakukan dengan cara analisis grafik. Normalitas dapat dideteksi dengan melihat penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik atau dengan melihat histogram dari residualnya:

1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti garis diagonal atau grafik histogramnya menunjukkan pola distribusi normal (menyerupai lonceng), regresi memenuhi asumsi normalitas.

2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan atau tidak mengikuti arah garis diagonal atau grafik histogram tidak menunjukkan pola distribusi normal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi normalitas.

Berikut adalah gambar yang memperlihatkan hasil uji normalitas pada ketiga perusahaan rokok yang ditunjukkan secara berurut. Uji ini dilakukan menggunakan pengolahan data SPSS 18.0 dengan proses plot area.

Grafik 4.11

Uji Normalitas Perusahaan Rokok di Indonesia

Dari hasil uji diatas terlihat bahwa titik-titik menyebar di sekitar garis dan mengikuti garis diagonal membuat pola gelombang yang teratur.Maka dapat disimpulkan bahwa nilai residual untuk model regresi ini telah normal dan memenuhi asumsi normalitas dimana distribusi datanya normal.

Dokumen terkait