• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL DAN PEMBAHASAN Keadaan Umum

Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan Ibu kota Republik Indonesia dan secara geografis terletak pada posisi 6019 – 6047’ Lintang Selatan dan 10601’ – 107013’ Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Bogor adalah 2.301,95 Km2 atau 299.077 ha. Batas wilayah kabupaten Bogor adalah sebagai berikut :

ƒ Sebelah Utara : DKI Jakarta, Kabupaten Tangerang (Provinsi Banten), Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi.

ƒ Sebelah Timur : Kabupaten Karawang, Cianjur dan Purwakarta.

ƒ Sebelah selatan : Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur.

ƒ Sebelah Barat : Kabupaten Lebak (Provinsi Banten).

ƒ Sebelah Tengah : Kota Bogor.

Penggunaan lahan yang dominan adalah kebun campuran dan lahan Hutan dengan luas lahan masing-masing sebesar 94.219 ha atau sekitar 31,5 % dan 63.819 ha atau 21,34% dari luas wilayah Kabupaten Bogor. Dengan demikian dapat dilihat bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Bogor merupakan kebun campuran dan hutan. Lahan terbangun berupa lahan pemukiman penduduk seluas 17.109 ha atau sekitar 5,72% dari seluruh wilayah Kabupaten Bogor. Penggunaan lahan lainnya adalah : sawah 69.073 ha (23,09%), pertanian tanah kering 4,96%, perkebunan 7,77%, padang rumput 0,08%, lahan perairan 0,04%, lahan kosong 2,84%, lahan khusus atau lahan yang digunakan untuk peternakan, pariwisata/golf, bandara/galian 0,81% dari luas seluruh wilayah Kabupaten Bogor.

Potensi Wilayah

Sebagai salah satu komponen lingkungan abiotik, cuaca maupun iklim memiliki pengaruh yang besar pada kehidupan seluruh makhluk hidup termasuk ternak yang dipelihara manusia. Dalam usaha produksi ternak faktor meteorologi (radiasi matahari, temperature, kelembaban, angin dan curah hujan) menjadi faktor pembatas yang sulit dikendalikan (Tabel 5). Faktor-faktor tersebut baik secara

xxxi langsung maupun tidak langsung berpengaruh besar pada kesehatan dan daya tahan tubuh (Silva, 2006).

Tabel 5. Kondisi Topografi masing-masing di Lokasi Penelitian Kecamatan

No Tofografi

Cibungbulang Pamijahan Nanggung Sukajaya 1 Luas Wilayah (ha) 3.266,158 6.669,29 13.525, 25 8.352,71

2 Suhu (0C) 29 20-28 22-33 16-31

3 Kelembaban, Rh (%) 70 70-75 77 75-80

4 Curah Hujan (mm/tahun) 2000-3000 - 3000-3500 2650

5 Ketinggian dpl (m) 350 700 400 800 6 Bentuk Wilayah : a) Dataran Rendah (%) b) Berbukit (%) c) Bergunung-gunung(%) Ya Ya Ya Ya (15) Ya (25) Ya (60) Ya Ya Ya Ya (5) Ya (25) Ya (70) 7 Batas Wilayah (kecamatan) a) Sebelah Utara b) Sebelah Selatan c) Sebelah Barat d) Sebelah Timur Rumpin Pamijahan Leuwiliang Ciampea Cibungbulang Sukabumi Leuwiliang Tenjolaya Cigudeg Kab.Sukabumi Sukajaya Leuwisadeng Cigudeg Nanggung Lebak Nanggung 8 Pemanfaatan Tanah (ha)

a) Tanah Sawah

b) Tanah Ladang/kering c) Tanah Perkebunan d) Tanah Hutan e) Tanah Perumahan f) Tanah Penggunaan lain

603,0 479 - - 474 - 3.234,3 966,2 1.446,3 - 678,1 283,7 1.877,4 474,0 5.138,9 - 3.573,0 2.462,0 2.561,0 3.415,7 2.330,0 137,0 - 46,0 Sumber : Data Monografi Dinas Kecamatan (2008)

Kecamatan Nanggung memiliki wilayah yang paling luas dibandingkan kecamatan lain. Hampir seluruh lokasi penelitian memiliki lahan pertanian cukup luas dan tanah yang subur, sehingga kondisi tersebut mendukung pendayagunaan lahan tanah secara optimal sebagai lumbung hasil-hasil pertanian seperti padi, jagung, ubi, sayur-sayuran, dll. Usaha peternakan yang sering kali dilakukan petani/peternak diantaranya ternak kerbau, sapi perah, sapi potong, kambing, domba,

xxxii entog dan bebek. Potensi limbah pertanian yang cukup melimpah di lokasi penelitian secara tidak langsung menarik antusias petani untuk memelihara ternak. Walaupun peternak masih secara tradisional dalam pemeliharaan baik dari segi jumlah (kuantitas) ternak masih sedikit dan teknologi masih secara tradisional. Peternak masih tetap bertahan dan mampu menghidupi keluarga dari penghasilan bertani maupun beternak kerbau (Tabel 5).

Suhu rata-rata pada lokasi penelitian tidak terlalu berbeda. Rata-rata suhu udara tertinggi sampai terendah terdapat di kecamatan Cibungbulang 290C, Nanggung 27,50C, Pamijahan 240C dan Sukajaya 23,50C. Semakin rendah suhu suatu lokasi maka akan semakin cocok untuk pertumbuhan kerbau. Kerbau tidak terlalu kuat pada suhu panas yang terlalu lama karena bisa menyebabkan kerbau menjadi stres. Menurut Prabuningrum (2005), semakin tinggi suatu tempat dari permukaan laut maka suhu tempat tersebut semakin rendah. Jumlah air hujan yang turun disuatu daerah pada selang waktu tertentu disebut curah hujan. Jumlah curah hujan 1 mm menunjukkan tinggi air hujan yang menutupi permukaaan bumi 1mm jika air tersebut tidak meresap ke dalam tanah atau menguap ke atmosfer (Tjasyono, 2004). Curah hujan semakin tinggi maka akan menambah cadangan air dalam tanah dan menambah debit air sungai apabila kondisi alam tidak rusak. Cadangan air semakin banyak maka mampu memenuhi kebutuhan kerbau untuk minum dan mandi baik kondisi musim hujan maupun kemarau. Air memiliki peranan penting bagi kerbau untuk pertumbuhan dan perkembangan.

Semakin tinggi suatu lokasi dari permukaan air laut maka kecenderungan topografi wilayah semakin tidak rata. Daerah Sukajaya memiki ketinggian yang paling tinggi dibandingkan daerah penelitian lain. Pengambilan sampel kerbau daerah Pamijahan dominan di daerah perbukitan dan jarang dijumpai lokasi datar. Pengambilan sampel di daerah Cibungbulang dominan di daerah datar serta jarang ditemui lokasi yang curam. Menurut Joseph (1996) menyatakan ketinggian tempat dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap ternak. Tiap ketinggian 100 meter dpl maka akan menurunkan suhu sebesar 10C . Kondisi suhu rendah pada daerah dataran tinggi memberikan situasi lingkungan yang lebih kondusif bagi pertumbuhan ternak kerbau. Pengaruh tidak langsung terjadi melalui ketersediaan hijauan pakan ternak dari segi kualitas maupun kuantitasnya (Tabel 5).

xxxiii Bentuk wilayah tidak rata akan sulit berkembang dibandingkan dengan wilayah yang datar karena akan semakin sulit menjangkaunya dan biaya transportasi semakin tinggi. Biaya transportasi semakin tinggi maka akan menaikkan harga komoditas barang pertanian maupun kebutuhan sehari-hari. Kecamatan Sukajaya, Pamijahan dan Nanggung sebagian besar memiliki kondisi wilayah bergunung-gunung sebesar 55-70%. Kondisi tersebut dimanfaatkan masyarakat untuk areal pertanian terutama persawahan dengan sistem pundak-berundak atau sengkedan (Gambar 3). Tanaman pertanian yang sering ditanam berupa padi, pisang, jagung, singkong, dll. Kondisi tersebut mendukung untuk pengembangan ternak kerbau sebagai sumber tenaga membajak sawah (Tabel 5).

Pemanfaatan tanah pada lokasi penelitian diantaranya dominan untuk areal persawahan terdapat di Kecamatan Cibungbulang dan Pamijahan, dominan tanah perkebunan di daerah Nanggung dan dominan tanah ladang/kering di daerah Sukajaya.

A. Tofografi Datar B. Daerah Aliran Sungai

C. Sawah Sistem Pundak-berundak D. Daerah Perbukitan

Gambar 3. Kondisi Tofografi Daerah Penelitian

xxxiv

Monografi Daerah Penelitian

Keanekaragaman kondisi ternak kerbau tidak sama karena ada beberapa faktor diantaranya kondisi lingkungan penelitian, manajemen pemeliharaan maupun kondisi sosial masyarakat yang berbeda satu sama lain. Berikut dibawah ini kondisi monografi lokasi penelitian.

Mata Pencaharian

Mata pencaharian utama masyarakat masih didominasi sebagai petani seperti petani pemilik, penggarap maupun buruh, kemudian disusul sebagai buruh perkebunan, pedagang, buruh industri, dll. Kultur sosial budaya masyarakat yang melekat pada sektor pertanian khususnya bidang peternakan, secara tidak langsung akan mempengaruhi perkembangan budidaya ternak baik ternak ruminasia besar maupun kecil (Lampiran 2). Petani tersebut diantaranya petani padi, umbi-umbian, jagung dan sayur-mayur. Usaha peternakan yang sering dijumpai meliputi ayam potong, ayam kampung, kerbau, sapi perah, itik, kambing dan domba.

Tabel 6. Mata Pencahariaan Utama Petani Di Lokasi Penelitian

Dari hasil pengamatan dilapang petani/peternak memelihara ternak kerbau karena ada beberapa faktor pendukung diantaranya : budaya membajak sawah dengan menggunakan kerbau masih sangat kuat, sebagai penghasilan tambahan dari upah membajak sawah, mudah memeliharanya, tahan terhadap penyakit, harga jual kerbau yang menguntungkan, tradisi turun-temurun yang diwariskan dari orang tua serta kondisi alam yang cocok. Pemeliharaan kerbau untuk membajak sawah merupakan sebuah budaya masyarakat yang telah lama dilakukan dan diwariskan secara turun-temurun. Petani dalam menggarap sawah masih didominasi menggunakan kerbau dibandingkan dengan menggunakan mesin traktor. Petani beranggapan membajak dengan kerbau hasilnya lebih baik daripada menggunakan traktor (Gambar 4). Alasan petani diantaranya tanah lebih mudah diolah, tanah mudah dicangkul, tidak padat, tanah hasil bajak lebih dalam dan biaya pengeluran untuk membajak lebih efisien daripada menyewa sebuah traktor. Pengeluaran selama

Mata Pencaharian Utama, jiwa (%) Jumlah Responden

Petani Peternak Pedagang

Persentase

40 Responden 19(47,5%) 18(45%) 3(7,5%) 40(100%)

xxxv pemeliharaan kerbau diantaranya beli bibit, pembuatan kandang, dan peralatan sabit. Rata-rata harga bibit kerbau bervariasi mulai umur 1-2 tahun berkisar Rp 3 - 5 Juta, kerbau umur 2-3 tahun berkisar Rp 5- 8 Juta dan kerbau umur dewasa 3-5 tahun berkisar Rp 8 - 10 Juta tergantung dari besar kecil ukuran tubuh.

Gambar 4. Pemanfaatan Kerbau Sebagai Pembajah Sawah

Karakteristik Peternak

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan nasional khususnya bidang pertanian. Semakin tinggi tingkat pendidikan para petani/peternak maka wawasan pengetahuan akan semakin luas sehingga akan memberikan manfaat langsung terhadap tata cara pemeliharaan kerbau Jumlah penduduk Kecamatan Cibungbulang sebanyak 124.086 jiwa terdiri berpendidikan SD sebanyak 15.972 jiwa, SMP sebanyak 12.315 jiwa, SMA sebanyak 7.850 jiwa dan Sarjana (S-1) sebanyak 61 jiwa (Lampiran 2). Tingkat pendidikan peternak kerbau tergolong rendah karena dari total 34 responden diantaranya pendidikan SD sebanyak 23 jiwa (67,7%) dan tidak sekolah sebanyak 5 jiwa (14,7%) (Tabel 7).

Tabel 7. Tingkat Pendidikan Peternak di Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian, jiwa (%)

Pendidikan

Cibungbulang Pamijahan Nanggung Sukajaya

Persentase Tidak Sekolah - 1(2,9%) 4(11,8%) - 5(14,7%) SD 3(8,8%) 9(26,5%) 9(26,5) 2(5,9%) 23(67,7%) SMP 3(8,8) - 2(5,9%) - 5(14,7%) Perguruan Tinggi Sarjana 1(2,9%) - - - 1(2,9%) 21

xxxvi Sedikit sekali para peternak yang melanjutkan jenjang lebih tinggi seperti pendidikan SMA maupun Perguruan Tinggi karena beberapa alasan seperti kendala biaya dan jarak sekolah yang jauh dari tempat tinggal. Pendapatan peternak masih kecil karena penghasilan yang diperoleh dari hasil membajak sawah digunakan untuk kebutuhan dapur keluarga. Kalau uang tersebut masih tersisa biasanya ditabung untuk kebutuhan darurat atau menutupi pengeluaran ketika tidak ada lagi upah membajak sawah. Dari seluruh peternak yang diwawancarai terdapat satu orang peternak berlatar belakang pendidikan sarjana yang menerjuni usaha pertanian.

Lama Memelihara Kerbau

Memelihara kerbau sudah lama dilakukan oleh para peternak bahkan sejak berumur masih muda atau masih sekolah mereka sudah biasa menggembalai kerbau. Peternak kerbau di daerah penelitian sebagian besar sudah memelihara kerbau ± 10 tahun lebih (Tabel 8).

Tabel 8. Lama Peternak Memelihara Kerbau di Lokasi Penelitian

Kebiasaan peternak yang mewariskan usaha memelihara kerbau ke anaknya terutama kaum lelaki sudah berlangsung turun-temurun sehingga sudah biasa apabila kita menjumpai anak kecil menggembalai kerbau sepulang dari sekolah. Dari total 45 responden peternak meliputi peternak berusia 21-30 tahun (8,9%), peternak berusia 31-40 tahun (22,2%), peternak berusia 41-50 tahun (22,2%) dan peternak berusia >51 tahun (40,4%).

Lokasi Penelitian, jiwa (%) Umur

Memelihara Cibungbulang Pamijahan Nanggung Sukajaya

Persentase 21-30 tahun 1(2,2%) 2(4,4%) 1(2,2%) - 4(8,9%) 31-40 tahun 2(4,4%) - 6(13,3%) 2(4,4%) 10(22,2%) 41-50 tahun 2(4,4%) 6(13,3%) 3(4,7%) - 10(22,2%) >50 tahun 6(13,3%) 5(11,1) 7(15,5%) 2(4,4%) 20(40,4%) 22

xxxvii

Struktur Populasi Kerbau Rawa Perkembangan Populasi Ternak Kerbau di Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor sebagai sentra produk pertanian baik tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, biofarmaka, tanaman hias dan tanaman hutan. Disamping itu, Kabupaten Bogor sebagai sentra pemasok ternak daging dan perikanan budidaya. Budidaya ternak yang dilakukan diantaranya kerbau, sapi, kambing, domba, unggas, maupun kelinci yang dimanfaatkan untuk menghasilkan daging. Ternak tersebut untuk memenuhi kebutuhan wilayah sekitar JABODETABEK (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) yang terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk (Tabel 9).

Tabel 9. Perkembangan Ternak Ruminansia Tiap Tahun di Kabupaten Bogor Tahun No Jenis Ternak 2002 2003 2004 2005 2006 2007 ---ekor--- 1 Kerbau 20.965 20.803 21.172 21.434 21.228 16.662 2 Sapi potong 11.426 14.125 16.594 16.622 14.831 17.502 3 Sapi perah 5.095 5.160 5.356 5.435 5.123 5.268 4 Kambing 109.888 111.520 124.782 120.255 122.064 117.386 5 Domba 216.127 217.542 217.855 220.467 229.012 223.253 Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Bogor (2007)

Peningkatan populasi kerbau tiap tahunnya tidak terlalu signifikan bahkan terjadi penurunan drastis tahun 2007. Peningkatan populasi kerbau dari tahun sebelumnya terjadi pada tahun 2004 dan 2005 masing-masing sebesar 1,7% dan 1,2% sedangkan penurunan populasi dari tahun sebelumnya terjadi pada tahun 2003, 2006 dan 2007 masing-masing sebesar 0,77%, 0,96% dan 21,51%. Bila tahun 2002 dijadikan sebagai populasi awal ternak kerbau maka persentase peningkatan/penurunan populasi tiap-tiap tahunnya adalah tahun 2003 (-0,77%), tahun 2004 (0,98%), tahun 2005 (2,24%), tahun 2006 (1,25%) dan tahun 2007 (-20,5%). Penurunan populasi kerbau tertinggi pada tahun 2007 sebesar 21,51% sehingga perlu dilakukan berbagai upaya untuk mencegah penurunan populasi tiap tahun diantaranya penyuluhan mengenai tata cara pemeliharaan kerbau dan mencegah pemotongan betina produktif.

xxxviii

Kontribusi Daging Asal Ternak

Produksi daging asal ternak tiap tahun mengalami peningkatan/penurunan (fluktuasi) sedangkan kebutuhan manusia akan konsumsi daging terus mengalami peningkatan setiap tahun seiring pertambahan penduduk tiap tahun (Gambar 10).

Tabel 10. Kontribusi Daging Asal Ternak Kabupaten Bogor Tahun 2005-2007 Produksi Kontribusi No Jenis Daging 2005 2006 2007 2005 2006 2007 ---kg--- ---%---1 Kerbau 190.825 249.444 113.497 0,39 0,33 0,15 2 Sapi 3.597.503 9.422.706 9.504.130 7,35 12,59 12,22 3 Kambing 667.389 1.577.450 915.199 1,36 2,11 1,18 4 Domba 1.848.576 3.239.999 2.722.128 3,78 4,33 3,50 5 Ayam ras 41.424.910 59.061.545 63.499.899 84,62 78,94 81,64 6 Ayam buras 1.141.808 1.112.349 932.356 2,33 1,49 1,2 7 Itik 85.194 150.515 94.181 0,17 0,2 0,12

Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Bogor (2007)

Kebutuhan masyarakat akan daging asal ternak masih didominasi oleh daging ayam ras sebesar 81,64%, diikuti daging sapi sebesar 12,22%, domba sebesar 3,50%, ayam buras sebesar 1,2%, kambing 1,18%, kerbau 0,15% dan itik sebesar 0,12%. Kontribusi daging kerbau tahun 2007 mengalami penurunan drastis sebesar 54,5% dari tahun sebelumnya (Dinas Peternakan Kab Bogor, 2007). Produksi daging kerbau mengalami peningkatan pada tahun 2006 sebesar 30,7% dari tahun sebelumnya. Namun persentase kontribusi daging kerbau terhadap keseluruhan produksi daging mengalami penurunan karena peningkatan produksi daging kerbau sebesar 30% masih kecil dibandingkan peningkatan daging sapi sebesar 161,9%, kambing sebesar 136,4% dan domba 75,3% (Tabel 10).

Perkembangan Populasi Kerbau Di Lokasi Penelitian

Perkembangan populasi ternak kerbau di lokasi penelitian dipengaruhi banyak faktor baik kondisi lingkungan maupun tata laksana pemeliharaan kerbau. Populasi kerbau di empat kecamatan sangat bervariasi. Apabila tahun 2005 dijadikan populasi kerbau awal maka Kecamatan Nanggung terjadi peningkatan populasi

xxxix selama dua tahun (8% dan 14,9%) sedangkan Kecamatan Pamijahan mengalami penurunan populasi selama dua tahun (3,2% dan 13,1%). Secara keseluruhan populasi kerbau naik turun tiap tahun walaupun tidak secara signifikan (Tabel 11).

Tabel 11. Perkembangan Populasi Ternak Kerbau Tiap Tahun Tahun No Kecamatan 2005 2006 2007 2005 2006 2007 ---ekor--- ---%--- 1 Cibungbulang 377 374 390 - - 0,80 +3,40 2 Pamijahan 726 703 631 - -3,20 -13,10 3 Nanggung 1049 1133 1205 - +8,00 +14,90 4 Sukajaya 2547 2580 2566 - +1,30 -0,70 Total 4699 4790 4792 - +1,94 +1,98

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kab Bogor tahun 2007

Ket : % = persentase kenaikan/penurunan populasi kerbau dari tahun sebelumnya, (-) = penurunan, dan (+) kenaikan.

Struktur populasi kerbau tiap-tiap daerah penelitian baik kategori anak, muda dan dewasa sangat penting untuk diketahui karena digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan pemetaan persebaran kerbau yang ideal pada usaha peternakan (Tabel 12).

Tabel 12. Struktur Populasi Kerbau Di Lokasi Penelitian Jumlah Populasi

Anak Muda Dewasa

No Lokasi J B J B J B Jumlah 1 Cibungbulang 26 34 31 30 91 178 390 2 Pamijahan 48 94 60 76 99 253 631 3 Nanggung 123 184 101 170 135 482 1205 4 Sukajaya 166 320 287 424 363 1006 2566 Jumlah 366 632 479 700 688 1.919 4.794

Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Bogor (2007)

Persentase jumlah betina dewasa produktif terhadap total populasi kerbau meliputi Kecamatan Cibungbulang sebesar 45,1%, Pamijahan sebesar 40,1%, Nanggung sebesar 40% dan Sukajaya 39,2%. Secara umum kondisi tersebut bisa dikatakan ideal untuk pengembangan ternak kerbau. Apabila terdapat daerah yang

xl memiliki betina dewasa sebesar <40% dari total populasi maka perlu dilakukan usaha penambahan betina produktif ke daerah yang kurang untuk menghindari penurunan populasi kerbau (Tabel 12).

Manajemen Pemeliharaan Kerbau Sistem Pemeliharaan

Terdapat dua sistem pemeliharaan kerbau yang sering dilakukan peternak yaitu intensif dan semi intensif tergantung dari kondisi masing-masing peternak. Beberapa pertimbangan peternak menggunakan sistem intensif diantaranya tidak memiliki waktu untuk menggembalakan kerbau karena usaha kerbau masih sebagai usaha sampingan dan mudah mengontrolnya (Tabel 13).

Tabel 13. Sistem Pemeliharaan Kerbau Di Lokasi Penelitian

Secara umum sistem pemeliharaan ternak kerbau di empat kecamatan tersebut yaitu semi intensif. Pemeliharaan secara semi intensif masih dilakukan oleh peternak sendiri bahkan tak jarang keluarga ikut membantu. Dalam pemeliharaan semi intensif kerbau pada pagi sampai menjelang siang hari digembalakan kemudian kerbau siang hari dikandangkan sampai menjelang sore. Kerbau digembalakan lagi sampai menjelang malam kemudian dikandangkan serta diberikan pakan pada malam hari. Kerbau dimandikan saat digembalakan baik pagi, siang dan sore hari.

Pemeliharaan sistem intensif masih sedikit ditemukan di masing-masing kecamatan. Pemeliharaan intensif dilakukan dengan cara mengkandangkan kerbau selama seharian penuh. Kebutuhan pakan kerbau seluruhnya dipenuhi oleh peternak secara ad libitum/tidak dibatasi. Pemeliharaan secara ekstensif di lokasi penelitian belum di temukan. Pemeliharaan sistem ekstensif yaitu kerbau dipelihara dipadang gembalaan penuh yang banyak ditumbuhi hijuan rumput serta tidak dikandangkan (Gambar 5).

Lokasi Penelitian, jiwa (%) Sistem

Pemeliharaan Cibungbulang Pamijahan Nanggung Sukajaya

Persentase

Semi Intensif 10(16,7%) 7(11,7%) 16(26,7%) 19(31,7) 52(86,7%)

Intensif 1(1,7%) 6(10%) 1(1,7%) - 8(13,3)

xli A. Kerbau Digembalakan B. Kerbau Dikandangkan

Gambar 5. Tata Laksana Sistem Pemeliharaan Kerbau

Kepemilikan Kerbau

Kerbau yang dipelihara peternak tidak semua milik sendiri melainkan milik orang lain yang dititipkan kepeternak untuk dirawat dengan baik. Kepemilikan kerbau hampir sebagian masih secara maro artinya peternak memelihara kerbau milik orang lain sampai batas waktu yang disepakati antara pemilik kerbau dengan peternak. Peternak bertanggungjawab penuh atas ternak, kandang dan pakan. Rata-rata umur kerbau maro sudah masuk kategori dewasa yaitu berkisar antara 3-4 tahun (tabel 14).

Tabel 14. Kepemilikian Kerbau di Lokasi Penelitian

Kerbau maro biasanya dominan berjenis kelamin betina sehingga diharapkan selama pemeliharaan satu tahun kerbau betina melahirkan anak kerbau pertama. Pembagian keuntungan sistem maro baru bisa didapatkan setelah kerbau betina yang dipelihara telah melahirkan anak kerbau. Perbandingan keuntungan antara peternak dengan pemilik adalah 50:50 dari anak kerbau yang dilahirkan sedangkan status induk kerbau maro tetap menjadi pemilik. Apabila anak kerbau tersebut dirawat hingga dewasa kemudian dijual maka uang dari hasil penjualan dibagi dua antara peternak dan pemilik. Resiko apabila terjadi kematian maupun

Lokasi Penelitian, jiwa (%) Kepemilikan

Kerbau Cibungbulang Pamijahan Nanggung Sukajaya

Persentase

Milik Sendiri 5(11,9%) 6(14,3%) 7(16,7%) 3(7,1%) 21(50%)

Maro 5(11,9%) 6(14,3%) 9(21,4%) 1(2,4%) 21(50%)

xlii pencurian terhadap kerbau yang dititipkan menjadi resiko bersama selama tidak ada unsur kesengajaan dari pihak peternak (Tabel 14).

Peternak yang memiliki ternak kerbau salah satunya diperoleh dari warisan orang tua yang biasanya diwariskan kepada anak lelakinya. Ditemukan kepemilikan kerbau yang diperoleh dari uang peternak sendiri karena berpandangan usaha ternak kerbau cukup menguntungkan kalau dilakukan dengan serius. Kepemilikan kerbau melalui pinjaman uang biasanya didapatkan dari kerabat keluarga dekat. Peternak baru bisa memperoleh keuntungan dari hasil penjualan kerbau yang biasanya dijual saat memperingati hari besar agama seperti Idul Fitri dan Idul Adha.

Jenis Pemberian Pakan Kerbau

Pakan hijauan ternak terdiri atas rumput-rumputan dan leguminosa. Pemberian pakan kerbau masih didominasi dari hijauan rumput-rumputan dan limbah-limbah sisa pertaniaan (Tabel 15).

Tabel 15. Jenis-jenis Pemberian Pakan Kerbau di Lokasi Penelitian Jenis Pemberian Pakan

R1 R2 No Kecamatan

Jumlah (%) Jumlah (%) Total

1 Cibungbulang 2 33 4 67 6 2 Pamijahan 9 69 4 31 13 3 Nanggung 1 9 17 94 18 4 Sukajaya 0 0 4 100 4 Total 12 29 29 71 41 Ket : R 1 = Rumput-rumputan,

R 2 = Rumput-rumputan + Limbah Pertanian

Ketersediaan hijauan rumput yang melimpah di daerah penelitian menjadi salah satu faktor pendorong untuk memelihara ternak kerbau. Hijaun rumput yang sering diberikan kerbau dalam bentuk segar diantaranya rumput alang-alang, rumput gajah, lapang, dll. Dalam mencari rumput masih dilakukan secara tradisional dengan menggunakan alat pemotong rumput sederhana yaitu sabit. Jumlah pemberian rumput tergantung dari sistem pemeliharaan dan jumlah kepemilikan kerbau. Peternak akan lebih banyak mencari rumput lagi bila kerbau dipelihara secara intensif dibandingkan dipelihara secara semi intensif maupun ekstensif. Pada pemeliharaan intensif kerbau ditempatkan di kandang terus-menerus dan kerbau

xliii tidak digembalakan sampai kerbau dijual. Aktivitas kerbau baik makan, minum, istirahat maupun mandi dilakukan di kandang sehingga untuk memenuhi kebutuhan pakan harus dipenuhi 100% oleh peternak (Tabel 15).

Selama melakukan proses pengamatan dilapang belum ditemukan padang penggembalaan khusus kerbau baik di Kecamatan Cibungbulang, Pamijahan, Nanggung dan Sukajaya. Peternak masih memanfaatkan lahan-lahan kosong baik areal sawah, kebun maupun pinggir jalan yang banyak ditumbuhi rumput. Ketersediaan hijaun pakan ternak dan limbah-limbah hasil pertanian yang cukup melimpah seperti jerami padi, daun jagung, daun ubi, daun singkong, dll sehingga menjamin kebutuhan pakan kerbau pada daerah penelitian. Selain itu, ketersediaan air yang melimpah karena merupakan daerah pegunungan dan Daerah Aliran Sungai (DAS) sehingga ketersediaan air lebih terjamin. Ketersediaan air sangat mempengaruhi pertumbuhan maupun perkembangan kerbau karena peranannya yang penting bagi metabolisme tubuh serta membersihkan kerbau.

Bentuk Kandang Kerbau

Pembuatan kandang kerbau merupakan faktor penting dalam perkembangan ternak kerbau. Kandang kerbau disesuaikan dengan kondisi daerah pemeliharaan dan kenyamanan ternak kerbau (Tabel 16).

Tabel 16. Bentuk Kandang Kerbau di Lokasi Penelitian Jenis Bentuk Kandang

Tradisional Semi Permanen Permanen No Kecamatan

Jumlah (%) Jumlah (%) Jumlah (%)

1 Cibungbulang 9 21,4 0 0 0 0,0

2 Pamijahan 11 26,2 1 2,4 1 2,4

3 Nanggung 16 38,1 0 0 0 0,0

4 Sukajaya 4 9,5 0 0 0 0,0

Total 40 95,2 1 2,4 1 2,4

Para peternak di lokasi penelitian umumnya menggunakan tipe kandang tradisional berbentuk saung serta jarang ditemukan tipe kandang modern. Beberapa pertimbangan peternak membuat kandang tradisional yaitu potensi lokal berupa sumber daya alam (SDA) melimpah baik itu pohon kayu/hutan, bambu dan pohon kirai, harga bahan baku pembuatan kandang murah, pemakaian kandang lebih tahan

xliv lama, lebih aman bagi kerbau maupun peternak sendiri karena kandang dengan material tersebut lebih elastis dan lebih kokoh tapi tidak mudah retak maupun hancur.

Adapun ciri-ciri kandang tradisional yang sering dijumpai diantaranya dinding kandang masih terbuka sehingga hembusan angin/cahaya masuk kekandang, tiang kandang terbuat dari balok kayu persegi, dinding kandang terbuat dari bambu bulat atau kayu bulat, rangka atap terbuat dari bambu bulat dan atap terbuat dari daun kirai. Jarang ditemukan kandang yang menggunakan atap dari genteng karena biaya lebih besar dan sering mengalami pecah. Kandang semi permanen memiliki ciri lantai kandang dipelur dengan campuran pasir serta semen dan atap kandang terbuat dari asbes. Kandang permanen memiliki ciri seluruh bagian kandang baik lantai, tiang, atap dan dinding terbuat dari bahan material bangunan permanen. Biaya pembuatan kandang semi permanen maupun permanen lebih mahal dibandingkan dengan menggunakan bahan tradisional karena harga bahan baku dasar mahal seperti pasir, semen, upah pekerja dan transportasi (Gambar 6).

A. Tradisional (B). Semi Tradisional Gambar 6. Bentuk Kandang Kerbau

Manajemen Kesehatan

Kesehatan sangat mempengaruhi produktivitas ternak kerbau. Para peternak masih menggunakan cara-cara tradisional untuk menjaga kesehatan kerbau. Pengetahuan peternak diperoleh dari pengalaman dan coba-coba orang tua mereka yang sudah lebih dahulu memelihara kerbau. Mereka memanfaatkan tanaman

Dokumen terkait