• Tidak ada hasil yang ditemukan

APACHE   III   Sensitiviti Spesifisit

LAMA RAWATAN P

interval pengamatan yang ditetapkan selama 2 minggu, didapati hasil perkiraan lama bertahan (survival life) yaitu pada median 68,118 jam (2,83 hari) yang artinya 50% subjek penelitian diperkirakan dapat bertahan hidup/ survival sampai pada interval waktu 68,118 jam ( 2,83 hari).

Dari analisa berdasarkan nilai cut off skor APACHE III didapat pada skor APACHE III ≥ 35 (SA3) yang mana untuk melihat peluang perbedaan antara progosis hidup/ bertahan dan mati/ meninggal, hasil analisis log-rank test dengan p=0,002 didapati perbedaan yang signifikan

LAMA RAWATAN P R O B A B I L I T A S S U R V I V A L

antara prognosis yang hidup/ bertahan dan mati/ meninggal pasien- pasien pneumonia dengan kriteria skor APACHE III di ICU dewasa, seperti tertera pada kurva dibawah ini.

Gambar 2. Kurva perbedaan prognosis analisis log rank dengan cut off Skor APACHE III ≥ 35

LAMA RAWATAN P R O B A B I L I T A S S U R V I V A L

BAB 5

PEMBAHASAN

Banyak tipe sistem skoring prognosis yang dipakai dalam menilai beratnya penyakit di ICU. Sistem skoring APACHE yang diperkenalkan Knaus dkk telah banyak dipakai dalam menilai prognosis di perawatan ICU. Pneumonia merupakan kejadian infeksi klinis yang sering didapati di perawatan rumah sakit dan terlebih terhadap pasien yang dirawat di ICU. Pasien Critical ill pneumonia dapat berupa CAP/HAP/pneumonia aspirasi. Nosokomial pneumonia merupakan kejadian pneumonia critical ill yang sering dijumpai dalam perawatan ICU dan berassosiasi dengan resiko kematian yang tinggi yang mencapai lebih dari 30%. Pneumonia komuniti berat (SCAP) juga merupakan penyebab terbesar kesakitan dan kematian yang diperkirakan sebesar 30 – 50 %.1,2,3,13,16

Analisa penelitian ketepatan skor APACHE III terhadap prognosis pneumonia di ICU dewasa dari sejumlah 81 subjek yang dievaluasi didapati subjek berjenis kelamin laki-laki lebih banyak dari perempuan berkisar 54,3%. Penelitian skor APACHE III terhadap prediksi kematian di ICU dewasa di AS oleh Knaus dkk juga mendapatkan sebagian besar subjek berjenis kelamin laki-laki sebesar 55,2%, Zimmerman dkk sebesar 56,35, Wiweka dkk terhadap penelitian faktor prognosis dengan kriteria APACHE III di ICU Persahabatan mendapati sebagian besar subjek juga berjenis kelamin laki-laki berkisar 71,2%.Pada penelitian ini hasil analisa

chi square tests membandingkan jenis kelamin dengan prognosis akhir perawatan mendapati hasil yang tidak signifikan (p=0,557), yaitu terhadap subjek berdasarkan karakteristik jenis kelamin menunjukkan tidak adanya perbedaan terhadap hasil akhir rawatan (prognosis) keluar dari ICU

Rata-rata umur pada penelitian ini didapati berkisar 52,80 (SD 16,36), hal ini lebih kurang sama dengan yang didapat Zimmerman dkk berkisar 59,6 ± 18 dan juga Knaus dkk mendapatkan 59,4 ± 14,3, Wiweka dkk mendapatkan rata-rata umur yang lebih rendah 48,62 ± 4,96. Jumlah subjek terbanyak pada penelitian ini dijumpai pada kelompok umur ≥ 60 tahun, hal ini sama dengan yang didapat oleh Knaus dkk yaitu pada kelompok umur 65 – 74 tahun, Zimmerman dkk juga mendapati subjek terbanyak pada kelompok umur 65 – 84 tahun sedang Wiweka dkk terbanyak mendapati pada kelompok umur ≤ 45 tahun. Pada penelitian ini hasil analisa chi square tests membedakan antara kelompok umur dengan hasil rawatan (prognosis) hidup/ bertahan dan mati/ meninggal menunjukkan hasil yang tidak signifikan (p= 0,459), yaitu terhadap subjek berdasarkan karakteristik kelompok umur, baik umur muda atau tua terhadap penderita pneumonia yang masuk dan dirawat di ICU dewasa pada penelitian ini, tidak menunjukkan adanya perbedaan yang berarti terhadap hasil akhir rawatan (prognosis). Oleh Wiweka dkk disebutkan terhadap hal ini untuk tidak membatasi pemberian terapi terhadap subjek yang berumur lebih tua.

Mengenai asal rawatan subjek penelitian masuk ICU, dalam penelitian ini dibagi menjadi 2 (dua) yaitu dari IGD dan ruang rawat, dikarenakan sentra pelayanan ICU dewasa di RS HAM dan Pirngadi hanya ada sentra ICU dewasa dan ICU pasca bedah. Dalam penelitian ini sampel/subjek didata terhadap pasien-pasien di ICU dewasa saja, yang kebanyakan berasal dari rujukan ruang rawat atau kiriman dari rumah sakit luar yang masuk dari IGD. Pada penelitian ini didapati subjek terbanyak berasal dari IGD yaitu sebanyak 43 (53,1%). Pada penelitian multisenter ICU di AS oleh Knaus dkk didapati asal subjek masuk ICU dibagi atas 4 (empat), yaitu dari IGD, ruang rawat, pindahan rumah sakit lain dan dari ICU lain, dan subjek terbanyak juga didapati dari IGD sebesar 62,3%. Juga penelitian multisenter ICU lainnya oleh Zimmerman di AS dimana asal rawatan juga didapati terbanyak dari IGD sebesar 39%. Wiweka dkk di Jakarta membagi asal rawatan pasien yaitu dari ruang pemulihan kamar bedah, IGD, ruang rawat dan ICU rumah sakit lain, mendapati pasien terbanyak berasal dari ruang pemulihan kamar bedah sebesar 53%. Hasil analisa chi square tests pada penelitian ini yang membedakan asal rawatan dengan hasil akhir (prognosis) hidup dan mati menunjukkan hasil yang tidak signifikan (p=0,177), yaitu dimana terhadap pasien-pasien pneumonia yang masuk ke ICU dewasa baik asal IGD ataupun ruang rawat tidak menunjukkan adanya perbedaan yang berarti terhadap hasil akhir rawatan keluar dari ICU.6,9,10

Pada penelitian ini hasil akhir keluar rawatan (prognosis) subjek penelitian terbanyak dijumpai mengalami kematian dibanding prognosis yang bertahan hidup, dimana yang mati/ meninggal sebanyak 75,3%. Dalam hal ini kasus-kasus pneumonia yang ada memang menunjukkan keadaan akut yang mengancam (critical ill) dengan didapati banyaknya penyakit penyerta, atau dikarenakan adanya penyakit kronis sebelumnya yang menyebabkan terjadinya pneumonia. Hal ini berbeda dengan yang didapati Wiweka dkk10 terhadap faktor-faktor prognosis penderita gawat napas yang masuk dan dirawat di ICU dewasa, terhadap sebagian distribusi subjek yang dilakukan pembedahan, dimana yang hidup lebih besar dari yang mati, sebesar 53 pasien dari 66 subjek (80,3%) yang mana distribusi kasus subjeknya juga terbesar pada kasus pneumonia. Yoshimoto39 dkk penelitian faktor resiko kematian terhadap pneumonia berat di ICU mendapati kematian lebih banyak sebesar 60%. Penelitian lain juga melaporkan masing-masing persentase kematian seperti Knaus dkk9 sebesar 31%,Fernandez dkk2782,3% Lee JH dkk5 56%, Sirio dkk 6,3%8.

Sistem skoring APACHE III dilaporkan banyak dipakai pada penelitian berbagai penyakit dan dimodifikasi sesuai keinginan peneliti namun nilai dan kuisioner yang dipakai adalah standar. Pada penelitian ini coba dilakukan pada kasus-kasus pneumonia di ICU. Rata-rata skor APACHE III yang didapat adalah sebesar 58,30 (SD 17,66). Pada penelitian lainnya oleh Zimmerman dkk mendapati rata-rata skor APACHE

III sebesar 45,1 ± 26,8, Knaus dkk9 sebesar 50, Ihnsook dkk29 66, Sirio dkk846,9 (SD 27,6), Ann dkk36 terhadap late onset VAP 16,7 ± 7,39 sedang Wiweka dkk10 mendapati 39,48 ± 3,18. Pada penelitian ini skor APACHE III yang didapat dilakukan analisa lanjut dengan melihat hasil akhir (prognosis) antara hidup/ bertahan dan mati/ meninggal, didapati hasil yang bermakna (p=0,0001), dimana rata-rata skor APACHE III dengan prognosis hidup sebesar 35,85 (SD 6,30) dan prognosis mati sebesar 65,65 (SD 13,42). Dalam hal ini nilai rata-rata skor APACHE III yang lebih tinggi menunjukkan adanya hubungan yang bermakna dengan terjadinya kematian dibanding nilai rata-rata skor APACHE III yang rendah terhadap terjadinya kematian.

Rata-rata skor fisiologik akut yang didapat pada penelitian ini sebesar 51,53 (SD 17,27). Penelitian lainnya oleh Zimmerman dkk6 34,2 ± 24,6, Sirio dkk8 46,9 (27,6) sedang Wiweka dkk10 mendapati hasil 29,39 ± 3,18. Hasil analisa lebih lanjut terhadap skor fisiologik akut pada penelitian ini untuk melihat perbedaan prognosis antara pasien/ subjek yang hidup/ bertahan dan mati/ meninggal keluar dari ICU didapati perbedaan yang bermakna (p=0,0001), dimana didapati skor fisiologik akut prognosis mati sebesar 58,73 (SD 12,95) dan prognosis hidup 29,55 (SD 7,11). Hal ini juga menunjukkan adanya hubungan yang bermakna terhadap terjadinya kematian pada nilai rata-rata skor fisiologik yang tinggi dibanding yang rendah.

Analisa mengenai sensitiviti, spesifisiti, nilai duga (predictive values), likelihood ratio terhadap ketepatan skor APACHE III terhadap hasil akhir (prognosis) pasien-pasien pneumonia di ICU yang mana pada penelitian ini didapati hasil skor APACHE III terendah ≥ 25 (SA1) dan tertinggi pada skor ≥ 105 (SA17) dan hasilnya setelah dilakukan analisis statistik hanya tampak nilai yang tertinggi pada skor ≥ 35 (SA3), yang mana hasil ini tidak dapat dipakai dalam menentukan ketepatan skor APACHE III dalam menentukan prognosis. Dalam hal ini perlu pembahasan analisa lebih lanjut dan lebih spesifik dan juga tentunya dengan melibatkan jumlah subjek yang lebih besar dari beberapa multi senter ICU.

Hasil analisis kesintasan Kaplan Meier untuk melihat lama bertahan (survival life) pasien-pasien pneumonia di ICU dewasa dengan lama interval pengamatan yang ditetapkan 2 (dua) minggu, mendapati perkiraan lama bertahan hidup / interval waktu pengamatan terjadinya prognosis buruk (kematian) yaitu pada median 68,118 jam / berkisar 2 hari 8 jam. Artinya diperkirakan sebesar 50% subjek penelitian dapat bertahan hidup/ survival sampai pada interval waktu 68,118 jam / berkisar 2,83 hari. Dari analisa berdasarkan nilai cut off skor APACHE III pada ≥ 35 (SA3) yang didapat, untuk melihat peluang perbedaan antara prognosis hidup/ bertahan dan mati/ meninggal pasien-pasien pneumonia di ICU dewasa, hasil analisa log-rank test p=0,002 artinya terdapat perbedaan bermakna antara prognosis yang hidup dan mati pasien-pasien pneumona di ICU

dewasa berdasarkan cut off skor APACHE III pada ≥ 35 (SA3) (gambar 2). Hal ini menunjukkan perkiraan prognosis cenderung lebih buruk terhadap nilai skor APACHE III yang ≥ 35, dimana pada nilai skor ini menunjukkan angka terjadinya subjek yang meninggal lebih tinggi dibanding yang bertahan. Pada penelitian mengenai analisa survival oleh Huan KT dkk terhadap prediktor dini dan hasil akhir (prognosis) pasien- pasien dengan ventilator associated pneumonia (VAP) dengan APACHE II mendapatkan nilai skor cut off ≥ 27 onset dini terjadinya VAP dan hasil analisa survival life Kaplan Meier berdasarkan skor APACHE II (>27 vs <27), p <0,0001 mendapatkan median survival pasien dengan VAP dengan skor >27 adalah 8,83 hari.40 Juga pada penelitian Kauss dkk, mengenai epidemiologi sepsis di rumah sakit pendidikan di Brazil dengan APACHE II dan SOFA, mendapatkan survival life dengan Kaplan Meier analisis pada median ≥ 28 hari follow up sebesar 79,3% dan 43,2% masing-masing pada non sepsis dan sepsis.41 Alves C dkk, pada penelitian terhadap etiologi dan faktor-faktor prognosis terhadap gagal napas berat pasien-pasien HIV, hasil estimasi analisa Kaplan Meier mendapatkan survival lebih rendah pada pasien-pasien HIV dengan ventilator mekanik (log rank tests 20,2 p<0,001) dengan median survival adalah 15 hari sejak masuk ICU. Dimana pasien dengan pneumonia bakterial lebih baik prognosisnya dibanding dengan pneumonia Pneumocystis carinii (log rank tests 8,2 p=0,004), dengan mendapati median survival 12 hari setelah masuk ICU.42

BAB 6

Dokumen terkait