• Tidak ada hasil yang ditemukan

Karakteristik Fenotipik Kerbau Rawa (Swamp Buffalo) Di Kabupaten Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Karakteristik Fenotipik Kerbau Rawa (Swamp Buffalo) Di Kabupaten Bogor"

Copied!
100
0
0

Teks penuh

(1)

i

KARAKTERISTIK FENOTIPIK KERBAU RAWA

(

Swamp Buffalo

)

DI KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

ABDI ROBBI ROBBANI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(2)

ii

RINGKASAN

ABDI ROBBI ROBBANI. D14104082. 2009. Karakteristik Fenotipik Kerbau Rawa (Swamp Buffalo) Di Kabupaten Bogor. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si.

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.

Ternak kerbau hampir tersebar di seluruh pelosok tanah air dan sudah lama dipelihara oleh masyarakat. Ternak kerbau sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia terutama kehidupan masyarakat petani sebagai sumber tenaga untuk membajak sawah. Namun terbatasnya informasi mengenai kerbau rawa di Kabupaten Bogor maka penelitian ini dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik ukuran tubuh kerbau yang ada di Kabupaten Bogor.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cibungbulang, Pamijahan, Nanggung dan Sukajaya Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat yang dilaksanakan pada bulan September 2008 sampai Januari 2009. Ternak yang digunakan sebanyak 238 ekor ternak kerbau, yang terdiri dari 54 ekor; 27 ekor kerbau jantan dan 27 ekor kerbau betina yang berasal dari Kecamatan Cibungbulang, 40 ekor; 23 ekor kerbau jantan dan 17 ekor kerbau betina yang berasal dari Kecamatan Pamijahan, 79 ekor; 29 ekor kerbau jantan dan 50 ekor kerbau betina yang berasal dari Kecamatan Nanggung, dan 65 ekor; 22 ekor kerbau jantan dan 43 ekor kerbau betina yang berasal dari Kecamatan Sukajaya. Peubah yang diamati terdiri dari tinggi pundak, tinggi pinggul, lebar pinggul, panjang badan, lingkar dada, dalam dada dan lebar dada. Data ukuran-ukuran tubuh dianalisis dengan analisis uji-t dengan menggunakan perangkat lunak komputer Minitab 14. Data kualitatif dianalisis dengan analisis deskriptif.

Hasil uji-t karakteristik sifat kuantitatif kerbau rawa umur 0-1 tahun baik jantan dan betina menunjukkan tidak berbeda (P>0,05) antar daerah penelitian. Rataan ukuran tubuh kerbau jantan tertinggi terdapat di Cibungbulang meliputi tinggi pundak (100,43±15,85 cm), tinggi pinggul (100,29±16,47 cm), lebar pinggul (30,14±7,17 cm), panjang badan (91,14±21,71 cm), lingkar dada (131,60±28,0 cm) dan dalam dada (49,43±7,07 cm) sedangkan lebar dada (27,30±6,62 cm) terdapat di Sukajaya. Pada kerbau betina rataan ukuran tubuh tertinggi terdapat di Sukajaya meliputi ukuran panjang badan (90,33±13,59 cm) dan lingkar dada (130,67±24,14 cm) sedangkan ukuran tinggi pinggul (98,00±9,91 cm) dan dalam dada (48,20±11,80 cm) terdapat di Nanggung kemudian ukuran lebar pinggul (31,50±2,34 cm), tinggi pundak (97,50±9,91 cm) dan lebar dada (30,16±2,32 cm) terdapat di Cibungbulang.

(3)

iii Nanggung sedangkan ukuran lebar pinggul (41,67±4,13 cm), lingkar dada (168,83±12,24 cm) dan lebar dada (38,00±4,34 cm) terdapat di Pamijahan.

Ukuran tubuh kerbau jantan umur >3 tahun menunjukkan tidak berbeda (P>0,05) antar lokasi penelitian. Rataan ukuran tubuh kerbau jantan terbesar meliputi tinggi pundak (120,00±0 cm), tinggi pinggul (119,50±0 cm), lebar pinggul (48,00±0 cm), panjang badan (123,00±0 cm), dalam dada (67,00±0 cm), dan lebar dada (42,00±0 cm) terdapat di Cibungbulang sedangkan ukuran lingkar dada (174,00±5,66 cm) terdapat di Nanggung. Pada kerbau betina umur >3 tahun menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) antar lokasi penelitian. Rataan ukuran tubuh kerbau betina meliputi tinggi pundak (124,54±5,16 cm), tinggi pinggul (122,92±5,11 cm), dalam dada (71,77±5,34 cm) dan lebar dada (43,07±3,17 cm) terdapat di Cibungbulang sedangkan ukuran lingkar dada (185,57±12,01 cm) terdapat di Pamijahan kemudian ukuran lebar pinggul (49,50±3,73 cm) di Nanggung dan panjang badan (127,17±6,18 cm) terdapat di Sukajaya.

Karakteristik sifat kualitatif kurang bervariasi karena pada pengamatan di lapang muncul sifat atau ciri khas dari kelompok kerbau rawa pada umumnya. Adapun sifat atau ciri khas ternak kerbau rawa di Kabupaten Bogor bertanduk (100%), bentuk tanduk melingkar ke belakang (95,8%), warna abu-abu gelap (70,8%), warna kaki dominan putih (76,2), unyeng-unyeng dominan di bagian kepala (86,3%) dan garis kalung ganda (100%).

(4)

iv

ABSTRACT

Phenotypic Characteristics of Swamp Buffalo in Bogor Area

Robbani, A. R., Jakaria and C. Sumantri

The objectives of the present study were to estimate variation of phenotypic characteristic, population structure and rearing management system of swamp buffalo from four sub-districts of Cibungbulang, Pamijahan, Nanggung and Sukajaya in Bogor district, West Java. A total of 238 swamp buffalo (101 males and 137 females) were used in this study buffalo were consisted of 54 heads swamp buffaloes from Cibungbulang (27 males and 27 females), 40 heads swamp buffaloes from Pamijahan (23 males and 17 females), 79 heads swamp buffaloes from Nanggung (29 males and 50 females) and 65 heads swamp buffaloes from Sukajaya (22 males and 43 females). Body dimension studied were wither height, hip height, hip width, body length, chest circumference, chest depth and chest width. Data obtained were analyzed by t test analysis with minitab package program version 14.0, while qualitative data were analyzed by descriptive analysis. The result showed that the body measurement of buffaloes which have age from 0-1 years almost the some in all districts observed. However, at the age 1 to 3 years in male observed in Pamijahan higher than Cibungbulang, Nanggung and Sukajaya (P<0,05). At the age up to 3 years in female observed in Cibungbulang higher than in Pamijahan, Sukajaya and Nanggung (P<0,05). The coat color of buffalo in Bogor district dominantly by dark gray (70,8%) followed light gray (27,4%) and albino (1,8%). Feet coat color dominantly by white color (76,2%) followed by gray color (13,7%) and black color (10,1%). The whorls almost found in head (86,3%), hip (79,2%), chest (72,1%) and under stomach (44,6%).

Keywords : swamp buffaloes, quantitative characteristic, qualitative characteristic

(5)

v

KARAKTERISTIK FENOTIPIK KERBAU RAWA

(

Swamp Buffalo

)

DI KABUPATEN BOGOR

ABDI ROBBI ROBBANI

D14104082

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Intitut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKUTAS PETERNAKAN

(6)

vi

KARAKTERISTIK FENOTIPIK KERBAU RAWA

(

Swamp Buffalo

)

DI KABUPATEN BOGOR

Oleh

ABDI ROBBI ROBBANI

D14104082

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan

Komisi Ujian Lisan pada tanggal 18 Mei 2009

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc. Agr. NIP. 131 955 531

Pembimbing Utama

Dr. Jakaria, SPt., M.Si. NIP. 132 050 623

Pembimbing Anggota

(7)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Agustus 1986 di Boyolali Jawa Tengah. Penulis adalah anak pertama dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Syaiful Hadi dan Ibu Eha Julaeha.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN Cikunir 1 Bekasi, Pendidikan Lanjutan Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 7 Bekasi. Dan Pendidikan Lanjutan Menengah Atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN 5 Bekasi. Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB pada program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2004.

(8)

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji semata-mata hanyalah milik Allah SWT, Rabb yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya hanya untuk manusia, Rabb Yang menciptakan binatang ternak untuk kebutuhan manusia, Rabb Yang Maha Pengasih lagi Penyayang atas segala rahmat-Nya, hidayah-Nya, karunia-Nya dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitan dan skripsi yang berjudul Karakteristik Fenotipik Kerbau Rawa di Kabupaten Bogor. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada teladan manusia, baginda Nabi Besar Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat dan para pengikutnya yang insya Allah tetap istiqomah hingga akhir zaman. Amin

Kurangnya informasi mengenai karakteristik morfologi kerbau rawa di kecamatan Cibungbulang, Pamijahan, Nanggung dan Sukajaya Kabupaten Bogor menjadi alasan utama penelitian ini dilakukan. Karakteristik tersebut meliputi ukuran-ukuran bagian tubuh dan bentuk penampilan luar (eksternal). Disamping itu, penelitian ini juga dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai manajemen pemeliharaan kerbau.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran terhadap penulisan skripsi ini dari semua pihak untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan sehingga skripsi ini diharapkan menjadi lebih baik. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca umumnya terutama kalangan pecinta insan pendidikan dan bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri. Terakhir, tak lupa penulis menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penulisan skripsi ini.

Bogor, Juni 2009

(9)

ix

Sistem Pemeliharaan Kerbau... 5

Peran Kerbau... 6

Pengamatan Sifat-sifat Kualitatif... 14

(10)

x

Geografis Kabupaten Bogor... 16

Potensi Wilayah... 17

Monografi Daerah Penelitian... 20

Mata Pencahariaan... 20

Karakteristik Peternak... 22

Lama Memelihara Kerbau... 22

Struktur Populasi Kerbau Rawa... 23

Perkembangan Populasi Ternak Kerbau di Kabupaten Bogor... 24

Kontribusi Daging Asal Ternak... 24

Perkembangan Populasi Kerbau di Lokasi Penelitian... 24

Manajemen Pemeliharaan Kerbau Di Lokasi Penelitian... 26

Sistem Pemeliharaan... 26

Kepemilikan Kerbau... 27

Jenis Pemberian Pakan Kerbau... 28

Bentuk Kandang Kerbau... 29

Manajemen Kesehatan... 30

Mandi Kerbau... 35

Sifat Kuantitatif... 33

Penampilan Morfometrik Kerbau... 48

Sifat Kualitatif... 58

Tanduk... 49

Bentuk Tanduk... 49

Warna Kulit... 50

Garis Kalung... 52

Unyeng-unyeng-... 53

Warna Kaki... 54

KESIMPULAN DAN SARAN... 57

Kesimpulan... 57

Saran... 57

UCAPAN TERIMA KASIH... 58

DAFTAR PUSTAKA... 60

(11)

i

KARAKTERISTIK FENOTIPIK KERBAU RAWA

(

Swamp Buffalo

)

DI KABUPATEN BOGOR

SKRIPSI

ABDI ROBBI ROBBANI

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKULTAS PETERNAKAN

(12)

ii

RINGKASAN

ABDI ROBBI ROBBANI. D14104082. 2009. Karakteristik Fenotipik Kerbau Rawa (Swamp Buffalo) Di Kabupaten Bogor. Skripsi. Program Studi Teknologi Produksi Ternak, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Dr. Jakaria, S.Pt., M.Si.

Pembimbing Anggota : Dr. Ir. Cece Sumantri, M.Agr.Sc.

Ternak kerbau hampir tersebar di seluruh pelosok tanah air dan sudah lama dipelihara oleh masyarakat. Ternak kerbau sangat penting dalam kehidupan masyarakat Indonesia terutama kehidupan masyarakat petani sebagai sumber tenaga untuk membajak sawah. Namun terbatasnya informasi mengenai kerbau rawa di Kabupaten Bogor maka penelitian ini dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik ukuran tubuh kerbau yang ada di Kabupaten Bogor.

Penelitian ini dilakukan di Kecamatan Cibungbulang, Pamijahan, Nanggung dan Sukajaya Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat yang dilaksanakan pada bulan September 2008 sampai Januari 2009. Ternak yang digunakan sebanyak 238 ekor ternak kerbau, yang terdiri dari 54 ekor; 27 ekor kerbau jantan dan 27 ekor kerbau betina yang berasal dari Kecamatan Cibungbulang, 40 ekor; 23 ekor kerbau jantan dan 17 ekor kerbau betina yang berasal dari Kecamatan Pamijahan, 79 ekor; 29 ekor kerbau jantan dan 50 ekor kerbau betina yang berasal dari Kecamatan Nanggung, dan 65 ekor; 22 ekor kerbau jantan dan 43 ekor kerbau betina yang berasal dari Kecamatan Sukajaya. Peubah yang diamati terdiri dari tinggi pundak, tinggi pinggul, lebar pinggul, panjang badan, lingkar dada, dalam dada dan lebar dada. Data ukuran-ukuran tubuh dianalisis dengan analisis uji-t dengan menggunakan perangkat lunak komputer Minitab 14. Data kualitatif dianalisis dengan analisis deskriptif.

Hasil uji-t karakteristik sifat kuantitatif kerbau rawa umur 0-1 tahun baik jantan dan betina menunjukkan tidak berbeda (P>0,05) antar daerah penelitian. Rataan ukuran tubuh kerbau jantan tertinggi terdapat di Cibungbulang meliputi tinggi pundak (100,43±15,85 cm), tinggi pinggul (100,29±16,47 cm), lebar pinggul (30,14±7,17 cm), panjang badan (91,14±21,71 cm), lingkar dada (131,60±28,0 cm) dan dalam dada (49,43±7,07 cm) sedangkan lebar dada (27,30±6,62 cm) terdapat di Sukajaya. Pada kerbau betina rataan ukuran tubuh tertinggi terdapat di Sukajaya meliputi ukuran panjang badan (90,33±13,59 cm) dan lingkar dada (130,67±24,14 cm) sedangkan ukuran tinggi pinggul (98,00±9,91 cm) dan dalam dada (48,20±11,80 cm) terdapat di Nanggung kemudian ukuran lebar pinggul (31,50±2,34 cm), tinggi pundak (97,50±9,91 cm) dan lebar dada (30,16±2,32 cm) terdapat di Cibungbulang.

(13)

iii Nanggung sedangkan ukuran lebar pinggul (41,67±4,13 cm), lingkar dada (168,83±12,24 cm) dan lebar dada (38,00±4,34 cm) terdapat di Pamijahan.

Ukuran tubuh kerbau jantan umur >3 tahun menunjukkan tidak berbeda (P>0,05) antar lokasi penelitian. Rataan ukuran tubuh kerbau jantan terbesar meliputi tinggi pundak (120,00±0 cm), tinggi pinggul (119,50±0 cm), lebar pinggul (48,00±0 cm), panjang badan (123,00±0 cm), dalam dada (67,00±0 cm), dan lebar dada (42,00±0 cm) terdapat di Cibungbulang sedangkan ukuran lingkar dada (174,00±5,66 cm) terdapat di Nanggung. Pada kerbau betina umur >3 tahun menunjukkan perbedaan nyata (P<0,05) antar lokasi penelitian. Rataan ukuran tubuh kerbau betina meliputi tinggi pundak (124,54±5,16 cm), tinggi pinggul (122,92±5,11 cm), dalam dada (71,77±5,34 cm) dan lebar dada (43,07±3,17 cm) terdapat di Cibungbulang sedangkan ukuran lingkar dada (185,57±12,01 cm) terdapat di Pamijahan kemudian ukuran lebar pinggul (49,50±3,73 cm) di Nanggung dan panjang badan (127,17±6,18 cm) terdapat di Sukajaya.

Karakteristik sifat kualitatif kurang bervariasi karena pada pengamatan di lapang muncul sifat atau ciri khas dari kelompok kerbau rawa pada umumnya. Adapun sifat atau ciri khas ternak kerbau rawa di Kabupaten Bogor bertanduk (100%), bentuk tanduk melingkar ke belakang (95,8%), warna abu-abu gelap (70,8%), warna kaki dominan putih (76,2), unyeng-unyeng dominan di bagian kepala (86,3%) dan garis kalung ganda (100%).

(14)

iv

ABSTRACT

Phenotypic Characteristics of Swamp Buffalo in Bogor Area

Robbani, A. R., Jakaria and C. Sumantri

The objectives of the present study were to estimate variation of phenotypic characteristic, population structure and rearing management system of swamp buffalo from four sub-districts of Cibungbulang, Pamijahan, Nanggung and Sukajaya in Bogor district, West Java. A total of 238 swamp buffalo (101 males and 137 females) were used in this study buffalo were consisted of 54 heads swamp buffaloes from Cibungbulang (27 males and 27 females), 40 heads swamp buffaloes from Pamijahan (23 males and 17 females), 79 heads swamp buffaloes from Nanggung (29 males and 50 females) and 65 heads swamp buffaloes from Sukajaya (22 males and 43 females). Body dimension studied were wither height, hip height, hip width, body length, chest circumference, chest depth and chest width. Data obtained were analyzed by t test analysis with minitab package program version 14.0, while qualitative data were analyzed by descriptive analysis. The result showed that the body measurement of buffaloes which have age from 0-1 years almost the some in all districts observed. However, at the age 1 to 3 years in male observed in Pamijahan higher than Cibungbulang, Nanggung and Sukajaya (P<0,05). At the age up to 3 years in female observed in Cibungbulang higher than in Pamijahan, Sukajaya and Nanggung (P<0,05). The coat color of buffalo in Bogor district dominantly by dark gray (70,8%) followed light gray (27,4%) and albino (1,8%). Feet coat color dominantly by white color (76,2%) followed by gray color (13,7%) and black color (10,1%). The whorls almost found in head (86,3%), hip (79,2%), chest (72,1%) and under stomach (44,6%).

Keywords : swamp buffaloes, quantitative characteristic, qualitative characteristic

(15)

v

KARAKTERISTIK FENOTIPIK KERBAU RAWA

(

Swamp Buffalo

)

DI KABUPATEN BOGOR

ABDI ROBBI ROBBANI

D14104082

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada

Fakultas Peternakan Intitut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN ILMU PRODUKSI DAN TEKNOLOGI PETERNAKAN FAKUTAS PETERNAKAN

(16)

vi

KARAKTERISTIK FENOTIPIK KERBAU RAWA

(

Swamp Buffalo

)

DI KABUPATEN BOGOR

Oleh

ABDI ROBBI ROBBANI

D14104082

Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan

Komisi Ujian Lisan pada tanggal 18 Mei 2009

Dekan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, M.Sc. Agr. NIP. 131 955 531

Pembimbing Utama

Dr. Jakaria, SPt., M.Si. NIP. 132 050 623

Pembimbing Anggota

(17)

vii

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 10 Agustus 1986 di Boyolali Jawa Tengah. Penulis adalah anak pertama dari enam bersaudara dari pasangan Bapak Syaiful Hadi dan Ibu Eha Julaeha.

Pendidikan dasar diselesaikan pada tahun 1998 di SDN Cikunir 1 Bekasi, Pendidikan Lanjutan Menengah Pertama diselesaikan pada tahun 2001 di SLTPN 7 Bekasi. Dan Pendidikan Lanjutan Menengah Atas diselesaikan pada tahun 2004 di SMUN 5 Bekasi. Penulis diterima sebagai mahasiswa IPB pada program Studi Teknologi Produksi Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada tahun 2004.

(18)

viii

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim

Alhamdulillahirabbilalamin, segala puji semata-mata hanyalah milik Allah SWT, Rabb yang menciptakan langit dan bumi beserta isinya hanya untuk manusia, Rabb Yang menciptakan binatang ternak untuk kebutuhan manusia, Rabb Yang Maha Pengasih lagi Penyayang atas segala rahmat-Nya, hidayah-Nya, karunia-Nya dan kasih sayang-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitan dan skripsi yang berjudul Karakteristik Fenotipik Kerbau Rawa di Kabupaten Bogor. Skripsi ini ditulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Sholawat dan salam senantiasa tercurah kepada teladan manusia, baginda Nabi Besar Muhammad SAW, kepada keluarga, para sahabat dan para pengikutnya yang insya Allah tetap istiqomah hingga akhir zaman. Amin

Kurangnya informasi mengenai karakteristik morfologi kerbau rawa di kecamatan Cibungbulang, Pamijahan, Nanggung dan Sukajaya Kabupaten Bogor menjadi alasan utama penelitian ini dilakukan. Karakteristik tersebut meliputi ukuran-ukuran bagian tubuh dan bentuk penampilan luar (eksternal). Disamping itu, penelitian ini juga dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai manajemen pemeliharaan kerbau.

Penulis menyadari skripsi ini masih jauh dari kesempurnaan. Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran terhadap penulisan skripsi ini dari semua pihak untuk memperbaiki kekurangan-kekurangan sehingga skripsi ini diharapkan menjadi lebih baik. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca umumnya terutama kalangan pecinta insan pendidikan dan bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri. Terakhir, tak lupa penulis menghaturkan terima kasih kepada semua pihak yang turut membantu dalam penulisan skripsi ini.

Bogor, Juni 2009

(19)

ix

Sistem Pemeliharaan Kerbau... 5

Peran Kerbau... 6

Pengamatan Sifat-sifat Kualitatif... 14

(20)

x

Geografis Kabupaten Bogor... 16

Potensi Wilayah... 17

Monografi Daerah Penelitian... 20

Mata Pencahariaan... 20

Karakteristik Peternak... 22

Lama Memelihara Kerbau... 22

Struktur Populasi Kerbau Rawa... 23

Perkembangan Populasi Ternak Kerbau di Kabupaten Bogor... 24

Kontribusi Daging Asal Ternak... 24

Perkembangan Populasi Kerbau di Lokasi Penelitian... 24

Manajemen Pemeliharaan Kerbau Di Lokasi Penelitian... 26

Sistem Pemeliharaan... 26

Kepemilikan Kerbau... 27

Jenis Pemberian Pakan Kerbau... 28

Bentuk Kandang Kerbau... 29

Manajemen Kesehatan... 30

Mandi Kerbau... 35

Sifat Kuantitatif... 33

Penampilan Morfometrik Kerbau... 48

Sifat Kualitatif... 58

Tanduk... 49

Bentuk Tanduk... 49

Warna Kulit... 50

Garis Kalung... 52

Unyeng-unyeng-... 53

Warna Kaki... 54

KESIMPULAN DAN SARAN... 57

Kesimpulan... 57

Saran... 57

UCAPAN TERIMA KASIH... 58

DAFTAR PUSTAKA... 60

(21)

xi

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman

1. Populasi Ternak Kerbau di Seluruh Provinsi Di Indonesia... 6

2. Populasi Ternak Kerbau Kabupaten Bogor Tahun 2007... 9

3. Kelompok Kerbau Berdasarkan Umur dan Jenis Kelamin Kerbau... 11 4. Kriteria Penentuan Umur Kerbau Berdasarkan Perubahan Gigi Tetap... 13 5. Kondisi Tofografi masing-masing di lokasi Penelitian …... 17

6. Mata Pencaharian Utam Petani di Lokasi Penelitian... 20

7. Tingkat Pendidikan Peternak di Lokasi Penelitian... 21

8. Umur Peternak Kerbau di Lokasi Penelitian... 22

9. Perkembangan Ternak Ruminansia Tiap Tahun di Kabupaten Bogor... 23

10. Kontribusi Daging Asal Ternak Kabupaten Bogor Tahun 2005-2007... 24

11. Perkembangan Populasi Ternak Kerbau Tiap Tahun... 25

12. Struktur Populasi Kerbau... 25

13. Sistem Pemeliharaan Kerbau di Lokasi Penelitian... 26

14. Kepemilikian Kerbau di Lokasi Penelitian... 27

15. Jenis-Jenis Pemberian Pakan Kerbau di Lokasi Penelitian... 28

16. Bentuk Kandang Kerbau di Lokasi Penelitian... 29

17. Intensitas Mandi Kerbau……… 31

18. Rataan dan Simpangan Baku Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau Rawa Jantan Umur <1 Tahun Berdasarkan Perbedaan Lokasi.…. 34 19. Rataan dan Simpangan Baku Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau Rawa Betina Umur <1 Tahun Berdasarkan Perbedaan Lokasi….. 37

20. Rataan dan Simpangan Baku Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau Rawa Jantan Umur >1-3 Tahun Berdasarkan Perbedaan Lokasi………. 39 21. Rataan dan Simpangan Baku Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau

(22)

xii Lokasi………. 42 22. Rataan dan Simpangan Baku Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau

Rawa Jantan Umur >3 Tahun Berdasarkan Perbedaan

Lokasi………. 45

23. Rataan dan Simpangan Baku Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau Rawa Betina Umur >3 Tahun Berdasarkan Perbedaan

Lokasi………. 47

24. Ada Tidaknya Tanduk Kerbau di Lokasi Penelitian... 49

25. Bentuk Tanduk Kerbau di Lokasi Penelitian... 50

26. Warna Kulit Kerbau di Lokasi Penelitian... 50

27. Bentuk Garis Kalung Kerbau di Lokasi Penelitian... 52

28. Kepemilikan Unyeng-unyeng Kerbau……… 53

29. Warna Kaki Kerbau di Lokasi Penelitian... 54

(23)

xiii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian... 12

2. Tata Cara Pengukuran Tubuh Kerbau... 14

3. Kondisi Tofografi Daerah Penelitian... 19

4. Bentuk Pemanfaatan Kerbau... 21

5. Tata Laksana Sistem Pemeliharaan Kerbau... 27

6. Bentuk Kandang Kerbau... 35

7. Tempat Mandi Kerbau... 32

8. Ada Tidaknya Tanduk Kerbau... 49

9. Bentuk-bentuk Tanduk Kerbau 50

10. Warna-Warna Kulit Kerbau... 61

11. Bentuk Garis Kalung Kerbau... 52

12. Lokasi Unyeng-unyeng Dibagian Tubuh... 54

(24)

xiv

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Tata Ruang Wilayah Kabupaten Bogor... 64

2. Data Monografi Lokasi Penelitian... 65

3. Form Ukuran-Ukuran Tubuh Sifat Kualitatif 66

4. Form Sifat Kualitatif... 67 5. Form Kuesioner Peternak... 68

6. Tabel Rekapitulasi Uji-t Pada Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau Jantan Umur <1 Tahun... 69 7. Tabel Rekapitulasi Uji-t Pada Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau

Betina Umur <1 Tahun... 69 8. Tabel Rekapitulasi Uji-t Pada Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau

Jantan Umur >1-3 Tahun... 70 9. Tabel Rekapitulasi Uji-t Pada Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau

Betina Umur >1-3 Tahun... 70 10. Tabel Rekapitulasi Uji-t Pada Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau

Jantan Umur >3 Tahun... 71 11. Tabel Rekapitulasi Uji-t Pada Ukuran-ukuran Tubuh Kerbau

Betina Umur >3 Tahun... 71 12. Tabel Populasi Kerbau Per Desa di Kecamatan Pamijahan

Berdasarkan Jenis Umur……… 72 13 Tabel Populasi Kerbau Per Desa di Kecamatan Nanggung

Berdasarkan Jenis Umur……… 73 14 Tabel Populasi Kerbau Per Desa di Kecamatan Cibungbulang

Berdasarkan Jenis Umur……… 74 15 Tabel Populasi Kerbau Per Desa di Kecamatan Sukajaya

(25)

xv

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Berdasarkan data Pusat Statistik (2007) bahwa pertanian merupakan salah satu faktor penopang pembangunan ekonomi Indonesia karena mampu menyerap 43,7% dari total angkatan kerja Indonesia. Salah satunya sub sektor peternakan yang mensuplai kebutuhan masyarakat akan protein asal hewan adalah daging. Daging unggas, monogastrik, ruminansia kecil dan besar merupakan sumber protein asal hewan.

Kebutuhan masyarakat akan daging tiap tahunnya terus mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya populasi penduduk Indonesia. Kontribusi protein hewani asal daging sebagian besar dipenuhi oleh daging asal unggas sebesar 65%, diikuti daging sapi 18,8%, babi 8,7%, kambing 2,6%, domba 2,5%, kerbau 1,9% dan kuda 0,1%. Konsumsi daging sapi nasional 28% masih dipenuhi oleh luar negeri (impor) berupa daging/jeroan beku dan ternak bakalan yang kemudian digemukkan selama 2-3 bulan. Kontribusi daging kerbau dalam mensuplai kebutuhan protein asal daging masih sangat kecil yaitu kurang dari 2% (Ditjen Peternakan, 2006).

Data Dinas Peternakan Bogor (2007) menunjukkan bahwa jumlah populasi kerbau tahun 2007 sebesar 16.662 ekor yang tersebar di hampir seluruh kecamatan kecuali Gunung Putri. Sepuluh populasi kerbau terbanyak terdapat di Kecamatan Sukajaya 2.566 ekor, Tanjungsari 2.238 ekor, Sukamakmur 1237 ekor, Nanggung 1.205 ekor, rumpin 970, Jonggol 892 ekor, Pamijahan 631 ekor, Parung Panjang 620 ekor ,Tenjo 562 ekor dan Jasinga 545 ekor. Populasi kerbau terendah terdapat di kecamatan Cibinong 9 ekor, Sukaraja 13 ekor, Bojonggede 17 ekor dan Cileungsi 34 ekor.

(26)

xvi Faktor lain yang mendorong petani maupun peternak memelihara kerbau diantaranya memanfaatkan sebagai sumber tenaga untuk membajak areal persawahan, sebagai usaha sampingan dari matapencahariaan utama sebagai petani, kotoran kerbau sebagai pupuk kandang untuk area pertanian dan pangsa pasar kerbau cukup luas. Jual beli kerbau baik untuk daging konsumsi maupun kerbau hidup masih tinggi. Penjualan kerbau hidup biasanya pembelinya para petani yang memiliki areal persawahaan.

Namun Informasi mengenai kerbau rawa di Kabupaten Bogor masih kurang terutama ukuran-ukuran tubuh, penampilan (performane) luar tubuh, perubahan populasi kerbau di tiap-tiap kecamatan, manajemen pemeliharaan kerbau dan kondisi petani maupun peternak kerbau. Kurangnya informasi tersebut menjadi dasar penelitian ini dilakukan.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan :

1. Mendapatkan karakteristik morfologi ternak kerbau rawa di Kabupaten Bogor. 2. Mengetahui struktur populasi ternak kerbau rawa di Kabupaten Bogor.

3. Mengetahui manajemen pemeliharaan ternak kerbau rawa di Kabupaten Bogor.

Manfaat

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai ternak kerbau rawa di Kabupaten Bogor sehingga bisa dijadikan bahan pertimbangan dalam membuat kerangka kebijakan pemerintah daerah dalam meningkatkan populasi kerbau.

(27)

xvii

TINJAUAN PUSTAKA

Klasifikasi Kerbau

Menurut Reksohadiproto (1984) ada dua tipe kerbau Asia yang tergolong dalam spesies yang sama dengan taksonomi sebagai berikut :

Kerajaan : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mamalia

Subkelas : Theria

Ordo : Artiodactyla

Subordo : Ruminantia

Famili : Bovidae

Subfamili : Bovinae

Genus : Bubalus

Spesies : Bubalus bubalis

Asal-usul Penyebaran Kerbau

Bhattacharya (1993) mengatakan semua kerbau domestik diduga berevolusi dari arni (Bubalus arnee), kerbau liar dari India, yang masih bisa dijumpai pada hutan-hutan di daerah Assam. Umumnya tipe kerbau domestik dibagi menjadi dua kelompok yaitu kerbau sungai dan kerbau rawa. Kerbau air (water buffalo) terdiri atas tipe kerbau sungai (river buffalo) atau kerbau rawa (swamp buffalo).

(28)

xviii Rouge (1970) melaporkan suatu kejadian pada Lilfordia Estates, di luar Salisbury di Rhodesia, yang mendemonstrasikan bahwa kerbau Afrika bisa dengan mudah dijinakkan. Dua belas kerbau betina dan seekor jantan dikumpulkan dengan satu kelompok sapi Africander dan dibiarkan bersama-sama dalam padang penggembalaan yang berpagar. Pada tahun 1965, kerbau tersebut sudah berumur 3 tahun dan memiliki tingkah laku penurut seperti sapi Africander. Kerbau domestik sangat mudah kembali menjadi liar atau semi liar. Kerbau rawa yang telah didomestikasi dimasukkan ke Australia selama pertengahan pertama abad ke-19, karena kekurangan pengelolaan, sejumlah besar dari kerbau-kerbau impor tersebut menjadi liar dan dewasa ini terdapat lebih dari 200.000 kerbau liar berkeliaran di Australia bagian utara. Kerbau rawa masuk ke Kalimantan pada abad ke-12 dan abad ke-15 sekarang berada dalam keadaan semi-liar. Kerbau liar juga terdapat dalam jumlah besar di Sumatera bagian tenggara.

Kerbau lumpur (swamp buffalo) memiliki kulit coklat kehitam-hitaman, berkembang di Asia Tenggara diantaranya Vietnam, Kamboja, Thailand, Philipina, Malaysia dan Indonesia, terutama di Jawa Barat. Kerbau lumpur diternakkan sebagai ternak kerja (Siregar et al., 1996).

Kerbau Rawa

Kerbau adalah binatang bertulang besar, agak kompak (masif) dengan badan tergantung rendah pada kaki-kaki yang kuat dengan kuku-kuku besar, tidak mempunyai gelambir atau punuk. Bentuk tubuh dari kerbau rawa sama dengan bentuk tubuh ras pedaging Zebu. Semua kerbau mempunyai tanduk yang pada umumnya tanduknya lebih kampah (padat) daripada tanduk sapi (Bhattacharya, 1993).

Kerbau berdasarkan habitatnya digolongkan dalam dua tipe yaitu kerbau tipe sungai (water buffalo) dan kerbau tipe rawa (swamp buffalo). Kerbau tipe sungai menyenangi air yang mengalir dan bersih, sedangkan kerbau tipe rawa suka berkubang dalam lumpur, rawa-rawa dan air yang menggenang (Bhattacharya, 1993). Kerbau rawa dapat beradaptasi secara luas terhadap lingkungan rawa yang banyak ditumbuhi semak dan rumput. Kerbau rawa sering dijumpai di daerah lembah-lembah sungai dan dataran rendah sampai pegunungan dengan ketinggian 230 m dpl (Toelihere, 1978).

(29)

xix Kerbau merupakan hewan tropik yang memiliki daya tahan rendah terhadap panas karena kemampuan adaptasi terhadap lingkungan yang rendah. Zona nyaman untuk kerbau berkisar 15,5-210C dengan curah hujan 500-2000 mm per tahun. Kerbau akan mengalami stres pada suhu di atas 240C (Fahimuddin,1975). Untuk mempertahankan kelangsungan hidup akibat lingkungan panas, ternak kerbau melakukan adaptasi fisiologis melalui perubahan tingkah laku seperti berkubang atau berbaring ditempat yang dingin (Joseph, 1996).

Sistem Pemeliharaan Kerbau

Pemeliharaan kerbau di Indonesia dilakukan secara ekstensif, semi intensif dan intensif. Pemeliharaan secara intensif yaitu pemeliharaan ternak hampir sepanjang hari berada dalam kandang dan diberikan pakan hijauan melebihi kebutuhan kerbau dari segi kualitas maupun kuantitas supaya pertumbuhan bobot badan cepat. Pemeliharaan ekstensif yaitu pemeliharaan ternak yang dilepas di padang penggembalaan sepanjang hari mulai dari pagi sampai sore dan pemeliharaan semi intensif yaitu pemeliharaan ternak yang dilepas untuk mengembala mencari makanan sendiri. Kemudian diawasi dan pada saat tertentu dikandangkan lagi (Murtidjo, 1991).

Sistem pemeliharaan dan pemberian pakan kerbau, disesuaikan dengan kepemilikan dan kedudukan kerbau dimasyarakat. Kerbau yang dipekerjakan untuk membajak areal sawah telah berumur minimal dua tahun baik jantan maupun betina. Selepas dipekerjakan kerbau dimandikan. Kemudian dimasukkan ke dalam kandang dan diberikan makan. Kerbau yang tidak dipekerjakan akan digembalakan pada pagi hari dan pada sore hari dimasukkan ke kandang, di kandang kerbau tidak diberi pakan lagi (Sosroamidjojo, 1991). Penelitian yang dilakukan Petheram et al. (1982) di daerah Bogor dan Serang menunjukkan bahwa tujuan petani memelihara kerbau adalah untuk mengelola lahan pertanian. Ada beberapa pemilik menyewakan kerbau yang oleh para penyewa dipakai untuk mengolah tanah. Diantara petani yang memiliki kerbau ada yang beranggapan kerbau dapat dijadikan tabungan yang dapat diuangkan bila diperlukan dan ada pemilik yang berjual beli kerbau sebagai sumber penghasilan.

(30)

xx Tabe 1. Populasi Ternak Kerbau di Seluruh Propinsi Di Indonesia

Tahun No Propinsi

2002 2003 2004 2005 2006*)

Pertumbuhan sampai tahun

2005 (%)

1 NAD 395,414 403,838 409,071 338,272 340,031 0.52

2 Sumatera Utara 260,044 261,734 263,435 259,672 261,308 0.63

3 Sumatera Barat 288,958 317,789 322,692 201,421 211,008 4.76

4 Riau 46,233 47,936 48,417 47,799 52,197 9.20

10 Jawa Barat 148,778 146,758 149,960 148,003 156,570 5.79

11 Jawa Tengah 148,665 144,384 122,482 123,815 123,826 0.01

12 D.I. Yogyakarta 5,636 5,618 5,584 5,253 5,306 1.01

13 Jawa Timur 113,383 112,241 110,685 54,688 54,685 -0.01

14 Bali 5,634 7,225 7,133 7,064 7,097 0.47

15 NTB 157,199 161,359 156,792 154,919 156,468 1.00

16 NTT 132,497 134,900 136,966 139,592 141,236 1.18

17 Kalimantan Barat 5,849 5,772 5,353 4,185 5,760 37.63

23 Sulawesi Selatan 186,564 175,617 161,504 124,760 128,502 3.00

24 Sulawesi Tenggara 8,115 8,626 7,900 7,926 8,010 1.06

25 Maluku 23,322 24,109 24,294 22,604 22,943 1.50

26 Papua 622 1,111 1,503 1,261 1,304 3.41

27 Bangka Belitung 1,400 1,429 681 801 921 14.98

28 Banten 163,564 163,564 139,707 135,040 145,439 7.70

29 Gorontalo - - - - - 0.00

30 Maluku Utara 120 26 89 89 89 0.00

31 Kepulauan Riau - - - 329 341 3.65

32 Irian Jaya Barat - - - 16 19 18.75

33 Sulawesi Barat - - - 15,378 16,157 5.07

Sumber : Direktorat Jenderal Peternakan (2006) Keterangan : *) Angka sementara

-) Data tidak tersedia

Peran Kerbau

Salah satu kelebihan kerbau adalah kemampuannya untuk mencerna pakan yang mengandung serat kasar tinggi. Kerbau mampu mencerna jerami padi yang tersedia melimpah saat musim panen dan dapat disimpan sebagai cadangan pakan di musim kemarau (Triwulanningsih et al., 2004). Menurut Sosroamidjodjo (1991), kerbau dewasa dengan bobot badan ± 500 kg membutuhkan 7-9 kg bahan kering (dry

(31)

xxi matter/DM); 4 – 4,5 TDN (total digestible nutrients) dan 0,30-0,40 kg protein (digestible protein/DP) dalam pakan yang dikonsumsinya setiap hari.

Selain sebagai hewan untuk memenuhi kebutuhan hidup sosial, ritual maupun kepercayaan tradisional, kerbau juga menjadi salah satu ukuran status sosial, dan alat transaksi. Dari sisi sosial, kerbau merupakan harta yang bernilai tinggi bagi pemiliknya (Issudarsono, 1976). Di Asia Tenggara misalnya, kerbau yang lamban sangat diandalkan sebagai hewan penghela, terutama digunakan membajak dan mengangkut hasil bumi (Reid, 1992).

Chantalakhana dan Skunmum (2002) menyatakan pemanfaatan ternak kerbau di daerah pedesaan yang utama adalah sebagai alat transportasi dan sumber tenaga untuk mengolah tanah. Produksi daging dan susu merupakan produk sampingan atau produk kedua. Kerbau juga digunakan untuk upacara adat dan rekreasi atau pertandingan olahraga.

Pertumbuhan

Pertumbuhan secara umum didefinisikan sebagai perubahan ukuran tubuh yang meliputi perubahan bobot badan, bentuk, dimensi dan komposisi tubuh termasuk perubahan jaringan-jaringan tubuh seperti otot, lemak tulang dan organ serta jaringan-jaringan kimia. Perubahan organ-organ dan jaringan berlangsung secara gradual hingga tercapai ukuran dan bentuk karakteristik masing-masing organ dan jaringan tersebut (Soeparno, 1998).

Pertumbuhan dan perkembangan adalah salah satu faktor penting dalam pemuliabiakan ternak. Pertumbuhan tubuh secara keseluruhan umumnya diukur dengan bertambahnya berat badan sedangkan besarnya badan dapat diketahui melalui pengukuran pada tinggi pundak, panjang badan dan lingkar dada. Kombinasi berat dan besarnya badan umumnya dipakai sebagai ukuran pertumbuhan (Rachma, 2006).

Pertumbuhan tiap-tiap individu secara umum diperlihatkan sebagai bentuk sigmoid atau “S”. Kurva “S” ini menggambarkan suatu bentuk percepatan dan perlambatan karena menurut Vaccaro dan Rivero (1985) menjelaskan bahwa pola pertumbuhan tertinggi terjadi pada kehidupan awal, kemudian mengalami peningkatan secara perlahan sampai mencapai konstan saat ternak tua.

Kerbau merupakan ternak yang lambat dewasa. Kerbau mencapai dewasa tubuh setelah umur 3 tahun (Fahimmudin, 1975) sedangkan Sosroamidjojo (1977)

(32)

xxii menyebutkan bahwa kerbau mencapai dewasa pada umur 5-6 tahun. Menurut Camoens (1976) bahwa pertumbuhan kerbau berlangsung dengan cepat baik jantan maupun betina sampai rata-rata umur sekitar 4 tahun, setelah itu pertumbuhan berlangsung kurang cepat.

Keragaman Fenotipik

Keragaman fenotipik dari individu ternak ditentukan oleh faktor genetik dan lingkungan. Sifat kuantitatif lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan, sedangkan sifat kualitatif lebih banyak dipengaruhi oleh faktor keturunan. Keragaman fenotipik sifat kuantitatif yang dimiliki setiap individu dikontrol oleh banyak pasangan gen yang bersifat aditif dan sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungan (Noor, 2000).

Ukuran Tubuh

Ukuran-ukuran tubuh ternak sangat penting diketahui karena selain dapat dipergunakan untuk menduga bobot badan dan performans ternak sendiri. Penimbangan seringkali tidak mungkin dilakukan karena timbangan ternak tidak tersedia (Siregar dkk, 1984). Menurut Santosa (1983) bahwa data lingkar dada, panjang badan dan tinggi pundak dapat dipergunakan untuk menaksir bobot hidup kerbau, sedangkan parameter lingkar dada mempunyai kecermatan yang lebih tinggi daripada menggunakan data tinggi pundak atau panjang badan.

Rataan ukuran tubuh kerbau dewasa di Propinsi Jawa barat adalah tinggi pundak 122 cm, panjang badan 114 cm dan lingkar dada 178 cm. Ukuran tubuh kerbau di Propinsi Jawa Tengah adalah tinggi pundak 123 cm, panjang badan 119 cm dan lingkar dada 180 cm. Ukuran tubuh kerbau di Propinsi Sumatera Utara adalah tinggi pundak 124 cm, panjang badan 119 cm dan lingkar dada 176 cm. Ukuran tubuh di Provinsi Banten adalah tinggi pundak 120 cm, panjang badan 112 cm dan lingkar dada 170 cm (Triwulanningsih et al., 2004).

Bhattacharya (1993) menyatakan bahwa pemakaian ukuran tubuh seperti lingkar dada, panjang badan dan tinggi badan dapat memberi petunjuk bobot badan seekor hewan dengan tepat. Penelitian Chantalakhana (1981) menyatakan kerbau rawa dewasa di Indonesia memiliki tinggi rata-rata 127-130 cm untuk kerbau jantan dan 124-125 cm pada kerbau betina.

(33)

xxiii Tabel 2. Populasi Ternak Kerbau Kabupaten Bogor Tahun 2007

Dewasa Muda Anak

Sumber : UPTD Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor (2007) Ket : J = Jantan, B = Betina, dan RTP = Rumah Tangga Peternak

(34)

xxiv

Bobot Badan

Kerbau memiliki karakteristik yang spesifik seperti bobot badan. Bobot badan seperti berkisar 450–550 kg, sampai ada yang mencapai hingga 1.000 kg. Di beberapa negara lain misalnya Cina, kerbau memiliki bobot 250 kg, Burma memiliki bobot kerbau 300 kg dan Laos memiliki bobot badan 500–600 kg. Secara umum, kerbau domestik memiliki bobot badan sekitar 250–550 kg (Shackleton dan Harested, 2003) sedangkan kerbau di Indonesia berkisar antara 300–400 kg (Sosroamidjojo, 1991). Fahimuddin (1975) menyatakan bahwa kerbau rawa jantan memilik bobot dewasa 500 kg dan kerbau betina 400 kg dengan tinggi pundak jantan dan betina adalah 135 dan 130 cm.

Perkiraan Umur Kerbau

Menurut Camoens (1976) gigi seri ( I ) susu tumbuh lengkap pada umur 3-4 bulan. Gigi seri lambat laun akan berganti dengan gigi seri tetap. Sepasang gigi seri I1 tetap tampak pada umur antara 33-39 bulan. Sepasang 11 rata-rata berganti pada umur 3 tahun. Sepasang I2 berganti pada umur 39-47 bulan, tetapi secara umum sekitar 3 tahun 9 bulan. Sepasang gigi 13 berganti pada kira-kira umur 4 tahun dan 14 pada umur 5,5 tahun.

(35)

xxv

METODE PENELITIAN

Lokasi dan Waktu

Penelitian ini dilaksanakan di Kecamatan Cibungbulang, Pamijahan, Nanggung dan Sukajaya Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat yang dilaksanakan selama 5 bulan yaitu bulan September 2008 hingga Januari 2009.

Materi

Ternak

Ternak kerbau yang digunakan dalam penelitian ini adalah kerbau rawa (swamp buffalo). Jumlah sampel kerbau yang digunakan pada penelitian berjumlah 54 ekor di kecamatan Cibungbulang, 40 ekor di kecamatan Pamijahan, 79 ekor di kecamatan Nanggung dan 65 ekor di kecamatan Sukajaya. Tiap jenis kelamin dibagi menjadi tiga kelompok umur terdiri kerbau anak (gudel) umur <1 tahun, kerbau dara umur >1-3 tahun, dan kerbau dewasa umur >3 tahun (Tabel 3).

Tabel 3. Kelompok Kerbau Berdasarkan Umur dan Jenis Jelamin Kerbau di Lokasi Penelitian

Kecamatan Umur

(tahun)

Jenis

(36)

xxvi

Peralatan

Peralatan yang digunakan dalam penelitian terdiri atas pita ukur biasa, pita ukur gordass, tongkat ukur, kaliper, borang penelitian dan papan alas (Gambar 1).

A. Pita ukur B. Tongkat ukur

C. Kaliper D. Borang penelitian

Gambar 1. Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian

Prosedur

Pemilihan lokasi penelitian berdasarkan kepadatan jumlah populasi ternak kerbau dan kondisi lokasi penelitian. Informasi populasi kerbau diperoleh dari Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) yang berlokasi di Ciampea Warung Borong. Pengambilan sampel dengan metode purposive atau sampling dilakukan pemilihan secara sengaja berdasarkan pertimbangan tertentu. Teknik pengambilan data menggunakan metode observasi menggunakan kuesioner. Pengambilan data diantaranya data pokok (primer) dan data pendukung (sekunder). Data primer bersumber dari peternak yang terpilih berupa data sifat kuantitatif dan sifat kualitatif, sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai instansi yang terkait dengan penelitian termasuk data monografi desa.

Penentuan umur kerbau diperoleh berdasarkan informasi dari peternak dengan menanyakan langsung, sedangkan untuk ternak kerbau betina ada tambahan

(37)

xxvii pertanyaan yaitu berapa kali beranak. Apabila peternak tidak mengetahui umur kerbau maka dilakukan pengamatan pada pergantian gigi seri, dengan memperhatikan kriteria seperti pada Tabel 4.

Tabel 4. Kriteria Penentuan Umur Kerbau Berdasarkan Perubahan Gigi Tetap

Perubahan Gigi Tetap Umur

Belum ada gigi tetap (I0) Sumber :Lestari (1986)

Pengukuran Bagian Tubuh (kuantitatif)

Bagian-bagian tubuh kerbau yang diukur adalah tinggi pundak, tinggi pinggul, lebar pinggul, lebar dada, panjang badan, lingkar dada dan dalam dada. Metode pengukuraan yang dilakukan sebagai berikut (Gambar 2).

1. Tinggi pundak (TP), jarak tertinggi pundak melalui belakang scapula tegak lurus ke tanah diukur dengan menggunakan tongkat ukur, satuan dalam cm.

2. Tinggi pinggul (TPi), jarak tertinggi pinggul secara tegak lurus ke tanah, diukur dengan menggunakan tongkat ukur, satuan dalam cm.

3. Lebar pinggul (Lpi), jarak lebar antara kedua sendi pinggul, diukur dengan menggunakan pita ukur, satuan dalam cm.

4. Lebar dada (LD), jarak antara penonjolan sendi bahu (Os scapula) kiri dan kanan, diukur dengan menggunakan kaliper, satuan dalam cm.

5. Panjang badan (PB), jarak garis lurus dari tepi tulang Processus spinosus sampai dengan benjolan tulang lapis (Os ischium), diukur menggunakan tongkat ukur, satuan cm.

6. Lingkar dada (LingD), diukur melingkar tepat dibelakang scapula, dengan menggunakan pita ukur, satuan dalam cm.

7. Dalam dada (DD), jarak antara titik tertinggi pundak dan tulang dada, diukur dengan menggunakan tongkat ukur, satuan dalam cm.

(38)

xxviii

Gambar 1. Segera Diubah Nomor Ukurannya

Gambar 2. Tata Cara Pengukuran Tubuh Kerbau

Pengamatan Sifat Kualitatif

Peubah yang berkaitan dengan sifat-sifat kualitatif yang diamati pada kerbau rawa lokal meliputi :

1. Ada tidaknya tanduk, baik pada kerbau jantan maupun betina diklasifikasikan dalam 3 kelompok yaitu tidak bertanduk, benjolan dan bertanduk.

2. Bentuk tanduk

3. Warna kulit (hitam, abu-abu pekat, abu-abu terang, albino). 4. Warna kaki.

5. Garis kalung putih (chevron), dikategorikan tunggal, ganda dan tidak ada

chevron.

6. Unyeng-unyeng (Whorls)

(39)

xxix

Analisis Data

Analisis statistik sifat kualitatif menggunakan frekuensi relatif dengan rumus sebagai berikut:

Σ Sifat A Frekuensi relatif sifat A =

N x 100%

Keterangan : A = salah satu sifat kualitatif pada kerbau yang diamati N = total sampel kerbau yang diamati

Uji -t

Data sifat kuantitatif yang diperoleh dianalisis untuk mendapatkan nilai rataan, simpangan baku, dan koefisien keragaman (Menurut Walpole, 1982) :

X =

Untuk membandingkan kelompok kerbau antar lokasi penelitian dilakukan uji-t sebagai berikut (Walpole, 1982) :

X1 = nilai pengamatan ke-j pada kelompok pertama

j

X2 = nilai pengamatan ke-j pada kelompok kedua n1 = jumlah sampel pada kelompok ke-1

n2 = jumlah sampel pada kelompok ke-2

(40)

xxx

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum

Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor merupakan salah satu wilayah yang berbatasan langsung dengan Ibu kota Republik Indonesia dan secara geografis terletak pada posisi 6019’ – 6047’ Lintang Selatan dan 10601’ – 107013’ Bujur Timur. Luas wilayah Kabupaten Bogor adalah 2.301,95 Km2 atau 299.077 ha. Batas wilayah kabupaten Bogor adalah sebagai berikut :

ƒ Sebelah Utara : DKI Jakarta, Kabupaten Tangerang (Provinsi Banten), Kabupaten Bekasi dan Kota Bekasi.

ƒ Sebelah Timur : Kabupaten Karawang, Cianjur dan Purwakarta.

ƒ Sebelah selatan : Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur.

ƒ Sebelah Barat : Kabupaten Lebak (Provinsi Banten).

ƒ Sebelah Tengah : Kota Bogor.

Penggunaan lahan yang dominan adalah kebun campuran dan lahan Hutan dengan luas lahan masing-masing sebesar 94.219 ha atau sekitar 31,5 % dan 63.819 ha atau 21,34% dari luas wilayah Kabupaten Bogor. Dengan demikian dapat dilihat bahwa sebagian besar wilayah Kabupaten Bogor merupakan kebun campuran dan hutan. Lahan terbangun berupa lahan pemukiman penduduk seluas 17.109 ha atau sekitar 5,72% dari seluruh wilayah Kabupaten Bogor. Penggunaan lahan lainnya adalah : sawah 69.073 ha (23,09%), pertanian tanah kering 4,96%, perkebunan 7,77%, padang rumput 0,08%, lahan perairan 0,04%, lahan kosong 2,84%, lahan khusus atau lahan yang digunakan untuk peternakan, pariwisata/golf, bandara/galian 0,81% dari luas seluruh wilayah Kabupaten Bogor.

Potensi Wilayah

(41)

xxxi langsung maupun tidak langsung berpengaruh besar pada kesehatan dan daya tahan tubuh (Silva, 2006).

Tabel 5. Kondisi Topografi masing-masing di Lokasi Penelitian Kecamatan

No Tofografi

Cibungbulang Pamijahan Nanggung Sukajaya 1 Luas Wilayah (ha) 3.266,158 6.669,29 13.525, 25 8.352,71

c) Bergunung-gunung(%)

Ya

b) Tanah Ladang/kering

c) Tanah Perkebunan

d) Tanah Hutan

e) Tanah Perumahan

f) Tanah Penggunaan lain

603,0

Sumber : Data Monografi Dinas Kecamatan (2008)

Kecamatan Nanggung memiliki wilayah yang paling luas dibandingkan kecamatan lain. Hampir seluruh lokasi penelitian memiliki lahan pertanian cukup luas dan tanah yang subur, sehingga kondisi tersebut mendukung pendayagunaan lahan tanah secara optimal sebagai lumbung hasil-hasil pertanian seperti padi, jagung, ubi, sayur-sayuran, dll. Usaha peternakan yang sering kali dilakukan petani/peternak diantaranya ternak kerbau, sapi perah, sapi potong, kambing, domba,

(42)

xxxii entog dan bebek. Potensi limbah pertanian yang cukup melimpah di lokasi penelitian secara tidak langsung menarik antusias petani untuk memelihara ternak. Walaupun peternak masih secara tradisional dalam pemeliharaan baik dari segi jumlah (kuantitas) ternak masih sedikit dan teknologi masih secara tradisional. Peternak masih tetap bertahan dan mampu menghidupi keluarga dari penghasilan bertani maupun beternak kerbau (Tabel 5).

Suhu rata-rata pada lokasi penelitian tidak terlalu berbeda. Rata-rata suhu udara tertinggi sampai terendah terdapat di kecamatan Cibungbulang 290C, Nanggung 27,50C, Pamijahan 240C dan Sukajaya 23,50C. Semakin rendah suhu suatu lokasi maka akan semakin cocok untuk pertumbuhan kerbau. Kerbau tidak terlalu kuat pada suhu panas yang terlalu lama karena bisa menyebabkan kerbau menjadi stres. Menurut Prabuningrum (2005), semakin tinggi suatu tempat dari permukaan laut maka suhu tempat tersebut semakin rendah. Jumlah air hujan yang turun disuatu daerah pada selang waktu tertentu disebut curah hujan. Jumlah curah hujan 1 mm menunjukkan tinggi air hujan yang menutupi permukaaan bumi 1mm jika air tersebut tidak meresap ke dalam tanah atau menguap ke atmosfer (Tjasyono, 2004). Curah hujan semakin tinggi maka akan menambah cadangan air dalam tanah dan menambah debit air sungai apabila kondisi alam tidak rusak. Cadangan air semakin banyak maka mampu memenuhi kebutuhan kerbau untuk minum dan mandi baik kondisi musim hujan maupun kemarau. Air memiliki peranan penting bagi kerbau untuk pertumbuhan dan perkembangan.

Semakin tinggi suatu lokasi dari permukaan air laut maka kecenderungan topografi wilayah semakin tidak rata. Daerah Sukajaya memiki ketinggian yang paling tinggi dibandingkan daerah penelitian lain. Pengambilan sampel kerbau daerah Pamijahan dominan di daerah perbukitan dan jarang dijumpai lokasi datar. Pengambilan sampel di daerah Cibungbulang dominan di daerah datar serta jarang ditemui lokasi yang curam. Menurut Joseph (1996) menyatakan ketinggian tempat dapat berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap ternak. Tiap ketinggian 100 meter dpl maka akan menurunkan suhu sebesar 10C . Kondisi suhu rendah pada daerah dataran tinggi memberikan situasi lingkungan yang lebih kondusif bagi pertumbuhan ternak kerbau. Pengaruh tidak langsung terjadi melalui ketersediaan hijauan pakan ternak dari segi kualitas maupun kuantitasnya (Tabel 5).

(43)

xxxiii Bentuk wilayah tidak rata akan sulit berkembang dibandingkan dengan wilayah yang datar karena akan semakin sulit menjangkaunya dan biaya transportasi semakin tinggi. Biaya transportasi semakin tinggi maka akan menaikkan harga komoditas barang pertanian maupun kebutuhan sehari-hari. Kecamatan Sukajaya, Pamijahan dan Nanggung sebagian besar memiliki kondisi wilayah bergunung-gunung sebesar 55-70%. Kondisi tersebut dimanfaatkan masyarakat untuk areal pertanian terutama persawahan dengan sistem pundak-berundak atau sengkedan (Gambar 3). Tanaman pertanian yang sering ditanam berupa padi, pisang, jagung, singkong, dll. Kondisi tersebut mendukung untuk pengembangan ternak kerbau sebagai sumber tenaga membajak sawah (Tabel 5).

Pemanfaatan tanah pada lokasi penelitian diantaranya dominan untuk areal persawahan terdapat di Kecamatan Cibungbulang dan Pamijahan, dominan tanah perkebunan di daerah Nanggung dan dominan tanah ladang/kering di daerah Sukajaya.

A. Tofografi Datar B. Daerah Aliran Sungai

C. Sawah Sistem Pundak-berundak D. Daerah Perbukitan

Gambar 3. Kondisi Tofografi Daerah Penelitian

(44)

xxxiv

Monografi Daerah Penelitian

Keanekaragaman kondisi ternak kerbau tidak sama karena ada beberapa faktor diantaranya kondisi lingkungan penelitian, manajemen pemeliharaan maupun kondisi sosial masyarakat yang berbeda satu sama lain. Berikut dibawah ini kondisi monografi lokasi penelitian.

Mata Pencaharian

Mata pencaharian utama masyarakat masih didominasi sebagai petani seperti petani pemilik, penggarap maupun buruh, kemudian disusul sebagai buruh perkebunan, pedagang, buruh industri, dll. Kultur sosial budaya masyarakat yang melekat pada sektor pertanian khususnya bidang peternakan, secara tidak langsung akan mempengaruhi perkembangan budidaya ternak baik ternak ruminasia besar maupun kecil (Lampiran 2). Petani tersebut diantaranya petani padi, umbi-umbian, jagung dan sayur-mayur. Usaha peternakan yang sering dijumpai meliputi ayam potong, ayam kampung, kerbau, sapi perah, itik, kambing dan domba.

Tabel 6. Mata Pencahariaan Utama Petani Di Lokasi Penelitian

Dari hasil pengamatan dilapang petani/peternak memelihara ternak kerbau karena ada beberapa faktor pendukung diantaranya : budaya membajak sawah dengan menggunakan kerbau masih sangat kuat, sebagai penghasilan tambahan dari upah membajak sawah, mudah memeliharanya, tahan terhadap penyakit, harga jual kerbau yang menguntungkan, tradisi turun-temurun yang diwariskan dari orang tua serta kondisi alam yang cocok. Pemeliharaan kerbau untuk membajak sawah merupakan sebuah budaya masyarakat yang telah lama dilakukan dan diwariskan secara turun-temurun. Petani dalam menggarap sawah masih didominasi menggunakan kerbau dibandingkan dengan menggunakan mesin traktor. Petani beranggapan membajak dengan kerbau hasilnya lebih baik daripada menggunakan traktor (Gambar 4). Alasan petani diantaranya tanah lebih mudah diolah, tanah mudah dicangkul, tidak padat, tanah hasil bajak lebih dalam dan biaya pengeluran untuk membajak lebih efisien daripada menyewa sebuah traktor. Pengeluaran selama

Mata Pencaharian Utama, jiwa (%) Jumlah Responden

Petani Peternak Pedagang

Persentase

40 Responden 19(47,5%) 18(45%) 3(7,5%) 40(100%)

(45)

xxxv pemeliharaan kerbau diantaranya beli bibit, pembuatan kandang, dan peralatan sabit. Rata-rata harga bibit kerbau bervariasi mulai umur 1-2 tahun berkisar Rp 3 - 5 Juta, kerbau umur 2-3 tahun berkisar Rp 5- 8 Juta dan kerbau umur dewasa 3-5 tahun berkisar Rp 8 - 10 Juta tergantung dari besar kecil ukuran tubuh.

Gambar 4. Pemanfaatan Kerbau Sebagai Pembajah Sawah

Karakteristik Peternak

Pendidikan merupakan salah satu faktor penting dalam pembangunan nasional khususnya bidang pertanian. Semakin tinggi tingkat pendidikan para petani/peternak maka wawasan pengetahuan akan semakin luas sehingga akan memberikan manfaat langsung terhadap tata cara pemeliharaan kerbau Jumlah penduduk Kecamatan Cibungbulang sebanyak 124.086 jiwa terdiri berpendidikan SD sebanyak 15.972 jiwa, SMP sebanyak 12.315 jiwa, SMA sebanyak 7.850 jiwa dan Sarjana (S-1) sebanyak 61 jiwa (Lampiran 2). Tingkat pendidikan peternak kerbau tergolong rendah karena dari total 34 responden diantaranya pendidikan SD sebanyak 23 jiwa (67,7%) dan tidak sekolah sebanyak 5 jiwa (14,7%) (Tabel 7).

Tabel 7. Tingkat Pendidikan Peternak di Lokasi Penelitian Lokasi Penelitian, jiwa (%)

Pendidikan

Cibungbulang Pamijahan Nanggung Sukajaya

Persentase

Tidak Sekolah - 1(2,9%) 4(11,8%) - 5(14,7%)

SD 3(8,8%) 9(26,5%) 9(26,5) 2(5,9%) 23(67,7%)

SMP 3(8,8) - 2(5,9%) - 5(14,7%)

Perguruan Tinggi Sarjana

1(2,9%) - - - 1(2,9%)

(46)

xxxvi Sedikit sekali para peternak yang melanjutkan jenjang lebih tinggi seperti pendidikan SMA maupun Perguruan Tinggi karena beberapa alasan seperti kendala biaya dan jarak sekolah yang jauh dari tempat tinggal. Pendapatan peternak masih kecil karena penghasilan yang diperoleh dari hasil membajak sawah digunakan untuk kebutuhan dapur keluarga. Kalau uang tersebut masih tersisa biasanya ditabung untuk kebutuhan darurat atau menutupi pengeluaran ketika tidak ada lagi upah membajak sawah. Dari seluruh peternak yang diwawancarai terdapat satu orang peternak berlatar belakang pendidikan sarjana yang menerjuni usaha pertanian.

Lama Memelihara Kerbau

Memelihara kerbau sudah lama dilakukan oleh para peternak bahkan sejak berumur masih muda atau masih sekolah mereka sudah biasa menggembalai kerbau. Peternak kerbau di daerah penelitian sebagian besar sudah memelihara kerbau ± 10 tahun lebih (Tabel 8).

Tabel 8. Lama Peternak Memelihara Kerbau di Lokasi Penelitian

Kebiasaan peternak yang mewariskan usaha memelihara kerbau ke anaknya terutama kaum lelaki sudah berlangsung turun-temurun sehingga sudah biasa apabila kita menjumpai anak kecil menggembalai kerbau sepulang dari sekolah. Dari total 45 responden peternak meliputi peternak berusia 21-30 tahun (8,9%), peternak berusia 31-40 tahun (22,2%), peternak berusia 41-50 tahun (22,2%) dan peternak berusia >51 tahun (40,4%).

Lokasi Penelitian, jiwa (%) Umur

Memelihara Cibungbulang Pamijahan Nanggung Sukajaya

Persentase

21-30 tahun 1(2,2%) 2(4,4%) 1(2,2%) - 4(8,9%) 31-40 tahun 2(4,4%) - 6(13,3%) 2(4,4%) 10(22,2%) 41-50 tahun 2(4,4%) 6(13,3%) 3(4,7%) - 10(22,2%) >50 tahun 6(13,3%) 5(11,1) 7(15,5%) 2(4,4%) 20(40,4%)

(47)

xxxvii

Struktur Populasi Kerbau Rawa

Perkembangan Populasi Ternak Kerbau di Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor sebagai sentra produk pertanian baik tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, biofarmaka, tanaman hias dan tanaman hutan. Disamping itu, Kabupaten Bogor sebagai sentra pemasok ternak daging dan perikanan budidaya. Budidaya ternak yang dilakukan diantaranya kerbau, sapi, kambing, domba, unggas, maupun kelinci yang dimanfaatkan untuk menghasilkan daging. Ternak tersebut untuk memenuhi kebutuhan wilayah sekitar JABODETABEK (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, dan Bekasi) yang terus meningkat setiap tahunnya seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk (Tabel 9).

Tabel 9. Perkembangan Ternak Ruminansia Tiap Tahun di Kabupaten Bogor Tahun

No Jenis

Ternak 2002 2003 2004 2005 2006 2007 ---ekor--- 1 Kerbau 20.965 20.803 21.172 21.434 21.228 16.662 2 Sapi potong 11.426 14.125 16.594 16.622 14.831 17.502 3 Sapi perah 5.095 5.160 5.356 5.435 5.123 5.268 4 Kambing 109.888 111.520 124.782 120.255 122.064 117.386 5 Domba 216.127 217.542 217.855 220.467 229.012 223.253 Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Bogor (2007)

Peningkatan populasi kerbau tiap tahunnya tidak terlalu signifikan bahkan terjadi penurunan drastis tahun 2007. Peningkatan populasi kerbau dari tahun sebelumnya terjadi pada tahun 2004 dan 2005 masing-masing sebesar 1,7% dan 1,2% sedangkan penurunan populasi dari tahun sebelumnya terjadi pada tahun 2003, 2006 dan 2007 masing-masing sebesar 0,77%, 0,96% dan 21,51%. Bila tahun 2002 dijadikan sebagai populasi awal ternak kerbau maka persentase peningkatan/penurunan populasi tiap-tiap tahunnya adalah tahun 2003 (-0,77%), tahun 2004 (0,98%), tahun 2005 (2,24%), tahun 2006 (1,25%) dan tahun 2007 (-20,5%). Penurunan populasi kerbau tertinggi pada tahun 2007 sebesar 21,51% sehingga perlu dilakukan berbagai upaya untuk mencegah penurunan populasi tiap tahun diantaranya penyuluhan mengenai tata cara pemeliharaan kerbau dan mencegah pemotongan betina produktif.

(48)

xxxviii

Kontribusi Daging Asal Ternak

Produksi daging asal ternak tiap tahun mengalami peningkatan/penurunan (fluktuasi) sedangkan kebutuhan manusia akan konsumsi daging terus mengalami peningkatan setiap tahun seiring pertambahan penduduk tiap tahun (Gambar 10).

Tabel 10. Kontribusi Daging Asal Ternak Kabupaten Bogor Tahun 2005-2007

Produksi Kontribusi

No Jenis Daging

2005 2006 2007 2005 2006 2007

---kg--- ---%---1 Kerbau 190.825 249.444 113.497 0,39 0,33 0,15 2 Sapi 3.597.503 9.422.706 9.504.130 7,35 12,59 12,22 3 Kambing 667.389 1.577.450 915.199 1,36 2,11 1,18 4 Domba 1.848.576 3.239.999 2.722.128 3,78 4,33 3,50 5 Ayam ras 41.424.910 59.061.545 63.499.899 84,62 78,94 81,64 6 Ayam buras 1.141.808 1.112.349 932.356 2,33 1,49 1,2

7 Itik 85.194 150.515 94.181 0,17 0,2 0,12

Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Bogor (2007)

Kebutuhan masyarakat akan daging asal ternak masih didominasi oleh daging ayam ras sebesar 81,64%, diikuti daging sapi sebesar 12,22%, domba sebesar 3,50%, ayam buras sebesar 1,2%, kambing 1,18%, kerbau 0,15% dan itik sebesar 0,12%. Kontribusi daging kerbau tahun 2007 mengalami penurunan drastis sebesar 54,5% dari tahun sebelumnya (Dinas Peternakan Kab Bogor, 2007). Produksi daging kerbau mengalami peningkatan pada tahun 2006 sebesar 30,7% dari tahun sebelumnya. Namun persentase kontribusi daging kerbau terhadap keseluruhan produksi daging mengalami penurunan karena peningkatan produksi daging kerbau sebesar 30% masih kecil dibandingkan peningkatan daging sapi sebesar 161,9%, kambing sebesar 136,4% dan domba 75,3% (Tabel 10).

Perkembangan Populasi Kerbau Di Lokasi Penelitian

Perkembangan populasi ternak kerbau di lokasi penelitian dipengaruhi banyak faktor baik kondisi lingkungan maupun tata laksana pemeliharaan kerbau. Populasi kerbau di empat kecamatan sangat bervariasi. Apabila tahun 2005 dijadikan populasi kerbau awal maka Kecamatan Nanggung terjadi peningkatan populasi

(49)

xxxix selama dua tahun (8% dan 14,9%) sedangkan Kecamatan Pamijahan mengalami penurunan populasi selama dua tahun (3,2% dan 13,1%). Secara keseluruhan populasi kerbau naik turun tiap tahun walaupun tidak secara signifikan (Tabel 11).

Tabel 11. Perkembangan Populasi Ternak Kerbau Tiap Tahun Tahun

No Kecamatan

2005 2006 2007 2005 2006 2007 ---ekor--- ---%--- 1 Cibungbulang 377 374 390 - - 0,80 +3,40

2 Pamijahan 726 703 631 - -3,20 -13,10

3 Nanggung 1049 1133 1205 - +8,00 +14,90

4 Sukajaya 2547 2580 2566 - +1,30 -0,70

Total 4699 4790 4792 - +1,94 +1,98

Sumber : Dinas Peternakan dan Perikanan Kab Bogor tahun 2007

Ket : % = persentase kenaikan/penurunan populasi kerbau dari tahun sebelumnya, (-) = penurunan, dan (+) kenaikan.

Struktur populasi kerbau tiap-tiap daerah penelitian baik kategori anak, muda dan dewasa sangat penting untuk diketahui karena digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan pemetaan persebaran kerbau yang ideal pada usaha peternakan (Tabel 12).

Tabel 12. Struktur Populasi Kerbau Di Lokasi Penelitian Jumlah Populasi

Anak Muda Dewasa

No Lokasi

J B J B J B Jumlah

1 Cibungbulang 26 34 31 30 91 178 390

2 Pamijahan 48 94 60 76 99 253 631

3 Nanggung 123 184 101 170 135 482 1205

4 Sukajaya 166 320 287 424 363 1006 2566

Jumlah 366 632 479 700 688 1.919 4.794

Sumber : Dinas Peternakan Kabupaten Bogor (2007)

Persentase jumlah betina dewasa produktif terhadap total populasi kerbau meliputi Kecamatan Cibungbulang sebesar 45,1%, Pamijahan sebesar 40,1%, Nanggung sebesar 40% dan Sukajaya 39,2%. Secara umum kondisi tersebut bisa dikatakan ideal untuk pengembangan ternak kerbau. Apabila terdapat daerah yang

(50)

xl memiliki betina dewasa sebesar <40% dari total populasi maka perlu dilakukan usaha penambahan betina produktif ke daerah yang kurang untuk menghindari penurunan populasi kerbau (Tabel 12).

Manajemen Pemeliharaan Kerbau

Sistem Pemeliharaan

Terdapat dua sistem pemeliharaan kerbau yang sering dilakukan peternak yaitu intensif dan semi intensif tergantung dari kondisi masing-masing peternak. Beberapa pertimbangan peternak menggunakan sistem intensif diantaranya tidak memiliki waktu untuk menggembalakan kerbau karena usaha kerbau masih sebagai usaha sampingan dan mudah mengontrolnya (Tabel 13).

Tabel 13. Sistem Pemeliharaan Kerbau Di Lokasi Penelitian

Secara umum sistem pemeliharaan ternak kerbau di empat kecamatan tersebut yaitu semi intensif. Pemeliharaan secara semi intensif masih dilakukan oleh peternak sendiri bahkan tak jarang keluarga ikut membantu. Dalam pemeliharaan semi intensif kerbau pada pagi sampai menjelang siang hari digembalakan kemudian kerbau siang hari dikandangkan sampai menjelang sore. Kerbau digembalakan lagi sampai menjelang malam kemudian dikandangkan serta diberikan pakan pada malam hari. Kerbau dimandikan saat digembalakan baik pagi, siang dan sore hari.

Pemeliharaan sistem intensif masih sedikit ditemukan di masing-masing kecamatan. Pemeliharaan intensif dilakukan dengan cara mengkandangkan kerbau selama seharian penuh. Kebutuhan pakan kerbau seluruhnya dipenuhi oleh peternak secara ad libitum/tidak dibatasi. Pemeliharaan secara ekstensif di lokasi penelitian belum di temukan. Pemeliharaan sistem ekstensif yaitu kerbau dipelihara dipadang gembalaan penuh yang banyak ditumbuhi hijuan rumput serta tidak dikandangkan (Gambar 5).

Lokasi Penelitian, jiwa (%) Sistem

Pemeliharaan Cibungbulang Pamijahan Nanggung Sukajaya

Persentase

Semi Intensif 10(16,7%) 7(11,7%) 16(26,7%) 19(31,7) 52(86,7%)

Intensif 1(1,7%) 6(10%) 1(1,7%) - 8(13,3)

(51)

xli A. Kerbau Digembalakan B. Kerbau Dikandangkan

Gambar 5. Tata Laksana Sistem Pemeliharaan Kerbau

Kepemilikan Kerbau

Kerbau yang dipelihara peternak tidak semua milik sendiri melainkan milik orang lain yang dititipkan kepeternak untuk dirawat dengan baik. Kepemilikan kerbau hampir sebagian masih secara maro artinya peternak memelihara kerbau milik orang lain sampai batas waktu yang disepakati antara pemilik kerbau dengan peternak. Peternak bertanggungjawab penuh atas ternak, kandang dan pakan. Rata-rata umur kerbau maro sudah masuk kategori dewasa yaitu berkisar antara 3-4 tahun (tabel 14).

Tabel 14. Kepemilikian Kerbau di Lokasi Penelitian

Kerbau maro biasanya dominan berjenis kelamin betina sehingga diharapkan selama pemeliharaan satu tahun kerbau betina melahirkan anak kerbau pertama. Pembagian keuntungan sistem maro baru bisa didapatkan setelah kerbau betina yang dipelihara telah melahirkan anak kerbau. Perbandingan keuntungan antara peternak dengan pemilik adalah 50:50 dari anak kerbau yang dilahirkan sedangkan status induk kerbau maro tetap menjadi pemilik. Apabila anak kerbau tersebut dirawat hingga dewasa kemudian dijual maka uang dari hasil penjualan dibagi dua antara peternak dan pemilik. Resiko apabila terjadi kematian maupun

Lokasi Penelitian, jiwa (%) Kepemilikan

Kerbau Cibungbulang Pamijahan Nanggung Sukajaya

Persentase

Milik Sendiri 5(11,9%) 6(14,3%) 7(16,7%) 3(7,1%) 21(50%)

Maro 5(11,9%) 6(14,3%) 9(21,4%) 1(2,4%) 21(50%)

(52)

xlii pencurian terhadap kerbau yang dititipkan menjadi resiko bersama selama tidak ada unsur kesengajaan dari pihak peternak (Tabel 14).

Peternak yang memiliki ternak kerbau salah satunya diperoleh dari warisan orang tua yang biasanya diwariskan kepada anak lelakinya. Ditemukan kepemilikan kerbau yang diperoleh dari uang peternak sendiri karena berpandangan usaha ternak kerbau cukup menguntungkan kalau dilakukan dengan serius. Kepemilikan kerbau melalui pinjaman uang biasanya didapatkan dari kerabat keluarga dekat. Peternak baru bisa memperoleh keuntungan dari hasil penjualan kerbau yang biasanya dijual saat memperingati hari besar agama seperti Idul Fitri dan Idul Adha.

Jenis Pemberian Pakan Kerbau

Pakan hijauan ternak terdiri atas rumput-rumputan dan leguminosa. Pemberian pakan kerbau masih didominasi dari hijauan rumput-rumputan dan limbah-limbah sisa pertaniaan (Tabel 15).

Tabel 15. Jenis-jenis Pemberian Pakan Kerbau di Lokasi Penelitian Jenis Pemberian Pakan

R1 R2 No Kecamatan

Jumlah (%) Jumlah (%) Total

1 Cibungbulang 2 33 4 67 6

2 Pamijahan 9 69 4 31 13

3 Nanggung 1 9 17 94 18

4 Sukajaya 0 0 4 100 4

Total 12 29 29 71 41

Ket : R 1 = Rumput-rumputan,

R 2 = Rumput-rumputan + Limbah Pertanian

Ketersediaan hijauan rumput yang melimpah di daerah penelitian menjadi salah satu faktor pendorong untuk memelihara ternak kerbau. Hijaun rumput yang sering diberikan kerbau dalam bentuk segar diantaranya rumput alang-alang, rumput gajah, lapang, dll. Dalam mencari rumput masih dilakukan secara tradisional dengan menggunakan alat pemotong rumput sederhana yaitu sabit. Jumlah pemberian rumput tergantung dari sistem pemeliharaan dan jumlah kepemilikan kerbau. Peternak akan lebih banyak mencari rumput lagi bila kerbau dipelihara secara intensif dibandingkan dipelihara secara semi intensif maupun ekstensif. Pada pemeliharaan intensif kerbau ditempatkan di kandang terus-menerus dan kerbau

Gambar

Tabel 2.  Populasi Ternak Kerbau Kabupaten Bogor Tahun 2007
Tabel 3.  Kelompok Kerbau Berdasarkan Umur dan Jenis Jelamin Kerbau                  di Lokasi Penelitian
Gambar 1. Peralatan yang Digunakan dalam Penelitian
Gambar 1. Segera Diubah Nomor Ukurannya
+7

Referensi

Dokumen terkait

Konsumen pria dan wanita dengan usia yang berbeda memiliki penilaian yang sama baik/tinggi pada variabel desain kemasan (desain grafis, struktur desain, informasi produk)

Salah satu metode pembelajaran yang dilatarbelakangi permainan dalam salah satu situs Depdiknas adalah metode Crush Word (tebak kata )(www.dikmegnum.go.id ). Tebak

Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan antara data titik panas (hotspot) dari satelit NOAA-18 dan satelit TERRA-AQUA sebagai indikator kebakaran hutan dan lahan gambut di

1 Penerimaan Proposal Baru Desember – Januari 2 Desk Evaluasi Proposal Baru Februari/Maret 3 Desk Evaluasi Proposal Baru Maret/April 4 Penetapan Proposal Baru yang diterima

[r]

Perilaku menggaram gajah diperoleh dari pengamatan secara deskriptif, dan wawancara terhadap mahout gajah, dan kandungan garam dalam tanah diperoleh secara observasi dengan

Meskipun sudah banyak kritikan dari berbagai kalangan namun tayangan TV dari tahun ke tahun tidak ada perubahan yang berarti sesuai dengan fungsinya, di mana fungsi TV