• Tidak ada hasil yang ditemukan

Rata-rata Lama Sekolah

Dalam dokumen INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (Halaman 53-61)

GAMBARAN SOSIAL EKONOMI MASYARAKAT DI KABUPATEN BANDUNG

3. Daerah dengan AKB di bawah 30 per seribu kelahiran bayi hidup diklasifikasikan sebagai daerah hard-rock, yaitu hanya sebagian kecil saja

3.3.3. Rata-rata Lama Sekolah

Dari sisi pemerataan pendidikan khususnya bagi penduduk perempuan masih relatif rendah dibandingkan dengan penduduk laki-laki. Menurut data Suseda 2009 penduduk perempuan usia 10 tahun keatas yang mampu melanjutkan pendidikan SLTP keatas sekitar 46,41 persen, lebih tinggi dibandingkan kondisi tahun 2008 yaitu sebesar 42,41 persen. Sedangkan penduduk laki-laki selalu memiliki persentase yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Pada tahun 2009, penduduk laki-laki yang mampu menyelesaikan pendidikan SLTP keatas mencapai 52,26 persen, meningkat dibandingkan tahun 2008 yang mencapai 48,81 persen.

Dari perkembangan data pendidikan yang ditamatkan, dapat terlihat bahwa sebagian besar masyarakat sudah tidak lagi mengedepankan pendidikan anak laki-laki dibandingkan dengan anak perempuan. Hal ini ditandai oleh kondisi pada setiap jenjang pendidikan terutama sampai dengan tingkat SLTP, kesenjangan pendidikan antara penduduk laki-laki dan perempuan relatif tidak jauh berbeda. Menurut data Suseda 2009, persentase penduduk perempuan yang tamat SD mencapai 37,15 persen relatif lebih baik dibandingkan laki-laki yang hanya mencapai 33,83 persen. Pola yang sama terjadi pula pada tingkat pendidikan SLTP, persentase penduduk perempuan yang tamat SLTP mencapai 25,35 persen sedikit diatas penduduk laki-laki yang mencapai 24,83 persen.

Perbedaan mulai terlihat pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi. Pada tingkat pendidikan SLTA, pada tahun 2009 persentase penduduk perempuan yang menamatkan pendidikan SLTA baru mencapai 17,16 persen jauh lebih rendah dibandingkan penduduk laki-laki yang mencapai 22,74 persen. Kondisi ini dapat dimaklumi, karena pada umumnya lokasi sekolah SLTA relatif lebih jauh, sehingga ada kecenderungan orang tua untuk lebih berani mengirimkan anak laki-laki dibandingkan anak perempuan untuk

bersekolah ke tempat yang relatif jauh Juga karena ada pemikiran bahwa suatu saat setelah dewasa, anak laki-laki lebih berkewajiban untuk mencari nafkah bagi keluarganya, sehingga perlu bekal pendidikan yang cukup sebagai bekal untuk mencari nafkah pada saat memasuki dunia kerja.

Tabel 3.5.

Persentase Penduduk Usia 10 Tahun Keatas

Menurut Pendidikan Yang Ditamatkan dan Jenis kelamin di Kabupaten Bandung, Tahun 2008-2009

Sumber : BPS Kabupaten Bandung, Suseda 2008-2009

Pendidikan merupakan elemen penting pembangunan dan perkembangan sosial-ekonomi masyarakat. Pendidikan juga berperan penting dalam meningkatkan kualitas hidup individu, masyarakat dan bangsa. Semakin tinggi tingkat pendidikan masyarakat, semakin baik kualitas sumber dayanya. Pendidikan yang berkualitas akan menghasilkan manusia terdidik yang bermutu dan handal sesuai dengan kebutuhan jaman. Penduduk yang berkemampuan diharapkan dapat meningkatkan partisipasinya dalam berbagai kegiatan, sehingga dimasa mendatang mereka dapat hidup lebih layak. Pendidikan yang 2008 2009 Ditamatkan L P L+P L P L+P [1] [2] [3] [4] [5] [6] [7] Belum /Tidak tamat SD 16,32 18,23 17,27 13,91 16,44 15,17 SD 34,87 39,36 37,11 33,83 37,15 35,48 SLTP 23,89 24,17 24,03 24,83 25,35 25,09 SLTA 21,17 15,30 18,24 22,74 17,16 19,96 Perguruan Tinggi 3,75 2,94 3,35 4,69 3,90 4,30

IPM Kabupaten Bandung Tahun 2009 45

3.4. Ketenagakerjaan

Capaian kesejahteran masyarakat suatu wilayah sangat tergantung kepada potensi sumber daya yang dimiliki dan bagaimana potensi SDA yang ada dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan baik. Kualitas SDA akan sangat berperan untuk menciptakan dan menggerakkan aktivitas perekonomiannya. Peranan SDM dalam mengelola perekonomian suatu wilayah dapat ditunjukkan oleh indikator ketenagakerjaan. Salah satu indikator yang biasa dipakai dalam melihat atau menggambarkan tingkat perekonomian masyarakat adalah laju pertumbuhan angkatan kerja yang terserap di lapangan pekerjaan. Tingginya angkatan kerja di suatu daerah akan menggerakan perekonomian daerah tersebut. Gambaran kondisi ketenagakerjaan seperti persentase angkatan kerja yang bekerja, dan distribusi lapangan pekerjaan sangat berguna untuk melihat prospek ekonomi Kabupaten Bandung. Pertumbuhan ekonomi dapat dilihat apakah benar-benar digerakan oleh produksi yang melibatkan tenaga kerja daerah atau karena pengaruh faktor lain. Banyaknya penduduk yang bekerja akan berdampak pada peningkatan kemampuan daya beli dan peningkatan pendapatan penduduk sangat menentukan untuk pemenuhan kebutuhan hidup yang layak.

Secara sederhana untuk melihat kualitas pembangunan manusia dapat disandarkan kepada dua pendapat Ramirez dkk (1998):

Pertama, bahwa kinerja ekonomi mempengaruhi pembanguan manusia,

khususnya melalui aktivitas rumahtangga dan pemeritah, aktivitas rumahtangga yang memiliki kontribusi langsung terhadap pembangunan manusia antara lain kecenderungan rumahtangga untuk membelanjakan pendapatan bersih untuk memenuhi kebutuhan (pola konsumsi), tingkat dan distribusi pendapatan antar rumahtangga, dan makin tinggi tingkat pendidikan terutama pendidikan perempuan akan semakin positif bagi pembangunan manusia berkaitan dengan andil yang tidak kecil dalam mengatur pengeluaran rumahtangga.

Kedua, pembangunan manusia yang tinggi akan mempengaruhi perekonomian melalui produktifitas dan kreatifitas masyarakat. Pendidikan dan kesehatan penduduk sangat menentukan kemampuan untuk mengelola dan menyerap sumber-sumber pertumbuhan ekonomi.

Dari kedua pendapat tersebut dapat dikatakan bahwa antara pembangunan manusia dan pertumbuhan ekonomi berhubungan secara simultan, dengan kata lain tercapainya pertumbuhan ekonomi yang tinggi yang disertai pemerataan distribusi pendapatan, maka tingkat daya beli, kesehatan dan pendidikan akan lebih baik. Dan pada giliranya akan memperbaiki tingkat produktifitas tenaga kerja yang akan mendorong pertumbuhan ekonomi.

Karakteristik suatu wilayah dapat pula dilihat dari aspek pendidikan, dimana tingkat pendidikan dapat mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat. Semakin tinggi tingkat pendidikan yang ditamatkan oleh seorang pekerja, maka pekerja tersebut akan memiliki produktivitas yang relatif lebih baik dan mendapatkan pendapatan yang lebih tinggi.

Target pertumbuhan ekonomi sebenarnya tidak hanya untuk mencapai tinggi angka pertumbuhan. Pertumbuhan ekonomi yang diinginkan adalah pertumbuhan yang berkualitas dan digerakkan oleh peningkatan kapasitas produksi masyarakat. Walaupun angka pertumbuhannya tidak terlalu tinggi, namun apabila kualitas capaiannya jauh lebih tinggi, maka akan mempengaruhi capaian pembangunan manusia. Pertumbuhan yang berkualitas adalah yang dapat menggerakan pendapatan perkapita, dan menyerap tenaga kerja, yang pada akhirnya dapat memperbaiki pola distribusi pendapatan antar kelompok masyarakat. Pada akhirnya, pertumbuhan ekonomi yang berkualitas mengakibatkan banyak penduduk yang memiliki cukup uang untuk memenuhi kebutuhannya untuk membiayai kebutuhan makanan, pendidikan, kesehatan dan perumahan sehingga dapat mempercepat pembangunan manusia.

IPM Kabupaten Bandung Tahun 2009 47 Pertumbuhan ekonomi merupakan sarana utama (principal means) bagi pembangunan manusia untuk dapat berlangsung secara berkesinambungan. Hal ini sejalan dengan banyak bukti empiris yang menunjukkan bahwa tidak ada suatu negara pun yang dapat membangun manusia secara berkesinambungan tanpa tingkat pertumbuhan ekonomi yang relatif tinggi. Walaupun demikian tidak berarti bahwa pertumbuhan ekonomi merupakan syarat mutlak bagi pembangunan manusia. Antara keduanya tidak ada hubungan otomatis tetapi berlangsung melalui berbagai jalur antara lain yang penting ketenagakerjaan. Artinya, pertumbuhan ekonomi akan dapat ditransformasikan menjadi peningkatan kapabilitas manusia, jika pertumbuhan itu berdampak secara positif terhadap penciptaan lapangan kerja atau usaha. Lapangan kerja yang diciptakan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan rumahtangga yang memungkinkannya “membiayai” peningkatan kualitas manusia anggota rumahtangganya. Kualitas manusia yang meningkat pada sisi lain akan berdampak pada peningkatan kualitas tenaga kerja, yang pada gilirannya akan mempengaruhi tingkat dan kualitas pertumbuhan ekonomi. Secara singkat dapat dikatakan bahwa pertumbuhan mempengaruhi ketenagakerjaan dari sisi permintaan (menciptakan lapangan kerja) dan sisi penawaran (meningkatkan kualitas tenaga kerja).

Tingkat partisipasi angkatan kerja (TPAK) di Kabupaten Bandung pada tahun 2009 mencapai 52,00 persen. Jika dilihat berdasarkan perspektif jender, TPAK perempuan di Kabupaten Bandung yang mencapai 27,46 persen relatif jauh tertinggal dibandingkan dengan penduduk laki-laki yang mencapai lebih dari 76,32 persen. Terdapat ketimpangan yang sangat tajam dalam pasar kerja, dimana perempuan cenderung kurang memiliki akses untuk memasuki dunia kerja. Hal ini kemungkinan disebabkan karena sebagian besar perempuan usia produktif di kabupaten Bandung berada pada posisi sebagai ibu rumah tangga. Kondisi tersebut menunjukkan perempuan masih mengalami perlakuan tidak berimbang dengan laki-laki dalam dunia kerja, dimana laki-laki lebih diprioritaskan daripada perempuan, sehingga kesempatan kerja bagi perempuan cenderung sangat kompetitif.

Gambar 3.11.

Tingkat Kesempatan Kerja, Pengangguran dan TPAK Menurut Jenis Kelamin di Kabupaten Bandung, Tahun 2009

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 Laki-laki 76,32 89,39 10,61 Perempuan 27,46 82,14 17,86 Laki-laki+Perempuan 52,00 87,49 12,51

TPAK Kesempatan Kerja Pengangguran

Sumber: BPS Kabupaten Bandung, Suseda 2009

TPAK merupakan indikator yang menggambarkan seberapa banyak dari angkatan kerja yang aktif secara ekonomi. Pendapatan rumahtangga perlu diberi perhatian lebih, mengingat dampaknya yang luas terhadap taraf kesejahteraan terhadap kemiskinan. Kemiskinan sangat dipengaruhi oleh pendapatan rumahtangga karena hampir semua rumahtangga mengandalkan upah/gaji (bagi yang berstatus buruh/karyawan) atau keuntungan usaha (bagi yang berstatus berusaha). Dengan demikian masalah ketenagakerjaan secara langsung berkaitan dengan masalah kemiskinan. Implikasi logisnya jelas: upaya pengentasan kemiskinan yang merupakan keprihatinan nasional bahkan global (tercermin dari sasaran pertama dan utama Millenimum

IPM Kabupaten Bandung Tahun 2009 49 Development Goals, MDG) mestinya harus ditempuh melalui upaya penyelesaian masalah ketenagakerjaan. Dalam hal ini masalah ketenagakerjaan, paling tidak mengandung dua aspek pokok: penyediaan lapangan kerja/usaha dan peningkatan produktifitas tenaga kerja.

Berdasarkan Suseda tahun 2009 tingkat pengangguran terbuka di Kabupaten Bandung sebesar 12,51 persen. Angka pengangguran ini terus mengalami penurunan dibandingkan kondisi tahun 2007 yang mencapai 14,64 persen dan tahun 2008 sebesar 13,19 persen. Namun demikian angka pengangguran masih tergolong tinggi, sehingga harus terus diupayakan penyediaan lapangan pekerjaan. Tingkat pengangguran terbuka masih didominasi oleh penduduk perempuan yang mencapai sebesar 17.86 persen. Kondisi tersebut lebih banyak disebabkan karena lapangan kerja yang ada belum sesuai dengan ketersediaan kualitas tenaga kerja perempuan di Kabupaten Bandung. Untuk meningkatkan daya saing kaum perempuan, maka peningkatan kualitas pekerja perempuan menjadi mutlak terus dilakukan, baik melalui pendidikan formal maupun informal.

Pergeseran penyerapan lapangan pekerjaan ke sektor industri dapat menjadi indikator meningkatnya kesejahteraan masyarakat suatu wilayah. Berdasarkan data pada tabel 3.6 diperlihatkan bahwa lapangan pekerjaan penduduk 10 tahun ke atas mengalami pergeseran dari sektor pertanian ke sektor industri, transportasi, dan komunikasi. Persentase lapangan usaha di sektor industri mengalami peningkatan dari tahun 2007 sebesar 23,56 persen, menjadi 27,08 persen pada tahun 2008. Kemudian pada tahun 2009 kembali meningkat menjadi 29,87 persen. Ada indikasi bahwa peningkatan pada sektor industri adalah pada usaha industri kecil dan mikro yang cukup mampu menyerap tenaga kerja.

Pada tahun 2009 proporsi rumah tangga yang bekerja di sektor perdagangan mengalami masih berada pada kisaran 19 persen. Sedangkan yang bekerja di sektor jasa meningkat dibandingkan tahun 2008, menjadi 12,49 persen. Fluktuasi proporsi rumahtangga yang bekerja di sektor pertanian masih belum menunjukkan perubahan yang berarti, bahkan indikasi perpindahan lapangan usaha penduduk dari sektor pertanian ke sektor-sektor

lainnya (pertambangan, listrik gas dan air, angkutan dan komukasi, koperasi dan lembaga keuangan), sehingga proporsi sektor lainnya mencapai 17,02 persen.

Tabel 3.6.

Persentase Lapangan Pekerjaan

Penduduk Berumur 10 Tahun Keatas, Tahun 2006-2009

Lapangan Pekerjaan 2006 2007 2008 2009 [1] [2] [3] [4] [5] Angkatan Kerja yang Bekerja Pertanian 25,86 25,02 20,66 21,87 Industri 26,42 23,56 27,08 29,87 Perdagangan 19,06 18,54 19,51 18,75 Jasa 10,76 21,19 10,21 12,49 Lainnya 17,90 11,69 22,54 17,02 Angkatan Kerja yang Menganggur 14,73 14,64 13,19 12,51

IPM Kabupaten Bandung Tahun 2009 51 Upaya untuk meningkatkan derajat manusia di Kabupaten Bandung melalui berbagai program akselerasi di berbagai bidang komponen IPM telah menunjukkan hasil yang signifikan. Hal ini dapat terlihat dari pertumbuhan IPM pada lima tahun terakhir. Adanya peningkatan kualitas hidup manusia yang cukup signifikan baik dari sisi kesehatan, pendidikan maupun ekonomi maka akan terlahir generasi-generasi penerus yang berkualitas. Hingga suatu saat nanti penduduk Kabupaten Bandung tidak lagi menjadi beban dalam pembangunan, namun dapat menjadi penggerak pembangunan.

Peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan dan daya beli, satu dengan yang lain saling mempengaruhi. Sehingga capaian yang ada untuk satu komponen tidak hanya milik satu sektor, namun dipengaruhi oleh sektor lain.

Pada paparan berikut akan digambarkan pencapaian IPM Kabupaten Bandung beserta komponen pembentuknya, serta pencapaian yang telah terjadi di wilayah tingkat kecamatan.

Dalam dokumen INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (Halaman 53-61)

Dokumen terkait